Anda di halaman 1dari 34

KENDALA DALAM MENGEMBANGKAN

AGRIBISNIS DI INDONESIA

DISUSUN OLEH :

SELI AMALIA
21100915302383

DOSEN PENGAJAR : Ir. H. Zamhir Basem, M.M

JURUSAN MANAJEMEN
SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI
BANGKINANG
TAHUN 2023
KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur panjatkan ke Hadirat Allah SWT, karena berkat limpahan rahmat dan
karunia-nya sehingga kami dapat menyusun makalah ini dengan baik dan benar, serta tepat
pada waktunya.
Dalam makalah ini kami akan membahas mengenai Agribisnis, makalah ini di buat
berdasarkan informasi yang tersedia dalam website terpercaya, dan di bantu oleh berbagai
pihak untuk menyelesaikan tantangan dan hambatan selama mengerjakan makalah ini, oleh
karena itu, kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang
telah membantu dalam penyusunan makalah ini.
Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang mendasar pada makalah ini.
Oleh karena itu kami mengundang pembaca untuk memberikan saran serta kritik yang dapat
membangun kami. Kritik konstruktif dari pembaca sangat kami harapkan untuk
penyempurnaan makalah selanjutnya. Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan
manfaat bagi kita semua.

Bangkinang, November 2023

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................................i

DAFTAR ISI.....................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN..................................................................................................1

1. Latar Belakang................................................................................................................1

2. Rumusan Masalah...........................................................................................................2

3. Tujuan.............................................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN...................................................................................................3

1. Kendala Yang Dihadapi Indonesia Dalam Mengembangkan Agribisnis.......................3

2. Sistem yang Memudahkan Semua Pihak........................................................................7

3. Infrastruktur Pertanian..................................................................................................10

4. Teknologi Pertanian......................................................................................................13

5. Pendidikan Petani..........................................................................................................16

6. Modal............................................................................................................................20

7. Kendala Substansi.........................................................................................................22

8. Kendala Kelembagaan..................................................................................................24

BAB III PENUTUP.........................................................................................................28

1. Kesimpulan...................................................................................................................28

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................29

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Pada awal pemenuhan kebutuhannya, manusia hanya mengambil dari alam
sekitar tanpa kegiatan budidaya (farming), dengan demikian belum memerlukan
sarana produksi pertanian. Seiring dengan meningkatnya kebutuhan manusia, alam
tidak dapat menyediakan semua kebutuhan itu sehingga manusia mulai
membudidayakan (farming) secara ekstensif berbagai tanaman, hewan dan ikan untuk
memenuhi kebutuhannya. Pada tahap ini kegiatan budidaya mulai menggunakan
sarana produksi, dilakukan dalarn pertanian itu sendiri (on farm) dan hanya untuk
memenuhi kebutuhan keluarga sendiri (home consumption).Tahap selanjutnya,
ditandai dengan adanya spesialisasi dalam kegiatan budidaya sebagai akibat pengaruh
perkembangan diluar sektor pertanian dan adanya perbedaan potensi sumberdaya
alam (natural endowment) antar daerah, perbedaan ketrampilan (skill )dalam
masyarakat serta terbukanya hubungan lalulintaantar daerah. Pada tahap ini, selain
dikonsumsi sendiri, hasil-hasil pertanian mulaidipasarkan dan diolah secara sederhana
sebelum dijual.
Perkembangan sektor pertanian selanjutnya dipacu oleh kemajuan teknologi
yang sangat pesat di sektor industri (kimia dan mekanik) dan transportasi. Pertanian
menjadi semakin maju dan kompleks dengan ciri produktivitas per hektar yang
semakin tinggi berkat penggunaan sarana produksi pertanian yang dihasilkan oleh
industri (pupuk dan pestisida). Kegiatan pertanian semakin terspesialisasi menurut
komoditi dan kegiatannya. Namun, petani hanya melakukan kegiatan budidaya saja,
sementara pengadaan sarana produksi pertanian didominasi oleh sektor industri.
Dipihak lain karena proses pengolahan hasil-hasil pertanian untuk berbagai keperluan
membutuhkan teknologi yang semakin canggih dan skala yang besar agar ekonomis,
maka kegiatan ini pun didominasi oleh sektor industri pengolahan. Melalui
prosespengolahan, produk-produk pertanian menjadi lebih beragam penggunaan
danpemasarannyapun menjadi lebih mudah (storable and transportable) sehingga
dapat diekspor.Pada tahap ini pembagian kerja di dalam kegiatan pertanian menjadi
semakin jelas, yaitu:kegiatan budidaya (farming) sebagai kegiatan pertanian dalam
arti sempit, kegiatan produksi sarana pertanian (farm supplies) sebagai industri hulu
dan kegiatan pengolahan komoditi pertanian sebagai industri hilir. Spesialisasi

1
fungsional dalam kegiatan pertanian seperti yang telah dikemukakan diatas meliputi
seluruh kegiatan usaha yang berhubungan langsung maupun tidak langsung dengan
pertanian dan keseluruhannya disebut sistem "Agribisnis'.

2. Rumusan Masalah
a. Apa kendala yang dihadapi Indonesia dalam mengembangkan agribisnis?
b. Apa sistem yang memudahkan semua pihak?
c. Seperti apa infrastruktur pertanian?
d. Seperti apa teknologi pertanian?
e. Bagaimana pendidikan petani?
f. Bagaimana modal dalam pertanian?
g. Apa saja kendalan substansi pertanian?
h. Seperti apa kendala kelembagaan pertanian?

3. Tujuan
a. Untuk mengetahui dan memahami mengenai kendala yang dihadapi Indonesia
dalam mengembangkan agribisnis.
b. Untuk mengetahui dan memahami mengenai sistem yang memudahkan semua
pihak.
c. Untuk mengetahui dan memahami mengenai infrastruktur pertanian.
d. Untuk mengetahui dan memahami mengenai teknologi pertanian.
e. Untuk mengetahui dan memahami mengenai pendidikan petani.
f. Untuk mengetahui dan memahami mengenai modal dalam pertanian.
g. Untuk mengetahui dan memahami mengenai kendalan substansi pertanian.
h. Untuk mengetahui dan memahami mengenai kendala kelembagaan pertanian.

2
BAB II
PEMBAHASAN

1. Kendala Yang Dihadapi Indonesia Dalam Mengembangkan Agribisnis


a. Kemiskinan Dan Keterbatasan Petani
Pada masa depan pertumbuhan sektor pertanian yang diinginkan tidak
hanya tinggi, namun harus berkualitas dan merata. Hal ini untuk menjamin, bahwa
pertumbuhan yang berkualitas dan merata akan menghindari Indonesia terjebak
dalam krisis, seperti tahun 1997/1998 dan 2008/2009. Sistem dan usaha agribisnis
memberikan pondasi yang kuat dalam menciptakan pertumbuhan pertanian dan
perekonomian dengan merata dan berkualitas. Hal ini dikarenakan sistem
agribisnis digerakkan oleh semua pelaku ekonomi yang terdapat di semua
subsistem yang ada. Pertumbuhan ekonomi yang dihela dan disinergikan dari
kreativitas dan inovasi para pelaku (terutama petani) untuk menciptakan nilai
tambah pada produk pertanian. Pertumbuhan sektor pertanian bila dibandingkan
dengan sektor lain memang masih tertinggal, terutama bila dilihat dari nilai
produktivitas per pekerja.
Agribisnis di Indonesia juga memiliki penciri utama yang unik bila
dibandingkan dengan negara-negara lain. Karakteristik agribisnis Indonesia,
diantaranya: (a) berbasis pertanian tropika, (b) banyak yang diusahakan dengan
skala kecil, (c) mengikuti dua musim, (d) cenderung masih berorientasi pasar
domestik, dan (e) banyak yang masih menggunakan teknologi sederhana. Rata-
rata pengusahaan lahan pertanian di Indonesia relatif kecil. Walaupun Sensus
Pertanian tahun 2013 menunjukkan bahwa secara absolut terjadi kenaikan
kepemilikan lahan pertanian di Indonesia, yakni dari 0,35 ha (tahun 2003) menjadi
0,86 ha (tahun 2013), skala sebesar itu masih harus tetap dikategorikan sebagai
usaha skala kecil. Petani merupakan salah satu pelaku agribisnis yang penting,
bahkan mungkin adalah pelaku yang terpenting. Bahkan banyak yang memberikan
argumentasi bahwa pendekatan sistem dan usaha agribisnis adalah usaha untuk
mengatasi masalah yang dihadapi petani. Usaha ini perlu sangat dicermati
terutama dengan memahami kondisi riil yang dihadapi petani. Luas lahan yang
sempit menjadi salah satu keterbatasan bagi petani untuk mampu meningkatkan
produksi dan melakukan kegiatannya secara efisien. Kondisi ini juga menyulitkan
petani untuk keluar dari kemiskinan. Hal ini dapat lihat dari nilai tukar petani

3
(NTP). Nilai tukar petani sepanjang tahun 2008 – 2012 berada pada kisaran 95 –
110, mengalami fluktuasi dan menunjukkan tren yang negatif. Tren yang
cenderung menurun (negatif) ini mengindikasikan bahwa terdapat penurunan
kesejahteraan di rumah tangga petani, karena biaya dan input yang dikeluarkan
lebih besar dari harga output yang diterima. Hal ini berlaku untuk petani di semua
subsektor tanaman.
Keterbatasan lahan telah menjadi masalah utama dalam pertanian di
Indonesia, kondisi ini akan menyebabkan petani sulit untuk memupuk modal dan
kemampuan untuk mengembangkan usahataninya. Keterbatasan modal ini
menyebabkan petani berskala kecil akan sulit melakukan ekstensifikasi ataupun
intensifikasi. Akses ke pasar yang terbatas, termasuk karena infrastruktur yang
tidak memadai juga menambah permasalahan yang dihadapi petani berskala kecil
untuk berkembang.
Kelembagaan petani yang merupakan bagian dari subsistem penunjang
agribisnis, dapat menggerakkan kegiatan usaha bersama-sama, sehingga lebih
efisien dan menguntungkan. Hal ini dapat dilakukan jika, petani yang memiliki
lahan berdekatan dan sehamparan melakukan kegiatan usahatani secara bersama-
sama, baik untuk mendapatkan faktor produksi secara kolektif oleh kelompok
tani/gabungan kelompok tani/koperasi, hingga pemasaran yang dilakukan melalui
kelompok. Sistem kontrak dan mitra dengan pelaku agribisnis lain dibidang
pengolahan akan jalan jika petani diwadahi dalam bentuk kelompok atau
organisasi.
b. Keterbatasan Sumberdaya Alam Dan Tuntutan Kelestarian
Perkembangan terakhir baik secara empiris dan hasil studi menunjukkan
bahwa semakin menipisnya cadangan bahan bakar fosil akan meningkatkan harga
minyak dunia. Beberapa tahun terakhir menunjukkan tren harga minyak dunia
yang mengalami kenaikan, bahkan melebih USD 100/barel, walaupun dalam
beberapa bulan terakhir menunjukkan penurunan yang sangat tajam. Penurunan
ini diprediksi tidak akan bertahan lama, minyak bumi akan mengalami kenaikan
lagi seiring adanya perbaikan ekonomi global, termasuk Amerika Serikat.
Keterbatasan ketersediaan bahan bakar fosil dan kenaikan harga minyak bumi,
beberapa tahun yang lalu mendorong berbagai negara untuk mencari alternatif
bahan bakar terbarukan.

4
Usaha yang dilakukan untuk mencari energi terbarukan, akibat
keterbatasan sumberdaya alam yang menghasilkan bahan bakar telah dilakukan
negara-negara maju dan berkembang. Brasil merupakan negara berkembang yang
sukses mengembangkan energi terbarukan yang bersumber dari tebu (bioethanol).
Produk-produk agribisnis menjadi primadona dan dicari, karena terbukti mampu
menghasilkan bahan bakar nabati (fuel), yakni seperti sawit, tebu, kedelai, jagung,
dan biji-bijian yang lain.
Penggunaan komoditas pangan utama tersebut menjadi biofuel tentunya
memberikan trade off untuk energi, pangan dan pakan. Sehingga terjadi kenaikan
harga-harga komoditas utama tersebut yang signifikan, akibat penggunaannya
untuk biofuel. Disisi lain terjadi kompetisi penggunaan lahan komoditas tertentu
apakah untuk tanaman pangan/pakan atau bahan bakar nabati.
Trade-off antara pangan, pakan dan bahan bakar itu menjadi mengemuka
terutama karena sumberdaya alam yang tersedia telah semakin terbatas.
Sumberdaya alam yang paling utama diperhatikan adalah air dan lahan.
Keterbatasan semakin terasa karena peningkatan permintaan yang terjadi terus
menerus. Disisi lain prinsip kelestarian juga menjadi tuntutan yang sama. Kondisi
ini merupakan tantangan yang nyata dari setiap usaha agribisnis.
Indonesia sangat berpeluang untuk menjadi pemain utama global dalam
memenuhi kelompok produk agribisnis 4 F (food, feed, fiber, dan fuel). Keempat
kelompok tersebut dapat diproduksi di Indonesia, dan merupakan kebutuhan
utama masyarakat dunia. Agar Indonesia unggul dan menjadi pemain utama, tidak
hanya cukup dengan pendekatan lama yang konvensional, namun perlu didukung
dengan kebijakan komprehensif dengan pendekatan sistem usaha dan agribisnis.
Disamping itu juga, sangat perlu memperhatikan bagaimana memperhatikan
kelestarian lingkungan sebagai bentuk dari menjaga pembangunan yang
berkelanjutan. Pada banyak kondisi ternyata hal tersebut tidak sederhana karena
semakin banyaknya praktek usaha memenangkan persaingan dilakukan secara
tidak ‘fair’ dengan berkedok pada isyu dan tuntutan kelestarian lingkungan.
Sistem dan usaha agribisnis Indonesia harus jeli mensikapi perkembangan ini.
Menerapkan prinsip-prinsip kelestarian lingkungan tetap suatu keharusan, tetapi
juga harus tetap waspada dengan praktek persaingan ‘un-fair’ terselubung itu.
c. Ketidakpastian Iklim

5
Ketidakpastian iklim memberikan pengaruh pada produksi pertanian
secara umum. Disamping anomali iklim, saat ini bumi juga mengalami pemanasan
global, kondisi ini menyebabkan munculnya penyakit dan hama baru yang
menyerang berbagai tanaman. Perubahan iklim juga memberikan konsekuensi
pada perubahan masa tanam dan panen, sehingga mengganggu sisi supply dari
produk pertanian.
Perubahan iklim, jika tidak segera diantisipasi maka produksi akan
terganggu dalam jangka waktu tertentu akan menyebabkan kenaikan harga.
Perubahan iklim disatu sisi juga menyebabkan kebanjiran dan kekeringan.
Perlunya menyediakan infrastruktur pertanian (irigasi dan waduk) menjadi syarat
agar pertanian dapat dijamin tetap bisa dijalankan. Mitigasi perubahan iklim yang
dilakukan akan membantu petani dalam melakukan kegiatan tanamnya, sehingga
dengan informasi yang diperoleh dapat memperkecil risiko kerugian gagal panen
akibat perubahan iklim.
Ketidakpastian iklim itu menambah tantangan untuk mengelola basis
agribisnis petani dalam kondisi iklim tropis. Secara natural musim penghujan dan
kemarau menyebabkan banyak komoditas pertanian hanya bisa di panen pada
bulan-bulan tertentu, yang menyebabkan kontinuitas produksinya tidak bisa
dijamin sepanjang tahun. Kondisi ini menjadi tantangan umum yang dialami oleh
pelaku agribisnis Indonesia, karena permintaan konsumen dan pasar luar negeri
yang mensyaratkan adanya jaminan kontuinitas pasokan. Selain usaha untuk dapat
menciptakan varietas baru dan teknologi yang mampu menstimulasi tanaman
untuk berbuah sepanjang tahun, pendekatan logistik dan pengolahan harus
semakin dikedepankan. Pendekatan logistik juga perlu diarahkan untuk mengatasi
masalah penumpukan hasil pertanian saat panen raya yang menekan harga di
tingkat petani; dan masalah kekurangan pasokan ke pengguna pada saat paceklik.
d. Perkembangan Yang Tidak Linear
Kondisi ‘tidak-linear’ terjadi karena turbulensi bisnis semakin dinamis dan
tidak pasti. Pelaku usaha sawit misalnya harus menghadapi kenyataan turunnya
harga dalam waktu singkat karena pengaruh harga minyak bumi. Hampir tak ada
proyeksi dan prediksi ahli yang memperkirakan harga minyak akan turun dari
lebih USD100/b menjadi kurang dari USD60/b dalam waktu yang demikian
singkat. Akibatnya setiap pelaku usaha harus melakukan penyesuaian yang sangat

6
berbeda konteksnya. Demikian juga dengan perkembangan kurs, atau
pertumbuhan ekonomi pasar-pasar negara besar yang terus bergerak dinamis.
Kondisi bisnis global telah menegaskan lagi ungkapan “yang pasti adalah
ketidakpastian”. Ketidakpastian iklim merupakan salah satu faktor penyebabnya.
Perkembangan yang sangat pesat dalam persebaran informasi yang rinci dan
personal dalam format ‘big-data’ menambah faktor ketidakpastian. Keterkaitan
global antar negara dan dimensi politik yang cenderung semakin berorientasi
ekonomi domestik masing-masing negara juga menambah kompleksitas dan
faktor ‘tak-terkontrol’ dalam bisnis. Intinya, setiap pelaku agribisnis harus
mengantisipasi segala kemungkinan perkembangan, baik yang positif maupun
negatif. Dan derajat ketidakpastian bisnis itu akan semakin serius dimasa yang
akan datang.

2. Sistem yang Memudahkan Semua Pihak


Sistem Agribisnis adalah rangkaian kegiatan dari beberapa subsistem yg saling
terkait dan mempengaruhi satu sama lain. Terdiri dari kegiatan On-farm activities
(usahatani) budidaya pertanian. Off-farm activities (luar usahatani) yaitu kegiatan
pengadaan sarana produksi, agroindustri pengolahan, pemasaran dan lembaga
penunjang. Subsistem dari agribisnis adalah sebagai berikut:
a. Sub-sistem faktor input pertanian (input factor sub-system) = pengadaan saprotan.
Input dan Sarana Produksi (SS 1) adalah sub sistem yang mensuplai input
dan sarana produksi ke SS 2 dan SS 3. SS 1 dikenal pula dengan sebutan
Agribisnis Hulu atau Agroinput atau off farm 1. Sarana Produksi disebut juga
input tetap adalah sarana yang digunakan untuk mempermudah produksi (on farm
ataupun di processing), contohnya alat dan mesin peternakan.
Subsistem pengadaan dan penyaluran sarana produksi adalah sistem yang
mencakup kegiatan perencanaan, pengelolaan dan pengadaan sarana produksi,
teknologi dan sumber daya pertanian. Arah dari subsistem ini agar input atau
sarana produksi tersedia tepat waktu, tepat jumlah, tepat jenis, tepat kualitas dan
sesuai dengan daya beli petani. Input produksi contohnya semen beku, embrio
beku, konsentrat, hijauan, air, obat-obatan hewan, feed additive, dll.
b. Sub-sistem produksi pertanian (production sub-system) = budidaya
pertanian/usahatani.

7
Subsistem produksi primer membahas pada kegiatan on farm (budidaya).
Produksi primer agribisnis adalah sebagai perangkat prosedur dan kegiatan yang
terjadi dalam penciptaan produk agribisnis (produk usaha pertanian, perikanan,
peternakan, kehutanan, dan perkebunan). Produksi primer pertanian dapat
diartikan sebagai hasil proses kegiatan budidaya yang menghasilkan produk dasar
(raw material) agribisnis, baik yang siap untuk dikonsumsi ataupun harus diolah
terlebih dahulu agar dapat dikonsumsi.

c. Sub-sistem pengolahan hasil pertanian (processing sub-system) = agroindustri


hasil pertanian.
Subsistem pengolahan mengolah bahan baku/produk primer (raw
material) menjadi bahan jadi (siap konsumsi) dan bahan setengah jadi. Subsistem
ini membutuhkan supply bahan baku pertanian/peternakan dan input dan sarana
produksi (terutama Alsin berteknologi). Alsin berteknologi diperlukan untuk
efisiensi dan peningkatan produktivitas.
Peran subsistem pengolahan adalah memberikan nilai tambah terhadap
produk primer. Secara makro ekonomi, subsistem ini memberikan nilai tambah
terhadap perekonomian, mengakselerasi pertumbuhan sektor-sektor
perekonomian lainnya. Selain itu dapat mempercepat transpormasi struktur
perekonomian dari pertanian ke agroindustri.
Perencanaan dilakukan dengan cara pemilihan teknologi, lokasi, fasilitas
produksi, persediaan bahan (economic order quantity = eoq, dll), dan desain
produk. Pengorganisasian dengan memperhatikan sumber daya. Pengorganisasian
SDM, proses pengolahan, dan distribusi hasil produk olahan. Kegiatan
pengolahan/pelaksanaan harus memastikan seluruh sumber daya yang dimiliki
harus bekerja sesuai dengan standar operasional yang telah ditetapkan.
pengawasan, pengendalian, dan evaluasi pengolahan harus memiliki standar yang
ketat terhadap mutu produk yang dihasilkan sehingga aman, nyaman, murah, dan
mudah diperoleh produk tersebut.
d. Sub-sistem pemasaran (marketing sub-system) faktor produksi, hasil produksi dan
hasil olahan.
Pasar adalah sekumpulan pembeli dan penjual yang melakukan transaksi
atas sejumlah produk. Pemasar adalah seseorang yang mencari sumber daya dari
orang lain dan bersedia menawarkan sesuatu sebagai imbalannya. Pemasaran

8
adalah sejumlah kegiatan bisnis yang ditujukkan untuk memberi kepuasan dari
barang atau jasa yang dipertukarkan kepada konsumen atau pemakai atau segala
bentuk kegiatan bisnis yang secara langsung mengalirkan barang dan jasa dari
produsen ke konsumen atau konsumen akhir.
Fungsi pemasaran yaitu fungsi pertukaran pemasaran yang merupakan
kegiatan perpindahan barang dari produsen, pedagang besar, pedagang pengecer,
sampai pada konsumen. Fungsi fisik pemasaran meliputi kegiatan-kegiatan
pergudangan/penyimpanan, transportasi, dan pengolahan produk, dan fungsi
fasilitas pemasaran meliputi kegiatan standarisasi dan penggolongan produk,
usaha pembiayaan, penanggungan resiko, dan intelejen/informasi pasar.
Saluran pemasaran merupakan arus barang dan jasa melalui lembaga-
lembaga yang menjadi perantara pemasaran. Lembaga pemasaran adalah badan-
badan atau lembaga yang berusaha dalam bidang pemasaran yang menggerakkan
barang dari produsen ke konsumen melalui penjualan. Marjin pemasaran adalah
harga dari kegiatan menambah utilitas atau nilai guna serta fungsi penampilan
dari pemasaran produk.
e. Sub-sistem kelembagaan penunjang (supporting institution sub-system) =
subsistem jasa (service sub-system).
Kelembagaan adalah sistem organisasi dari hubungan sosial yang
terwujud dari beberapa nilai umum dan cara dalam menyatukan beberapa
kebutuhan dasar masyarakat. Lembaga merupakan bentuk formal budaya yang
terdiri dari kumpulan kebutuhan kebutuhan sosial yang mendasar atau pokok.
Kelembagaan Agribisnis adalah lembaga-lembaga yang mendukung kegiatan
agribisnis yang dimulai dari subsistem sarana dan prasarana produksi, subsistem
budidaya, subsistem pengolahan, dan subsistem pemasaran.

Peran Agribisnis dalam pembangunan yaitu memberikan sumbangan nyata


dalam perekonomian Indonesia dalam bentuk hasil produksi pertanian, pasar, faktor
prosuksi dan kesempatan kerja.
Terdapat beberapa subsistem yang dilakukan untuk mencapai tujuan dari
sistem yang telah dibuat sebagaimana berikut:
a. Penyediaan dan Distribusi Sarana Produksi
Subsistem ini termasuk berbagai macam aktivitas mulai dari perencanaan
pengolahan, pengadaan, sampai distribusi sarana produksi guna memungkinkan

9
berjalannya penerapan teknologi dalam usahatani. Selain itu, subsistem
penyediaan dan juga penyaluran sarana produksi sangat penting untuk membantu
pemanfaatan sumber daya pertanian secara efektif.
b. Budaya dan Usaha Tani
Pada subsistem ini, terdapat kegiatan yang mencakup pembinaan maupun
pengembangan usaha tani rakyat. Bahkan subsistem ini sangat penting untuk
berbagai macam pengembangan usaha tani dalam skala besar.

c. Pengolahan Hasil dan Agroindustri


Subsistem agribisnis ini berhubungan dengan berbagai macam kegiatan
agroindustri bahkan lebih dari sekedar aktivitas pengolahan sederhana pada
tingkat petani. Tetapi, seluruh kegiatan dari awal penanganan pasca panen produk
pertanian sampai diolah secara lanjut untuk meningkatkan daya jual dari produksi
primer.
d. Pemasaran Hasil Pertanian
Pada komponen ini terdapat kegiatan pemasaran atau distribusi dari hasil
usaha tani maupun agroindustri. Distribusi maupun pemasaran yang dilakukan
bisa terjadi pada pasar domestik maupun pasar luar negeri, yaitu ekspor.
e. Prasarana
Prasarana merupakan faktor penting yang mendukung supaya seluruh
subsistem sebelumnya bisa berjalan sesuai fungsi dan perannya. Sehingga dapat
membantu berbagai macam kebutuhan pada lokalitas subsistem dalam agribisnis.
f. Pembinaan
Sebagai subsistem terakhir dalam sektor agribisnis, komponen Ini adalah
sebuah kewajiban bagi aparatur birokrasi pemerintah supaya mampu menciptakan
sebuah kegiatan usaha yang sudah sesuai Berdasarkan sistem perekonomian
dalam undang-undang dasar 1945 dan sesuai dengan GBHN artinya, kegiatan
usaha tersebut harus mempunyai Pembinaan untuk memastikan adanya sumber
daya manusia dan sumber daya lainnya yang dikelola secara baik.

3. Infrastruktur Pertanian
Infrastruktur pertanian khususnya jalan pertanian merupakan salah satu
komponen dalam subsistem hulu yang diharapkan dapat mendukung subsistem

10
usahatani, subsistem pengolahan dan subsistem pemasaran hasil khususnya pada
sentra-sentra produksi hortikultura, perkebunan dan peternakan rakyat.
Indonesia adalah negara agraris dengan potensi luar biasa dalam sektor
pertanian dan perkebunan, yang memiliki peluang besar untuk meningkatkan produksi
dan produktivitas di bidang ini. Namun, potensi ini tidak dapat terealisasi sepenuhnya
tanpa dukungan infrastruktur yang memadai. Infrastruktur yang baik memiliki peran
yang krusial dalam memfasilitasi pertumbuhan industri pertanian dan perkebunan,
mulai dari pengangkutan hasil panen hingga distribusi produk ke pasar. Artikel
Mertani kali ini akan membahas pentingnya pembangunan infrastruktur dalam
mendukung pertumbuhan sektor pertanian dan perkebunan di Indonesia beserta
hambatan yang terjadi.
Pentingnya Pembangunan Infrastruktur dalam Dunia Pertanian
a. Aksesibilitas dan Distribusi
Infrastruktur transportasi yang baik adalah aspek utama dalam mendukung
pertumbuhan sektor pertanian dan perkebunan. Jalan raya yang baik, jembatan,
pelabuhan, dan bandara dapat memfasilitasi transportasi hasil pertanian dan
perkebunan dari daerah produksi ke pasar lokal maupun internasional. Dengan
adanya infrastruktur transportasi yang memadai, biaya pengangkutan akan lebih
efisien, sehingga produk pertanian dapat dijual dengan harga lebih kompetitif.
Selain itu, distribusi produk yang lancar juga akan mengurangi risiko kerusakan
dan pembusukan hasil panen, yang pada akhirnya akan meningkatkan pendapatan
petani dan produsen.
b. Irigasi dan Pengelolaan Air
Pengembangan infrastruktur irigasi sangat penting untuk meningkatkan
produktivitas pertanian dan perkebunan, terutama dalam kondisi cuaca yang tidak
menentu. Irigasi yang baik akan memastikan pasokan air yang konsisten untuk
tanaman, sehingga risiko kekeringan dapat dikurangi. Sistem irigasi modern yang
dilengkapi dengan teknologi canggih dapat membantu mengatur penggunaan air
secara efisien, mengoptimalkan produksi pertanian, dan mencegah kerugian akibat
kekurangan air.
c. Ketersediaan Energi
Energi merupakan faktor penting dalam proses produksi pertanian dan
perkebunan. Ketersediaan listrik yang stabil dan memadai akan mendukung
penggunaan teknologi modern seperti pengolahan dan penyimpanan hasil panen.

11
Dengan adanya energi yang cukup, petani dan produsen dapat mengoptimalkan
produksi, meningkatkan kualitas produk, dan mengefisienkan proses produksi.
d. Peningkatan Akses ke Teknologi dan Informasi
Infrastruktur telekomunikasi yang berkualitas akan membantu petani dan
produsen untuk mengakses informasi terkini mengenai teknik pertanian terbaru,
pasar, dan harga. Dengan adanya akses yang mudah ke informasi ini, mereka
dapat mengambil keputusan yang lebih cerdas dalam mengelola usaha pertanian
dan perkebunan. Selain itu, akses ke teknologi digital juga dapat membantu
mempermudah transaksi perdagangan dan pemasaran produk.
e. Pengembangan Pusat Distribusi dan Pengolahan
Pembangunan pusat distribusi dan pengolahan yang strategis akan
membantu mengurangi kerugian pasca panen serta menambah nilai tambah
produk. Pusat distribusi yang efisien akan memfasilitasi distribusi produk dari
berbagai daerah ke pusat-pusat konsumsi, sementara pusat pengolahan dapat
mengubah bahan baku pertanian menjadi produk bernilai tinggi. Hal ini akan
membantu meningkatkan pendapatan petani dan produsen, serta menciptakan
lapangan kerja di sektor agribisnis.
f. Keberlanjutan Lingkungan
Dalam pembangunan infrastruktur, penting untuk memperhatikan aspek
keberlanjutan lingkungan. Pengembangan infrastruktur harus mempertimbangkan
dampak terhadap lingkungan, seperti deforestasi dan degradasi lahan. Langkah-
langkah mitigasi harus diambil untuk meminimalkan dampak negatif ini dan
memastikan bahwa pertumbuhan sektor pertanian dan perkebunan berjalan sejalan
dengan pelestarian lingkungan.
Pertumbuhan industri pertanian dan perkebunan merupakan aspek penting
dalam mendorong perekonomian suatu negara, terutama bagi negara-negara yang
memiliki sektor pertanian yang kuat seperti Indonesia. Namun, pertumbuhan yang
optimal dalam sektor ini tidak dapat terwujud tanpa dukungan infrastruktur yang
memadai. Sayangnya, pembangunan infrastruktur untuk mendukung pertanian dan
perkebunan seringkali dihadapkan pada berbagai permasalahan yang dapat
menghambat potensi pertumbuhan sektor ini. Berikut adalah beberapa permasalahan
kritis dalam pembangunan infrastruktur untuk mendukung pertumbuhan industri
pertanian dan perkebunan.
a. Keterbatasan Aksesibilitas dan Transportasi

12
Salah satu permasalahan utama dalam pembangunan infrastruktur untuk
mendukung sektor pertanian dan perkebunan adalah keterbatasan aksesibilitas dan
transportasi. Banyak daerah pertanian dan perkebunan di Indonesia yang masih
sulit dijangkau oleh jalan raya yang baik. Jalan rusak atau tidak terhubung dengan
baik membuat transportasi hasil panen menjadi sulit dan mahal. Akibatnya, petani
dan produsen menghadapi kesulitan dalam mengangkut dan mendistribusikan
produk mereka ke pasar, yang berdampak pada biaya produksi yang tinggi dan
harga jual yang rendah.

b. Kurangnya Irigasi dan Pengelolaan Air yang Efektif


Ketersediaan air yang mencukupi dan teratur merupakan faktor penting
dalam pertumbuhan pertanian dan perkebunan. Namun, masih banyak daerah
pertanian yang tidak memiliki sistem irigasi yang memadai. Kurangnya irigasi
yang efektif mengakibatkan fluktuasi pasokan air, yang dapat mengganggu
produktivitas tanaman. Pemanfaatan air tanah yang berlebihan juga dapat
mengancam keberlanjutan sumber daya air. Diperlukan investasi dalam
pengembangan sistem irigasi modern untuk mengatasi permasalahan ini.
c. Ketidakstabilan Energi
Pertumbuhan industri pertanian dan perkebunan juga sangat bergantung
pada ketersediaan energi yang stabil dan terjangkau. Proses pengolahan,
penyimpanan, dan distribusi memerlukan pasokan listrik yang andal. Namun,
seringkali terjadi gangguan pasokan listrik yang dapat menghambat proses
produksi. Selain itu, biaya energi yang tinggi juga dapat meningkatkan biaya
produksi, yang berdampak pada daya saing produk pertanian di pasar.
d. Kurangnya Akses ke Teknologi dan Informasi
Dalam era digital saat ini, akses ke teknologi dan informasi sangat penting
untuk mengoptimalkan produksi dan pemasaran produk pertanian dan
perkebunan. Namun, masih banyak petani dan produsen di daerah terpencil yang
tidak memiliki akses yang memadai ke teknologi dan informasi. Kurangnya akses
ini dapat menghambat inovasi dalam praktik pertanian, mengurangi efisiensi
produksi, dan menghambat upaya pemasaran.
e. Kendala dalam Pembiayaan dan Pengelolaan Proyek Infrastruktur
Pembangunan infrastruktur memerlukan investasi yang besar, namun
seringkali pembiayaan proyek infrastruktur menjadi kendala. Selain itu,

13
pengelolaan proyek yang tidak efektif dapat mengakibatkan penyelesaian proyek
yang terlambat atau tidak sesuai dengan standar yang diharapkan. Kurangnya
koordinasi antara pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat juga dapat
memperlambat proses pembangunan infrastruktur.

4. Teknologi Pertanian
Teknologi pangan merupakan penerapan ilmu dan teknik
pada penelitian, produksi, pengolahan, distribusi, dan penyimpanan pangan berikut
pemanfaatannya. Ilmu terapan yang menjadi landasan pengembangan teknologi
pangan meliputi ilmu pangan, kimia pangan, mikrobiologi pangan, fisika pangan, dan
teknik proses. Ilmu pangan merupakan penerapan dasar-dasar biologi, kimia, fisika,
dan teknik dalam mempelajari sifat-sifat bahan pangan, penyebab kerusakan pangan
dan prinsip-prinsip yang mendasari pegolahan pangan.
Teknologi Industri Pertanian didefinisikan sebagai disiplin ilmu terapan yang
menitikberatkan pada perencanaan, perancangan, pengembangan, dan evaluasi suatu
sistem terpadu (meliputi manusia, bahan, informasi, peralatan, dan energi) pada
kegiatan agroindustri untuk mencapai kinerja (efisiensi dan efektivitas) yang optimal.
Disiplin ini menerapkan matematika, fisika, kimia/biokimia, ilmu-ilmu sosial
ekonomi, prinsip-prinsip, dan metodologi dalam menganalisis serta merancang agar
mampu memperkirakan dan mengevaluasi hasil yang diperoleh dari sistem terpadu
agroindustri. Sebagai paduan dari dua disiplin, teknik proses dan teknik industri
dengan objek formalnya adalah pendayagunaan hasil pertanian
Teknologi Industri Pertanian memiliki bidang kajian sebagai berikut:
Sistem teknologi proses industri pertanian, kegiatan pertanian yang berkaitan
dengan perencanaan, instalasi dan perbaikan suatu sistem terpadu yang terdiri atas
bahan, sumber daya, peralatan,dan energi pada pabrik agroindustri. Manajemen
industri, kajian yang berkaitan dengan perencanaan, pengoperasian dan perbaikan
suatu sistem terpadu pada permasalahan sistem usaha agroindustri.
Teknoekonomi agroindustri, kajian yang berkaitan dengan perencanaan,
analisis dan perumusan kebijakan suatu sistem terpadu pada permasalahan sektor
agroindustri. Manajemen mutu, penerapan prinsip-prinsip manajemen (perencanaan,
penerapan dan perbaikan) pada bahan (dasar, baku), sistem proses, produk, dan
lingkungan untuk mencapai taraf mutu yang ditetapkan.

14
Kegiatan hilir dari pertanian berupa penanganan, pengolahan, distribusi, dan
pemasaran yang semula secara sederhana serta tercakup dalam teknologi hasil
pertanian, berkembang menjadi lebih luas dengan pendekatan dari sistem Industri.
Falsafahnya teknologi pertanian merupakan praktik-empirik yang bersifat
pragmatik finalistik, dilandasi paham mekanistik-vitalistik dengan penekanan pada
objek formal kerekayasaan dalam pembuatan dan penerapan
peralatan, bangunan, lingkungan, sistem produksi serta pengolahan dan pengamanan
hasil produksi. Objek formal dalam ilmu pertanian budidaya reproduksi berada dalam
fokus budidaya, pemeliharaan, pemungutan hasil dari flora dan fauna, peningkatan
mutu hasil panen yang diperoleh, penanganan, pengolahan,dan pengamanan
serta pemasaran hasil. Oleh sebab itu, secara luas cakupan teknologi pertanian
meliputi berbagai penerapan ilmu teknik pada cakupan objek formal dari budidaya
sampai pemasaran.
a. Transplanter
Teknologi pertanian transplanter direkomendasikan oleh Litbang
(Penelitian dan pengembangan) Kementerian Pertanian untuk memberikan jarak
yang pas antar padi yang ditanam. Konsep teknologi pertanian ini menganut
sistem jajar legowo dari Jawa Timur dalam proses penanaman padi. Transplater
dipercaya bisa meningkatkan produksi padi hingga 30%. Jarak yang tepat antar
padi lebih memudahkan petani dalam hal perawatan.Harga satu unit mesin
transplanter ini sekitar Rp 75 juta. Tapi, Anda tak perlu khawatir karena
pemerintah akan memberikan bantuan mesin ini kepada para petani. Ketika
digunakan untuk menanam padi, mesin ini tidak akan tenggelam di lumpur sawah
karena sudah dilengkapi dengan pengapung. Meski begitu, transplanter dirancang
dengan berat seringan mungkin agar tidak menyulitkan petani.
b. Indo combine harvester
Dengan menggunakan teknologi pertanian indo combine harvester petani
akan dimudahkan dalam urusan panen padi mulai dari pemotongan,
pengangkutan, perontokan, pembersihan, sortasi, hingga pengantongan. Dengan
indo combine harvester, Anda tidak lagi membutuhkan banyak orang untuk
memanen padi, karena satu mesin ini hanya butuh tiga orang saja, dengan
kapasitas kerja empat sampai enam jam per hektar.
Teknologi ini akan semakin baik performanya jika digunakan pada lahan
yang basah. Indo combine transplanter memiliki gaya tekan ke permukaan tanah

15
0.13kg/cm2, memperkecil kemungkinan bagi mesin untuk terperosok dalam
tanah. Hebatnya lagi, teknologi pertanian ini mampu menghasilkan gabah dengan
tingkat kebersihan 99.5%.
c. Mesin pemilah bibit unggul
Bibit unggul akan menghasilkan tanaman dengan kualitas yang baik pula.
Jika dulunya petani tidak bisa menentukan bibit mana yang akan menghasilkan
tumbuhan terbaik, kini dengan teknologi pertanian, hal tersebut bisa diketahui.
Penggunaan mesin pemilah bibit unggul ini banyak digunakan oleh perusahaa
penyedia bibit.
Misalnya saja pemilihan bibit jagung hibrida. Bibit jagung ini memiliki
kualitas yang terbaik, Tanaman yang akan dihasilkan akan memiliki kualitas
tonggol unggul dan biji jagung yang semakin banyak. Dengan adanya mesin
pemilah bibit unggul, tentu Anda sebagai petani tidak perlu lagi khawatir
menanam bibit dengan kualitas yang buruk.
d. Alat pengering kedelai
Teknologi pertanian ini sangat membantu Anda untuk mencegah
penurunan kualitas kedelai akibat proses pengeringan yang terlambat. Dengan alat
pengering ini, proses pengeringan kedelai yang biasanya berlangsung selama
delapan hari, bisa dipersingkat menjadi satu hari saja. Tak hanya itu saja, mesin
ini juga akan meningkatkan daya tumbuh benih kedelai hingga 90.3%.
e. Instalasi pengolah limbah
Limbah ternak seringnya tidak terkelola dengan baik oleh para petani.
Padahal, limbah ternak ini bisa dimanfaatkan untuk hal yang lebih baik. Daripada
mencemari lingkungan, lebih baik limbah ini digunakan untuk pupuk organik. Jika
Anda tidak memiliki banyak waktu untuk mengolah sendiri limbah menjadi
pupuk, ada instalasi pengolah limbah. Dengan mengggunakan instalasi pengolah
limbah, barang yang awalnya tidak bermanfaat bisa diubah menjadi pupuk
organik dan biogas.

5. Pendidikan Petani
Untuk mencukupi kebutuhan tenaga terampil bidang pertanian,
peternakan dan perkebunan yang secara intensif dilakukan oleh Pemerintah Hindia
Belanda di Jawa dan Sumatra dalam program cultur stelseels pada awal abad ke-19.
Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, maka di Bogor (Buitenzorg) didirikan beberapa

16
lembaga pendidikan menengah untuk bidang pertanian dan kedokteran hewan,
yakni Middlebare Landbouw Schooll, Middlebare Bosbouw
Schooll dan Nederlandssch Indische Veerleeen Schooll.
Bahan pangan sebagai salah satu kebutuhan primer manusia, sangat intensif
dijadikan kajian sebagai objek formal ilmu terapan dan ditopang dengan
tuntutan industri, terutama di negara maju. Kondisi ini melahirkan cabang bidang
ilmu teknologi pangan yang merupakan penerapan ilmu-ilmu dasar
(kimia, fisika dan mikrobiologi) serta prinsip-prinsip teknik (engineering), ekonomi
dan manajemen pada seluruh mata rantai penggarapan bahan pangan dari sejak
pemanenan sampai menjadi hidangan.
Berikut ini beberapa model pendidikan pertanian untuk petani yang dapat
membangun kemandirian petani (Damastuti dan Demang, 1998; Searca dan Pusat
Pengembangan Penyuluhan Pertanian, 2001), yaitu :
a. Studi petani.
Studi petani merupakan kegiatan belajar yang dilakukan oleh petani untuk
menjawab pertanyaan tentang objek yang dipelajari, yaitu kebutuhan petani
berdasarkan permasalahan yang dihadapi. Kegiatan dilakukan dengan cara
mengamati/melakukan penyajian, menganalisis, dan menarik kesimpulan. Tujuan
kegiatan ini adalah agar petani dapat menemukan sendiri jawaban atas
pertanyaan/permasalahan yang dihadapinya.
Agar studi petani berhasil dengan baik, harus mengandung prinsip-prinsip
sebagai berikut :
1) Petani berubah dari posisi sebagai objek menjadi subjek pembangunan
pertanian.
2) Petani berubah dari konsumen ilmu pengetahuan dan teknologi menjadi
produsen iptek pertanian.
3) Petani berubah dari sekedar penerima informasi menjadi penguji, penghasil
dan penyebar informasi.
4) Petani berubah dari petani asal terima saja (tidak kritis) menjadi kritis (selalu
menganalisa dan menguji informasi yang diterima).
5) Petani berubah dari bergantung pada kebijakan pertanian yang berasal dari
pemerintah menjadi dapat menentukan kebijakan pertanian sendiri.
Hal-hal penting yang harus diperhatikan dalam rancangan studi petani antara lain:

17
1) Pemahaman tentang adanya keragaman/variasi di alam, termasuk keragaman
dalam objek yang akan dipelajari (misalnya : dalam populasi walang sangit di
suatu lahan pun keragamannya cukup tinggi), oleh karena itu perlu ada
ulangan dalam perlakuan studi.
2) Pemahaman tentang konsep perlakuan dan kontrol (jika studi merupakan studi
eksperimen).
3) Pemahaman tentang pengamatan. Terkadang kesimpulan yang ditarik menjadi
salah karena pengamatan yang kurang hati-hati dan teliti, atau waktu
pengamatan tidak tepat (misalnya pengamatan populasi ulat grayak pada
tanaman hanya dilakukan pada siang hari, dimana kebanyakan ulat tersebut
bersembunyi di celah-celah tanah atau dibawah tumpukan daun, sehingga
disimpulkan bahwa populasinya sangat sedikit), kesimpulan ini kurang tepat.
Gerakan studi petani dapat dilakukan dengan berbagai cara, diantaranya
sebagai berikut :
1) Studi pengamatan, yaitu studi tentang suatu objek yang dilakukan dengan cara
mengamati objek apa adanya, sesuai dengan keadaannya saat itu, tanpa
memberikan perlakuan terhadap objek tersebut. Contoh : studi tentang siklus
hidup suatu serangga.
2) Studi percobaan, yaitu studi tentang suatu objek ang dilakukan dengan
memberikan satu atau lebih perlakuan kepada objek yang diamati, untuk
melihat pengaruh perlakuan terhadap objek tersebut. Contoh : studi tentang
perlakuan pestisida nabati terhadap tanaman sawi.
3) Studi penemuan, yaitu studi untuk menemukan sesuatu yang baru yang belum
diketahui sebelumnya/hal yang belum pernah ada dan merupakan kreasi baru
petani. Contoh : studi untuk menemukan berbagai teknis pengendalian tikus
yang efektif di suatu lokasi.
4) Studi pengembangan, yaitu studi untuk mengembangkan hasil studi
sebelumnya (yang sudah terbuki benar/sesuai untuk kondisi setempat) menjadi
lebih rinci atau menjadi sesuatu yang dapat diterapkan. Contoh : setelah
mengetahui pupuk bokashi baik untuk pertumbuhan tanaaman, dilakukan studi
lanjutan untuk mengetahui kisaran dosis bokashi yang paling baik untuk
tanaman tersebut dan di lokasi tersebut.
5) Studi pengujian, yaitu studi untuk menguji kebenaran/kesesuaian suatu
informasi ilmu pengetahuan dan teknologi yang berasal dari pihak lain. Contoh

18
studi untuk menguji apakah urea tablet cocok untuk tanaman setempat dan
kondisi lahan serta pengairan setempat.
Cara menganalisis dan menyimpulkan hasil studi dilakukan dengan cara
sederhana. Dalam hal ini perlu pengarahan dan bimbingan dari penyuluh/peneliti
di lapangan. Jangan sampai petani salah dalam menganalisis hasil studinya. Bila
hal ini terjadi dan dibiarkan maka hasil yang diperoleh bukan peningkatan kualitas
petani, tetapi malah sebaliknya.

b. Sekolah lapangan (SL).


Sekolah lapangan (SL), yaitu proses belajar yang dilaksanakan di lahan
petani, di lingkungan keluarga/masyarakat setempat. Lahan usahatani digunakan
selama proses belajar sekolah lapangan merupakan metode pembelajaran yang
sangat efektif untuk mempelajari budidaya tanaman yang dipengaruhi oleh
ekosistem setempat dan berbeda dari suatu tempat dengan tempat lain.
Sekolah Lapangan merupakan entry point untuk pengembangan Sumber
Daya manusia yang lebih mendalam, dengan desain strategi sebagai berikut: (a)
Mengembangkan petani mampu memahami proses dan mengelola Pelatihan, (b)
Mengembangkan petani mampu mengelola pengorganisasian dan Jaringan Kerja,
dan (c) Mengembangkan Sains petani agar mampu memecahkan masalah-masalah
yang dihadapi oleh mereka.
Petani setempat perlu juga dipersiapkan sebagai pemandu lapangan dalam
Sekolah Lapangan (SL). Alasan memilih petani setempat sebagai pemandu
kegiatan, adalah:
1) Petani pemandu bersama petani setempat lebih paham permasalahan,
kebutuhan, dan kekuatan yang ada di desanya.
2) Proses pelaksanaan kegiatan lebih "hidup" karena antara pemandu dan peserta
bisa lebih akrab tanpa jarak.
3) Petani peserta kegiatan dapat setiap saat berhubungan dengan pemandunya
karena keduanya hidup berdampingan.
4) Petani pemandu sendiri, adalah seorang yang berpengalaman dalam bidang
kehidupannya pertanian, misalnya yang dapat membantu membangkitkan
kepercayaan diri peserta.

19
5) Petani pemandu bersama peserta lebih mudah menentukan langkah-langkah
selanjutnya (kegiatan tindak lanjut) setelah program berakhir. (Anugrah,
2000).
6) Proses belajar sekolah lapangan dilaksanakan melalui tahap-tahap AKOSA
(Alami, Kemukakan, Olah, Simpulkan dan Aplikasi). Sekolah lapangan perlu
dilaksanakan supaya :
7) Petani memiliki kesempatan mengidentifikasi kebutuhan ilmu dan
keterampilannya dalam melaksanakan usahataninya.
8) Petani belajar untuk menambah ilmu dan keterampilan untuk memecahkan
masalah yang dihadapinya ditempat yang sesuai dengan keadaan dan masalah
yang dihadapi sehari-hari.
9) Petani mampu menganalisa dan mengambil yang rasional tentang tindakan
yang akan dilaksanakan untuk memecahkan masalah dan memperbaiki
usahataninya berdasarkan hasil pemantauan lapangan.
10) Para petani mampu bekerja sama dalam proses belajar untuk meningkatkan
produktifitas usahataninya secara berkelanjutan.
Sekolah lapangan (SL) bertujuan untuk memberikan kesempatan pada
petani agar mampu mengidentifikasi kebutuhan, memecahkan masalah,
menganalisis, dan mengambil keputusan yang rasional dengan menerapkan ilmu
dan keterampilan dalam melaksanakan usahataninya. Disamping itu, petani
diharapkan juga mampu bekerjasama untuk meningkatkan produktivitasnya.
c. Wadah belajar usaha petani.
Wadah belajar usaha petani adalah “wadah tanpa batas” sebagai sarana
belajar para petani untuk mengembangkan potensi dan peran mereka. Proses
belajar “dari, oleh, dan untuk petani”. Kegiatan dari wadah belajar usaha petani
adalah : pengembangan lahan belajar petani, laboratorium mini, pengembangan
dokumentasi dan media petani, pengembangan pertanian organik, belajar bersama
dann pengembangan jaringan usaha.
Visi wadah belajar usaha petani adalah “kemerdekaan bertani” :
1) Kemerdekaan untuk mengelola sumberdaya alam yang dimiliki oleh wilayah
setempat.
2) Kemerdekaan dalam mengembangkan potensi dirinya dan berperan aktif pada
pengembangan pertanian.

20
3) Kemerdekaan mengelola usahatani berdasarkan keputusan yang diambil oleh
petani sendiri.
4) Kemerdekaan mengembangkan usahatani sesuai dengan kondisi dan potensi
wilayah setempat.
5) Kemerdekaan membangun kerjasama diantara petani dan dengan pihak lain.

6. Modal
Permodalan merupakan salah satu faktor produksi penting dalam usaha
pertanian (Mosher, 1978). Namun, dalam operasional usahanya tidak semua petani
memiliki modal yang cukup. Aksesibilitas petani terhadap sumber-sumber
permodalan masih sangat terbatas, terutama bagi petani-petani yang menguasai lahan
sempit yang merupakan komunitas terbesar dari masyarakat perdesaan. Nurmanaf
(2007) dan Syukur (2008) berpendapat bahwa petani sulit mendapatkan akses dari
bank karena tidak dapat memenuhi ketentuan perbankan dan juga karena alokasi
kredit untuk sektor pertanian relatif kecil yaitu sekitar 6 persen.
Hal ini senada dengan pendapat Hendayana et al. (2009) bahwa permasalahan
mendasar yang dihadapi petani adalah lemahnya permodalan sementara aksesibilitas
terhadap sumber permodalan, pasar dan teknologi (Kushartanti et al., 2011) serta
organisasi tani masih lemah. Rendahnya penguasaan modal ini menyebabkan tingkat
adopsi teknologi di tingkat petani menjadi rendah, yang akhirnya berakibat rendahnya
produktivitas usahatani (Omobolanle dan Olu, 2006) Dengan demikian tidak jarang
ditemui bahwa kekurangan modal menjadi penghambat bagi petani dalam
menerapkan teknologi secara utuh (Bagheri et al., 2008) dan mengembangkan
usahataninya.
Permodalan pertanian dalam bertani, ada beberapa aspek yang perlu
diperhatikan seperti modal awal, saprotan (sarana produksi pertanian), teknik
budidaya, dan juga pemasaran. Permodalan sangat penting karena perannya dalam
penyediaan lahan, biaya operasional untuk budidaya, distribusi komoditas pertanian,
dan lain sebagainya. Namun, fakta di lapangan masih banyak petani yang kurang
mendapatkan akses modal yang baik.
Menurut Slamet Edi Purnomo selaku Deputi Komisioner Pengawas Perbankan
III Otoritas Jasa Keuangan (OJK), sebenarnya infrastruktur yang mendukung
pertanian telah memadai, tapi kebijakan yang ada belum diterapkan dengan baik.
Sebagai contoh, kehadiran Kredit Usaha Tani (KUT) dan Kredit Usaha Rakyat (KUR)

21
dirasa belum maksimal. Realisasi penyaluran KUR di sektor pertanian juga masih di
bawah 7 persen.
Secara umum, poin-poin permasalah permodalan pertanian mencakup:
a. Klaim KUR yang sulit karena prosesnya tidak sederhana
b. Perbankan tidak mau menyalurkan kredit karena tidak memiliki jaminan,
penghasilan tetap, dan sertifikat kepemilikan tanah
c. Penyaluran bantuan ke kelompok tani yang tidak tepat
d. Permodalan dengan bunga yang dirasa masih cukup tinggi atau pembagian rasio
hasil keuntungan yang kurang adil dengan investor
e. Kurangnya sosialisasi dan penerapan asuransi pada pertanian

Melihat kondisi tersebut, pemerintah berupaya mengatasi permasalahan yang


berakar dari kesulitan permodalan ini, salah satunya dengan meluncurkan Program
Pengembangan Usaha Agribisnis Pertanian (PUAP), yang dimulai sejak tahun 2008.
Program PUAP merupakan terobosan Kementerian Pertanian yang bertujuan untuk:
(1) mengurangi kemiskinan dan pengangguran melalui penumbuhan dan
pengembangan kegiatan agribisnis di perdesaan sesuai dengan potensi wilayah, (2)
meningkatkan kemampuan pelaku usaha agribisnis, pengurus Gapoktan, Penyuluh
dan Penyelia Mitra Tani (PMT), (3) memberdayakan kelembagaan tani dan ekonomi
perdesaan untuk pengembangan kegiatan usaha agribisnis, dan (4) meningkatkan
fungsi kelembagaan ekonomi petani menjadi jejaring atau mitra lembaga keuangan
dalam rangka akses permodalan (Kementerian Pertanian, 2010). Pada dasarnya
program PUAP mengemban misi memberdayakan masyarakat perdesaan secara
partisipatif dalam upaya meningkatkan kesejahteraannya.
Dalam operasionalnya program ini menyediakan fasilitasi dana Bantuan
Langsung Masyarakat (BLM), sebagai tambahan modal usaha untuk mendukung
gabungan kelompok tani (Gapoktan). Sasarannya adalah petani anggota, pemilik,
penggarap, buruh tani maupun rumah tangga tani. Dengan fasilitasi modal melalui
PUAP ini diharapkan mendorong terbentuknya Lembaga Keuangan Mikro Agribisnis
(LKM-A).
Keberadaan LKM-A menjadi salah satu solusi dalam mengelola keuangan dan
pembiayaan sektor pertanian, utamanya untuk agribisnis berskala kecil di perdesaan
(Hermawan dan Andrianyta, 2012; Hendayana et al., 2008). Lembaga ini berperan
menyalurkan pinjaman modal usahatani untuk mengatasi keterbatasan modal, karena

22
jasanya relatif kecil sehingga mengurangi ketergantungan petani kepada pelepas uang
(rentenir) (Ashari, 2009). Tambahan modal usahatani secara normatif akan
meningkatkan kemampuan petani menggunakan teknologi sehingga mendorong
peningkatan produktivitas usahatani, yang pada gilirannya akan meningkatkan
pendapatan usahatani, bahkan lebih luas lagi terhadap kesejahteraan petani.

7. Kendala Substansi
Pertanian adalah salah satu sektor paling berpengaruh yang menempati posisi
kedua terhadap perekonomian Indonesia. Banyak tanah di Indonesia yang diajdikan
lahan pertanian karena tanahnya subur dan iklim yang cocok untuk bercocok tanam.
Beragam tanaman budidaya yang membuat posisi sektor pertanian diatas sektor-
sektor lainnya. Bahkan negara membuat target khusus, yaitu melalui sektor pertanian
Indonesia mampu menjadi lumbung pangan dunia pada tahun 2045. Oleh karena itu
sektor pertanian harus berjuang dalam mewujudkan target tersebut, Besarnya
kedudukan sektor pertanian dalam dunia perekonomian Indonesia tidak membuatnya
terlepas dari beragam masalah yang harus dihadapi
Sudah menjadi rahasia umum jika nasib petani kita saat ini sangatlah miris.
Sekalipun kita kenal bahwasanya negara yang sedang tidak baik-baik saja ini
merupakan negara agraris yang lahan tanahnya yang terhampas luas. Hanya saja
petani kita yang guram masih dapat menyuarakan keresahan mereka melalui perayaan
hari tani nasional. Dimana setiap tahunnya perayaan ini diperingati pada tanggal 24
september. Peringatan hari tani nasional sendiri menjadi satu-satunya bentuk apresiasi
yang masih tersisa hingga saat ini. Penetapan hari tani nasional sendiri berdasarkan
ketetapan presiden soekarno lewat undang-undang no.5 tahun 1960 tentang peraturan
dasar pokok-pokok agraria atau UUPA1960.
Permasalahan sektor pertanian adalah problematic yang menyangkut tentang
berbagai kebijakan,metode serta Teknik budidaya dibidang agrarian. Ada beberapa
bentuk permasalahan yang terjadi disektor pertanian Indonesia.
a. Pertanian dipandang sebelah mata
Stigmatisasi masyarakat masih banyak menganggap bahwa pertanian
hanya berujung kepada mencangkul saja. Sehingga terkesan sektor pertanian
adalah jorok dan miskin. Citra sektor pertanian yang tampak kotor dan miskin
didasari oleh tidak adanya bukti kuat yang mengatakan bahwa bertani itu

23
menjanjikan. Bukan berarti seluruh petani itu miskin. Namun, kebanyakan
ekonomi petani masih termasuk kelas menengah ke bawah.
b. Krisis regenerasi petani muda
Rendahnya minat regenerasi muda untuk terjun ke dunia pertanian terlihat
dari statistik sebesar 61% petani berusia >45 tahun. Padahal, generasi muda
adalah generasi penerus sekaligus kunci keberhasilan sektor pertanian. Jika tidak
segera ditangani, ketahanan pangan nasional akan sulit dicapai bangsa ini. Salah
satu program yang mulai banyak digerakkan adalah modernisasi pada pertanian
itu sendiri sehingga tampak lebih baik. Pertanian digital adalah hal yang menarik
untuk mengubah citra pertanian menjadi bisnis yang menarik.
c. Rantai niaga yang merugikan petani
Kesenjangan pembagian keuntungan yang didapat antara petani dan
distributor, petani yang paling banyak dirugikan. Hasil yang didapat tidak
sebanding dengan resiko yang dialami petani. Kondisi demikian yang
menyebabkan pekerjaan sebagai petani tampaknya tidak menjanjikan.
Keuntungannya tak seberapa, belum lagi dihitung dengan kerugian ketika cuaca
tidak mendukung ataupun serangan hama. Untuk itu, diperlukan sarana yang
mampu memotong rantai perniagaan yang cukup panjang untuk komoditas
pertanian. Harapannya, petani mampu menyediakan produknya secara langsung
ke konsumen sehingga keuntungan yang diperoleh petani pun meningkat.
d. Teknik budi daya kurang presisi
Presisi yang dimaksud di sini adalah bertani dengan teknik yang benar dan
tepat guna. Di lapangan, pertanian dilakukan berdasarkan naluri dan pengalaman.
Jarang sekali petani di Indonesia yang berasal dari kalangan terdidik yang sudah
memiliki bekal pengetahuan yang cukup tentang pertanian. Misalnya, pemberian
pupuk dengan dosis yang tepat, penanganan hama yang benar, ataupun proses
pasca panen yang seharusnya dilakukan sehingga nilai jual produk lebih tinggi.
Selain itu, benih yang digunakan sebagai bahan tanam bukanlah benih
bersertifikat.
Idealnya, pemerintah melalui kelembagaan pertanian melengkapi
pengetahuan masyarakat tani dengan menurunkan penyuluh pertanian. Benar,
program ini sudah berjalan. Namun, tak jarang pula, penyuluh kurang menguasai
masalah pertanian itu sendiri. Alhasil, petani pun bersikeras dengan pengetahuan
yang dimilikinya

24
e. Modal bagi petani
Kesulitan yang juga sering menimpa petani adalah mencari modal. Usaha
tani yang tidak bisa memberikan kepastian, yakni bergantung pada alam,
menyebabkan pemberi kredit enggan mengeluarkan uang kepada wirausahawan di
bidang pertanian.
f. Alih fungsi lahan
Banyak terjadi di pulau Jawa, padatnya penduduk dengan tingkat
kebutuhan yang tingi menyebabkan lahan-lahan pertanian diubah menjadi
perumahan dan gedung-gedung bertingkat. Produktivitas yang tidak seberapa
ditambah dengan lahan yang semakin sempit menyebabkan perekonomian petani
semakin terhimpit.

8. Kendala Kelembagaan
Berikut beberapa kendala yang dihadapi :
a. Agro input dan fluktuasi harga produk usaha tani, :
Keterbatasan kelembagaan pertanian menjangkau sarana produksi karena
harga yang tinggi dan fluktuatif; stagnasi inovasi teknologi (misal dosis pupuk
yang tepat dan pengendalian hama yang efektif); kelangkaan benih berkualitas;
dan kelangkaan tenagakerja pertanian; serta fluktuasi harga yang merugikan
lembaga pertanian. Penyuluhan perlu memberdayakan petani agar dapat
mengatasi masalah-masalah tersebut.
b. Agro-ekologi
Keragaman kesuburan dan agroklimat setempat; kejenuhan lahan terhadap
suatu komoditi tertentu (seperti padi yang dikelola secara terus menerus tanpa
melalui proses pengeringan lahan dengan tanaman yang tidak memerlukan
perendaman tanah seperti palawija); pengaturan irigasi berkaitan dengan
kepentingan sektor lain, dan kelangkaan teknologi pemulihan kesuburan yang
efektif. Perubahan siklus iklim, pemilihan komoditas untuk diusahakan yang tidak
mengganggu sustainabilitas lembaga pertanian di setiap daerah, dll.
c. Ketersediaan sarana dan prasarana pertanian.
Bagaimana memberdayakan petani agar dapat mengurangi
ketegantungannya pada pihak lain dalam menyediakan sarana dan prasarana
pertanian. Solusinya tentu dengan mendirikan koperasi Usaha tani untuk
membeckup,atau mendukung serta memenuhi kebutuhan sarana dan prasarana

25
kelembagaan pertanian selain itu dibutuhkan dukungan kebijakan pemerintah.
sumberdaya manusia (SDM) dan kelembagaannya.
Petani pada saat ini berada pada pihak yang terjepit dan lemah. Petani
(misalnya di Jawa) telah cukup responsif terhadap inovasi yang menurutnya
berpeluang lebih menjanjikan peningkatkan produktivitas dan pendapatannya,
namun inovasi untuk itu dirasakannya langka. Ketergantungan pada dukungan
inovasi pada peran aparat dan lembaga penyuluhan sebagai sumber inovasi cukup
besar atau tingkat kemandirian belajar anggota lembaga pertanian (keaktifannya
mencari inovasi sendiri) menjadi lemah. Sumber inovasi kurang tersedia secara
lokal. Kelembagaan petani saat ini masih kurang menempatkan petani sebagai
pengambil keputusan dalam usahataninya, karena dominasi pengaruh intervensi
pihak luar petani terhadap kelompok tani. Petani dihadapkan pada berbagai
kelompok binaan yang dibentuk dari atas dan untuk kepentingan atas, sehingga
posisi petani lemah dalam pengambilan keputusan kelompok. Akibatnya
kelompok seperti itu menempatkan petani sebagai obyek, serta menyebabkan
kelompok seperti itu tidak mengakar atau melembaga pada petani. Petani juga
lemah dalam posisi tawar-menawar pada kelembagaan pasar hasil usahatani yang
ada, karena kegiatan penyuluhan masih terkonsentrasi pada aspek produksi.
d. Penyuluhan pertanian
Penyuluhan pertanian mengalami degradasi baik dalam peran maupun
fungsinya, dimulai sejak diterapkannya penyuluhan dengan pendekatan
monovalen (sejak tahun 1986) dan puncaknya ketika pembinaan kelembagaan
penyuluhan diserahkan ke Daerah, namun tidak diikuti dengan penyerahan
anggarannya (sejak tahun 1991). Penyuluh menjadi terkotak-kotak secara
sektoral, pendekatan penyuluhan seperti itu bahkan sampai saat ini dinilai masih
belum sesuai dengan kebutuhan petani. Keserasian antar penyuluh dalam satu
kesatuan lembaga penyuluhan terganggu, sehingga kelompok penyuluh dalam
BP3K menjadi kurang dinamis dan koordiniasi penyuluhan secara substansial
menjadi sangat melemah. Pembinaan terhadap penyuluh pun (melalui Latihan
dan Kunjungan) telah berbeda dengan konsepnya, sehingga lemahnya pembinaan
itu juga telah melemahkan kesinambungan dalam pengembangan inovasi bagi
lembaga pertanian . Kemampuan penyuluh melemah selain disebabkan oleh faktor
pengkotakan dalam kelembagaan penyuluhan, juga disebabkan oleh kurangnya
fasilitas penyuluh untuk menjangkau petani. Pada saat ini lembaga pertanian

26
merasa kurang berperan dalam pengambilan keputusan rencana definitif
kebutuhan kelompok (RDKK dan RDK), sehingga penerapan program-program
lembaga pertanian tidak atau kurang menggambarkan aspirasi petani dan lebih
diwarnai oleh kepentingan-kepentingan pihak tertentu di luar lembaga pertanian.
Pada awal masa otonomi daerah kelembagaan penyuluhan pertanian mengalami
perubahan struktur yang beraneka ragam diberbagai daerah, namun mutu
kinerjanya belum kelihatan secara signifikan.
e. Kebutuhan Petani sebagai Produsen dan Pelaku Agrobisnis.
Lembaga pertanian khususnya di daerah komoditi padi dan palawija sudah
semakin kritis dalam merasakan dan menilai bahwa dirinya menjadi obyek dari
proyek-proyek pembangunan pertanian, yang menurut mereka lebih
mementingkan pencapaian target produksi nasional atau daerah, dan target
administratif penggunaan anggaran. Lembaga pertanian merasa ingin lebih
berperan dalam pembangunan pertanian dan menghimbau agar pemberdayaan
penyuluhan lebih serius sehingga kondusif bagi pengembangan kemandirian
petani (pemberdayaan kelembagaan di tingkat petani). Kenyataan menunjukkan
bahwa lembaga pertanian umumnya bukanlah sekedar produsen komoditas
pertanian, tetapi sekaligus juga sebagai pelaku agrobisnis. Statusnya sebagai
pelaku agrobisnis ini dimasa mendatang harus lebih diberdayakan. Kalau ini
dilakukan dengan tepat dan baik, maka ini benar-benar akan menjadikan lembaga
pertanian kita meningkat kemandiriannya dan sekaligus dapat menjamin
ketahanan pangan nasional.
f. Kebutuhan akan informasi guna mengatasi masalah agrobisnis setempat
Potensi masing-masing lembaga pertanian pada tiap daerah untuk
mengembangkan agrobisnis sangatlah berbeda-beda. Oleh karena itu untuk
mengembangkan penyuluhan yang menunjang berkembangnya agrobisnis, perlu
mengkaji dengan teliti lebih dahulu potensi masing-masing daerah. Sehingga
keragaman materi penyuluhan harus dimungkinkan artinya perlu ada riset
pengembangan dan peningkatan produksi pertanian dengan berdasarkan komoditi
unggulan masing masing daerah atau secara spesifik lokasi.
g. Pembentukan Kelompok Tani Baru yang orentasinya Cuma Untuk mendapatkan
bantuan saja tetapi tidak aktif (Kelompok Siluman)
Maraknya pembentukan kelompok siluman yang sifatnya sementara dan
berorientasi bantuan semata sangat meresahkan kelompok / Lembaga Pertanian

27
yang sudah ada dan selalu aktif sehingga mendesak pemerintah daerah selaku
pembuat kebijakan untuk menerapkan standarisasi pembentukan kelompok
Pertanian baru baik berdasarkan wilayah atau lokasi lahan garapan dalam satu
hamparan dan benar benar ada, selain itu solusi dari masalah tersebut adalah
memperketat seleksi kelompok/lembaga pertanian penerima bantuan sehingga
benar benar menyalurkan bantuan yang tepat sasaran guna meningkatkan
produktivitas dan kesejahteraan lembaga atau kelompok Gapoktan yang betul
betul aktif.

28
BAB III
PENUTUP

1. Kesimpulan
Beberapa kendala atau hambatan dalam membangun agribisnis yang ada di
Indonesia :
a. Iklim tidak bisa dikendalikan sehingga perlu membangun strategi dalam
membangunagribisnis.
b. Kurangnya modal bagi para pelaku agribisnis.
c. Infrastruktur yang belum berkembang dengan baik sehingga menghambat
distribusi dalam pemasaran.
d. Kurangnya pendampingan agribisnis bagi para pelakunya secara profesional.
e. Kurangnya partisipasi masyarakat dalam membangun agribisnis dan
minimnya pengetahuan dalam pengembangan agribisnis sebagai pelaku
utama.

Peranan agribisnis sektor pertanian misalnya dalam penyediaan bahan


pangan. Ketersediaan berbagai ragam dan kualitas pangan dalam jumlah pada
waktu dan tempat yang terjangkau masyarakat merupakan prasyarat penting bagi
keberhasilan pembangunan di Indonesia. Sejarah modern Indonesia
menunjukkan bahwa krisis pangan secara langsung mempengaruhi kondisi sosial,
politik, dan keamanan nasional.

29
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2006. Undang-undang Nomor 16 Tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian,
Perikanan, Dan Kehutanan.

Baharsjah, S. 1991. Rencana Pembangunan Agribisnis dalam Pembangunan Jangka Panjang


Tahap Kedua. Makalah sebagai pengantar Diskusi di Deptan RI (tidak
dipubilkasikan).

Departemen Pertanian. 2001. Penyuluhan Pertanian. Yayasan Pengembangan Sinar Tani.


Jakarta.

Esman, Milton J. 1986. “Unsur-unsur dari Pembangunan Lembaga” dalam Pem- bangunan
Lembaga dan Pembangunan Nasional: dari Konsep ke Aplikasi. Editor J.W. Eaton. UI
Press. Jakarta. Hal 21 – 46.

Kementerian Perdagangan RI. 2015. Kesiapan Indonesia Menghadapi Asean Economic


Community 2015 Khususnya Bidang Pertanian. Makalah Seminar Disampaikan
dalam Acara Rapat Kerja PERHEPI dan Seminar Nasional “Pertanian Indonesia dan
MEA 2015” di Makassar, 22 Januari 2015.

Krisnamurthi, Bayu. 2001. Agribisnis. Yayasan Pengembangan Sinar Tani. Jakarta.


. 2014. Kebijakan Untuk Petani: Pemberdayaan untuk Pertumbuhan dan Pertumbuhan
yang Memberdayakan. PERHEPI. Makalah Utama Konferensi Nasional XVII dan
Kongres XVI Perhimpunan Ekonomi Pertanian Indonesia (PERHEPI). 28 Agustus
2014. Bogor.

Kusnadi, Nunung. 2010. ‘Agribisnis dalam perspektif pendidikan tinggi’ dalam Refleksi
Agribisnis. Bayu Krisnamurthi, Rachmat Pambudy, dan Frans BM Dabukke (Eds).
IPB Press. Bogor.

Margono Slamet : Pola & Strategi Penyelenggaraan Penyuluhan Pertanian (1995).

Saliem, Handewi Purwati dan Sri Hery Susilowati. 2015. Pertanian Indonesia dan Masyarakat
Ekonomi ASEAN 2015. Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian, Badan
Litbang Kementan RI. Makalah Seminar Disampaikan dalam Acara Rapat Kerja
PERHEPI dan Seminar Nasional “Pertanian Indonesia dan MEA 2015” di Makassar,
22 Januari 2015.

Saragih, Bungaran. 2001. Pembangunan Sistem Agribisnis di Indonesia dan Peranan Public
Relation. Makalah disampaikan pada seminar ‘Peranan Public Relation dalam
Pembangunan Pertanian” yang diselenggarakan oleh Program Pascasarjana PS.
KMP IPB. 19 April 2001. Bogor.

Van den Ban, A.W dan H.S. Hawkins. 1999. Penyuluhan Pertanian. Terjemahan oleh A.D.
Herdiasti. Kanisius. Yogyakarta. Verhagen, Koenraad. 1996. Pengembangan
Keswadayaan: Pengalaman LSM di Tiga Negara. Terjemahan. Puspa Swara. Jakarta.

https://www.scribd.com/document/393668018/Kendala-Agribisnis-Di-Indonesia

30
https://diskominfo.kaltimprov.go.id/perkebunan/kelembagaan-petani-perlu-perhatian-
bersama

https://tanjungmeru.kec-kutowinangun.kebumenkab.go.id/index.php/web/artikel/4/547

https://www.biopsagrotekno.co.id/permodalan-pertanian/

https://bakri.uma.ac.id/peran-pendidikan-dalam-peningkatan-produktivitas-pertanian/

https://www.ngadipuro-widang.desa.id/artikel/2021/6/12/5-teknologi-pertanian-yang-
diterapkan-di-indonesia

31

Anda mungkin juga menyukai