Anda di halaman 1dari 12

ASPEK KELEMBAGAAN DALAM EKONOMI PERTANIAN

PAPER

Oleh :

ARISKA ( 150301054 )
IZZUL ARFIE NUGRAHA ( 180301134 )
BOBBY MICHAEL WARUWU ( 180301151 )
JUNI ESTER SINAGA ( 180301153 )

KELOMOPOK 1

AGROTEKNOLOGI 3

MATAKULIAH EKONOMI PERTANIAN


PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2019
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang MahaEsakarena

atas berkat dan rahmat Nya lah penulis dapat menyelesaikan paper tepat pada

waktunya.

Adapun judul dari paper ini adalah “ASPEK KELEMBAGAAN DALAM

EKONOMI PERTANIAN “ yang merupakan salah satu syarat untuk dapat

memenuhikompenenpenilaian di Mata Kuliah Ekonomi Pertanian Program studi

Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.

Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada dosen

pengajar Mata Kuliah Ekonomi Pertanian yaitu: Ir. Lily Fauzia, M.Si sehingga

penulis dapat menyelesaikan paper ini dengan baik.

Penulis menyadari paper ini masih terdapat banyak kesalahan. Oleh karena

itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi penyempurnaan

dan perubahan di masa yang akan datang.

Akhir kata penulis mengucapkan terimakasih dan semoga paper ini

bermanfaat bagi pihak yang membutuhkan.

Medan, Mei 2019

Penulis

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penulisan
Kegunaan Penulisan

TINJAUAN PUSTAKA
Jarak Waktu yang Lebar Antara Pengeluaran dan Penerimaan Pendapatan
dalam Pertanian
Tekanan Penduduk dan Pertanian
Pertanian Subtien

KESIMPULAN

DAFTAR PUSTAKA

ii
PENDAHULUAN

LatarBelakang

Kerangka aksi bagi pembangunan pertanian berkelanjutan telah dirumuskan.

Konperensi Rio (United nation Conference on Environment and Development,

UNCED) pada tahun 1992 telah menghasilkan agenda 21, yang merupakan

pernyataan kongkrit masyarakat dunia menghadapi keadaan dan tantangan pada

abad 21. Sektor pertanian memperoleh perhatian dalam section 2 bab 14, yakni

promoting sustainable agriculture and rural development. Terakhir, dalam

World Summit on Sustainable Development (WSSD) di Johanesburg, 2 hingga 4

September 2002, sektor pertanian menjadi sorotan di antara lima (diberi akronim

WEHAB) kerangka aksi, yakni water, energy, health, agriculture dan

biodiversity. Secara umum, untuk mencapai sasaran pembangunan dalam abad

ke depan (millenium development goal, MDG), sektor pertanian menempati

posisi sangat penting dalam menstimulasi pertumbuhan ekonomi dan tenaga

kerja (yang sustainable) dalam kerangka pengentasan kemiskinan dan ketahanan

pangan.

Namun demikian, kerangka aksi tersebut mungkin menjadi paradoks bagi

pembangunan pertanian. Keadaan ekonomi, sosial dan lingkungan di Indonesia

untuk mendukung implementasi aksi-aksi pembangunan pertanian berkelanjutan

menyimpan tanda tanya besar. Terlalu lebar gap antara fakta dan harapan

kesejahteraan yang ingin dicapai.

Secara nasional sektor pertanian menyumbang 20 persen Produk Domestik

Bruto (PDB) dan 37 persen tenaga kerja (Anonim, 2002; data Tabel IO diolah,

Lampiran 1). Data tersebut menunjukkan bahwa sektor pertanian beroperasi


tidak efisien, karena jumlah tenaga kerjanya terlalu banyak dibanding proporsi

pendapatan atau nilai tambahnya (PDB). Hal ini berimplikasi bahwa sektor

pertanian menyimpan permasalahan yang besar dan sangat kritikal bagi

keberlanjutan pembangunan ekonomi secara keseluruhan. Tercermin bahwa

petani bukan hanya miskin, namun tidak ada insentif berinvestasi bagi

keberlanjutan produksi. Hal tersebut sejalan dengan bukti-bukti empiris

(Lampiran 2). Pada komoditi padi dan jagung yang menampung jumlah petani

cukup signifikan, pertumbuhan produksi nasional telah mengalami kejenuhan,

bahkan produksi tebu dan kedele mengalami penurunan lebih drastis. Ilustrasi

singkat tersebut menunjukkan bahwa sektor pertanian menghadapi permasalahan

sustainability sistem produksi, ancaman kemiskinan, dan terganggunya upaya-

upaya peningkatan ketahanan pangan.

TujuanPenulisan

Adapuntujuandaripenulisan paper iniadalah untuk mengetahuipersoalan

persoalan ekonomi pertanian di Indonesia dan solusinya.

Kegunaan Penulisan

Adapunkegunaandaripenulisaniniadalahsebagaisalahsatusyaratuntukmeme

nuhikomponenpenilaianpadamatakuliah Ekonomi

Pertaniandansebagaisumberinformasibagipihak yang membutuhkan.


TINJAUAN PUSTAKA

Meningkatkan produksi pertanian suatu negara adalah suatu tugas yang

kompleks, kerena banyaknya kondisi yang berbeda yang harus dibina atau diubah

oleh orang ataupun kelompok yang berbeda pula. Seperti halnya permasalahan

pertumbuhan penduduk yang tinggi yang mengimbangi permintaan atas

kebutuhan pangan meningkat pesat, namun hal tersebut tidak diimbangi dengan

produksi hasil pertanian yang mampu untuk memenuhi permintaan kebutuhan

akan bahan pangan.

Namun hal itu juga mendorong para petani untuk mencoba menanam

jenis-jenis tanman baru, dan dengan bantuan para insinyur dan para peniliti untuk

mengembangkan varietas tanaman tersebut dengan menemukan teknik

penggunaan pupuk, mengatur kelembapan tanah yang lebih maju serta

meggunakan teknologi pertanian yang lebih maju untuk mengembangkan

pembangunan pertanian ke arah yang lebih baik sehingga mampu untuk

memenuhi kebutuhan pangan dari jumlah masyrakat yang terus meningkat.

Pada dasarnya pembangunan pertanian di Indonesia sudah berjalan sejak

masyarakat Indonesia mengenal cara bercocok tanam, namun perkembangan

tersebut berjalan secara lambat. Pertanian awalnya hanya bersifat primitif dengan

cara kerja yang lebih sederhana. Seiring berjalannya waktu, lama kelamaan
pertanian berkembang menjadi lebih modern untuk mempermudah para petani

mengolah hasil pertanian dan mendapatkan hasil terbaik dan banyak.

Dengan demikian pembangunan pertanian mulai berkembang dari masa ke

masa. Dalam proses pembangunan pertanian tersebut, bantuan para ahli di bidang

pertanian dan pemerintah sangat dibutuhkan untuk mendukung dan memberi

fasilitas maupun pegetahuan kepada para petani untuk memberi metode baru

kepada para petani dan mengubah cara berpikir mereka menjadi lebih kompleks

sehingga mampu untuk meningkatkan produksi pertanian dalam negri ini.

Hal inilah yang menjadi dasar pemikiran penulis untuk mengupas tentang

pembangunan pertanian yang telah bergulir beberapa era di Indonesia, untuk

mencari tahu apa saja pembangunan pertanian yang terjadi di negri ini sejak

Indonesi mulai meneguk kebebasan dari kemerdekaan hingga Indonesia mulai

mencoba untuk bangkit membangun kemajuan negri ini di era reformasi saat ini.

Jarak Waktu yang Lebar Antara Pengeluaran dan Penerimaan Pendapatan

dalam Pertanian

Banyak persoalan yang dihadapi oleh petani baik yang berhubungan

langsung dengan produksi dan pemasaran hasil-hasil pertaniannya maupun yang

dihadapi dalam kehidupan sehari-hari. Selain merupakan usaha, bagi si petani

pertanian juga merupakan bagian dari hidupnya, bahkan suatu cara hidup (way of

live), sehingga tidak hanya aspek ekonomi saja tetapi aspek-aspek sosial dan

kebudayaan, aspek kepercayaan dan keagamaan serta aspek-aspek tradisi

semuanya memegang peranan penting dalam tindakan-tindakan petani. Namun

demikian dari segi ekonomi pertanian, berhasil tidaknya produksi petani dan
tingkat harga yang diterima oleh petani untuk hasil produksinya merupakan faktor

yang sangat mempengaruhi perilaku dan kehidupan petani.

Perbedaan yang jelas antara persoalan-persoalan ekonomi pertanian dan

persoalan ekonomi di luar bidang ekonomi pertanian adalah jarak waktu (gap)

antara pengeluaran yang harus dilakukan para pengusaha pertanian dengan

penerimaan hasil penjualan.Jarak waktu ini sering pula disebut gestation period,

yang dalam bidang pertanian jauh lebih besar daripada dalam bidang industri. Di

dalam bidang industri, sekali produksi telah berjalan maka penerimaan dari

penjualan akan mengalir setiap hari sebagaimana mengalirnya hasil produksi.

Dalam bidang pertanian tidak demikian kecuali bagi para nelayan penangkap ikan

yang dapat menerima hasil setiap hari sehabis ia menjual ikannya. Jadi ciri khas

kehidupan petani adalah perbedaan pola penerimaan pendapatan dan

pengeluarannya.Pendapatan petani hanya diterima setiap musim panen, sedangkan

pengeluaran harus diadakan setiap hari, setiap minggu atau kadang-kadang dalam

waktu yang sangat mendesak sebelum panen tiba.

Tekanan Penduduk dan Pertanian

Persoalan lain yang sifatnya lebih jelas lagi dalam ekonomi pertanian

adalah persoalan yang menyangkut hubungan antara pembangunan pertanian dan

jumlah penduduk. Malthus dalam tahun 1888 menerbitkan buku yang terkenal

mengenai persoalan-persoalan penduduk dan masalah pemenuhan kebutuhan

manusia akan bahan makanan. Penduduk bertambah lebih cepat daripada

pertambahan produksi bahan makanan. Penduduk bertambah menurut deret ukur,


sedangkan produksi bahan makanan hanya bertambah menurut deret hitung.

Persoalan penduduk di Indonesia tidak hanya dalam kepadatannya tetapi juga

pembagian antardaerah tidak seimbang.Komposisinya menunjukkan suatu

penduduk yang muda dengan pemusatan penduduk di kota-kota besar.Tingkat

pertambahan penduduk tinggi, karena angka kelahiran tinggi, sedangkan angka

kematian menurun.Menurunnya angka kematian disebabkan oleh kemajuan

kesehatan dan sanitasi.

Ditinjau dari sudut ekonomi pertanian maka adanya persoalan penduduk

dapat dilihat dari tanda-tanda berikut: persediaan tanah pertanian yang makin

kecil produksi bahan makanan per jiwa yang terus menurun bertambahnya

pengangguran memburuknya hubungan-hubungan pemilik tanah dan

bertambahnya hutang-hutang pertanian.

Pertanian Subsisten

Perkataan subsisten ini banyak sekali dipakai dalam berbagai karangan

mengenai ekonomi pertanian sebagai terjemahan dari perkataan subsistence dari

kata subsist yang berarti hidup. Pertanian yang subsisten diartikan sebagai suatu

sistem bertani dimana tujuan utama dari si petani adalah untuk memenuhi

keperluan hidupnya beserta keluarganya. Namun dalam menggunakan definisi

yang demikian sejak semula harus diingat bahwa tidak ada petani susbsisten yang

begitu homogen, yang begitu sama sifat-sifatnya satu dari yang lain. Dalam

kenyataannya petani subsisten ini sangat berbeda-beda dalam hal luas dan
kesuburan tanah yang dimilikinya dan dalam kondisi-kondisi sosial ekonomi

lingkungan hidupnya.

Apa yang sama di antara mereka adalah bahwa mereka memandang pertanian

sebagai sarana pokok untuk memenuhi kebutuhan keluarga yaitu melalui hasil

produksi pertanian itu. Dengan definisi tersebut sama sekali tidak berarti bahwa

petani susbsisten tidak berfikir dalam pengertian biaya dan penerimaan. Mereka

juga berpikir dalam pengertian itu, tetapi tidak dalam bentuk pengeluaran biaya

tunai, melainkan dalam kerja, kesempatan beristirahat dan partisipasi dalam

kegiatan-kegiatan upacara adat dan lain-lain.


KESIMPULAN

1. Persoalan-persoalan ekonomi pertanian dan persoalan ekonomi di luar

bidang ekonomi pertanian adalah jarak waktu (gap) antara pengeluaran

yang harus dilakukan para pengusaha pertanian dengan penerimaan hasil

penjualan.

2. Persoalan penduduk dapat dilihat dari tanda-tanda berikut: persediaan

tanah pertanian yang makin kecil produksi bahan makanan per jiwa.

3. Pertanian yang subsisten diartikan sebagai suatu sistem bertani dimana

tujuan utama dari si petani adalah untuk memenuhi keperluan hidupnya

beserta keluarganya.
DAFTAR PUSTAKA

Sastraatmadja, E. (1984). Ekonomi Pertaian Indonesia. Bandung: Angkasa.

Saragih, bungaran, siswono Yudo Husodo, dkk. 2005. Pertanian Mandiri. Penebar
swadaya, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai