Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

PEMULIAAN TERNAK

“Peningkatan Kualitas Genetik Ayam Pedaging”

Disusun Oleh:

Kelompok 4

Kelas C

Alma Ratu Solihah 200110190046

Luthfie Yoka Khaerunnisa 200110190182

Muhammad Irsyad F 200110190187

Farhan Abdillah 200110190202

Oppie Hijra Salsabila 200110190306

FAKULTAS PETERNAKAN

UNIVERSITAS PADJADJARAN

SUMEDANG

2021
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur selalu terpanjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa

berkat rahmat,dan hidayah- Nya, penulis dapat menyelesaikan makalah yang

berjudul ”Pemuliaan Ayam Pedaging”. Dalam pembuatan makalah ini penulis

memiliki banyak rintangan yang harus dilalui.

Oleh karena itu dengan terlaksananya makalah ini kami ucapkan terima

kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu kami dalam penyusunan makalah

ini terutama kepada Ibu Ir. Primiani Edianingsih, MSi. selaku dosen Pemuliaan

Ternak.

Selain itu kami menyadari dengan sepenuhnya bahwa makalah yang kami

buat masih jauh dari sempurna . Mengingat dengan kemampuan yang kami miliki,

kami merasa masih terdapat kekurangan, untuk itu kritik dan saran sangat kami

harapkan dari berbagai pihak untuk menyempurnakan makalah ini.

Harapan kami semoga makalah ini dapat bermanfaat pada umumnya bagi

pembaca dan khusunya bagi kami pribadi.

Cianjur, 03 Mei 2021

Penyusun

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................2
DAFTAR ISI...........................................................................................................3
I. PENDAHULUAN...............................................................................................4
1.1. Latar Belakang........................................................................................4
II. PERMASALAHAN..........................................................................................7
2.1 Permasalahan Ayam Broiler di Indonesia............................................7
III. PEMBAHASAN...............................................................................................9
3.1 Pemuliaan Ternak pada Ayam Pedaging..............................................9
3.2 Heretabilitas pada Ayam Pedaging.....................................................10
3.3 Ripitabilitas pada Ayam Pedaging......................................................11
3.4 Nilai Pemuliaan pada Ayam Pedaging................................................13
3.5 Solusi Peningkatan Produktivitas pada Ayam Pedaging..................14
IV. KESIMPULAN..............................................................................................15
4.1 Kesimpulan............................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................17

3
I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kebutuhan akan produk peternakan sekarang ini sangat tinggi. Masyarakat

Indonesia sudah mulai sadar akan pentingnya kebutuhan protein hewani dalam

mencukupi kebutuhan nutrisinya. Produk peternakan adalah produk yang sangat

primer. Sebagai contoh yaitu daging, telur susu merupakan produk yang memiliki

nilai ekonomi tinggi. Untuk saat ini banyak kalangan yang beranggapan bahwa

dunia peternakan adalah dunia yang kurang mempunyai prospek ke depan. Salah

satunya adalah usaha ayam pedaging.

Keberlanjutan usaha ayam pedaging memerlukan adanya bibit, bibit yang

dimaksud adalah bibit unggul yang mudah diperoleh. Program pembibitan

dilakukan dengan melaksanakan program pemuliaan (seleksi dan persilangan) dan

memperbaiki performa reproduksi. Performa reproduksi ayam pedaging tidak

hanya tergantung pada gen-gen yang dimiliki ternak. Keadaan lingkungan dan

pakan juga turut menunjang munculnya performa reproduksi secara optimal. Pada

iklim mikro yang berbeda reproduksi ternak didaerah tropis dipengaruhi oleh suhu

lingkungan, kelembaban dan pakan yang tersedia bagi ternak. Suhu dan

kelembaban lingkungan yang tinggi serta kondisi pakan yang buruk menghambat

laju reproduksi. Laju reproduksi yang rendah akan membatasi program seleksi.

Daging ayam menjadi salah satu produk peternakan yang jumah konsumsi

perharinya sangat tinggi, maka dari itu seiring dengan perkembangan jaman dan

permintaan masyarakat,kini ayam pedaging (broiler) sudah dapat dipanen Ketika

usianya mencapai 28 hari. Sehingga untuk mendapat hasil yang optimal

diperlukan gen-gen dari hewan ternak yang unggul.

4
Kebutuhan protein hewani sangat penting dalam kehidupan manusia, oleh

karenanya penyediaan protein hewani harus ditingkatkan melalui produksi

peternakan. Salah satu sumber protein hewani diperoleh dari peternakan ayam ras

pedaging (broiler). Ayam broiler adalah ayam-ayam muda jantan atau betina yang

umumnya dipanen pada waktu yang relatif singkat yaitu dipanen pada kisaran

umur 5 - 6 minggu sehingga dari situlah kebutuhan protein hewani dapat

terpenuhi dengan cepat. Meskipun pemeliharaan ayam broiler relatif singkat,

disitulah dibutuhkan manajemen pemeliharaan yang baik dari awal masuk DOC

sampai panen sehingga dapat memperoleh hasil yang maksimal.

Grand Parent Stock di Indonesia

Ayam generasi “parent stock” adalah penghasil ayam”final stock” yang

merupakan hasil perkawinan dari generasi “grand parent stock”.Pengembangan

industri pembibitan ayam pedaging membutuhkan ketersediaan pakan yang baik.

Keberhasilan suatu usaha peternakan ditentukan oleh kondisi pakan yang

diberikan ke ternak. Ayam mengkonsumsi pakan untuk kehidupan pokok,

produksi telur, menghasilkan daging dan memenuhi kebutuhan energi bagi

berlangsungnya proses-proses biologis didalam tubuh secara optimal. Pakan

berfungsi untuk memenuhi kebutuhan zat-zat makanan sebagai bahan

terbentuknya material jaringan dalam tubuh untuk pembentukan daging dan telur.

Oleh karena itu kandungan nutrisi didalam pakan harus diperhatikan agar

produksinya baik.

Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Dirjen PKH)

Kementerian Pertanian (Kementan) Nasrullah menyampaikan, untuk memenuhi

kebutuhan ayam ras pedaging dan petelur secara berkelanjutan, Indonesia masih

melakukan pemasukan Grand Parent Stock (GPS) ayam ras dalam bentuk DOC

(Day Old Chick) setiap tahunnya. Lalu Kementerian Pertanian (Kementan) juga

menyatakan tahun ini membuka pintu keran impor daging ayam ras dalam bentuk

5
Day Old Chick (DOC), hal ini diperuntukkan untuk memenuhi kebutuhan ayam

ras pedaging dan petelur, Padahal produksi ayam di perternak tahun ini saja

surplus banyak sekali. Mengapa Indonesia masih belum bisa memproduksi sendiri

dikarenakan dilihat dari ketersediaan peralatan dan teknologi bisa dibilang masih

jauh tertinggal dibandingkan negara-negara lain.

Kebutuhan daging ayam sebagai sumber protein hewani mengalami

peningkatan seiring dengan meningkatnya penghasilan dan kesadaran masyarakat

akan pentingnya makanan bergizi. Usaha peternakan ayam pedaging dapat dengan

cepat memenuhi kebutuhan masyarakan akan protein hewani karena pertumbuhan

ayam broiler lebih relatif singkat dibandingkan ternak penghasil daging lainnya.

Maka dari itu perlunya peningkatan akan produksi dan kualitas dari daging ayam

itu sendiri.

6
II

PERMASALAHAN

2.1 Permasalahan Ayam Broiler di Indonesia


Perkembangan peternakan didominasi oleh usaha ternak ayam komersial,

terutama ayam pedaging (broiler). Usaha ternak broiler dianggap paling mampu

untuk memenuhi kebutuhan daging bagi masyarakat karena fase produksinya

yang relatif singkat. Produktivitas yang cepat tersebut dapat memenuhi kebutuhan

protein hewani bagi masyarakat Indonesia. Direktorat Jenderal Peternakan dan

Kesehatan Hewan (2017) menyatakan bahwa populasi broiler pada tahun 2016

mencapai 1,6 miliar ekor meningkat sebesar 6,82% dan produksi daging sebesar

1,9 juta ton meningkat sebesar 17,02%. Pertambahan kebutuhan daging ayam

menyebabkan industry peternakan ayam berjalan begitu pesat. Pertambahan

kebutuhan ayam diimbangi dengan perbaikan genetik ayam. Semakin baik genetic

pada ayam, semakin baik juga produktivitas yang dihasilkan, karena mengetahui

bagusnya produksi yang dihasilkan pada ayam masyarakat juga akan menambah

permintaan terhadap daging ayam tersebut.

Perbaikan mutu genetic dan peningkatan populasi di Indonesia dengan

tekonologi-teknologi yang sudah diterapkan maupun dari luar negeri atau dalam

negeri sudah cukup berkembang, tetapi masih belum mengikuti dengan teknologi

dari negara maju terutama dalam pembibitan masih tertinggal. Tidak hanya dalam

pembibitannya, dalam hasil kualitas karkas di Indonesia menghasilkan grading

yang dianggap No Grade. Hal tersebut dapat disebabkan karena pengetahuan atau

pun alat dalam carcassing masih tidak sesuai, serta mutu genetic yang dihasilkan

tidak maksimal.

Di Indonesia, usaha peternakan ayam ras pedaging menghadapi

permasalahan yang dapat berpengaruh terhadap eksistensi dan daya saing.

7
Beberapa permasalahan tersebut adalah ketergantungan impor terutama bahan

pakan ternak (Saptana dan Rusastra 2001), adanya indikasi bahwa struktur pasar

pabrik pakan dalam menjual pakan cenderung mendekati oligopoli (Kariyasa dan

Sinaga 2007) dan ketergantungan impor bibit ayam Grand Parent Stock (Harian

Online Kontan 4 Desember 2011). Di Indonesia industri perunggasan

menghasilkan day old chick (DOC), baik PS atau final stock (FS). Seluruh

kebutuhan DOC FS dipenuhi dari dalam negeri. Untuk DOC PS sebagian

kebutuhan dicukupi dari produksi dalam negeri, sebagian lagi dipenuhi dari

impor, sedangkan untuk GPS masih sangat tergantung dari impor. Impor ini

dilakukan atas pertimbangan bahwa usaha tersebut lebih efisien dibandingkan

dengan membangun usaha pembibitan di dalam negeri yang membutuhkan waktu

dan biaya yang sangat besar (Bahri.2013).

Prof Asep Anang, Dosen Fakultas Peternakan Universitas Padjajaran,

Bandung menjelaskan bahwa sekarang dalam industri pembibitan ayam pedaging

Indonesia sudah tertinggal. Sekarang ingin mengejar ketinggalan dengan

membiarkan begitu saja atau berusaha untuk memulai (Troboslivestock.2020).

Dalam materi Merancang Pembibitan Ayam Pedaging Di Industri oleh Prof.Asep

Anang menjelaskan bahwa dalam project pemuliaan ayam broiler terdapat

beberapa yang perlu dipertimbangkan yaitu proses pemuliaan yang lama (pure

line ke FS perlu 5 tahun + 3 tahun seleksi), fasilitas yang mahal (fasilitas khusus

untuk perbaikan mutu genetic), input teknologi terupdate serta diperlukannya

Research & Development yang kuat (Disetiap strata) (Anang.A.2019).

8
III

PEMBAHASAN

3.1 Pemuliaan Ternak pada Ayam Pedaging

Pemuliaan ternak ayam pedaging dalam produksi ternak unggas adalah

penerapan prinsip-prinsip genetika untuk meningkatkan produktifitas (sifat

produksi dan reproduksi) yang menunjang pertumbuhan daging suatu ternak

melalui peningkatan mutu genetiknya dengan jalan melakukan seleksi dan

perkawinan (breeding). Keragaman suatu sifat Performance dapat dipengaruhi

oleh dua faktor yaitu faktor genetik, dan faktor non genetik atau lingkungan.

 Faktor Genetik

Faktor genetik ditentukan oleh susunan gen dan kromosom yang dimiliki

oleh individu. Oleh karena itu, faktor genetik sudah ada sejak terjadinya

pembuahan atau bersatunya sel telur (ovum) dengan spermatozoa. Faktor genetik

ini tidak akan berubah selama hidup individu, sepanjang tidak terjadi mutasi dari

gen yang menyusunnya, dan faktor genetik dapat diwariskan kepada anak
keturunannya.

Sebagai contoh yaitu ayam pedaging (ras) dengan ayam kampung (bukan

ras) diambil pada saat umur yang sama DOC (kira-kira 1 hari setelah penetasan),

dengan memberikan pakan yang sama dan perlakuan yang sama pula setiap

harinya, pada saat ayam keduanya mencapai umur 2 bulan ayam broiler memiliki

berat 1,5 kg, dan ayam kampong memiliki berat 0,8 kg. Hal ini karena

dipengaruhi faktor genetik yaitu ayam broiler (ayam ras) dan ayam kampung

(bukan ras) yang secara genetik berbeda.

 Faktor Lingkungan

Berbeda dengan faktor genetik, pengaruh lingkungan tidak akan

9
diwariskan kepada anak keturunannya. Faktor lingkingan tergantung pada

kapan dan dimana individu yang bersangkutan berada.

Untuk contoh pemuliaan pada ayam pedaging yang telah dilakukan dapat

dilihat dari penelitian yang dilakukan oleh Gunawan, B dan Tike Sartika pada

tahun 2011. Penelitian ini dilakukan dengan persilangan ayam Pelung jantan x

ayam Kampung betina hasil seleksi generasi kedua (G2). Penelitian ini

bertujuan untuk menghasilkan ayam local pedaging dengan pertumbuhan

cepat, yaitu mencapai bobot badan lebih besar dari 1 kg pada umur 3 bulan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa bobot badan ayam silangan Pelung x

ayam Kampung lebih tinggi dibandingkan dengan ayam KK (1009 vs 923 g)

dan secara statistik menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05).

3.2 Heretabilitas pada Ayam Pedaging

Contoh heretabilitas pada ayam pedaging dapat dilihat dari penelitian yang

dilakukan oleh Muh. Affan Mu’in pada tahun 2008, dengan pengamatan

heretabilitas beberapa ukuran tubuh ayam kampung. Penelitian ini bertujuan untuk

mengestimasi nilai heretabilitas ukuran tubuh ayam kampung. Beberapa laporan

menginformasikan bahwa bobot badan yang dicapai sampai umur 6 bulan hanya

berkisar 1,4 – 1,8 kg (Mansjoer, 1985; Maryanto dan Noerdjito, 1988; Mugiyono

dkk, 1988). Lambatnya pertumbuhan ayam kampung disebabkan rendahnya mutu

genetik yang dimilikinya, karena umumnya peternak belum menerapkan program

pemuliaan secara ketat (Hakim, 1993; Hardjosubroto, 1994).

Nilai heritabilitas ayam pedaging yang tinggi dari suatu sifat menunjukkan

adanya korelasi yang tinggi antara ragam fenotipik dan ragam genetik aditif,

sehingga seleksi berdasarkan fenotipik individu akan lebih efektif karena tanggap

terhadap seleksi, sedangkan apabila rendah maka seleksi sebaiknya dilakukan

berdasarkan per-formans keluarga (pedigree selection).

10
3.3 Ripitabilitas pada Ayam Pedaging

Ripitabilitas merupakan konsep yang berkaitan dengan heritabilitas yang

berguna untuk sifat-sifat yang muncul beberapa kali pada ayam pedaging.

Keterkaitan ripitabilitas dengan heritabilitas disebabkan oleh bagian dari

keragaman fenotipik yang sama-sama disebabkan oleh keragaman genetik aditif

tetapi pada ripitabilitas ditambah dengan keragaman genetik dominan dan

epistasis serta keragaman lingkungan permanen. Hal tersebut mengakibatkan nilai

ripitabilitas suatu sifat dalam populasi ayam pedaging selalu lebih tinggi daripada

nilai heritabilitas apabila diestimasi pada sifat dan kelompok individu yang sama.

Oleh karena itu, nilai ripitabilitas merupakan batas atas nilai heritabilitas..

Ripitabilitas adalah salah satu parameter genetik yang digunakan pada program

pemuliaan dengan tujuan untuk perbaikan sifat tertentu.

Perhitungan nilai ripitabilitas terhadap parameter produksi pada ayam

pedaging perlu dilakukan pada program pemuliaan. Konsep ripitabilitas

berhubungan dengan pengaruh lingkungan permanen yang mempengaruhi sifat

tertentu. Ripitabilitas dihitung untuk mengetahui korelasi fenotip antara

performan sekarang dengan performa di masa mendatang pada suatu individu.

Hasil estimasi nilai ripitabilitas diharapkan dapat digunakan sebagai dasar seleksi

dan pemuliaan ayam pedaging selanjutnya. Nilai ripitabilitas berkisar antara 0

(0%) sampai dengan 1 (100%) yang dapat di-golongkan menjadi tiga kategori

yaitu:

 Rendah apabila nilainya 0,00 - 0,20

 Sedang apabila nilainya 0,20 - 0,40

 Tinggi apabila nilainya lebih dari 0,4.

Nilai ini akan semakin rendah dan mendekati 0,0 apabila ragam lingkungan

temporer meningkat dan sebaliknya semakin tinggi dan mendekati 1,0 apabila

11
ragam suatu sifat se-bagian besar dikendalikan oleh faktor genetik dan lingkungan

yang sifatnya permanen.

Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap nilai ripitabilitas antara lain

keragaman lingkungan temporer dan interaksinya dengan genetik individu-

individu dalam populasi pada waktu yang berbeda. Interaksi tersebut

menghasilkan keragaman kinerja pada waktu yang berbeda. Manfaat ripitabilitas

yaitu untuk:

 Menunjukkan besarnya peningkatan yang dapat dicapai apabila satu sifat

individu diukursecara berulang-ulang.

 Menyusun batas atas rasio keragaman genetik total dengan keragaman

fenotipik atau rasio keragaman genetik aditif dengan keragaman fenotipik

 Meramalkan kinerja yang akan datang berdasarkan catatan sebelumnya.

 Menghitung nilai Most Probable Producing Ability (MPPA) ternak betina

yang digunakan untuk seleksi.

 Menghitung Nilai Pemuliaan (NP) ternak betina pada sifat tertentu untuk

seleksi.

Ada dua metode yang dapat digunakan untuk menentukan niai repitabilitas

pada ayam pedaging yaitu :

1. Metode korelasi antarkelas (interclass correlation)

Metode korelasi antarkelas digunakan untuk estimasi ripitabilitas dalam

populasi yang masing-masing individu memiliki catatan kinerja dua kali

pengukuran. Misalnya: produksi bertelur pertama dan kedua.

2. Metode korelasi dalam kelas (intraclass correlation)

Metode korelasi dalam kelas dapat digunakan dalam estimasi ripitabilitas

apabila masing-masing individu memiliki lebih dari dua pengukuran

catatan kinerja suatu sifat, misalnya produksi daging pada tiga generasi.

Estimasi ripitabilitas dengan metode korelasi dalam kelas menggunakan

12
analisis keragaman untuk memperoleh nilai keragaman yang diperlukan

untuk menghitung estimasi ripitabilitas.

3.4 Nilai Pemuliaan pada Ayam Pedaging

Nilai pemuliaan atau Breeding Value merupakan faktor utama dalam

mengevaluasi keunggulan individu dalam mengevaluasi ternak dan merupakan

parameter penting dalam program pemuliaan ternak. Nilai pemuliaan pada

dasarnya merupakan regresi dari nilai fenotipik ternak terhadap nilai

heritabilitasnya. Pentingnya nilai pemuliaan dalam pemuliaan ternak,kecermatan

pendugaan nilai pemuliaan akan menentukan respon seleksi yang diperoleh. Nilai

pemuliaan dapat diduga dengan berbagai cara, salah satu cara yang cukup cermat

dalam menduga nilai pemuliaan adalah menggunakan Best Linear Unbiased

Prediction (BLUP). Keuntungan metode BLUP adalah :

 Model dapat memperhitungkan semua pengaruh lingkungan tetap dan bisa

langsung dimasukkan dalam model sehingga tidak perlu dikoreksi.

 Memungkinkan untuk turut diperhitungkannya seluruh informasi

kekerabatan antar ternak.

 Bisa menduga nilai pemuliaan ternak yang tidak mempunyai catatan

produksi asalkan mempunyai hubungan kekerabatan dengan individu yang

mempunyai catatan.

 EBV yang dihasilkan lebih akurat (Anang, dkk. 2003).

Salah satu cara untuk perbaikan genetik pada ayam pedaging dilakukan

melalui seleksi dalam kelompok ternak lokal dengan tujuan untuk meningkatkan

frekuensi gen yang diinginkan. Kegiatan seleksi akan efektif bila jumlah ternak

yang diseleksi banyak, namun catatan performans individu dari jumlah yang

banyak akan sangat mahal. Salah satu cara untuk mengatasi hal ini adalah, seleksi

13
atau peningkatan mutu genetik dilakukan pada kelompok-kelompok tertentu

kemudian disebarkan pada kelompok lain (Wiener 1999).

3.5 Solusi Peningkatan Produktivitas pada Ayam Pedaging

Keragaman yang tinggi, baik fenotipe maupun genotipe, disebabkan belum

dilakukannya peningkatan kualitas genetik. Peningkatan kualitas genetik dapat

ditempuh melalui dua cara, yaitu seleksi dan persilangan yang terstruktur, baik

dilakukan secara terpisah maupun kombinasi (Prasetyo 2006). Pertumbuhan ayam

ras pedagingdipengaruhi7 oleh beberapa faktor antara lain genetik, nutrisi ransum,

kontrol penyakit, kandang dan menajemen produksi (Pond et al., 1995).

Upaya peningkatan mutu genetic pada ayam pedaging dapat dilakukan

dengan meniru teknologi village breeding. Teknologi village breeding adalah

metoda yang dikembangkan oleh Gunawan, dkk (1995) yang pada dasarnya

adalah suatu program seleksi pada itik Alabio untuk meningkatkan mutu

genetiknya. Pada program itu dilakukan evaluasi terhadap produktivitas ternak itik

di desa Amuntai, Kalimantan Selatan. Metoda ini pada dasarnya tergantung pada

variasi produktivitas antara peternak. Menurut Gunawan (1995) metoda village

breeding ini secara umum selain dapat meningkatkan produksi telur, metoda ini

juga dapat meningkatkan mutu genetik pada ayam pedaging yang nantinya akan

dapat meningkatkan produksi dagingnya. Karena genetic merupakan salah satu

faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ayam ras pedaging. Sesuai dengan yang

disampaikan oleh (Pond, dkk., 1995), pertumbuhan ayam ras pedaging

dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain genetic, nutrisi ransum, kontrol

penyakit, kandang dan manajemen produksi.

Keberhasilan peternakan ayam broiler dapat dinilai dari 4 aspek yaitu angka

konversi pakan (FCR) yang rendah, berat badan yang bagus, umur panen yang

pendek, dan angka kematian yang kecil. Keempat penilaian keberhasilan tersebut

14
dapat dicapai dengan 4 elemen stategis yaitu Day Old Chicken (DOC) yang baik,

pola manajemen yang terukur dan teratur, pola pakan yang baik, serta program

medikasi yang produktif.

IV

KESIMPULAN

4.1 Kesimpulan
Perlunya perbaikan pemuliaan ternak ayam pedaging terutama dalam segi

teknologi, agar kualitas dan produktivitasnya maksimal di Indonesia, untuk

memenuhi kebutuhan protein hewani. Peningkatan kualitas genetik dapat

ditempuh melalui dua cara, yaitu seleksi dan persilangan yang terstruktur, baik

dilakukan secara terpisah maupun kombinasi.

Pemuliaan ternak ayam pedaging dalam produksi ternak unggas adalah

penerapan prinsip- prinsip genetika untuk meningkatkan produktifitas (sifat

produksi dan reproduksi) yang menunjang pertumbuhan daging suatu ternak

melalui peningkatan mutu genetiknya dengan jalan melakukan seleksi dan

perkawinan (breeding). Keragaman suatu sifat Performance dapat dipengaruhi

oleh dua faktor yaitu faktor genetik, dan faktor non genetik atau lingkungan.

Nilai heritabilitas ayam pedaging yang tinggi dari suatu sifat menunjukkan

adanya korelasi yang tinggi antara ragam fenotipik dan ragam genetik aditif,

sehingga seleksi berdasarkan fenotipik individu akan lebih efektif karena tanggap

terhadap seleksi, sedangkan apabila rendah maka seleksi sebaiknya dilakukan

berdasarkan per-formans keluarga (pedigree selection).

Perhitungan nilai ripitabilitas terhadap parameter produksi pada ayam

pedaging perlu dilakukan pada program pemuliaan. Konsep ripitabilitas

berhubungan dengan pengaruh lingkungan permanen yang mempengaruhi sifat

15
tertentu. Ripitabilitas dihitung untuk mengetahui korelasi fenotip antara

performan sekarang dengan performa di masa mendatang pada suatu individu.

Nilai pemuliaan atau Breeding Value merupakan faktor utama dalam

mengevaluasi keunggulan individu dalam mengevaluasi ternak dan merupakan

parameter penting dalam program pemuliaan ternak. Nilai pemuliaan pada

dasarnya merupakan regresi dari nilai fenotipik ternak terhadap nilai

heritabilitasnya. Pentingnya nilai pemuliaan dalam pemuliaan ternak,kecermatan

pendugaan nilai pemuliaan akan menentukan respon seleksi yang diperoleh.

16
DAFTAR PUSTAKA

Anang A, Dudi and D Heriyadi. 2003. Characteristics and Proposed Genetic

Improvement of Priangan Sheep in Small Holders. [research report].

Faculty of Animal Husbandry, Padjadjaran University Jatinangor, West

Java. Indonesia.

Anang. Asep. 2019. Merancang Pembibitan Ayam Pedaging Di Industri.

https://pb-ispi.org/fgdispi/Asep%20Anang_Merancang%20Pembibitan

%20Ayam%20Pedaging%20di%20Industri.pdf

Bahri .Sjamsul.2013.KEBIJAKAN KELEMBAGAAN PERUNGGASAN DI

INDONESIA.Lokakarya Nasional Inovasi Teknologi Dalam

Mendukung Usaha ternak Unggas Berdaya saing. http://bptu-

sembawa.net/data/download//20131025165110.pdf

Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur. 2017. East Java Livestock Services. Data

Populasi Ternak Unggas di Kabupaten Jember. Jember

Gunawan, B. dan Tike sartika. Tahun 2001. Persilangan ayam Pelung jantan x

Kampung betina hasil seleksi generasi kedua (G2). Jurnal Ilmu Ternak

dan Veteriner 6(1):21-27.

Hakim, L., 1993. Perbaikan Performans Produksi Ayam kampung Melalui

Program Persilangan. Forum Komunikasi Hasil Penelitian Bidang

Peternakan (Yogyakarta 22-25 Nopember 1993). Direktorat Pembinaan

Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat, Direktorat Jenderal

Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Jakarta.

Harian Online Kontan. 2011. Kementerian Pertanian Cemas Ketergantungan

Bibit GPS Unggas Impor. Artikel. http://nasional. kontan.co.id. Edisi 4

Desember 2011.

17
Kariyasa K dan Sinaga BM. 2007. Analisis perilaku pasar pakan dan daging

ayam ras di Indonesia. Jurnal Socio-Economic of Agriculture and

Agribusinnes, 7 (2) July 2007. http://ojs.unud.ac.id/index.php/soca.

Mansjoer, S.S., 1985. Pengkajian Sifat-sifat Produksi Ayam kampung Serta

Persilangannya dengan Ayam RIR. (Disertasi) Bogor FPS IPB.

Maryanto I. dan M. Noerdjito, 1988. Optimalisasi Produksi dan Pemanfaatan

Ayam Buras. Studi Kasus Desa Pondok dan Desa Pandaan. Kumpulan

Abstrak Seminar Nasional Peternakan dan Forum Peternak Unggas dan

Aneka Ternak II, Balai Penelitian Ternak, Ciawi, Bogor. Minkema, D.,

1987. Dasar Genetik dalam Pembudidayaan Ternak. Bhratara Karya

Aksara, Jakarta.

Muh. Affan Mu’in. 2008. Heritabilitas Beberapa Ukuran Tubuh Ayam Kampung.

Jurnal Ilmu Peternakan Vol.3 (1) : 16-19.

Saptana dan Rusastra IW. 2001. Dampak Krisis moneter dan kebijakan

pemerintah terhadap daya saing agribisnis ayam ras pedaging di Jawa

Barat. Socio Economic of Agriculture and Agribusiness (SOCA), 1(1)

Februari 2001. http://ojs.unud.ac.id/index.php/soca.

Trobos Livestock. 2020. Menakar Kemandirian Pembibitan Broiler. Media

Agribisnis Peternakan. http://troboslivestock.com/detail-

berita/2020/01/01/29/12514/menakar-kemandirian-pembibitan-broiler-

Wiener G. 1999. Animal Breeding. Centre for Tropical Veterinary Medicine

University of Edinburgh. First Published 1994 by Mac Millan

Education Ltd.

18

Anda mungkin juga menyukai