Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

PEMBIBITAN DAN PEMULIAAN AYAM LOKAL

Dosen Pengampu

Dr. Kusnadidi Subekti, S.Pt, MP

Disusun Oleh

Farhan Salim Has

1910612032

FAKULTAS PETERNAKAN

UNIVERSITAS ANDALAS

2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT karena dengan Rahmat dan hidayah-
Nya saya dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik meskipun ada banyak
kekurangan di dalamnya. Saya juga berterimakasih kepada dosen pengampu
Teknologi Penetasan dan Pemuliaan Ternak Unggas, yaitu Bapak Dr. Kusnadidi
Subekti, S.Pt, MP.

Saya sangat berharap makalah ini berguna untuk menambah wawasan


tentang “Pembibitan dan Pemuliaan Ayam Lokal”. Saya juga menyadari
sepenuhnya bahwa dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu, saya berharap adanya kritik, saran dan usulan
demi perbaikan makalah yang saya buat dimasa yang akan datang.

Padang, 3 November 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...................................................................................... i

DAFTAR ISI ..................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang ............................................................................ 1


1.2. Rumusan Masalah ...................................................................... 2
1.3. Tujuan ......................................................................................... 2
1.4. Manfaat ....................................................................................... 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Ayam Lokal .............................................................. 4


2.2. Perbaikan Mutu Genetik Ayam Lokal ........................................ 4
2.3. Sifat Mengeram Ayam Lokal ..................................................... 5
2.4. Manajemen Pemeliharaan Ayam Lokal ..................................... 5
2.5. Penetasan Ayam Lokal ............................................................... 6

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1. Perbaikan Mutu Genetik Ayam Lokal ........................................ 8


3.2. Sifat Mengeram Ayam Lokal ..................................................... 8
3.3. Manajemen Pemeliharaan Ayam Lokal ..................................... 8
3.4. Penetasan Ayam Lokal ............................................................... 8

BAB IV PENUTUP

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 11

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pembangunan subsektor peternakan mengemban satu fungsi yang


sangat penting dalam pembangunan nasional, yaitu fungsi untuk penyediaan
bahan pangan hewani yang berkualitas, berupa daging, telur dan susu. Upaya-
upaya untuk meningkatkan produksi peternakan merupakan pekerjaan rumah
yang sangat besar bagi bangsa ini karena saat ini tingkat pencapaian konsumsi
masyarakat Indonesia terhadap protein hewani masih rendah.

Sampai saat ini Indonesia belum mampu mandiri memenuhi


kebutuhan bahan pangan protein hewani asal ternak. Walaupun produksi
ternak dari tahun ketahun mengalami peningkatan, tetapi peningkatannya
masih rendah dibandingkan dengan peningkatan permintaan, sehingga impor
ternak (sapi) dari tahun ke tahun terus meningkat. Sementara bahan pangan
sumber ternak unggas, Indonesia sudah mampu memenuhi kebutuhan (daging
ayam dan telur). Bahkan menurut laporan FAO tahun 2005, Indonesia telah
mampu menempati 10 besar negara produsen daging dan telur unggas dunia,
tetapi bukan merupakan negara pengekspor karena habis untuk konsumsi
dalam negeri (Windhorst, 2006).

Peranan peternakan unggas dalam pembangunan nasional sangat


strategis, karena perunggasan di Indonesia merupakan ujung tombak dalam
pemenuhan kebutuhan akan konsumsi hewani, sampai saat ini nampaknya
pengembangan industri perunggasan masih bertumpu kepada industri
peternakan ayam ras, sementara pengembangan peternakan ayam lokal masih
belum optimal. Pengembangan industri perunggasan yang hanya bertumpu
kepada industri peternakan ayam ras mengandung banyak resiko. Hal ini
mengingat bahwa ketergantungan pengembangan peternakan ayam ras sangat
tinggi terhadap gejolak yang terjadi secara internasional.

1
Di tengah kondisi ketahanan pangan yang semakin terancam karena
berbagai ketidak pastian di tingkat global, pemanfaatan sumber daya genetik
ternak lokal dan pemanfaatan bahan ransum lokal serta hasil samping
pertanian dan industri pertanian seakan menjadi suatu keharusan untuk
menjaga sistem penyediaan pangan (protein hewani), namun sementara ini,
perhatian pemerintah terhadap pengembangan ayam lokal masih belum
optimal.

Permasalahan dalam pengembangan ayam lokal di pedesaan antara


lain adalah skala usaha kecil (pemilikan induk betina kurang dari 10 ekor),
produksi telur rendah, berkisar antara 30−60 butir/tahun, pertumbuhan
lambat, mortalitas tinggi akibat penyakit, antara lain ND dan avian influenza,
biaya ransum tinggi, dan diusahakan secara perorangan dengan pemeliharaan
tradisional (Muryanto, dkk., 1994).

Berdasarkan kepada latar belakang dan permasalahan yang dihadapi


tersebut maka penulisan makalah ini bertujuan mencoba menyampaikan
strategi mengenai pengembangan peternakan ayam lokal dalam rangka
meningkatkan kemandirian pengadaan bahan pangan sumber protein hewani

1.2. Rumusan Masalah

1. Apa pengertian ayam lokal?

2. Bagiamana teknik perbaikan mutu genetik ayam lokal?

3. Bagaimana sifat mengeram ayam lokal?

4. Bagaimana manajemen pemeliharaan ayam lokal?

5. Bagaimana manajemen penetasan ayam lokal?

1.3. Tujuan

1. Mengetahui pengertian ayam lokal

2. Mengetahui cara perbaikan mutu genetik ayam lokal

2
3. Mengetahui sifat mengeram ayam lokal

4. Mengetahuin manajemen pemeliharaan ayam lokal

5. Mengetahui manajemen penetasan ayam lokal

1.4. Manfaat

Mengatahui berbagai upaya yang dapat dilakukan untuk


pengembangan potensi ayam lokal sebagai upaya pemanfaatan sumber daya
lokal untuk menunjang pemenuhan kebutuhan protein hewani di Indonesia.

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Ayam Lokal

Ayam dari indoneisa asli hasil adaptasi yang dilakukan puluhan


bahkan ratusan lalu yang memiliki karakteristik khusus maka dapat dikatakan
ayam lokal, ayam indonesia yang tidak memiliki karakteristik khusus disebut
sebagai ayam kampong (Nataamijaya, 2010)

Ayam lokal dapat digolongkan sebagai tipe pedaging (pelung, nagrak,


gaok, dan sedayu), petelur (kedu hitam, kedu putih, nusa penida, nunukan,
merawang, wareng, dan ayam sumatera), dan dwiguna (ayam sentul,
bangkalan, olagan, kampung, ayunai, melayu, dan ayam siem). Selain itu
dikenal pula ayam tipe petarung (ayam banten, ciparage, tolaki, dan bangkok)
dan ternak kegemaran/hias, seperti ayam pelung, gaok, tukung, burgo,
bekisar, dan walik. (Nataamijaya, 2010)

2.2. Perbaikan Mutu Genetik Ayam Lokal

Perbaikan mutu genetik dengan proses seleksi serta perkawinan


silang yaitu mengawinkan ayam lokal (Pelung) jantan yang diseleksi sampai
generasi ketiga dengan induk ayam kampung betina, berhasil memberikan
ayam keturunan yang pertumbuhan badannya meningkat lebih cepat
dibandingkan dengan ayam kampong, penelitian perbaikan mutu genetik
ayam lokal melalui proses seleksi serta perkawinan silang telah dilakukan
oleh balitnak dimana dilaporkan bahwa kedua proses tersebut mampu
memperbaiki produktivitas ayam lokal menjadi lebih tinggi (Iskandar, 2005).

Perbaikan mutu genetik dalam pelaksanaannya memerlukan proses


yang rumit, waktu yang panjang serta mengeluarkan biaya yang besar. Oleh
karena itu, maka pelaksanaannya tidak mungkin dapat dilakukan oleh para

4
peternak rakyat. Sehingga atas dasar itu maka upaya perbaikan mutu genetik
ayam lokal diserahkan kepada lembaga penelitian milik pemerintah, untuk
kemudian hasilnya disebarkan kepada para peternak (Iskandar, 2006).

2.3. Sifat Mengeram Ayam Lokal

Salah satu yang mengakibatkan rendahnya produksi telur pada ternak


ayam adalah adanya sifat mengeram, sifat ini bersifat menurun karena
diproduksinya hormon prolaktin (Ensminger, 1980). Meningkatnya sekresi
hormon ini mengakibatkan ayam berhenti bertelur. Sifat ini dapat dihilangkan
dengan perbaikan mutu genetis atau sementara oleh karena adanya cekaman
(Moreng dan Avens, 1985).

Sistem pemeliharaan ayam lokal secara ekstensif tradisional di


pedesaan dengan membiarkan ayam mencari ransum sendiri dan mengerami
telur serta mengasuh anaknya, mengakibatkan produktivitas yang rendah. Hal
ini karena terlalu banyak waktu yang dihabiskan guna mengerami telur dan
mengasuh anak. Waktu yang diperlukan untuk mengeram selama 21 hari
yang selanjutnya induk mengasuh anaknya selama 50 – 157 hari, kemudian
setelah penyapihan anak diperlukan waktu sekitar 11 – 37 hari untuk produksi
telur kembali (Yuwanta, dkk., 1982). Hal ini berarti dalam satu siklus
produksi, mulai dari bertelur, mengeram, mengasuh, sapih dan mulai bertelur
kembali diperlukan waktu sekitar 5 bulan. (Sinurat, dkk., 1992).

2.4. Manajemen Pemeliharaan Ayam Lokal

Sebelum tahun 1980an, sistem pemeliharaan semi intensif


meningkatkan produktivitas ayam lokal lebih dari 100%, walaupun angka
kematian masih cukup tinggi, yaitu sekitar 20% (Nataamijaya, 2000). Pada
awal tahun 1980an, pemerintah melalui dinas peternakan memperkenalkan
program intensifikasi ayam buras (Intab) dan intensifikasi vaksinasi (Invak)
(Nataamijaya dan Jarmani 1992). Program tersebut berhasil meningkatkan
produksi daging dan telur sehingga usaha ternak ayam lokal pada saat itu
berkembang dengan pesat, Untuk meningkatkan produksi ayam lokal,
(Nataamijaya.1986) memperkenalkan sistem pemeliharaan pemeliharaan

5
setengah terkurung, pada saat tanaman pangan masih rentan terhadap
gangguan unggas, ayam dibatasi ruang geraknya di sekitar halaman kandang
yang dipagari dan diberi pakan 75 g untuk dewasa, 40 g untuk yang muda,
dan 25 g untuk anak per ekor per hari. Selepas periode tersebut ayam dilepas
agar mampu mencari pakan tambahan di sekitar pekarangan rumah. Kandang
dibangun secara sederhana dengan memerhatikan persyaratan kebersihan
kandang. Pengendalian penyakit dilakukan dengan vaksinasi dan pengobatan
dengan sulfa dan antibiotik untuk penyakit parasit dan bakteri. Dengan sistem
ini, produksi telur meningkat, produksi anak ayam pada umur potong
meningkat, tingkat kematian turun, dan pendapatan dari penjualan ayam siap
potong meningkat. Selain itu, tanaman terhindar dari kerusakan akibat
gangguan ayam. Usaha ternak ayam lokal yang terintegrasi dengan tanaman
layak dikembangkan dengan menerapkan azas nir limbah dan input minimal,
disertai kegiatan agribisnis berkelanjutan yang dilakukan secara
berkelompok.

1.5. Penetasan Ayam Lokal

Penetasan adalah suatu proses perkembangan embrio di dalam telur


hingga menetas menghasilkan anak ayam. Penetasan ada 2 cara yaitu
penetasan secara alami dan penetasan buatan. Penetasan dengan
menggunakan mesin tetas yang harus diperhatikan yaitu manajemen
penetasannya, apabila manajemen penetasan berjalan dengan baik, maka telur
akan menetas dan menghasilkan anak ayam yang berkualitas.

Seleksi telur tetas, ada beberapa kreteria seleksi telur tetas yang harus
dipenuhi dalam kegiatan penetasa yaitu ukuran telur, warna dan bentuk telur,
kualitas kerabang, dan kualitas bagian dalam telur. Hal tersebut dilakukan
sebagai upaya peningkatan daya tetas.

Telur tetas tidak mungkin bebas dari kandungan mikroorganisme.


Telur sebelum keluar dari kloaka sudah terkontaminasi mikroorganisme yang
berasal dari saluran urinary dan saluran pengeluaran kotoroan. Bila kondisi
lingkungan memadai untuk pertumbuhan mikroorganisme, dalam jangka

6
waktu 15 menit setelah peneluran, mikroorganisme dapat mencapai 1500-300
sel dan setelah satu jam dapat mencapai 20.000 sampai 30.000 sel (Suryadi
dan Prasetyo, 2018 dalam Hasanah, Wahyono, dan Marzuki, 2019).

Penyimpanan telur tetas sebelum diinkubasi merupakan hal yang biasa


dilakukan dengan tujuan untuk memaksimalkan kapasitas tampung mesin
tetas. Telur tetas memiliki batas waktu tertentu dalam masa penyimpanan
yaitu tidak lebih dari 7 hari. Penyimpanan telur tetas yang lebih dari 7 hari
dapat menyebabkan penuruna daya tetas (Suryadi, dkk., 2018 dalam Hasanah,
Wahyono, dan Marzuki, 2019).

Proses inkubasi ayam KUB dilakukan selama 21 hari dengan kegiatan


secara intensif dilakukan meliputi pembalikan telur, kontrol suhu dan
kelembapan, pencatatan, dan candling. Secara alami, penetasan telur
dilakukan dengan cara pengeraman oleh induknya. Pengeraman ini dapat
terjadi bila sifat mengeram telur pada unggas tersebut sudah muncul. Hanya
saja, jumlah telur yang dapat ditetaskan sangat sedikit. Penetasan secara alami
tidak lagi dilakukan karena tidak efisien, terlebih dalam usaha peternakan
komersil (Paimin, 2012). Suhu yang baik untuk penetasan adalah 37,8°C,
dengan kisaran 37,2 sampai 38,2°C (Hodgetts, 2000).

7
BAB III

HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1. Perbaikan Mutu Genetik

Pada penelitian Iskandar (2005), Perbaikan mutu genetik dengan


proses seleksi serta perkawinan silang yaitu mengawinkan ayam lokal
(Pelung) jantan yang diseleksi sampai generasi ketiga dengan induk ayam
lokal betina, berhasil memberikan ayam keturunan yang pertumbuhan
badannya meningkat 40-60% lebih cepat dibandingkan dengan ayam
kampung.

3.2. Sifat Mengeram Ayam Lokal

Pada penelitian Gunawan (2004) cara yang efektif adalah dengan


menghilangkan sifat mengeram tersebut secara genetis seperti yang telah
dilakukan pada ayam ras dan dilakukannya penetasan telur dengan penetasan
modern (mesin tetas).

3.3. Manajemen Pemeliharaan Ayam Lokal

Pada penelitian Nataamijaya (1989) dengan sistem semi intensif,


produksi telur ayam pelung meningkat lebih dari 200%, dari sekitar 30 butir
menjadi lebih dari 90 butir/ekor/tahun, daya tetas telur meningkat 86,40%,
dan produksi anak ayam pada umur potong meningkat 250%.

3.4. Manajemen penetasan Ayam Lokal

Pada penelitian Hasanah, dkk. (2019), hal yang perlu diperhatikan


dalam manajemen penetasan telur tetas ayam lokal yaitu kebersihan telur dan

8
tempat penetasan, waktu simpan telur, suhu penyimpanan, bentuk telur, suhu
pengeraman dan penetasan.

9
BAB IV

PENUTUP

4.1. Kesimpulan

Ayam lokal adalah ayam dari indoneisa asli hasil adaptasi yang
dilakukan puluhan bahkan ratusan lalu yang memiliki karakteristik khusus.
Pada ayam lokal, perbaikan mutu genetik dapat dilakukan dengan cara seleksi
pejantan dan betina. Pengeraman lebih baik dilakukan menggunakan mesin
tetas agar masa sekresi hormon prolaktin tidak terlalu lama. Kemudian,
manajemen pemeliharaan ayam lokal sebaiknya dilakukan secara semi
intensif untuk menigkatkan peluang produksi telur bagi betina.

10
DAFTAR PUSTAKA

Ensminger, M. E. 1980. Poultry Science: Animal Agriculture Series (2 rd Ed.). The


Interstate Printers and Publishers Inc.

Hasanah, N., Wahyono, N., dan Marzuki, A. 2019. Teknik manajemen penetasan
telur tetas ayam kampong unggul kub di kelompok gumukmas jember.
Jurnal Ilmiah Fillia Cendekia, 4(1): 13-22.

Hodgetts. 2000. Incubation The Psichal Requiments. Abor Acressservice. Bulletin


No. 15.

Iskandar, S. 2005. Pertumbuhan dan perkembangan karkas ayam silangan kedu x


arab pada dua sistem pemberian ransum. JITV, 10(4): 253-259.

Iskandar, S. 2006. Strategi pengembangan ayam lokal. Wartazoa, 16(4): 190-197.

Moreng, R. E., dan J. S. Avens. 1985. Poultry Science and Production. Reston-
Virginia: Preston Publishing Company Inc.

Nataamijaya, A. G. 2000. The native chickens of Indonesia. Plasma Nutfah, 6(1):


1-6.

Nataamijaya, A. G. 2010. Pengembangan potensi ayam local untuk menunjang


peningkatan kesejahteraan petani. Jurnal Litbang Pertanian, 29(4): 131-
138.

Nataamijaya, A. G., D. Sugandi, D. Muslih, U. Kusnadi, H. Supriadi, dan I. G.


Ismail. 1986. Peningkatan keragaan ayam bukan ras (buras) di daerah
transmigrasi Batumarta Sumatera Selatan. hlm. 68-87. Risalah Lokakarya
Pola Usaha Tani. 2-3 September 1986. Buku 1. Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian International Development Research Center.

Nataamijaya, A. G., dan S. N. Jarmani. 1992. Pelaksanaan Intensifikasi Ayam


Buras (INTAB) di daerah Jawa Barat. Prosiding Lokakarya Penelitian
Komoditas Khusus. Vol. 1. Proyek Pengembangan Penelitian Terapan
(AARD). Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Direktorat
Jenderal Pendidikan Tinggi. 369-378.

Paimin, F. B. 2012. Membuat dan Mengelola Mesin Tetas. Jakarta: Penebar


Swadaya.

11
Sinurat, A. P., Santoso, E. Juarini, Sumanto, T. Murtisari dan B. Wibowo. 1992.
Peningkatan produktivitas ayam buras melalui pendekatan sistem usaha tani
pada peternak kecil. Ilmu dan Peternakan, 2(2).

Subiharta, Muryanto dan B. Utomo. 1994. Analisis ekonomi dua skala usaha
ayam buras pada tiga sistem pemeliharaan (ekstensif, semi intensif, dan
intensif) di pedesaan. Jurnal Ilmiah Penelitian Ternak Klepu, 2: 27-32.

Windhorst, H.W. 2006. Changes in poultry production and trade


worldwide. World’s Poultry Sci.J, 62(4): 585-602.

Yuwanta, T., Wihandoyo, dan S. Harimurti. 1982. Hubungan Prestasi ayam


kampung saat DOC, lepas induk dan dewasa kelamin pada kondisi
pemeliharaan tradisional di pedesaan. Proceedings Seminar Penelitian
Peternakan. Badan Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Departemen
Pertanian. Bogor.

12

Anda mungkin juga menyukai