Diusulkan oleh:
UNIVERSITAS KRISNADWIPAYANA
JAKARTA
1
BAB I. PENDAHULUAN
4
Menambah wawasan mengenai kegiatan ekonomi yang terpusat di
sektor pertanian dalam Negara Berkembang dan peran sektor
pertanian dalam pembangunan ekonomi di Indonesia.
2. Bagi Akademisi
Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai tambahan
pengetahuan dan referensi bahan kepustakaan tentang kegiatan
ekonomi yang terpusat di sektor pertanian dalam Negara Berkembang
dan peran sektor pertanian dalam pembangunan ekonomi di
Indonesia.
5
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
6
Adapun syarat pelancar pembangunan pertanian meliputi:
1. Pendidikan pembangunan
2. Kredit produksi
3. Kegiatan gotong royong petani
4. Perbaikan dan perluasan tanah pertanian
5. Perencanaan nasional pembangunan pertanian.
1. Dengan mensuplai makanan pokok dan bahan baku bagi sektor lain
dalam ekonomi yang berkembang
2. Dengan menyediakan surplus yang dapat diinvestasikan dari tabungan
dan pajak untuk mendukung investasi pada sektor lain yang berkembang
3. Dengan membeli barang konsumsi dari sektor lain, sehingga akan
meningkatkan permintaan dari penduduk perdesaan untuk produk dari
sektor yang berkembang
4. Dengan menghapuskan kendala devisa melalui penerimaan devisa
dengan ekspor atau dengan menabung devisa melalui substitusi impor.
4. Harga produk pertanian memiliki bobot yang besar dalam indeks harga
konsumen, sehingga dinamikanya amat berpengaruh terhadap laju inflasi.
7
Oleh karena itu, akselerasi pembangunan pertanian akan membantu
menjaga stabilitas perekonomian Indonesia.
8
sumber daya hayati yang termasuk dalam pertanian biasa dipahami orang
sebagai budidaya tanaman atau bercocok tanam (bahasa Inggris: crop
cultivation) serta pembesaran hewan ternak (raising), meskipun cakupannya
dapat pula berupa pemanfaatan mikroorganisme dan bioenzim dalam
pengolahan produk lanjutan, seperti pembuatan keju dan tempe, atau sekadar
ekstraksi semata, seperti penangkapan ikan atau eksploitasi hutan.
9
Penebangan kayu 2. Suaka alam dan hutan wisata.
- populasi.
10
sekaligus dalam waktu bersamaan yang belum pernah terjadi selama ini dan
berkontribusi terhadap nilai tambah ekonomi Rp29,94 triliun. Data Angka
Ramalan-I (ARAM-I) BPS menunjukkan produksi padi tahun 2015 sebesar 75,55
juta ton GKG atau naik 4,70 juta ton (6,64%) dibandingkan Angka Tetap (ATAP)
tahun 2014. Produksi jagung 20,67 juta ton pipilan kering atau naik 1,66 juta ton
(8,72%) dan kedelai 998,87 ribu ton biji kering atau naik 43,87 ribu ton biji kering
(4,59%). Peningkatan produksi padi 4,70 juta ton GKG mampu memberikan
kontribusi ekonomi sekitar Rp24,28 triliun. Produksi padi ini merupakan produksi
tertinggi selama sepuluh tahun terakhir. Peningkatan produksi bersumber dari
peningkatan produktivitas 52,80 ku/ha atau naik 1,45 ku/ha (2,82%) dan luas
panen 512 ribu ha (3,71%).
Kondisi kekeringan tahun 2015 lebih kuat dari tahun 1997. Pada tahun
1998 Indonesia melakukan impor beras sebanyak 7,1 juta ton. Berkat antisipasi
dini dan penanganan kekeringan secara masif, maka selama setahun kabinet
kerja 2014-2015 tidak ada impor beras. Antisipasi dini dan penanganan
kekeringan/El-Nino dilakukan sejak Oktober tahun 2014 dengan mendistribusikan
21.953 unit pompa air, rehabilitasi irigasi tersier, membangun 2.000 sumur
dangkal di Kabupaten Timor Tengah Selatan dan Kabupaten Grobogan,
membangun 100 unit embung dan dam-parit, bekerjasama dengan BNPB
melakukan hujan buatan, memberikan asuransi usaha tani untuk 1,0 juta ha.
Hasilnya adalah penyelamatan dari ancaman puso sejak Oktober 2014 hingga
September 2015 sebesar 114.707 ha dan telah disiapkan bantuan benih dan
pupuk 105 ribu ha sebagai kompensasi bagi petani terkena puso. Dalam rangka
11
melindungi petani dari risiko usaha tani akibat banjir, kekeringan, serangan
Organisme Pengganggu Tanaman (OPT), maka telah diluncurkan asuransi
pertanian khususnya padi dengan target 2015 seluas 1,0 juta ha, sehingga bila
terjadi kegagalan panen, petani mendapat klaim ganti rugi Rp6 juta/ha.
12
4. Tahun 2015 ditandai mulai bangkitnya investasi di sektor pertanian
Sektor pertanian memberikan peluang usaha dan nilai tambah yang tinggi
bagi pelakunya. Komoditas komersial bernilai ekonomi tinggi seperti: kelapa
sawit, karet, kakao, tebu, sapi, jagung dan lainnya sangat potensial
dikembangkan di Luar Jawa. Usaha pro-aktif meningkatkan investasi telah
menunjukkan hasil. Investasi yang sudah berjalan didominasi subsektor
perkebunan terutama kelapa sawit, karet, kopi, tebu, teh dan sebagian komoditas
pada subsektor peternakan dan hortikultura.
14
BAB 3. PEMBAHASAN
Karakteristik atau ciri-ciri negara berkembang satu dengan yang lain tidak sama,
seperti misal kondisi negara berkembang di Asia tentu tidak sama persis dengan
kondisi negara berkembang di Afrika atau Amerika Latin. Namun demikian bukan
berarti bahwa karakteristik atau ciri-ciri negara berkembang tidak bisa di
generalisasikan. Menurut Michael Todaro Mengklasifikasikan ada 6 kategori atau
ciri-ciri suatu negara berkembang ( Economic Development, 2000), yaitu:
15
1) Tingkat kehidupan yang rendah.
Di negara berkembang pada umumnya ditandai dengan adanya tingkat
kehidupan yang rendah. Sebagian besar penduduknya hidup dalam
kondisi yang kurang menguntungkan. Tingkat kehidupan yang rendah ini
dapat diwujudkan dalam bentuk secara kuantitatif maupun kualitatif.
Secara kuantitatif dapat diwujudkan dalam bentuk tingkat pendapatan
yang rendah (kemiskinan), secara kualitatif dalam wujud fasilitas
perumahan yang tidak memadai, sarana kesehatan yang buruk,
pendidikan terbatas atau tidak berpendidikan sama sekali, tingkat
kematian bayi yang tinggi, umur penduduk yang pendek, harapan kosong
dan pada umumnya disertai dengan perasaan kacau dan putus ada.
2) Tingkat produktivitas yang rendah.
Sebagian besar tingkat kehidupan penduduk di negara berkembang
sangat rendah, hal ini mengakibatkan produktivitas sebagian besar
penduduk juga menjadi rendah. Berbeda sekali keadaannya bila
dibandingkan dengan tingkat produktivitas penduduk di negara maju.
Produktivitas yang rendah ini terutama produktivitas tenaga kerja yang
dihasilkan yaitu perbandingan antara out put yang dihasilkan dengan in
put pertenaga kerja sangat kecil. Hal ini dapat dijelaskan dengan
menggunakan beberapa konsep dasar ekonomi. Sebagai contoh
misalnya : prinsip penghapusan produktivitas marjinal menyatakan
bahwa, jika meningkatnya jumlah faktor variabel tenaga kerja yang
dipergunakan untuk memenuhi jumlah faktor lain (modal, tanah, material
dll), maka diluar jumlah tertentu, ekstra atau produk marjinal faktor
variabel lain akan turun, oleh karena itu rendahnya tingkat produktivitas
tenaga kerja bisa juga disebabkan dengan tidak adanya atau kurangnya
berbagai faktor input/ masukan komplementer, seperti modal fisik atau
manajemen yang berpengalaman. Untuk mengatasi hal tersebut sebagai
argumen yang diajukan adalah tabungan-tabungan dalam negeri dan
keuangan dari luar negeri haruslah di mobilisasikan untuk mempercepat
pembentukan investasi baru dalam barang-barang modal fisik dan juga
untuk menyediakan stok modal tenaga kerja manusia seperti,
keterampilan manajerial melalui investasi di bidang pendidikan dan
latihan.
16
3) Pertumbuhan populasi dan beban tanggungan yang tinggi.
Di negara berkembang tingkat pertumbuhan penduduk masih sangat
tinggi, dengan demikian tingkat kelahiran juga semakin tingkat dan
sebagai akibatnya jumlah penduduk semakin bertambah besar. Rata-rata
tingkat pertumbuhan penduduk di negara sedang berkembang ini diatas 2
persen pertahun. Berbeda dengan keadaan di negara maju dimana
tingkat pertumbuhan penduduk ini rata-rata kurang dari 1 persen
pertahun. Dengan jumlah penduduk yang semakin membengkak ini
mengakibatkan beban tanggungan juga semakin tinggi. Anak-anak dan
orang tua merupakan suatu beban tanggungan yang secara ekonomi
mereka termasuk golongan yang nonproduktif.
4) Tingkat pengangguran dan pengangguran semu yang tinggi.
Salah satu faktor yang mengakibatkan rendahnya tingkat kehidupan
penduduk di negara sedang berkembang adalah kurangnya penggunaan
tenaga kerja yang ada secara efisien. Tenaga kerja yang ada masih
banyak yang bekerja tetapi terkadang tidak sesuai dengan tingkat
keahlian yang dipunyai, sehingga mengakibatkan hasil yang diperoleh
tidak optimal. Jenis tenaga kerja yang seperti ini seringkali dikategorikan
sebagai pengangguran semu. Pada umumnya penduduk di negara
sedang berkembang bekerja secara serabutan dan kebanyakan mereka
mengerjakan pekerjaan-pekerjaan kasar seperti buruh bangunan buruh
industri, dan sebagainya. Hal ini terutama terjadi untuk penduduk yang
tinggal dipedesaan yang pada umumnya tingkat pendidikannya rendah,
skill rendah dan ditandai dengan tingkat penghasilan yang rendah pula.
Tingginya tingkat pertumbuhan penduduk juga mendorong semakin
banyak jumlah tenaga yang menganggur. Untuk menyerap tenaga kerja
yang menganggur ini seringkali Pemerintah mengalami suatu kendala
yaitu kurangnya dana atau minimnya tingkat investasi yang ada.
5) Ketergantungan yang sangat terhadap produksi pertanian dan produk-
produk pokok ekspor.
Sebagian besar penduduk di negara sedang berkembang tinggal di
daerah pedesaan, yaitu sekitar 80 persen dengan mata pencaharian
sebagai petani. Dengan demikian produk dari pertanian merupakan hasil
utama penduduk sehingga penduduk sangat tergantung pada hasil
17
pertaniannya. Pada umumnya pertanian yang dikerjakan penduduk
termasuk pertanian dalam skala kecil dengan produksi yang relatif kecil
pula. Biasanya di luar sektor pertanian penduduk tidak mempunyai
keahlian/ keterampilan lain, sehingga apabila ada masalah yang berkaitan
dengan pertanian, seperti bencana alam, penduduk menjadi kehilangan
mata pencahariannya. Karena hasil utama penduduk di negara sedang
berkembang dari sektor pertanian, maka produk dari hasil pertanian ini
yang dapat di ekspor. Dengan demikian ekspor penduduk di negara
berkembang masih didominasi dari hasil pertanian. Di lihat dari struktur
perekonomiannya negara sedang berkembang mempunyai orientasi pada
sektor pertanian terhadap pendapatan nasional mempunyai prosentase
yang paling besar jika dibandingkan dengan sumbangan dari sektor
industri dan jasa.
6) Dominasi, dependensi dan vulnerabilitas (sifat mudah tersinggung/
terpengaruh) dalam hubungan internasional.
Di negara sedang berkembang yang masih didominasi adanya tingkat
kehidupan yang rendah, yang ditandai dengan rendahnya tingkat
pendapatan disertai dengan adanya distribusi penduduk yang dapat
dikatakan timpang, tingginya tingkat pengangguran dan sebagiannya
merupakan suatu masalah tersendiri. Hal itu semakin mengakibatkan
adanya suatu ketidak adilan bila dibandingkan dengan keadaan di negara
maju jauh berbeda. Akibat lain adalah adanya peran yang sangat
dominan yang dilakukan oleh negara maju dalam hubungan
internasionalnya mengakibatkan negara sedang berkembang semakin
tertekan. Konstribusi negara sedang berkembang yang sangat kecil ini
mengakibatkan negara sedang mudah terpengaruh atau mudah
tersinggung karena merasa diperlakukan tidak adil. Sebagai negara
sedang berkembang tidak kuasa untuk melawan dominasi negara maju
ini karena negara berkembang memang tidak mempunyai bargaining
power.
Menurut Meier dan Baldwin (dalam Todaro, Economic Development, 2000, ada
6 sifat ekonomi yang terdapat di negara berkembang, yaitu :
19
disebabkan makin banyaknya jumlah anakanak dan orang tua yang harus
ditanggung.
3. Sumber-sumber alam belum banyak yang diolah.
Sumber alam di negara berkembang belum banyak yang diolah padahal
negara berkembang terkenal akan kekayaan sumber alamnya. Dengan
demikian sumber alam di negara berkembang masih sangat potensial dan
belum menjadi sumbersumber yang riil. Adapun masih bersifatnya
potensial sumber alam di negara berkembang ini disebabkan terbatasnya
kapital, skill dan jiwa kewiraswastaan yang dimiliki oleh penduduk negara
berkembang. Pemanfaatan sumber alam di negara pada umumnya masih
terbtas pada golongan tertentu saja yang mengambil manfaatnya. Artinya
hanya sebagian kecil saja, yang dapat menikmati kekayaan alam tersebut
dengan demikian masih belum adanya suatu pemerataan.
4. Penduduk masih terbelakang Secara ekonomi.
penduduk di negara berkembang relatif masih sangat terbelakang, artinya
kualitas penduduk sebagai faktor produksi masih sangat rendah.
Penduduk sebagai pelaku ekonomi masih kurang efisien, kurang mobil
dalam pekerjaan baik secara vertikal maupun horisontal. Pada umumnya
penduduk sulit untuk diajak berkembang dalam usaha meningkatkan taraf
hidup yang lebih baik. Penduduk sulit untuk berganti pekerjaan, lebih-
lebih untuk jenis pekerjaan yang sama sekali baru.
5. Kekurangan kapital.
Negara berkembang pada umumnya merupakan negara miskin dengan
demikian modal (kapital) di negara berkembang sangat kurang,
kekurangan modal ini disebabkan rendahnya investasi yang ada.
Rendahnya investasi disebabkan rendahnya tingkat penghasilan
penduduk yang disebabkan rendahnya produktivitas.
6. Orientasi perdagangan ke luar negeri.
Hampir semua negara di dunia ini mengadakan hubungan ekonomi
dengan negara lain. Hubungan ekonomi ini dapat berbentuk hubungan
perdagangan antar negara. Hubungan perdagangan terjadi mengingat
suatu negara tidak mungkin dapat memenuhi semua kebutuhannya tanpa
melakukan kerja sama dengan negara lain. Demikian juga dengan negara
sedang berkembang pada umumnya melakukan transaksi ekspor dan
20
impor dengan negara maju atau dengan sesama berkembang
berkembang lain. Pada umumnya negara sedang berkembang
mengandalkan ekspor pada hasil-hasil pertanian yang masih berupa
barang mentah atau barang setengah jadi. Dengan ekspor barang
semacam itu nilai tukarnya rendah, jelas sekali hal itu kurang
menguntungkan bagi negara berkembang karena nilai produknya dinilai
sangat rendah sekali. Ekspor bagi negara sedang berkembang
merupakan sumber pendapatan negara yang sangat diandalkan sebagai
sumber devisa. Dengan demikian pendapatan devisa negara lebih
banyak tergantung pada hasil ekspor ini.
Para petani di NSB tidak hanya berproduksi untuk kebutuhan mereka saja,
mereka juga berproduksi untuk memenuhi kebutuhan penduduk perkotaan. Jika
21
pangsa (share) penduduk perkotaan terhadap penduduk keseluruhan meningkat,
maka produktivitas para petanipun harus meningkat.
Sektor pertanian juga dapat merupakan sumber modal yang utama bagi
pertumbuhan ekonomi modern. Modal berasal dari tabungan yang diinvestasikan
dan tabungan berasal dari pendapatan. Dinegara-negara yang paling miskin,
pangsa pendapatan pertanian terhadap produk nasional mencapai 50 persen.
Berarti separuh atau lebih dari produk nasional disumbangkan oleh sektor non-
pertanian, terutama industri dan perdagangan (jasa-jasa), dan sektor-sektor ini
merupakan penyumbang penting bagi tabungan yang akhirnya digunakan untuk
investasi.
22
sudah berjumlah 220 juta jiwa. Dengan peranan pertanian sebagai
penyedia bahan pangan yang relatf murah, telah memungkinkan biaya
hdup di Indonesia tergolong rendah di dunia. Dan rendahnya biaya hidup
di Indonesia menjadi salah satu daya saing nasional. Keberhasilan dalam
penyediaan bahan pangan yang cukup dan stabil meimilki peran yang
besar dalam penciptaaan ketahanan pangan nasional (food security)
yang erta kaitannya dengan stabilitas sosial, ekonomi, dan politik.
3. Sebagai wahana pemerataan pembangunan untuk mengatasi
kesenjangan pendapatan antar masyarakat maupun kesenjangan antar
wilayah
Sebagai contoh, mengingat pembangunan besar-besaran terjadi di
perkotaan adapun masyarakat mayoritas berdomisili di pedeaan yang
merupakan sumber sektor pertanian. Maka pembangunan pertanian
harus didukung oleh pembangunan wilayah baik pembangunan
infrastruktur maupun pembangunan sosial ekonomi kemasyarakatan.
4. Merupakan pasar input bagi pengembangan agroindustri
Indonesia mempunyai sumber daya pertanian yang sangat besar, namun
produk pertanian umumnya mudah busuk, banyak makan tempat, dan
musiman. Sehingga dalam era globalisasi dimana konsumen umumnya
cenderung mengkonsumsi nabati alami setiap saat, dengan kualitas
tinggi, tidak busuk, dan makan tempat, maka peranan agroindustri akan
dominan.
Dan jika sektor pertanian terus ditingkatkan maka diharapkan sektor ini
mampu menghasilkan pangan dan bahan mentah yang cukup bagi
pemenuhan kebutuhan rakyat, meningkatkan daya beli rakyat, dan
mampu melanjutkan proses industrialisasi.
5. Menghasilkan devisa
Sektor pertanian merupakan penghasil devisa yang penting bagi
Indonesia. Salah satu subsektor andalannya adalah subsektor
perkebunan, seperti ekspor komoditas karet, kopi, teh, kakao, dan minyak
sawit. Lebih dari 50% total produksi komoditas-komoditas tersebut adalah
untuk diekspor.
6. Menyediakan lapangan pekerjaan
23
Sebagaimana diterangkan di muka, sektor pertanian memiliki peran
penting dalam menyerap tenaga kerja. Di tahun 1994 saja (BPS, 1996)
46% dari 82 juta jiwa angkatan kerja pada tahun itu diserap oleh
subsector pertanian primer.
Lagi, subsektor perkebunan memberikan kontribusinya dalam
pembangunan nasional. Sampai tahun 2003, jumlah tenaga kerja yang
terserap oleh subsektor ini diperkirakan mencapai 17 juta jiwa. Kontribusi
dalam penyediaan lapangan pekerjaannya pun mempunyai nilai tambah
tersendiri, karena subsektor perkebunan menyediakan lapangan kerja di
pedesaan dan daerah terpencil. Dengan demikian, selain menyediakan
lapangan kerja subsektor perkebuna ikut mengurangi arus urbanisasi.
7. Pembentukan produk domestik bruto/peningkatan pendapatan nasional.
Berdasarkan data yang kami peroleh, subsektor perkebunan merupakan
salah satu subsektor yang mempunyai kontribusi penting dalam hal
penciptaan nilai tambah yang tercermin dari kontribusinya terhadap
produk domestik bruto (PDB). Dari segi nilai absolut berdasarkan harga
yang berlaku PDB perkebunan terus meningkat dari sekitar Rp 33,7 triliun
pada tahun 2000 menjadi sekitar Rp 47,0 triliun pada tahun 2003, atau
meningkat dengan laju sekitar 11,7% per tahun. Dengan peningkatan
tersebut, kontribusi PDB subsector perkebunan terhadap PDB sector
pertanian adalah sekitar 16%. Terhadap PDB secara nasional tanpa
migas, kontribusi subsector perkebunan adalah sekitar 2,9% atau sekitar
2,6% PDB total. Jika menggunakan PDB dengan harga konstan tahun
1993, pangsa subsektor perkebunan terhadap PDB sektor pertanian
adalah 17,6%, sedangkan terhadap PDB non migas dan PDB nasional
masing-masing adalah 3,0% dan 2,8%.
8. Tetap mempertahankan kelestarian sumber daya (peranan dalam
pelestarian lingkungan hidup)
Tidak ada satu pun negara di dunia seperti Indonesia yang kaya akan
beraneka ragam sumber daya pertanian secara alami (endowment
factor). Maka dari itu, diharapkan dalam penggunaannya sumber daya ini
digunakan secara optimal dan tetap memperhatikan aspek kelestarian
sumber daya pertanian.
24
3.3. Permasalahan Dan Upaya Peningkatan Produktivitas Pertanian
Nasional
Berdasarkan data BPS, 29 juta jiwa penduduk indonesia masih berada di bawah
garis kemiskinan dimana 18 juta jiwa tersebut berada di pedesaan. Selain itu,
Nilai Tukar Petani sekitar 100-105 sejak 2010, dibandingkan dengan target batas
bawah RPJMN, yaitu 115-120. Hal ini menunjukkan petani (nelayan, peternak,
perkebun) Indonesia belum sejahtera. Penyebab lemahnya NTP dapat dilihat
dari IT atau IB. Dari segi IT, sulitnya diversifikasi konsumsi pangan karena
budaya masyarakat Indonesia yang makan nasi/kebutuhan pokok tertentu yang
sulit berubah atau dengan kata lain, ketergantungan konsumsi pangan masih
tinggi. Dari segi IB, keterlambatan bantuan input usaha pertanian seperti benih
dan pupuk sering terjadi. Biasanya anggaran belum bisa dicairkan dengan
mudah pada awal-awal tahun, padahal petani harus segera memulai penanaman
di awal tahun.
Petani tetap hidup miskin karena petani tidak punya hak untuk menetapkan
kebijakan pertanian pada semua level. Asosiasi pertanian yang ada di Indonesia
tidak memihak petani. Di India sudah diberlakukan Farmer Jury. Ini berdampak
pada gerakan kedaulatan pangan di India. Dengan 1,2 miliar penduduk masih
bisa ekspor 4,5 juta ton beras, 2,2 juta ton jagung, dan 4,2 juta ton tepung
kedelai tahun 2011. 8 Bandingkan dengan Indonesia yang penduduknya hanya
240 juta tapi banyak impor berbagai komoditas.
2. Ketergantungan impor
Impor tanaman pangan menempati 74% dari total impor yang dilakukan
pemerintah. Sedangkan impor peternakan, holtikultura, dan perkebunan sebesar
8 – 9%. Pada Desember 2013, ekspor perkebunan meliputi minyak sawit, kelapa,
karet dan gula tebu sebesar 96%. Namun produk perkebunan yang diekspor
merupakan bahan mentah dan sebagian impor merupakan bahan jadi. Impor
25
dilakukan sebagian besar untuk konsumsi, bukan untuk proses produksi. Hal ini
menunjukkan sangat tergantungnya pemenuhan konsumsi domestik terhadap
impor.
Luas kepemilikan lahan yang dimiliki oleh petani di Indonesia rata-rata kecil
mengingat harga tanah yang semakin mahal sedangkan kemampuan para petani
untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari saja sudah minim ditambah harus
membeli lahan yang harganya semakin melonjak. Yang memungkinkan hanya
bisa menggarap lahan milik orang lain sehingga hasilnya pun harus dibagi dua.
Banyaknya lahan para petani yang belum bersertifikat menambah dampak buruk
bagi masa depan para petani yang menyebabkan terjadinya persengketaan
antara pihak petani dan pihak yang mencoba merampas hak milik petani dimana
posisinya memanfaatkan kesempatan pada lahan yang belum berlabel pemilik.
26
Bahkan kerap terjadi persengketaan antara petani dengan pihak pemerintah
dalam kepemilikan lahan.
6. Masalah Teknologi
27
wilayah Indonesia. Perlu pula adanya pengkajian ulang terhadap kebijakan para
pemerintah disektor pertanian guna penggalangan dana dalam peningkatan
sector pertanmian di Indonesia agar memberikan fasilitas yang layak dan tepat
bagi para petani dalam pengeloaan lahannya.
30
b. Mengembangkan fasilitas pembuangan limbah ternak supaya dapat
berdaya guna seperti pupuk kompos dll.
6. Perlindungan terhadap lahan pertanian/kebun
a. Insentif berupa keringanan pajak untuk setiap hektar tanah/jumlah
peliharaan yang dimiliki
7. Penunjukkan/pembentukan lembaga Keuangan (bank atau asuransi) yang
pro-petani
a. Pemberian kredit murah (subsidi bunga) untuk petani khususnya petani
kecil.
8. Perlindungan terhadap gagal panen/masa paceklik untuk petani
a. Kerja sama dengan lembaga lain seperti BNPB, BMKG dll untuk
memitigasi potensi kerugian yang harus ditanggung petani akibat
terjadinya bencana alam dan anomali iklim.
31
BAB 4. PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Sektor pertanian merupakan sektor yang mempunyai peranan strategis dalam
struktur pembangunan perekonomian nasional. Sektor ini merupakan sektor yang
tidak mendapatkan perhatian secara serius dari pemerintah dalam pembangunan
bangsa. Mulai dari proteksi, kredit hingga kebijakan lain tidak satu pun yang
menguntungkan bagi sektor ini. Program-program pembangunan pertanian yang
tidak terarah tujuannya bahkan semakin menjerumuskan sektor ini pada
kehancuran. Meski demikian sektor ini merupakan sektor yang sangat banyak
menampung luapan tenaga kerja dan sebagian besar penduduk kita tergantung
padanya.
Banyak hal yang harus kita lakukan dalam mengembangkan pertanian pada
masa yang akan datang. Kesejahteraan petani dan keluarganya merupakan
tujuan utama yang menjadi prioritas dalam melakukan program apapun. Tentu
hal itu tidak boleh hanya menguntungkan satu golongan saja namun diarahkan
untuk mencapai pondasi yang kuat pada pembangunan nasional. Pembangunan
adalah penciptaan sistem dan tata nilai yang lebih baik hingga terjadi keadilan
dan tingkat kesejahteraan yang tinggi. Pembangunan pertanian harus
mengantisipasi tantangan demokratisasi dan globalisasi untuk dapat
menciptakan sistem yang adil. Selain itu harus diarahkan untuk mewujudkan
masyarakat yang sejahtera, khususnya petani melalui pembangunan sistem
pertanian dan usaha pertanian yang kuat dan mapan. Dimana Sistem tersebut
harus dapat berdaya saing, berkerakyatan, berkelanjutan dan desentralistik.
4.2 Saran
Menyadari bahwa penulis masih jauh dari kata sempurna, kedepannya penulis
akan lebih fokus dan details dalam menjelaskan tentang makalah di atas dengan
sumber - sumber yang lebih banyak yang tentunya dapat di pertanggung
jawabkan. Oleh karena itu tidak menutup kemungkinan bagi kami untuk
menerima kritik dan saran dalam bentuk apapun untuk kedepannya yang lebih
baik lagi.
32
DAFTAR PUSTAKA
BUKU
Arsyad, Lincolin. 1997. Edisi Ketiga: EKONOMI PEMBANGUNAN. Yogyakarta:
Bagian Penerbitan Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi YKPN. Hlm. 303-324.
Yuwono, Triwibowo. dkk. 2011. Pembangunan PERTANIAN: Membangun
Kedaulatan Pangan. Yogyakarta: GADJAH MADA UNIVERSITY PRESS.
Hlm. 405-406.
Michael & Stephen. 2006. Pembangunan Ekonomi Edisi Kesembilan.
Jakarta:Erlangga.
Susnto.Jusuf. 2006. Revitalisasi Pertanian dan Dialog Peradaban.
Jakarta:Kompas.
Yustika Erani A. 2006. Perekonomian Indonesia (Deskripsi, Preskripsi, dan
Kebijakan). Malang: Bayumedia Publishing.
Yustika Erani A. 2012. Perekonomian Indonesia (Catatan Dari Luar Pagar).
Malang: Bayumedia Publishing.
INTERNET
Ismpi, Bpp, 2009. Kondisi Pertanian Indonesia saat ini Berdasarkan Pandangan
Mahasiswa Pertanian Indonesia. Diakses 07 Maret 2016, dari
http://www.paskomnas.com/id/berita.
Fachri.Saiful. 2009. Sektor Pertanian dan Perannya dalam Perekonomian
Indonesia. [online]. http://saeful-fachri.blogspot.co.id/2010/12/sektor-
pertanian-dan-perannya-dalam.html. 12 Desember.
Fakultas Ekonomika dan Bisnis. 2016. Financial Market Update. Universitas
Gadjah Mada.
Kementerian Pertanian. 2015. Kinerja Satu Tahun Kementerian Pertanian.
[online]. Oktober 2015.
Wikipedia Ensikopedia Bebas. 2016. Pertanian. [online].
https://id.wikipedia.org/wiki/Pertanian. 1 Maret.
33