Anda di halaman 1dari 13

Peranan Pertanian Di Dalam Pembangunan Ekonomi

TUGAS MATA KULIAH EKONOMI PEMBANGUNAN

Dosen pengampu:
Rully Prasetyawati, M.Pd.

Disusun oleh:
Bali Adi Surya (211417023)
M. Nur Yudi Antoni (211417013)
Winda Fajriana (211417012)

KELAS IPS A

JURUSAN TADRIS ILMU PENGETAHUAN SOSIAL


FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PONOROGO
2020
DAFTAR ISI
Daftar Isi
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang……………………………………………………………………….1
B. Rumusan Masalah……………………………………………………………………1
C. Tujuan ……………………………………………………………………………….2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Pertanian….………………………………………………………………4
B. Peran Pertanian dalam Pembangunan ekonomi………………………………………4
C. Surplus Dalam Sektor Pertanian…………….………………………………………..8
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan…………………………………………………………………………….11
B. Penutup…………………………………………………………………………………11
Datar Pustaka
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Pembangunan pertanian memiliki peran yang strategis dalam perekonomian
nasional. Peran strategis pertanian tersebut digambarkan melalui kontribusi yang
nyata pada penyediaan bahan pangan, bahan baku industri, pakan dan bioenergi,
penyerapan tenaga kerja, sumber devisa negara, sumber pendapatan, serta pelestarian
lingkungan melalui praktek usaha tani yang ramah lingkungan. Berbagai peran
strategis pertanian yang dimaksud sejalan dengan tujuan pembangunan perekonomian
nasional yaitu meningkatkan kesejahteraan masyarakat Indonesia, mempercepat
pertumbuhan ekonomi, mengurangi kemiskinan, menyediakan lapangan kerja, serta
memelihara keseimbangan sumber daya alam dan lingkungan hidup.
Pembangunan pertanian diharapkan dapat memperbaiki pendapatan penduduk
secara merata dan berkelanjutan, karena sebagian besar penduduk Indonesia memiliki
mata pencaharian di sektor pertanian. BPS (Badan Pusat Statistik) Indonesia
menyebutkan bahwa terdapat tiga sektor utama yaitu sektor industri pengolahan,
sektor pertanian, dan sektor perdagangan, hotel, dan restoran memiliki peranan
sebesar 52,3% tahun 2013. Sektor industri pengolahan memberi kontribusi sebesar
24% tahun 2013. Kemudian sektor pertanian, sektor perdagangan, hotel, dan restoran
memiliki peranan masing-masing 14,4% dan 13,9%. Pengalaman krisis moneter tahun
1998 telah menyadarkan semua pihak bahwa sektor pertanian memiliki peran strategis
serta andil yang sangat besar sebagai mesin penggerak, peredam gejolak, penyangga
perekonomian nasional. Fenomena di atas merupakan gambaran tentang betapa
strategis dan lebih optimal peran sektor pertanian apabila didukung dengan sistem
perencanaan yang terpadu, berkenlanjutan dan diimbangi dengan penyediaan
anggaran yang memadai.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian pertanian?
2. Apa peran pertanian dalam pembangunan ekonomi?
3. Bagaimana masalah surplus yang dapat dipasarkan dari sector pertanian?
C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui pengertian pertanian
2. Mengetahui peran pertanian dalam pembangunan ekonomi
3. Mengetahui masalah surplus yang dapat dipasarkan dari sector pertanian
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Pertanian
Pertanian pada dasarnya merupakan kegiatan manusia di dalam memanfaatkan
sumber daya hayati supaya bisa mengasilkan bahan pangan, sumber energy, bahan
baku industry serta untuk mengelola lingkungannya. Sementara pengertian
pertanian dalam arti sempit hanya mencakup pertanian sebagai budidaya
penghasil tanaman pangan padahal kalau kita tinjau lebih jauh kegiatan pertanian
dapat menghasilkan tanaman maupun hewan ternak demi pemenuhan kebutuhan
hidup manusia. Semua usaha pertanian pada dasarnya adalah kegiatan ekonomi
sehingga memerlukan dasar-dasar pengetahuan yang sama akan pengelolaan
tempat usaha, pemilihan benih ataubibit, metode budidaya, pengumpulan hasil,
distribusi produk, pengolahan dan pengemasan produk, dan pemasaran. Apabila
seorang petani memandang semua aspek ini dengan pertimbangan efisiensi untuk
mencapai keuntungan maksimal maka ia melakukan pertanian intensif (intensive
farming). Usaha pertanian yang dipandang dengan cara ini dikenal sebagai
agribisnis. Program dan kebijakan yang mengarahkan usaha pertanian kecara
pandang demikian dikenal sebagai intensifikasi. Karena pertanian industrial selalu
menerapkan pertanian intensif, keduanya sering kali disamakan. 1
Sehingga pengertian pertanian yang dalam arti luas yaitu tidak hanya
mencakup pembudidayaan tanaman saja melainkan membudidayakan serta
mengelola dibidang perternakan seperti merawat dan membudidayakan hewan
ternak yang bermanfaat bagi pemenuhan kebutuhan masyarakat banyak seperti:
ayam, bebek, angsa. Serta pemanfaatan hewan yang dapat membantu tugas para
petani kegiatan ini merupakan suatu cakupan dalam bidang pertanian.
B. Peran Pertanian dalam Pembangunan Ekonomi
Pertanian merupakan mata pencaharian terbesar yang ada di Indonesia.
Sehingga banyak sekali hal yang dapat disumbangkan dari sektor pertanian

1
E-Jurnal, Mimi Hayati, Peranan Perekonomian Dalam Pembangunan, (Aceh: Universitas
Al-Muslim, 2017), Vol 1.No.3: 213-222. 213.
khususnya dalam pembangunan ekonomi. Dan berikut beberapa peran pertanian
dalam pembangunan ekonomi di Indonesia:2
1. Penyediakan Surplus Pangan Kepada Masyarakat
Dinegara terbelakang produksi pangan mendominasi sector pertanian. Jika
output membesar lantaran meningkatnya produktivitas, maka pendapatan para
petani akan meningkat. Kenaikan pendapatan perkapita akan sangat meningkatkan
permintaan pangan. Dalam perekonomian seperti itu elastisitas pendapatan
permintaan sangat tinggi, yaitu yang biasanya bergerak diantara 0,6 sampai 0,8
persen. Sementara peningkatan laju pertumbuhan penduduk akibat kemerosotan
tajam angka kematian dan penurunan yang lamban dalam tingkat kesuburan lebih
jauh lagi meningkatkan permintaan bahan pangan. Disamping itu, permintaan
akan pangan juga meingkat karena perkembangan penduduk dikota-kota dan
kawasan industry.
Dengan mempertimbangkan faktor ini maka kenaikan output pangan disektor
pertanian seharusnya melaju lebih cepat dari pada laju kenaikan permintaan
pangan. Dalam situasi dimana kenaikan produksi komoditi pertanian tertinggal
dibelakang pertumbuhan permintaanya, maka akan timbul kenaikan harga bahan
makanan. Untuk menutup kelangkaan dalam negeri dan mencegah
membumbungnya harga, bahan pangan dapat saja diimpor dari luar negri tetapi
impor demikian mungkin akan mengorbankan barang-barang modal yang
diperlukan untuk pembangunan. Negara mungkin juga menerapkan pengawasan
harga atau mewajibkan pengumpulan pangan. Kesemua ini menekan perlunya
menaikkan produksi pangan dan surplus pertanian untuk pembentukan modal
dinegara terbelakang.
2. Meningkatkan Permintaan Akan Produk Industri
Kenaikan daya-beli daerah pedesaan, sebagai akibat kenaikan surplus
pertanian, merupakan perangsang kuat terhadap perkembangan industry. Pasar
bagi barang manufaktur sangat kecil dinegara terbelakang dimana para petani,
pekerja diladang dan keluargnya merupakan dua pertiga dari keseluruhan
penduduk begitu sangat miskin untuk dapat membeli barang-barang pabrik
apapun sebagai tambahan terhadap sedikit barang yang telah dibeli. Rendahnya
daya-beli ini menandakan rendahnya hasil investasi sebagai akibat sempitnya

2
Guritno, Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan, (Jakarta: PT. Raja Grafindo, 2016), 362.
pasar. Meningkatnya daya beli daerah pedesaan sebagai hasil perluasan output dan
produktivitas pertanian akan cenderung menaikkan permintaan barang manufaktur
dan memperluas ukuran pasar. Ini akan menyebabkan perluasan disektor industry
lebih jauh lagi. Selanjutnya, permintaan akan input sperti pupuk, peralatan yang
lebih baik, traktor, dan fasilitas irigasi di sector pertanian akan mendorong
perluasan sector industry lebih jauh lagi. Disamping itu, sarana angkutan dan
perhubungan akan berkembangluas pada waktu surplus pertanian diangkut ke
daerah perkotaan dan barang manufaktur diangkut ke daerah pedesaaan. Dampak
jangka panjang perluasan sector sekunder dan tersier ini akan berbentuk kenaikan
keuntungan di sector-sektor tersebut, apakah sector demikian dikelola oleh swasta
ataupun oleh pemerintah. keuntungan ini akan cenderung meningkatkan laju
pembentukan modal melalui reinvestasi. Inilah yang oleh Kuznets disebut
“kontribusi produk” sector pertanian yang memperbesar yaitu, pertumbuhan
output netto total pererkonomian dan pertumbuhan output per kapita. Yaitu peran
sector pertanian kebanyakan berperan besar dalam pembangunan Negara.3
3. Sebagai Tambahan Penghasil Devisa
Sektor pertanian merupakan sektor yang cukup menguntungkan dan akan
lebih meningkatkan devisa negara apabila ditingkatkan dan disebarluaskan
pasarnya khususnya dalam pemasaran produk-produk lokal negara kita sehingga
tidak kalah saing dengan produk-produk luar yang bermunculan saat ini. Adanya
pasar bebas harusnya menjadi tolak ukur bagi pemasaran produk hasil pertanian di
Indonesia dengan produk luar. Selain itu, kebanyakan Negara terbelakang
mengkhususkan diri pada produksi bebebrapa barang pertanian untuk ekspor.
Begitupun output dan produktivitas barang-barang yang dapat diekspor
membesar, ekspor akan naik dan selanjutnya memperbesar penerimaan devisa.
Dengan demikian surplus pertanian mendorong pembentukan modal jika
barang-barang modal diimpor dengan menggunakan devisa ini. Dan ketika
pembangunan mendapatkan momentumnya sebagai akibat industrialisasi, proporsi
ekspor hasil pertanian dalam keseluruhan ekspor mungkin akan merosot karena
sebagian besar produk pertanian diperlukan untuk produksi barang-barang impor
di dalam negri. Barang semacam ini adalah pengganti impor dan menghemat
devisa. Begitu juga, surplus padi-padian yang semakin dipasarkan menghasilkan

3
Sardjono, Sukirno, Ekonomi Pembangunan (Jakarta: Kencana, 2006), 146.
tabungan netto devisa, pada saat perekonomian mencoba mencapai swasembada
dibidang produksi pangan. Produksi pangan dan ekspor yang semakin besar tidak
hanya menghemat dan memperoleh devisa tetapi juga menyebabkan perluasan
sector perekonomian lainnya. Pendapatan devisa dapat dipergunakan untuk
memperbaiki efisiensi industry lain dan membantu pendirian industry-industri
baru yang mengimpor bahan – bahan baku langka, mesin, dan keterampilan
tekhnik.
4. Meningkatkan Pendapatan Desa dengan Dimobilitasi Pemerintah
Negara terbelakang memerlukan sejumlah besar modal untuk membiayai
pembangunan, perluasan infrstruktur, pengembangan industry dasar dan industry
berat. Pada tahap awal pembangunan, modal dapat disediakan dengan
meningkatkan surplus barang yang bisa dipasarkan dari sector pedesaaan tanpa
mengurangi tingkat konsumsi penduduk. Buruh sebagai input utama dapat
menjadi sumber pembentukan modal apabila didaerah pertanian buruh dikurangi
dan dipekerjakan pad pekerjaan konstruksi. Tetapi kemungkinan penggunaan
surplus buruh pertanian yang tidak terdidik pada proyek-proyek modal yang
memerlukan buruh terampil snagat terbatas. Kemungkinan kedua, peningkatan
pembentukan modal melalui penurunan harga hasil pertanian juga tidak begitu
mudah pada tahap-tahap awal pembangunan karena kenaikan harga-harga
merupakan hal tak terlakan. Penurunan harga hasil pertanian mungkin dilakukan
dalam jangka panjang tetai Negara-negara demokratis mungkin tidak bersedia
menerapkan kebijakan ini karena alsan-alasan politik. Jalan keluar yang lebih
ialah menstabilkan harga produk pertanian. Kemungkinan ketiga yaitu
meningkatkan penerimaan pertanian yang barang kali merupakan jalan terbaik
bagi pembentukan modal. Ini dapat dilakukan dengan memobilitasi pendapatan
dari sector pertanian melalui pajak hasil bumi, pajak tanah, pajak hasil pertanian,
biaya pendaftaran tanah, dan biaya lain yang mencangkup sebagian atau seluruh
imbalan atas pelayanan yang disediakan kepada kaum tani.
5. Memperbaiki Kesejahteraan Masyarakat Desa
Kenaikan pendapatan daerah pedesaan sebagai akibat surplus hasil pertanian
cenderung memperbaiki kesejahteraan daerah pedesaan. Para petani mulai
mengkonsumsi lebih banyak bahan makanan khususnya yang memiliki nilai
mutrisi yang lebih tinggi dalam bentuk biji-bijian berkualitas tinggi, telur, susu,
buah-buahan, mentega, dsb. Mereka mebangun rumah yang lebih bagus yang
dilengkapi dengan perabotan modern seperti listrik, mebel, radio, kipas angina,
dsb. Mereka juga menerima langsung pelayanan jasa seperti sekolah, pusat
kesehatan, irigasi, perbankan, angkutan dsb. Dengan demikian surplus hasil
pertanian yang semakin meningkat mempunyai dampak meningkatkan standar
kehidupan sebagian besar rakyat pedesaan.
C. Masalah Surplus yang Dapat Dipasarkan Dari Sector Pertanian
Masalah surplus yang dapat dipasarkan adalah masalah pengalokasian
investasi secara sektoral antara industry dan pertanian di dalam suatu
perekonomian yangs sedang berkembang. Di dalam perekonomian seperti ini
sector prtanian begitu luas sedang sector industry adalah kecil. Sector pertama
terutama terutama memproduksi bahan pangan dan sedikit hasil bumi yang
diperdagangkan, dan yang kedua mengahasilkan sekaligus barang konsumsi dan
barang investasi. Industralisasi tidak hanya memerlukan pengalokasian dan
investasi ke sector modern tetapi juga untuk meningkatkan produksi sector
pertanian. Lebih jauh diperlukan pemindahan surplus tenaga buruh yang
dibutuhkan oleh sector industry yang sedang berkembang, dan juga lebih banyak
lagi bahan pangan dan hasil tanaman komoditi untuk memberi makan pra pekerja
dan industry. Perekonomian Negara terbelakang umumnya berorientasi pertanian,
dengan tingkat produktivitas, pendapatan, tabungan dan investasi yang rendah.
Dengan menaikkan output produktivitas pertanian, sector pertanian dapat
memberikan sumbangan bersih kepada industrialisasi Negara itu. produksi
pertanian dapat dinaikkan dengan mengalokasikan dan investasi untuk perbaikan
lahan dan untuk menggunakan tekhnologi produksi yang baik.
Produktivitas pertanian yang meningkat mencerminkan surplus besar yang
dipasarkan dan redistribusi pendapatan yang menguntungkan sector pertanian.
Peningkatan pendapatan bersih kontan para petani dapat dimobilisasi untuk
membentuk modal melalui dua cara yaitu: pertama dengan mengalihkan produk
pertanian dari sector pertanian sehingga mengahisilkan surplus yang dapat
dipasarkan, kedua dengan memaksa penduduk pertanian untuk menabung lebih. 4
1. Pengalihan Surplus. Untuk meningkatkan surplus yang dapat dipasarkan,
penduduk pertanian harus dicegah agar tidak terlalu mengkonsumsi produk
sendiri. akan tetapi demikian sulit dilakukan karena kebanyakan petani berada

4
Guritno, Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan, (Jakarta: PT. Raja Grafindo, 2016), 366.
pada tingkat penghidupan yang rendah. Karena disatu pihak produksi di sector
industry harus dijaga untuk tetap dapat memenuhi permintaan penduduk
pertanian yang memerlukan adanya perubahan dalam pola produksi. Dipihak
lain, pola konsumsi para petani harus mengalami perubahan sedemikian rupa
sehingga dapat berfungsi sebagai sumber pembiayaan bagi industrialisasi lebih
jauh.
Cara untuk menyedot surplus barang yang dapat dipasarkan bagi
kepentingan pembangunan adalah dengan merangksang petani agar
mengusahakan industry agro-industri sendiri. ini akan mempunyai manfaat
tambahan dalam arti penyediaan lapangan kerja kepada penganggur
tersembunyi penduduk pedesaan. Akan tetapi cara ini mengasumsikan bahwa
fasilitas-fasilitas yang perlu bagi pendidikkan dan latihan tersedia di dalam
agro-industri tersebut mesin-mesin dan perlengkapan. Dan juga diharapkan
bahwa modal yang diperlukan untuk melakukan perbaikan lebih jauh didalam
pertanian, termasuk pasar untuk pupuk, traktor dan sebagainya harus dibiayai
dari pennerimaan usaha pertanian yang muncul dari meningkatnya surplus
barang yang dapat diperdagangkan tersebut. Negara harus mengatur agar
pemogokan input-input pertanian dilakukan dengan pembayaran tunai dan
dengan harga yang wajar.
2. Tabungan Wajib, jika semua membujuk tabungan sukarela tidak berhasil maka
metode lain untuk memobilitasi surplus yang dapat dipasarkan adalah dengan
memaksa penduduk desa untuk menabung. Hal ini dapat dilakukan secara
langsung dengan mengenakan pajak, pada surplus hasil pertanian. Bisa juga
dilakukan dengan cara meningkatkan penerimaan pajak bumi atau
mengenakan pajak pendapatan pertanian, atau keduanya. Pajak akan tanah
juga bisa diterapkan. Cara lain yang telah diterapkan oleh Negara-negara
berkembang tertentu adalah meminta para petani untuk membayar kewajiban
kepada Negara untuk pajak, penerimaan tanah, tariff air, dan input lain yang
mereka beli sebagai bentuk natura.
Akan tetapi ada bebrapa hambatan penerapan kebijaksanaan pengumpulan
surplus sebagaiman diutaran diatas:
1. Pada suatu perekonomian, sulit untuk menentukan jumlah sebenarnya surplus
yang dapat dipasarkan.
2. Menghimpun surplus hasil pertanian melalui pajak langsung juga merupakan
masalah sulit di Negara terbelakang dimana kemungkina penghindaran pajak
begitu besar, karena pendapatan pertanian sulit untuk dihitung dan tergantung
pada kejujuran dan efesiensi pihak administrasi.
3. Masalah politik lebih jauh memperuwet proses penyedotan surplus pertanian.
4. Kadang ketidak tegasan Negara dan kelemahan struktur perpajakan menjadi
penhalang bagi penghimpun surplus pertanian.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari sini kita bisa menyimpulkan bahwa Pertanian pada dasarnya merupakan
kegiatan manusia di dalam memanfaatkan sumber daya hayati supaya bisa
menhasilkan bahan pangan, sumber energy, bahan baku industry serta untuk
mengelola lingkungannya.
Kemudian peran pertanian dalam pembangunan ekonomi di Indonesia yaitu
sebagai penyediakan surplus pangan kepada masyarakat, meningkatkan permintaan
akan produk industri, sebagai tambahan penghasil devisa, meningkatkan pendapatan
desa dengan dimobilitasi pemerintah, memperbaiki kesejahteraan masyarakat desa.
Dan yang terakhir mengenai pemasaran surplus pertanian yaitu dengan
mengalihkan produk pertanian dari sector pertanian sehingga mengahisilkan surplus
yang dapat dipasarkan dan dengan memaksa penduduk pertanian untuk menabung
lebih.
B. Penutup
Demikian yang dapat penulis paparkan mengenai materi yang menjadi pokok
bahasan dalam makalah ini, tentunya masih banyak kekurangan dan kelemahannya,
karena terbatasnya pengetahuan dan kurangnya rujukan atau referensi yang ada
hubungannya dengan judul makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA

Guritno. 2016. Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan. Jakarta: PT. Raja Grafindo.

Sardjono, Sukirno. 2006. Ekonomi Pembangunan. Jakarta: Kencana.

E-Jurnal, Mimi Hayati. 2017. Peranan Perekonomian Dalam Pembangunan. Aceh:


Universitas Al-Muslim. Vol 1.No.3: 213-222.

Anda mungkin juga menyukai