Anda di halaman 1dari 20

ANALISIS KREDIT USAHA TANI TERHADAP

KESEJAHTERAAN PETANI DI DESA KEDUNG LENGKONG,


KECAMATAN DLANGU, KABUPATEN MOJOKERTO

Dosen Pengampu: Nurul Fajriah Pinem, S. P, M. P

MAKALAH

ALFI FAIRUZ NAUFAL 220304194

PROGRAM STUDI S-1 AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang atas rahmat-
Nya dan karunianya kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini tepat
pada waktunya. Adapun tema dari makalah ini adalah ANALISIS KREDIT
USAHA TANI TERHADAP KESEJAHTERAAN PETANI DI DESA
KEDUNG LENGKONG, KECAMATAN DLANGU, KABUPATEN
MOJOKERTO

Pada kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih yang


sebesar-besarnya kepada dosen mata kuliah Ekonomi Pertanian yang
telah memberikan tugas terhadap kami. Kami juga ingin mengucapkan
terima kasih kepada pihak-pihak yang turut membantu dalam pembuatan
makalah ini.

Oleh karena itu,kami sangat menyadari bahwasanya makalah ini


sangat jauh sekali dari kata sempurna dengan kemampuan dan
keterbatasan yang kami miliki.Kami berharap makalah yang kami bentuk
ini dapat berguna bagi kami dan pihak lainnya.

Medan, 29 Oktober 2023

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................. 2


DAFTAR ISI ............................................................................................... 3
BAB I ......................................................................................................... 4
PENDAHULUAN ....................................................................................... 5
1.1 Latar Belakang ............................................................................ 5
1.2 Tujuan .......................................................................................... 6
1.3 Rumusan Masalah ...................................................................... 7
BAB II ........................................................................................................ 8
TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................... 8
2.1 Indonesia Sebagai Negara dengan Potensi Ekonomi Agraris 8
2.2 Pembiayaan Pertanian................................................................ 9
2.3 Peran Kredit Dalam Pertanian ................................................... 9
BAB III ......................................................................................................11
PEMBAHASAN ........................................................................................11
3.1 Potensi Keunggulan Pertanian Terhadap Perekonomian
Nasional................................................................................................11
3.2 Kredit Usaha Tani Pertanian .................................................... 12
3.3 Penyebab Kemiskinan Penghambat Tercapainya
Kesejahteraan Petani ......................................................................... 13
3.4 Kelembagaan Pembiayaan Formal dan NonFormal Petani ... 15
3.5 Hubungan Antara Kebutuhan Modal dan Peningkatan Hasil
Pertanian ............................................................................................. 17
BAB IV ..................................................................................................... 19
KESIMPULAN ......................................................................................... 19
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 20
JURNAL
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pertanian ialah kegiatan bercocok tanam, peternakan, perikanan,


perkebunan, kehutanan, pengolahan dan pemasaran hasil bumi. Sebagai
negara kepulauan dan memiliki wilayah yang luas, Indonesia adalah
negara yang dianugerahi oleh kekayaan alam yang tidak pernah ada
habisnya. Dari keindahan alam untuk wisata hingga kekayaan alam yang
bisa diproduksi menjadi sumber energi tersendiri, salah satunya berasal
dari sektor pertanian. Sejak dahulu, Indonesia selalu kaya dengan hasil
dari pertanian seperti padi, kedelai, jagung, kacang tanah, ketela pohon
dan ubi jalar.

Selain itu, ada juga hasil dari pertanian yang disebut sebagai hasil
pertanian tanaman perdagangan yaitu teh, kopi, kelapa, kina, cengkeh,
tebu, karet dan yang lainnya. Dengan pertanian Indonesia yang semakin
hari semakin besar, hal ini memberikan dampak positif juga. Tidak hanya
untuk urusan dalam negeri, tetapi juga luar negeri. Sektor pertanian
Indonesia di mata dunia mendapatkan respon positif yang patut
dibanggakan.

Proses perkembangan pertanian pada umumnya berkaitan dengan


upaya transformasi dari sistem pertanian yang mempunyai produktivitas
rendah kepada sistem lebih modern yang mempunyai produktivitasnya
relatif tinggi dan yang mungkin menimbulkan dampak sampingan terhadap
lingkungan akibat penggunaan teknologi dan asupan (input) pertanian
modern.

Permodalan dibidang agribisnis memiliki peran penting dalam


pengembangan dan mendorong tumbuh kembangnya perekonomian.
Permodalan berkaitan dengan penyediaan modal yang dilakukan oleh
petani sebagai modal usahatani, penggunaan modal serta bagaimana
pengawasan terhadap pemanfaatan modal yang tersedia. Permodalan
menjadi masalah pokok dalam pembangunan pertanian, Modal ini
dibutuhkan dalam menjalankan usahatani khususnya untuk penyediaan
sarana produksi pertanian yang terdiri atas input tetap maupun tidak tetap,
berupa benih, pupuk, tenaga kerja, maupun peralatan kerja dan teknologi
yang digunakan dalam usahatani.

Petani seringkali dihadapkan pada ketidakmampuan untuk


membiayai usahataninya dari modal sendiri serta ketidakmampuan petani
mengakses bantuan modal yang telah diupayakan pemerintah.
Pemanfaatan modal yang kurang memadai membuat petani dan usaha
pertanian nya berada di ambang ke failitan usaha.

Keterbatasan sumber daya, terutama permodalan, mendorong


petani untuk meminjam modal dari pedagang. Pengumpul merupakan
sumber keuangan informal yang digunakan terutama oleh petani. Adanya
sumber kredit informal cukup membantu petani mengatasi kekurangan
modal. Namun, pemberi kredit informal, yaitu pedagang, meminjamkan
tidak hanya untuk tujuan memperoleh keuntungan ekonomi, tetapi juga
untuk memaksa petani untuk secara tidak langsung menjual hasil
panennya kepada mereka, sehingga mencegah petani menentukan hasil
penjualannya kepada pedagang yang mampu membayar harga yang lebih
tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa ketersediaan modal dari organisasi
formal dan informal merupakan faktor penting bagi kelangsungan
pertanian untuk kelangsungan pertanian.

1.2 Tujuan

Adapun tujuan dari dibentuknya makalah ini adalah agar para


pembaca dapat mengerti dan untuk mengetahui pengaruh efisiensi
penyaluran kredit pertanian terhadap kesejahteraan petani
1.3 Rumusan Masalah

1. Apakah Permodalan merupakan masalah yang dihadapi petani?


2. Banyak petani yang mampu meningkatkan hasil panen jika
memiliki modal yang cukup?
3. Tanpa modal yang cukup, petani tidak akan mampu
meningkatkan produktivitas tanamannya?
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Indonesia Sebagai Negara dengan Potensi Ekonomi Agraris

Struktur ekonomi Indonesia adalah negara agraris yang tidak dapat


dipisahkan dari sektor pertanian, pembangunan nasional dan sektor
pertanian pada dasarnya merupakan hubungan timbal balik. Tujuan utama
pembangunan negara ialah untuk mencapai cita-cita nasional yaitu
masyarakat adil dan makmur, dimulai dengan peningkatan kualitas hidup
masyarakat, tetapi sebagian besar petani ialah petani kecil yang produktif.
Mereka biasanya tidak hanya memiliki lahan pertanian kecil sehingga
industri pertanian mereka. hanya bisa menopang kebutuhan sehari-hari.
Indonesia merupakan negara agraris, basis pembangunan ekonomi dan
industri berbasis pertanian merupakan pilihan yang tepat karena sumber
daya alam yang melimpah, sumber daya manusia yang melimpah dan
tradisi pertanian yang panjang, menuntut Ditanyakan tentang
pembangunan infrastruktur, teknologi dan industri yang menggunakan
pertanian, pasar serta produk berkelanjutan.

Dharmawan, et al. (2009) mengidentifikasi penyebab utama


kemiskinan di sektor pertanian adalah rendahnya penguasaan
sumberdaya produktif seperti lahan dan rendahnya kualitas sumber daya
manusia. Hal itu kemudian ditambah dengan probelm klasik lain seperti
penguasaan teknologi yang masih minim dan ketersediaan infrastruktur
yang masih belum memadai.

Teknologi dan infrastruktur yang masih terbatas menyebabkan


rendahnya produktivitas lahan yang diusahakan. Masyarakat petani di
perdesaan juga dihadapkan pada kesulitan akses terhadap kelembagaan,
baik pendidikan, keuangan (permodalan) dan lainnya. Kendala akses
pada lembaga keuangan formal memperparah kondisi kemiskinan karena
menyebabkan para petani terjebak kepada praktik money lender. (Beik
dan Hafidudin 2008; Syarif 2014, Prayoga et al. 2017).

2.2 Pembiayaan Pertanian

Pembiayaan pertanian merupakan salah satu kebijakan penting


untuk mengatasi permasalahan kemiskinan di perdesaan dan memiliki
peran utama dalam pembangunan pertanian (Meyer dan Nagarajan
2000). Pentingnya kredit dalam pembangunan pertanian Indonesia terkait
dengan tipologi petani yang sebagian besar merupakan petani kecil
dengan penguasaan lahan yang sempit, sehingga tidak memungkinkan
untuk melakukan pemupukan modal untuk investasi pada teknologi baru.
Dengan demikian dukungan pembiayaan harus dilakukan.

2.3 Peran Kredit Dalam Pertanian

Syukur et al. (1990 dan 1998) menyatakan bahwa peran kredit


sebagai pelancar pembangunan pertanian antara lain: (1) membantu
petani kecil dalam mengatasi keterbatasan modal dengan bunga yang
relatif ringan, (2) mengurangi ketergantungan petani dengan pedagang
perantara dan pelepas uang, dengan demikian berperan dalam
memperbaiki struktur dan pola pemasaran hasil pertanian, (3) mekanisme
transfer pendapatan diantara masyarakat untuk mendorong pemerataan,
(4) insentif bagi petani untuk meningkatkan produksi usahatani.

Pembiayaan pertanian merupakan salah satu elemen kunci dalam


upaya pengembangan sektor pertanian. Di sisi lain, suku bunga
perbankan di sektor pertanian masih sangat rendah. Perbankan
cenderung lebih fokus pada sektor non-pertanian, antara lain karena
usaha di sektor pertanian memiliki risiko tinggi dan arus kas yang rendah.
Biasanya, petani kecil menggunakan kredit pertanian untuk bertahan
hidup dan petani besar menggunakan kredit ini untuk meningkatkan
sumber pendapatan mereka (Das et al., 2009).
(Van Dam et al., 2018) menegaskan bahwa pendapatan petani mie
tidak hanya bergantung pada pertanian tetapi juga pada akses ke sumber
kredit pertanian. Demikian pula, (Ngeno, 2018) dan (Solano & Rooks,
2018) meneliti aksesibilitas kredit dan atribut sosial ekonomi untuk
meningkatkan kesejahteraan rumah tangga petani.
BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Potensi Keunggulan Pertanian Terhadap Perekonomian


Nasional

Indonesia adalah negara agraris dengan sejarah panjang dalam


pertanian. Sektor pertanian telah menjadi tulang punggung ekonomi
Indonesia, dan sumber daya alam yang melimpah serta keragaman iklim
dan geografis telah memberikan negara ini keunggulan alam yang besar
dalam sektor ini. Pertanian memiliki peran yang sangat penting dalam
menyediakan pekerjaan, sumber daya pangan, dan pendapatan bagi
sebagian besar penduduk.

Pembangunan nasional dan sektor pertanian memiliki hubungan


yang erat. Sebagian besar penduduk Indonesia tinggal di pedesaan dan
bergantung pada pertanian sebagai mata pencaharian utama.
Pertumbuhan sektor pertanian tidak hanya meningkatkan kesejahteraan
petani, tetapi juga memiliki dampak positif pada perekonomian nasional
secara keseluruhan. Sebaliknya, pembangunan nasional yang berhasil
menciptakan lingkungan yang mendukung pertanian, seperti infrastruktur
yang baik dan akses layanan sosial yang memadai.
Tujuan utama pembangunan nasional di Indonesia adalah
mencapai masyarakat yang adil dan makmur. Hal ini mencerminkan tekad
untuk mengurangi kesenjangan ekonomi dan meningkatkan kesejahteraan
seluruh rakyat. Namun, tantangannya adalah bahwa sebagian besar
petani adalah petani kecil yang produktif dan seringkali hanya memiliki
lahan pertanian kecil yang cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari
mereka. Oleh karena itu, mencapai tujuan ini memerlukan perhatian
khusus terhadap kesejahteraan petani kecil.
Indonesia memiliki keunggulan sumber daya alam yang melimpah,
sumber daya manusia yang besar, dan tradisi pertanian yang panjang. Ini
menjadikan ekonomi dan industri berbasis pertanian sebagai pilihan yang
tepat. Potensi ini mencakup lahan subur, iklim yang mendukung pertanian,
dan berbagai jenis tanaman dan hewan yang dapat diolah menjadi produk
pertanian dan makanan.
Untuk mencapai pembangunan ekonomi yang berkelanjutan di
sektor pertanian, perlu dilakukan investasi dalam infrastruktur seperti
jaringan transportasi dan irigasi. Penggunaan teknologi pertanian modern,
seperti varietas unggul dan praktik pertanian berbasis data, juga perlu
ditingkatkan. Selain itu, pengembangan industri pengolahan produk
pertanian, serta akses yang lebih baik ke pasar dan modal, akan
meningkatkan nilai tambah bagi produk pertanian.

3.2 Kredit Usaha Tani Pertanian

Kredit ialah uang dari pihak yang memegang uang kepada orang
yang membutuhkan. Penyaluran dana kredit didasarkan atas perwalian
pemilik dana kepada pengguna dana. Kredit juga dikenal dengan istilah
“credere” yang artinya kepercayaan. Artinya kreditur mempercayai
penerima kredit, bahwa kredit yang telah dikucurkan akan dilunasi sesuai
kesepakatan.

Kredit usahatani (KUT) mulai disalurkan sejak tahun 1985. Kredit ini
merupakan penyempurnaan lebih lanjut dari kredit Bimas dan Inmas pada
tahun-tahun sebelumnya. Berbeda dengan penyediaan kredit
Bimas/Inmas yang orientasinya lebih condong pada upaya pemasalan
adopsi teknologi dalam arti kualitas adopsi dan perataan sebaran adopsi
teknologi, orientasi KUT lebih condong pada bantuan permodalan bagi
petani. Oleh sebab itu, penyediaan plafon KUT didasarkan atas
rekapitulasi Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (RDKK) dari kelompok
tani.

Sebagai kredit program maka KUT memperoleh kredit likuiditas dari


Bank Indonesia (KLBI). Bahkan KUT memperoleh KLBI 100 persen
dengan jaminan dari pemerintah. Bunga kredit KUT dari BI ke BRI adalah
3 persen sedangkan dari BRI ke KUD adalah 6 persen. Karena bunga
KUT yang hams dibayar petani adalah 12 persen, maka "fee" bagi KUD
adalah 3 persen. Sejak musim tanam 1989/1990 bunga KUT yang harus
dibayar petani meningkat menjadi 16 persen dan bunga yang harus
dibayar KUD ke BRI 9 persen sehingga "fee" bagi KUD adalah 7 persen.
Pada saat itu bunga pinjaman dipasar umum berkisar antara 18 - 20
persen

Secara kumulatif, sejak tahun 1985 sampai dengan MH 1988/1989


telah tersalur KUT tak kurang dari 299,68 milyar rupiah. Penyaluran
meningkat terus dari hanya 539,8 juta rupiah pada tahun 1985 menjadi
158,4 milyar rupiah pada tahun 1989. Menyimak data perkembangan
penyaluran dan pengembalian KUT

Meskipun perkembangan penyaluran KUT secara nominal


meningkat pesat, tetapi sebenarnya masih jauh dari target. Berdasarkan
data dari Sekretariat Badan Pengendalian Bimas (1990), realisasi
penyaluran tersebut tak pernah lebih dari 60 persen dari rencana
penyaluran yang ditargetkan. Hal ini disebabkan oleh rendahnya jumlah
KUD yang memenuhi syarat untuk menyalurkan KUT, sedangkan
penyaluran KUT langsung ke kelompok tani tanpa melalui KUD
proporsinya juga sangat kecil.

3.3 Penyebab Kemiskinan Penghambat Tercapainya Kesejahteraan


Petani

Rendahnya penguasaan sumberdaya produktif seperti lahan dan


rendahnya kualitas sumber daya manusia. Berdasarkan literatur
Dharmawan, et al. (2009) mengidentifikasi penyebab utama kemiskinan di
sektor pertanian adalah rendahnya penguasaan sumberdaya produktif
seperti lahan dan rendahnya kualitas sumber daya manusia. Hal itu
kemudian ditambah dengan problem klasik lain seperti penguasaan
teknologi yang masih minim dan ketersediaan infrastruktur yang masih
belum memadai. Hal itu kemudian ditambah dengan probelm klasik lain
seperti penguasaan teknologi yang masih minim dan ketersediaan
infrastruktur yang masih belum memadai.

1. Rendahnya Penguasaan Sumberdaya Produktif, Seperti Lahan

Rendahnya akses petani terhadap lahan pertanian yang


cukup merupakan penyebab utama kemiskinan di sektor pertanian.
Seringkali, petani kecil memiliki lahan yang terbatas, yang mungkin
kurang subur atau tidak mencukupi untuk mendukung kebutuhan
mereka dan keluarga. Kekurangan lahan ini menghambat
kemampuan petani untuk meningkatkan produktivitas dan
pendapatan mereka.

2. Rendahnya Kualitas Sumber Daya Manusia


Kualitas sumber daya manusia dalam sektor pertanian
adalah faktor kunci dalam meningkatkan produktivitas dan
penghidupan yang lebih baik. Kurangnya pengetahuan dan
keterampilan pertanian yang diperlukan untuk mengadopsi praktik
modern dapat membatasi pertumbuhan ekonomi petani. Pelatihan,
pendidikan, dan akses ke informasi pertanian yang relevan penting
untuk mengatasi masalah ini.

3. Minimnya Penguasaan Teknologi


Petani yang minim penguasaan teknologi cenderung
bergantung pada metode tradisional yang mungkin kurang efisien.
Penggunaan teknologi pertanian modern, seperti varietas tanaman
unggul, pemupukan yang tepat, irigasi yang efisien, dan praktik
berbasis data, dapat meningkatkan produktivitas. Kurangnya akses
atau pengetahuan tentang teknologi ini bisa menghambat
kemajuan pertanian.

4. Ketersediaan Infrastruktur yang Belum Memadai


Infrastruktur yang belum memadai dapat mempengaruhi
kemampuan petani untuk mengakses pasar dan sumber daya
pertanian. Infrastruktur seperti jalan raya yang buruk dan akses
terbatas ke pasar dapat menghambat penjualan hasil pertanian
dengan harga yang baik. Sistem irigasi yang tidak efisien juga
dapat mempengaruhi produktivitas petani.

5. Pengaruh Modal dalam Kemiskinan Petani


Modal juga merupakan faktor penting dalam memahami
kemiskinan petani. Modal yang diperlukan untuk membeli
peralatan, benih, pupuk, dan input lainnya seringkali tidak tersedia
bagi petani kecil. Kurangnya akses ke modal ini dapat menghambat
kemampuan petani untuk meningkatkan produktivitas mereka.

3.4 Kelembagaan Pembiayaan Formal dan NonFormal Petani

Sulitnya akses kelembagaan dan Lembaga keuangan oleh petani


dapat menurunkan efesiensi ataupun kesejahteraan pada petani. Hal
tersebut terjadi karena petani sangat memerlukan dan membutuhkan
akses yang baik. Akses tersebut sangat penting untuk membantu
peningkatan hasil pertanian.

Di daerah pedesaan terdapat berbagai bentuk lembaga


pembiayaan yang dapat melayani masyarakat, baik yang bersifat formal
maupu nonformal. Lembaga yang bersifat formal antara lain Bank BRI,
Bukopin BPR, Koperasi, Pegadaian. BKD/LDKP, dan sebagainya. Namun
terjadi kecenderungan bahwa arus dana dari pedesaan lebih besar dari
pada kredit yang mengalir ke pedesaan.

Sedang lembaga pembiayaan non formal antara lain kios saprotan,


pedagang hasil pertanian, pelepas uang/rentenir, bank keliling, dan
sebagainya, Masalah perkreditan di pedsaan melibatkan dua kelompok
kepentingan yaitu petani atau masyarakat di satu pihak sebagai debitor,
dan lembaga pembiayaan di lain pihak sebagai kreditor. Kedua kelompok
tersebut tentu berbeda kepentingan dan tujuan terhadap perkreditan,
sehingga dapat menimbulkan konflik pandangan. Konflik pandangan ini
terjadi antara lembaga perkreditan pemerintah dengan masyarakat petani
di pedesaan.

Oleh karena itu di daerah pedesaan muncul berbagai bentuk


kelembagaan pembiayaan non formal, yang terbentuk sesuai dengan
kebutuhan Masyarakat, meskipun sebagian masyarakat hanya
mempunyai ukuran usaha dan luas sawah relatif sempit , dan kebanyakan
petani menggunakan suatu bagian utama produksi beras untuk kebutuhan
sendiri, tetapi masih ada sisa tertentu yang dapat dijual. Artinya di satu
pihak mempunyai orientasi pasar, di lain pihak mereka memiliki
pendapatan tunai yang bisa digunakan untuk membayar hutang. Jadi
mereka dapat dipercaya untuk menjadi nasabah dalam sistem
perkreditan.

Meskipun sebagian masyarakat hanya mempunyai ukuran usaha


dan luas sawah relatif sempit, dan kebanyakan petani menggunakan
suatu bagian utama produksi beras untuk kebutuhan sendiri, tetapi masih
ada sisa tertentu yang dapat dijual. Artinya di satu pihak mempunyai
orientasi pasar, di lain pihak mereka memiliki pendapatan tunai yang bisa
digunakan untuk membayar hutang. Jadi mereka dapat dipercaya untuk
menjadi nasabah dalam sistem perkreditan.

Sumber kredit informal lebih bersifat fleksibel, tanpa prosedur


berbelit, saling mengenal, dan berhubungan erat. Pinjaman tidak diawasi
dengan ketat, petani bebas menggunakan kreditnya, juga kreditor
mengetahui betul kelayaan kredit si petani serta bersedia memberi
pinjaman kapan, dimana, dan berapa saja petani minta. Sedangkan kredit
formal tidak fleksibel, prosedur berbelit, ke dua belah pihak tidak saling
mengenal dengan baik, memerlukan waktu relatif lama, baik untuk
mengambil maupun membayar kredit. Seringkali debitor harus
mengeluarkan biaya yang cukup besar untuk mengurusnya, sehingga
bunga yang berlaku menjadi tinggi.
3.5 Hubungan Antara Kebutuhan Modal dan Peningkatan Hasil Pertanian

Modal berpengaruh pada peningkatan hasil pertanian dikarenakan


pengaruh tersebut dapat meningkatkan kesejahteraan petani. Hal tersebut
bisa dilihat dari hasil uji hipotesis bahwa kredit pertanian berpengaruh
terhadap peningkatan kesejahteraan yang diterima oleh petani. Penelitian
ini menggunakan analisis regresi sederhana untuk memahami dampak
ketersediaan kredit terhadap kesejahteraan petani. Hasil uji hipotesis
menunjukkan bahwa kredit berpengaruh positif terhadap kebahagiaan,
dengan nilai koefisien regresi sebesar. Kredit memiliki peranan yang
sangat penting dalam meningkatkan modal untuk membiayai input
produksi sehingga produsen dapat meningkatkan produksi, dengan
demikian modal sangat berpengaruh terhadap hasil yang optimal,
sehingga dengan tambahan kredit dapat meningkatkan penggunaan input.
Mengkaji peranan KUT dalam menunjang peningkatan produksi
pangan harus mempertimbangkan banyak faktor. Hal ini perlu disadari
mengingat rekayasa kelembagaan yang dilakukan pemerintah pada
dasarnya merupakan ramuan yang terpadu dari unsur-unsur kebijakan
dalam bidang pemacuan adopsi teknologi, kebijakan harga, perkreditan
dan investasi di bidang sarana dan prasarana penunjangnya. Dari aspek
kebijakan di bidang perkreditan, kredit bersubsidi menyebabkan peluang
terjadinya ketimpangan dalam penggunaan sumber-sumber yang
mengarah pada kapitalisasi yang berlebihan.
Oleh sebab itu kebijakan di bidang perkreditan akan lebih efektif
jika ditujukan untuk mendukung introduksi teknologi baru. Konsekuensinya
adalah bahwa subsidi kredit harus merupakan bagian integral dari suatu
program penyebaran teknologi, sehingga mekanisme penyalurannya
membutuhkan suatu rekayasa kelembagaan yang integral dengan
rekayasa kelembagaan penyebaran teknologi. Mengacu pada latar
belakang itu, verifikasi dari tingkat keberhasilan program KUT harus dilihat
dari seberapa jauh peranannya dalam mendukung adopsi teknologi. Oleh
karena KUT pada dasarnya merupakan kelanjutan dan penyempurnaan
dari kredit program pada periode sebelumnya, maka kaitan historisnya
juga tak mungkin dipisahkan.
Berimpit dengan sejarah perkembangannya, adalah fakta bahwa
sebagian besar petani telah mengadopsi teknologi usahatani yang
dianjurkan. Kualitas aplikasi teknologi tidak seragam tergantung pada
kemampuan petani untuk membeli sarana produksi, persepsi petani
terhadap manfaat penggunaan teknologi maju, serta aksesibilitas petani
terhadap pasar sarana produksi. Secara umum petani di areal sentra
produksi pangan yang sejak lama merupakan wilayah sasaran program
intensifikasi mempunyai tingkat persepsi terhadap teknologi yang lebih
maju.
Demikian pula aksesibilitasnya terhadap pasar sarana produksi.
Pada wilayah seperti ini maka peranan KUT sebagai bantuan permodalan
lebih menonjol. Sebaliknya pada wilayah pengembangan tanaman pangan
yang baru dengan sendirinya peranan KUT lebih menonjol sebagai salah
satu instrument penyebaran teknologi. Beberapa studi memperlihatkan
bahwa tanpa kehadiran KUT, aplikasi teknologi usahatani di wilayah
seperti ini cenderung lebih rendah sehingga produktivitasnya juga
menurun. Kehadiran KUT di wilayah ini ternyata selain sebagai bantuan
permodalan juga meningkatkan jangkauan petani terhadap sarana
produksi
BAB IV

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil dari analisis jurnal, diperoleh kesimpulan sebagai


berikut:

1. Kredit Pertanian Berpengaruh Terhadap Kesejahteraan Petani dari


segi ketersediaannya yang dapat menjadi rangsangan kepada para
petani agar dapat meningkatkan proses produksi nya.
2. Pertumbuhan sektor pertanian tidak hanya meningkatkan
kesejahteraan petani, tetapi juga memiliki dampak positif pada
perekonomian nasional secara keseluruhan.
3. Untuk mencapai pembangunan ekonomi yang berkelanjutan di
sektor pertanian, perlu dilakukan investasi dalam infrastruktur
seperti jaringan transportasi dan irigasi.
4. Kebijakan di bidang perkreditan akan lebih efektif jika ditujukan
untuk mendukung introduksi teknologi baru. Konsekuensinya
adalah bahwa subsidi kredit harus merupakan bagian integral dari
suatu program penyebaran teknologi, sehingga mekanisme
penyalurannya membutuhkan suatu rekayasa kelembagaan yang
integral.
5. Kredit memiliki peranan yang sangat penting dalam meningkatkan
modal untuk membiayai input produksi sehingga produsen dapat
meningkatkan produksi, dengan demikian modal sangat
berpengaruh terhadap hasil yang optimal, sehingga dengan
tambahan kredit dapat meningkatkan penggunaan input.
DAFTAR PUSTAKA

Susanto, H., Syahrial, R., & Budiwan, A. (2022). ANALISIS KREDIT


USAHA TANI TERHADAP KESEJAHTERAAN PETANI DI DESA
KEDUNG LENGKONG, KECAMATAN DLANGU, KABUPATEN
MOJOKERTO. JURNAL EKONOMIKA45, 139-150.

Anda mungkin juga menyukai