Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

“POTENSI PENGEMBANGAN KERBAU


POTONG DI INDONESIA”

DISUSUN OLEH :
KHAIRIZUL FAJRI

Dosen Pengampu : M. Zaki, S.Pt.M.Si

JURUSAN S1 PETERNAKAN
UNIVERSITAS PAHLAWAN
TUANKU TAMBUSAI
RIAU
2022
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Panyayang, Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami
dapat menyelesaikan makalah tentang “Potensi Pengembangan Kerbau Potong di
Indonesia”.
Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca, Untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk
maupun menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi. Penulis menyadari
bahwa makalah ini belumlah sempurna. Oleh karena itu, saran dan kritik yang
membangun dari rekan-rekan sangat dibutuhkan untuk penyempurnaan makalah
ini.

Bangkinang, Desember 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.........................................................................................................i

DAFTAR ISI......................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN...................................................................................................1

A. Latar Belakang..........................................................................................................1

B. Rumusan Masalah.....................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN....................................................................................................3

A. Populasi Ternak........................................................................................................3

B. Usaha Ternak Kerbau...............................................................................................4

C. Potensi Pakan, Teknologi, SDM, dan Permintaan ternak.........................................4

1. Potensi Pakan......................................................................................................4

2. Teknologi.............................................................................................................5

3. Sumber Daya Manusia........................................................................................6

4. Permintaan Ternak..............................................................................................8

D. Pengembangan Ternak..............................................................................................8

BAB III PENUTUP..........................................................................................................11

A. Kesimpulan.............................................................................................................11

DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................................12

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Ternak kerbau merupakan ternak asli daerah tropis yang sangat sesuai
dengan sebagian besar kondisi lahan di Provinsi Riau. Ternak kerbau merupakan
hewan semi akuatik yang memiliki sedikit kelenjer keringat sehingga tidak tahan
terhadap terik panas matahari (Endang dan Bustami, 2008). Oleh karena itu
kerbau selalu memerlukan suatu tempat khusus seperti kubangan air dan
lumpur untuk menjaga kelangsungan fisiologis tubuhnya. Pipiana etal., (2010)
menyatakan ternak kerbau adalah salah satu jenis ternak ruminansia Indonesia
yang berdasarkan aspek nutrisi dan fisiologisnya tidak jauh berbeda dengan sapi,
sehingga ternak ini cocok dan dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan produksi
daging nasional.
Salah satu kelebihan kerbau yang dipercayai adalah kemampuannya untuk
mencerna pakan yang mengandung serat kasar tinggi, seperti jerami padi yang
tersedia melimpah saat musim panen dan dapat disimpan sebagai cadangan pakan
dimusim kemarau. Devendra (1987) menyatakan bahwa kerbau memiliki
kemampuan mencerna pakan bermutu rendah yang lebih efisien dari pada sapi.
Hal ini diduga erat kaitannya dengan lambannya gerakan makan didalam saluran
pencernaan kerbau sehingga makanan tersebut dapat diolah lebih lama dan
penyerapan zat gizinya akan lebih banyak. Oleh karena itu, jarang sekali
ditemukan kerbau kurus walaupun dengan ketersediaan pakan seadaanya (Jamal,
2007).
Ternak kerbau sebagai salah satu sumber protein hewani penghasil daging
memiliki potensi yang sangat besar untuk dikembangkan. Ditinjau dari segi
peranannya, potensi lahan dan sosial budaya masyarakat maka ternak kerbau
cukup potensial untuk dikembangkan. Karena itu informasi mengenai faktor-
faktor yang berhubungan dengan usaha pengembangan ternak kerbau sangat
diperlukan.
Berdasarkan hal tersebut, maka telah dilakukan penelitian tentang
“Potensi Pengembangan Kerbau Potong Di Indonesia.”

1
B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas maka masalah yang akan dibahas yaitu :

1. Populasi ternak

2. Usaha ternak kerbau

3. Potensi pakan, teknologi, SDM, dan permintaan ternak

4. Pengembangan ternak

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Populasi Ternak
Populasi kerbau di Indonesia sebanyak 1,19 juta ekor pada 2021. Jumlah ini
meningkat 3,04% dibandingkan pada tahun sebelumnya yang sebanyak 1,15 juta ekor.
Populasi Kerbau di Indonesia
(2011-2021)

Sumber: Badan Pusat Statistik

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, populasi kerbau di Indonesia sebanyak


1,19 juta ekor pada 2021. Jumlah ini meningkat 3,04% dibandingkan pada tahun
sebelumnya yang sebanyak 1,15 juta ekor. Melihat trennya, populasi kerbau di
Indonesia mengalami fluktuasi dalam satu dekade terakhir. Jumlah kerbau di
Indonesia pernah mencapai angka tertingginya pada 2012, yakni 1,44 juta ekor.
Namun, populasi kerbau sempat mencapai jumlah terendahnya sebanyak 894.278
ekor pada 2018. Jumlah itu kembali naik pada 2019 hingga tahun lalu.
Adapun, populasi kerbau di Indonesia paling banyak berada di Nusa Tenggara
Timur, yakni 190.833 ekor pada 2021. Sulawesi Selatan berada di posisi kedua
dengan jumlah kerbau sebanyak 122.012 ekor.  Setelahnya ada Nusa Tenggara Barat
dengan 116.457 ekor. Di Nusa Tenggara Barat dan Aceh, populasi kerbau masing-
masing sebanyak 116.457 ekor dan 104.706 ekor. Lebih lanjut, produksi daging
kerbau di Indonesia mencapai 20.972,29 ton pada 2021. Jumlah ini naik 13,2%
dibanding tahun sebelumnya yang sebanyak 18.526 ton. Produksi daging kerbau
terbesar berasal dari Aceh yang mencapai 2.418,75 ton. Posisi kedua ditempati oleh
Nusa Tenggara Timur dengan 2.148 ton.

3
B. Usaha Ternak Kerbau
Potensi ternak kerbau secara nasional adalah cukup penting. Pada tahun 1979,
jumlah peternak diperkirakan sekitar satu juta petani dengan rata-rata pemilikan 2,4
ekor per usahatani. Proporsinya tercatat 21 persen terhadap total ternak secara
keseluruhan, termasuk babi dadn unggas. Permasalahan pokok yang dihadapi
peternakan kerbau di Indonesia adalah menurunnya populasi ternak. Secara umum
penyebabnya adalah kurang berkembangnya teknologi peternakan, dampak
pembangunan ekonomi termasuk pembangunan dalam sektor pertanian, merosotnya
daya dukung lingkungan di Jawa, dan faktor sosial budaya masyarakat. Sudah saatnya
perhatian yang serius dalam bidang penelitian dan pengembangan ditujukan pada
jenis ternak ini yang disesuaikan dengan daya dukung wilayah pengembangannya.
Hanya penemuan teknologi yang tetap guna dan tepat sasaran yang akan bisa
menyelamatkan ternak kerbau dari kemunduran mutu genetis dan populasinya.
Respon positip dari para peternak tidak perlu diragukan, mengingat jenis ternak ini
mempunyai fungsi yang luas bagi pemiliknya.
Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan (PKH) Kementerian Pertanian, I
Ketut Diarmita mengatakan melihat adanya potensi besar pengembangan ternak
kerbau di Indonesia. Menurutnya, kerbau merupakan ternak alternatif yang bisa
memenuhi kebutuhan daging masyarakat. Selain itu, kerbau juga mudah dipelihara,
dan kerbau dapat memanfaatkan rumput berkualitas rendah serta menghasilkan berat
karkas yang memadai.

C. Potensi Pakan, Teknologi, SDM, dan Permintaan ternak


1. Potensi Pakan
Ketersediaan lahan untuk pemeliharaan merupakan faktor penting dalam
pemeliharaan ternak kerabu. Ketersediaan lahan masih memberikan pengaruh
yang erat terhadap sistem pemeliharaan yang dilakukan peternak. Dengan sistem
pemeliharaan yang didominasi oleh sistem dikandangkan dan dilepaskan
(semiintensif) dan dilepaskan sama sekali (ekstensif) menunjukkan masih
tersedianya lahan untuk pemeliharaan kerbau di Indonesia.
Kerbau rawa atau lumpur memiliki kesukaan berendam dalam rawa atau
kubangan sehingga membutuhkan lahan penggembalaan. Namun, kondisi padang
penggembalaan kerbau pada umumnya memiliki sumber pakan berkualitas
rendah. Selain membutuhkan lahan untuk kebiasaan hidup (berkubang), ternak

4
kerbau juga membutuhkan lahan yang mampu menyediakan pakan. Berdasarkan
data BPS (2012) bahwa bidang tanaman pangan dan perkebunan masih menjadi
primadona sebagai mata pencaharian masyarakat.
Limbah yang dihasilkan tanaman padi merupakan sumber pakan ternak
yang mudah ditemukan. Limbah tanaman padi yang dapat digunakan sebagai
pakan ternak kerbau berupa jerami padi, jagung, tanaman kacang dan dedak padi.
Jerami padi dapat menjadi bahan pakan akan lebih baik dalam menaikkan bobot
badan harian bila diolah menggunakan teknologi fermentasi dibandingkan dengan
pemberian tanpa diolah (Mahendri I G.A.P. dan B. Haryanto, 2006). Menurut
Rohaeni, ES dkk (2011) bahwa dengan teknologi yang tepat dedak padi mampu
meningkatkan bobot badan kerbau dan menjadi usaha yang menguntungkan bagi
peternak. Selain limbah padi, limbah tanaman jagung dan jerami berbagai jenis
kacang juga dapat menjadi sumber pakan bagi ternak kerbau.
Selain teknologi reproduksi, teknologi yang telah digunakan dalam
pemeliharaan ternak kerbau adalah berupa manajemen pengandangan kerbau. Hal
ini menunjukkan mulai adanya perbaikan dalam pemeliharaan ternak kerbau di
Indonesia. Dengan meningkatnya pemahaman peternak terhadap sistem
pemeliharaan kerbau yang sesuai dengan fisiologis ternak, maka penambahan
populasi dapat dimungkinkan.
Selain daging, kulit merupakan produk kerbau yang seringkali digunakan
sebagai bahan pembuatan makanan ringan seperti kerupuk kulit. Namun belum
ada data yang pasti tentang pemanfaatan berapa banyak kulit yang diolah menjadi
produk makanan atau pun produk lainnya.

2. Teknologi
Sumber bahan pakan yang dari limbah pertanian dan perkebunan yang ada
di Indonesia dapat dimanfaatkan sebaik mungkin dengan penerapan teknologi
pengolahan pakan ternak. Teknologi pengolahan pakan diprioritaskan pada
ternak yang dipelihara dengan sistem semiintensif dan intensif.
Teknologi pengolahan pakan yang dapat meningkatkan nilai nutrisi, dapat
disimpan lama dan memiliki pengaruh yang baik terhadap lingkungan
diantaranya fermentasi dan amoniasi. Fermentasi jerami mampu meningkatkan
nilai gizi protein dan meningkatkan daya cerna (Balitnak, 2003). Pada limbah
perkebunan kelapa sawit, fermentasi mampu meningkatkan nilai gizi dari lumpur

5
dan bungkil inti kelapa sawit (Afdi, E. 2006). Seperti halnya fermentasi, amoniasi
pada jerami mampu meningkatkan kandungan protein kasar dan menyebabkan
peningkatan bobot badan harian yang lebih baik dibandingkan dengan pakan
jerami tanpa amoniasi (Dania, I. B. dan H. Poerwoto, 2006). Pemberian pakan
pada kerbau juga dapat ditambahkan dedak yang dapat meningkatkan berat badan
hidup pada kerbau jantan (Rohaeni E S dkk, 2011). Penambahan konsentrat serta
diimbangi dengan perendaman/pengubangan mampu meningkatkan berat badan
hidup ternak kerbau (Sariubang M, dkk, 2011).

Teknologi Frozen Semen pada Kerbau


Semen beku adalah semen yang berasal dari pejantan unggul, sekal, bebas
dari penyakit hewan menular yang diencerkan sesuai prosedur proses produksi
sehingga menjadi semen beku. Kerbau memiliki semen yang susseptibel terhadap
pembekuan bila dibanding dengan sapi, sehingga diperlukan teknologi pembekuan
yang berbeda dengan apa yang sudah dilakukan pada ternak sapi.
Perbedaan yang didapat antara lain jenis pengencer, lama equilibrasi dan
konsentrasi glycerol yang lebih rendah. Teknologi pembekuan sperma kerbau
telah dilakukan di Balai Inseminasi Buatan Lembang, Jawa Barat, Balai
Inseminasi Buatan Daerah Sumut. Penggunaan semen beku telah dilakukan di
berbagai tempat antara lain Provinsi Banten, Jawa Barat, Riau, Kalsel, NTB.
Penggunaan semen beku kerbau yang berkualitas akan berdampak luas terutama
pada daerah-daerah dengan populasi kerbau yang tinggi dengan ternak jantan yang
kurang.
Disamping kekurangan pejantan, peternakan kerbau juga dibatasi oleh
ketersediaan lahan yang terbatas sehingga perkawinan alam sulit dilakukan. Oleh
karena itu IB menjadi sangat  potensial mendukung peningkatan produksi ternak
kerbau untuk program bereeding (Outbreeding dan Crossbreeding) secara luas.

3. Sumber Daya Manusia


Berdasarkan data Survei Angkatan Kerja (Sakernas) pada 2019 jumlah
tenaga kerja sektor pertanian (sub sektor peternakan, tanaman pangan,
perkebunan, hortikultura) sebesar 31,9 %, angka tersebut menunjukkan bahwa
potensi sektor pertanian memberikan kontribusi sumber pendapatan bagi
masyarakat Indonesia.

6
Dewasa ini, banyak isu yang bermunculan bahwasanya usaha bidang
pertanian kurang diminati para generasi muda saat ini. Tenaga kerja sektor
peternakan didominasi oleh masyarakat berusia 60 tahun. Berdasarkan data
statistik Peternakan dan kesehatan Hewan 2019, tenaga kerja sektor peternakan
berusia di atas 60 tahun sebanyak 1,1 juta orang (23,75 %), berpendidikan
Sekolah Dasar sebanyak 1,6 juta orang (33,78 %), dan berpendidikan Perguruan
Tinggi sebanyak 66 ribu orang (0,72 %).
Tenaga kerja sektor peternakan tidak hanya didominasi di atas usia 60
tahun, berpendidikan Sekolah Dasar, dan Perguruan Tinggi akan tetapi, dapat
dilihat berdasarkan jenis pekerjaan, yaitu peternakan rakyat skala kecil dan
industri peternakan. Diantara peternakan rakyat dan industri peternakan, yang
paling banyak menyerap tenaga kerja didominasi oleh peternakan rakyat skala
kecil. Hal tersebut berkaitan dengan adanya unsur budaya dimana beberapa
peternak memiliki ternak karena peninggalan dari turunan dan tidak bertujuan
untuk skala usaha. Namun, berdasarkan hal tersebut peternak rakyat skala kecil
masih termasuk dalam kategori pelaku tenaga kerja di sektor peternakan
berdasarkan segi ekologi dan sosial.
Peternak merupakan penyedia bahan pangan, artinya salah satu sektor
penghasilan yang dapat bertahan apabila terjadi keadaan yang merugikan keadaan
sekitar. Pelaku usaha yang dapat dikatakan sebagai tenaga kerja sektor peternakan
ialah semua pelaku usaha baik di peternakan rakyat maupun di  industri
peternakan termasuk operator kandang.
Terkait dari hal demikian, informasi dan perencanaan tetap menjadi acuan
langkah untuk mengidentifikasi potensi dan pasar. Setiap wilayah produksi harus
dibedakan dalam pembangunan wilayah kelembagaan pengorganisasian, badan
usaha ternak, modal, dan distribusinya. Konteksnya adalah membangun
ekosistem, sederhananya membuat lahan dan menghentikan penggunaan bahan
kimia agar peran ternak dan peternakan penting, dengan peternakan, tanah dapat
dihidupkan kembali menjadi subur (simbiosis mutualisme).
Beberapa hal yang perlu diupayakan untuk membangun sektor peternakan
ialah kapasitas dan potensi SDM. Jika berbicara kapasitas, berarti menyinggung
sikap dan keterampilan SDM itu sendiri, sehingga keterampilan dari SDM perlu
diitngkatkan minimal pada pengetahuan dasar. Sedangkan terkait potensi SDM,
ada beberapa hal yang harus diperhatikan yaitu material, institusional, dan

7
intelektual SDM yang perlu diselesaikan untuk tujuan pengembangan.

4. Permintaan Ternak
Permintaan konsumsi daging dan produk-produk peternakan dalam negeri
semakin meningkat seiring dengan meningkatnya pertumbuhan penduduk,
peningkatan pendapatan dan daya beli serta meningkatnya kesadaran masyarakat
terhadap pemenuhan gizi. Peningkatan permintaan terhadap daging, belum diikuti
dengan peningkatan produksi, sehingga pemerintah masih mengimpor daging sapi
dari luar negeri untuk mencukupi besarnya permintaan tersebut.
Mempertimbangkan besarnya devisa yang dibutuhkan serta melimpahnya
sumberdaya lokal disertai dengan pentingnya penyediaan lapangan usaha dan
kerja dalam negeri, maka dicanangkan Program Kecukupan Daging (PKD) 2010
yang diharapkan dapat berlanjut menjadi swasembada daging. Potensi sumber
daya lokal yang diharapkan memberikan dukungan terhadap PKD 2010, bukan
hanya dari sapi lokal tetapi potensi lainnya yang tidak kalah penting yaitu ternak
kerbau (Yulmaini, 2011). Ternak kerbau dilirik sebagai salah satu ternak yang
dijadikan pengembangan PSDSK karena kontribusinya dalam memenuhi
kebutuhan daging, selain itu ternak kerbau juga memiliki kemampuan adaptasi
yang lebih baik dibandingkan sapi. Hal ini terlihat dari kemampuannya dalam
memanfaatkan kualitas pakan yang rendah (Suhubdy, 2005). Secara nasional,
angka kontribusi ternak kerbau masih sangat kecil terhadap daging yakni hanya
sebesar 1,93% dibandingkan dengan sapi yang kontribusi sebesar 22%, namun
jika dilihat kenyataan dilapangan misalnya transaksi ditingkat pasar tradisional
konsumen tidak dapat membedakan antara daging sapi dengan daging kerbau,
para pedagang memanfaatkan situasi ini untuk mencampur daging kerbau dan
daging sapi (Suhubdy, 2005).
Selain daging, kulit merupakan produk kerbau yang seringkali digunakan
sebagai bahan pembuatan makanan ringan seperti kerupuk kulit. Namun belum
ada data yang pasti tentang pemanfaatan berapa banyak kulit yang diolah menjadi
produk makanan atau pun produk lainnya. Jika pemotongan kerbau pada tahun
2011 sebanyak 13.378 ekor maka didapatkan kulit kerbau sebanyak 13.378 helai.

D. Pengembangan Ternak
Masih adanya permintaan produk kerbau di Indonesia menunjukkan bahwa

8
ternak kerbau masih memiliki potensi untuk dikembangkan. Upaya pengembangan
ternak kerbau di Indonesia dapat dilakukan dengan perbaikan manajemen perbibitan,
pakan, teknologi reproduksi dan membangun kelembagaan penunjang. Kerbau
lumpur di Indonesia merupakan sumber daya genetik lokal yang perlu dikembangkan.
Sistem kawin alam (KA) didukung oleh sistem pemeliharaan ternak yang lebih
banyak diluar kandang. Dalam manajemen perbibitan, sistem KA dan IB perlu
dioptimalkan sesuai sistem pemeliharaan yang dominan dilakukan. Selain
optimalisasi pada sistem kawin kerbau, manajemen perbibitan juga perlu didukung
oleh perbaikan genetik kerbau yang memiliki sifat-sifat yang baik untuk
meningkatkan produktivitas.
Pada sistem kawin IB, diperlukan petugas Inseminator yang memiliki angka
R/C rendah. Selain SDM juga diperlukan semen yang berasal dari pejantan yang telah
melalui evaluasi kualitasnya. Pada sistem KA sangat diperlukan pejantan yang
memiliki kualitas genetik baik dan tidak memiliki sejarah keturunan dengan induk.
Menurut Talib C, 2011 untuk pengembangan kerbau lokal maka perlu dilakukan
seleksi terhadap populasi yang ada dalam satu wilayah. Hasil seleksi kerbau lokal
dapat digunakan sebagai pejantan pada sistem KA. Hasil seleksi pejantan unggul pada
KA dapat mencegah terjadinya inbreeding. Abubakar dan E. Handiwirawan (2012)
menyatakan bahwa inbreeding pada kerbau dapat menyebabkan penurunan
produktivitas.
Kerbau memiliki kemampuan bertahan dalam kondisi lingkungan yang tidak
memerlukan perhatian lebih dari peternak. Kemampuan tersebut ditunjukkan dengan
kualitas yang baik dalam mencerna pakan bermutu rendah dan bahkan lebih efisien
dari pada sapi (Jamal H, 2007). Namun, kemampuan kerbau mengkonsumsi pakan
kualitas rendah dalam waktu lama, menimbulkan dampak yang merugikan
diantaranya menurunnya kualitas genetik ternak. Handiwirawan, E (2006), kualitas
genetik ternak dapat ditingkatkan melalui seleksi dan persilangan ternak. Upaya
perbaikan genetik sangat memerlukan dukungan dari aspek lain seperti perbaikan
sistem pemeliharaan sehingga berkesinambungan. Jika ternak hasil perbaikan genetik
dipelihara kembali dengan system pemeliharaan yang sederhana maka, akan
menurunkan kembali kualitas genetik keturunan berikutnya. Untuk itu, system
pemuliaan yang melibatkan peran serta peternak akan menghasilkan perbaikan mutu
genetik akan lebih konsisten.
Keberhasilan manajemen perbibitan perlu didukung oleh perbaikan pakan

9
pada ternak. Untuk memaksimalkan konsumsi bahan pakan yang tersedia, maka
diperlukan teknologi yang mampu meningkatkan nilai nutrisi dan nilai kecernaan
(Yulitiani, D dkk, 2014).

Strategi pengembangan yang dapat diupayakan adalah dengan proses


rekayasa sosial (social engineering) yaitu dengan merubah perilaku peternak
dari yang semula hanya melepaskan ternak mereka menjadi mau untuk
menyediakan pakan. Dalam pelaksanaannya tidak saja membutuhkan upaya
penyuluhan yang intensif tetapi juga disertai dengan pembinaan kelompok peternak
dan dorongan masyarakat secara menyeluruh (Disnak (1999) dalam Husni Jamil,
2007).

10
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Upaya jangka pendek untuk meningkatkan produktivitas ternak kerbau dapat
dilakukan dengan tujuan untuk meningkatkan laju pertumbuhan dan bobot potong
serta menurunkan angka mortalitas. Inovasi teknologi yang dapat digunakan adalah
suplemantasi untuk meningkatkan kualitas ransum, pemberian pakan tambahan,
pengolahan pakan (fermentasi), dan perbaikan manajemen pakan.
Sementara itu, upaya yang berdampak dalam jangka panjang dilakukan
melalui peningkatan calving rate dan calf crop, intensifikasi penanaman hijauan
pakan unggul/leguminosa, optimalisasi pemanfaatan limbah pertanian/perkebunan
sebagai sumber pakan melalui sistem integrasi ternak-tanaman dan perbaikan mutu
genetik. Upaya ini dapat dilakukan dengan penerapan inovasi dan teknologi
reproduksi, intensifikasi penanaman tanaman pakan ternak unggul atau leguminosa,
penerapan sistem integrasi kerbau tanaman, dan perbaikan mutu genetik. Upaya
jangka panjang ini merupakan upaya yang bertujuan menjaga agar swasembada
daging sapi dan kerbau dapat terus berkelanjutan.

11
DAFTAR PUSTAKA

DITJEN PERKEBUNAN. 2011. Luas Areal Dan Produksi Perkebunan Seluruh


Indonesia Menurut Pengusahaan: http://ditjenbun.deptan.go.id/cigraph/index.ph
p/viewstat/komoditiutama/8-Kelapa%20Sawit.

DITJENAK. 2011. Statistik Peternakan Indonesia Tahun 2010. Direktorat Jenderal


Peternakan, Jakarta.

FAO. 2000. Water Buffalo : an Asset Undervalued. FAO Regional Office for Asia and The
Pasific. Bangkok. Thailand.

HAFID, H. H. 2008. Selektivitas pemotongan hewan dan optimalisasi fungsi abbatoir dalam
mendukung program swasembada daging sapi (tinjauan kasus Sulawesi Tenggara).
Pros. Seminar Nasional Pengembangan Sapi Potong Untuk Mendukung Percepatan
Pencapaian Swasembada Daging Sapi 2008 – 2010. Palu, 24 November 2008.
Puslitbang Peternakan. Bogor. hlm. 196 – 202.

HARDJOSUBROTO, W. 1994. Aplikasi Pemuliabiakan Ternak di Lapangan. PT. Gramedia


Widiasarana Indonesia. Jakarta.

https://dataindonesia.id/sektor-riil/detail/populasi-kerbau-indonesia-capai-119-juta-pada-2021

https://ejurnal.litbang.pertanian.go.id/index.php/fae/article/view/4612

https://infopublik.id/kategori/nasional-ekonomi-bisnis/464535/pengembangan-ternak-kerbau-
di-indonesia-cukup-potensial

http://repository.uin-suska.ac.id/5855/2/BAB%20I.pdf

http://jambi.litbang.pertanian.go.id/ind/images/PDF/sari2.pdf

12

Anda mungkin juga menyukai