Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

NAMA DOSEN : ASIS SURAJAT S,PT.,M,PT

MATA KULIAH : ILMU TERNAK PERAH

DI SUSUN OLEH :

HARTINI

08201901016

FAKULTAS PERTANIAN DAN PETERNAKAN

PROGRAM STUDI PETERNAKAN

UNIVERSITAS MUSLIM BUTON

BAUBAU

T.P 2020/ 2021


KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kehadiran Allah yang maha esa, berkat rahmat dan karunianya penulis
dapat menyelesaikan makala dengan tema “Ilmu Ternak Perah” Dalam rangka memenuhi salah satu
tugas mata kuliah .

Penulis menyadari bahwa makalah ini masi jauh dari kesempurnaan mengenai isi ataupun pemakaian
bahasnya, sehingga kami memohon kritikan yang bersifat membangun untuk penulis lebih lanjut mudah-
mudahan makala ini bermanfaat bagi para pembacanya serta menambah pengetahuan bagi kita semua,
dan kiranya Tuhan Yang Maha Esa senantiasa melimpakan rahmat dan karunianya kepada kita semua.

Baubau,14 apri 2021

Penulis,
DAFTAR ISI

Kata pengantar...................................................................................................

Daftar Isi..............................................................................................................

BAB 1 PENDAHULUAN..................................................................................

1.1 Latar Belakang.......................................................................................

1.2 Tujuan...................................................................................................

BAB II PEMBAHASAN.....................................................................................

2.1 Pengertian Ilmu Ternak Perah...............................................................

2.2 Faktor Pendukung Pada Peternak Perah...............................................

2.3 Bangsa-bangsa Ternak Perah.................................................................

2.4 Komponen, Niai gizi, Serta Faktor Yang Mempengaruhi Produksi dan Kualitas Susu.......

BAB III PENUTUP.............................................................................................

3.1 Kesimpulan.............................................................................................

DAFTAR PUSAKA............................................................................................
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perkembangan zaman yang semakin maju membuat manusia harus lebih cermat dalam
mempertahankan keberlangsungan hidupnya, dimana lingkungan sangat berpengaruh dalam kehidupann
manusia. Manusia sebagai makhluk sosial dapat memenuhi kebutuhannya dengan memanfaatkan
lingkungan untuk pertanian, peternakan dan lain sebagainya. Kondisi yang berbeda disetiap wilayah
membuat manusia harus dapat menyesuaikan dalam memanfaatkan lahan untuk keberlangsungan
hidupnya.

Lahan merupakan sumber daya alam fisik yang mempunyai peranan penting dalam segala
kehidupan. Meningkatnya kebutuhan akan lahan baik lahan untuk pertanian, tempat tinggal, sarana
penunjang kehidupan dan sebagainya disebabkan oleh pertambahan jumlah penduduk yang semakin
meningkat sehingga tidak sedikit yang memanfaatkan lahan pertanian produktif untuk menunjang
kebutuhan hidup. Pertambahan jumlah penduduk yang semakin meningkat setiap saat namun tidak
diimbangi dengan pertambahan luas wilayah mengakibatkan masyarakat harus bisa memanfaatkan lahan
yang ada secara optimal. Mayoritas dipedesaan masih banyak yang mengandalkan pertanian sebagai
sumber mata pencaharian utama, namun semakin berkurangnya lahan pertanian membuat masyarakat
banyak memilih ternak sebagai usaha sampingan.

Ternak merupakan komponen yang paling banyak berkaitan dengan komponen produksi lain
dalam usaha tani, selain menjadi produksi yang mendatangkan penghasilan, usaha ternak juga
menghasilkan pupuk organik, sumber tenaga kerja dan juga kaitannya dengan usaha konservasi tanah
(Yustina, 1996).

Salah satu ternak yang dapat dipilih adalah sapi perah. Sapi perah yang paling banyak dijumpai di
Indonesia adalah sapi Friesian Holstein yang 2 mempunyai pola warna hitam dengan belang putih, dalam
usaha ternak khususnya sapi perah betina akan lebih baik jika dilakukan pencatatan hal ini berfungsi
untuk memberikan informasi tentang ternak individu per individu dengan catatan yang sederhana namun
lengkap, teliti dan mudah dimengerti. Pencatatan ini berupa produksi susu, identitas sapi, data reproduksi
dan kesehatan ternak (Wartomo, 1994).
Hasil utama sapi perah adalah susu. Usaha peternakan sapi perah yang dikembangkan dan
dikelola dengan baik akan mempengaruhi hasil dari pendapatan dalam meningkatkan kesejahteraan bagi
peternak. Semakin bertambahnya jumlah anggota dalam sebuah keluarga maka pengeluaran akan
kebutuhan semakin meningkat, sehingga usaha sapi perah bisa menjadi alternatif untuk usaha sampingan
karena sapi perah tidak memerlukan lahan yang luas. Selain itu keuntungan dalam memelihara sapi perah
dapat membuat produk olahan susu dalam skala rumah tangga dan memanfaatkan kotoran sapi sebagai
pupuk untuk tanaman pertaniannya dan bisa diolah menjadi energi biogas.

Sapi perah memiliki potensi untuk dikembangkan menjadi usaha yang menjanjikan karena
semakin tingginya kesadaran masyarakat akan susu untuk mencukupi kebutuhan protein hewani dalam
memenuhi gizi yang seimbang. Perkembangan usaha peternakan sapi perah di Indonesia semakin
meningkat dari tahun ke tahun akibat dari permintaan susu yang besar dalam negeri, namun ketersediaan
yang ada belum mampu mencukupi kebutuhan. Kebutuhan protein hewani yang berasal dari susu di
Indonesia sebesar 5 kg/kapita/tahun, tetapi hanya sekitar 32% dipenuhi dari produksi dalam negeri dan
sisanya sekitar 68% harus diimpor ( Zootek, 2013).

Usaha ternak sapi perah di Indonesia ada 2 bentuk yaitu peternakan komersial dan peternakan
semi komersial. Peternakan komersial adalah usaha peternakan sapi perah yang penghasilan utamanya
adalah susu, dimana dalam usaha ini telah menggunakan teknologi baru, sedangkan peternakan semi
komersial adalah peternakan rakyat yang menganggap susu bukan sebagai penghasil utamanya,
melainkan dari hasil pertanian dan cara beternak yang 3 dilakukan masih tradisional dengan jumlah sapi
yang dimiliki hanya sedikit (AAK, 1980).

1.2 Tujuan

Tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:

1. Mengetahui karakteristik peternak sapi perah.

2. Mengetahui perbedaan faktor fisik dan non fisik ternak perah.

3. Membangun sistem informasi yang dapat memperkirakan jumblah produksi susu yang di hasilkan
masing-masing sapi pada puncak laktasinya. Sehingga peternak dapat mengetahui produktifitas sapi
yang ada di peternakanya sejak dini.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Ilmu Ternak Perah

Ternak perah adalah ternak ruminansia penghasil susu yang merupakan bahan pangan yang sangat
penting untuk kebutuhan gizi masyarakat dan merupakan salah satu komoditas strategis. Ternak perah
meliputi sapi perah, kerbau perah dan kambing perah. Tetapi hingga saat ini sapi perah masih
mendominasi dunia peternak dan industri olahan susu dibanding ternak lainnya seperti kambing perah dan
kerbau perah, walaupun prospek pengembangan ternak ini sangat baik Seiring dengan berkembangnya
ilmu pengetahuan dan meningkatnya taraf hidup masyarakat, maka kebutuhan susu untuk pemenuhan gizi
masyarakat terus meningkat. Masyarakat sebagai konsumenpun sudah cerdas dalam menentukan sikap
untuk kualitas susu yang mereka konsumsi. Hal ini menjadi tolok ukur agar pengembangan ternak perah
yang sehat dan susu berkualitas baik dengan kandungan bahan-bahan bermanfaat seperti antioksidan dan
tidak mengandung residu bahan berbahaya seperti antibiotika, cemaran timbal dan cemaran bahan
berbahaya lainnya merupakan syarat yang tidak lagi dapat di tawar-tawar. Kewajiban kita semua sebagai
insan peternakan agar memproduksi susu yang berkualitas dari ternak perah yang kita pelihara sehingga
memberikan manfaat dan meningkatkan kesehatan serta kecerdasan masyarakat dari generasi ke generasi/
Strategi pemerintah dalam usaha pembangunan peternakan ternak perah adalah menggalakkan program
pengembangan peternakan yang lebih menekankan pada peningkatan populasi dan daya produksi susu
yang lebih baik. Hal ini mengingat kebutuhan susu masih diatas kemampuan produksi. Hingga saat ini
untuk memenuhi kebutuhan susu dalam negri terpaksa dipenuhi oleh susu import. Kondisi ini menjadi
peluang yang sangat baik dalam pengembangan ternak perah di Indonesia. Buku ini diharapkan dapat
membantu para mahasiswa yang menekuni bidang ternak perah dan pembaca dari berbagai latar belakang
keilmuan yang tertarik dengan bidang ternak perah sehingga dapat memberikan gambaran yang utuh
tentang ternak perah dan prospek pengembangannya. Buku ini selain ditulis berdasarkan penelitian-
penelitian serta pengalaman penulis di lapangan, juga dilengkapi dengan gambar-gambar yang diambil
dari berbagai literature, majalah dan lokasi peternakan ternak perah yang penulis kunjungi, dengan
harapan pembaca bisa mendapat ide-ide baru dan melihat prospek yang bisa dikembangkan sebagai suatu
usaha baru yang menjanjikan.
2.2 Faktor Pendukung Pada Peternak Perah

Sistem pemeliharaan ternak sendiri di Indonesia dibagi atas beberapa sistem yang bertujuan untuk
meningkatkan kualitas ternak sapi terutamanya melalui teknik pemeliharaan: intensif, semi-intensif, dan
ekstensif. Masing-masing dari cara tersebut memiliki pengaruh yang berbeda-beda pada hasil yang
diperoleh dari sapi baik secara produktifitas maupun kesehatan ternak itu sendiri.
sistem ekstensif adalah pemeliharaan sapi di luar kandang yang biasanya di umbar/digembalakan, Sistem
semi intensif adalah sistem yang menggunakan perpaduan teknologi modern dan tradisional “Sapi
dibiarkan merumput pada pagi hari lalu pada sore hari ternak dimasukkan kembali ke kandang” dan
sistem intensif adalah sistem pemeliharaan modern melalui aspek perkembangan teknologi & sains,
dengan pengontrolan penuh terhadapi faktor lingkungan dengan perhitungan manajemen secara rinci
“segala kegiatan dari ternak berada didalam kandang”
Apakah pemeliharaan dengan tiga sistem tersebut bisa berhasil atau bahkan akan rugi ??
iya semua bisa mungkin berhasil…

Tapi ada beberapa faktor juga yang saling mepengaruhi keberhasilanya selain tiga sistem tersebut
diataranya adalah
1.Faktor Bibit ternak Pemilihan bibit sangat berpengaruh pada keberhasilan dalam pemeliharaan ternak.
Dalam pengembangbiakkan untuk tujuan pemeliharaan, bibit ternak yang dipilih harus yang baik dan
sehat. Tujuan adalah untuk menghasilkan keturunan sekaligus menghasilkan produksi yang baik. Untuk
dikembangbiakkan ciri – ciri bibit yang baik yaitu secara fisik tidak cacat,memiliki bulu yang baik,mata
cerah, BCS ternak baik (sesuai umur ternak), dan tegap baik dari kaki dan postur.

2.Faktor manajemen pemeliharaan dimana segala sesuatu yang terkait tata cara pemeliharaan ternak
seperti pola pemberian pakan,frekuensi pakan,kandang,lingkungan,sumber daya manusi/alam dll. Semua
kegiatan tersebut benar – benar harus diperhitungan dan dianalisa karena juga memiliki dampak yang
besar terhadap keberhasilan dan daya produktifitas yang tinggi ternak.

3.Faktor pakan ternak Produktivitas ternak dipengaruhi oleh faktor pakan sampai 60 – 70% dan faktor
genetik hanya sekitar 30%.Diantara faktor lainya tersebut, aspek pakan mempunyai pengaruh paling
besar. Hal ini menunjukkan bahwa walaupun potensi genetik/bibit ternak tinggi, namun apabila
pemberian pakan tidak memenuhi persyaratan kuantitas dan kualitas yang baik untuk ternak, maka
produksi yang tinggi tidak akan tercapai, pakan ternak yang baik adalah pakan yang -Hendaknya
mengandung nutrisi yang cukup diperlukan tubuh yaitu (protein, karbohidrat, lemak, vitamin dan
mineral), Disukai ternak (palatabilitas) Bersih dan Tidak dalam keadaan rusak (busuk,berjamur dll) dan
tidak membahayakan ternak tersebut.
2.3 Bangsa-bangsa ternak perah

1. Friesien Holstein
Sapi atau Friesien Holstein disebut juga FH berasal dari negara Belanda Utara dengan kriteria
bobot badan Ideal sapi FH  betina dewasa seitar 682 kg dan jantan dewasa sekitar 1000 kg, produksi susu
sapi FH di Indonesia rata-rata 10 liter/ ekor per hari atau lebih kurang 3.050 kg per laktasi, kadar lemak
susu FH 3,65% dengan rata-rata 7.245 kg per laktasi di Amerika Serikat, bulu sapi FH pada umumnya
bewarna hitam dan putih, namun ada juga yang  bewarna merah dan putih dengan batas-batas warna yang
jelas, bobot anak sapi FH yang  baru dilahirkan mencapai 43 kg. Sifat umum Friesian Holstein ialah
tenang dan jinak sehingga mudah ditangani, tidak tahan panas, namun mudah beradaptasi.

2. Jersey
Bangsa sapi perah Jersey dikembangkan di pulau Jersey yang letaknya  berdekatan dengan pulau
Guernsey. Badan sapi Jersey memiliki badan paling kecil diantara  bangsa sapi perah lainnya, kadar
lemak susunya tinggi 4,85%, memiliki sifat nerveous atau gelisah dan bereaksi cepat terhadap rangsangan
dengan kata lain sapi jersey tidak begitu jinak. Produksi susu mencapai 2500 liter per sat masa laktasi.
Bobot badan jantan 625 kg, betina 425 kg.

Ciri-ciri Sapi Jersey adalah warna tidak seragam, yakni bervariasi mulai dari kelabu-
keputihan,coklat-muda atau ada yang coklat-kekuningan, coklat-kemerahan, sampai merah-gelap dan
pada bagian-bagian tertentu ada warna putih, sapi jantan berwarna lebih gelap, warna mulut hitam, tetapi
dikelilingi warna yang lebih muda, ukuran tanduk sedang, lebih panjang daripada FH, menjurus agak ke
atas.

3. Guernsey
Bangsa sapi Guernsey dikembangkan di pulau Guernsey di Inggris. Pulau tersebut terkenal
dengan padang rumputnya yang bagus, Kriteria sapi Guernsey bentuk badan agak kasar dibandingkan
sapi Jersey, warna bulu coklat bercak putih, susu sapi Guernsey biasanya diolah menjadi mentega, bangsa
sapi Guernsey bersifat agak jinak. Produksi susu mencapai 2750 liter per masa laktasi bobot badan jantan
mencapai 700 kg, betina 475 kg (Praharanidan Ashari, 2010).

4. Brown Swiss
Bangsa sapi Brown Swiss adalah bangsa sapi perah tertua yang berasal dari spesies sapi liar sub-
spesies Bos (Taurus) Typicus. Bangsa sapi Brown Swiss banyak dikembangkan dilereng-lereng
pegunungan di Swiss. Bobot badannya terberat kedua setelah sapi FH yaitu jantan 970 kg dan betina 630
kg, warna bulu cokelat dengan ragam ragam dari coklat terang sampai cokelat gelap, susu sapi Brown
Swiss  biasanya diolah menjadi keju, kadar lemak susu sapi Brown Swiss rendah, produksi susu rata-rata
5.939 per laktasi.

5. Ayrshire
Bangsa sapi Ayrshire dikembangkan di daerah Ayr, yaitu di daerah  bagian barat Skotlandia.
Bobot sapi Aryshire lebih besar dari sapi Guernsey dan Jersey yaiitu bobot badan betina 545 kg, jantan
841 kg dan bobot saat lahir 34 kg, warna bulu  bervariasi dari merah dan putih sampai warna mahoni dan
putih. Produksi susu mencapai 3500 liter persatu masa laktasi.

6. Sahiwal
Bangsa sapi Sahiwal berasal dari daerah Punjab, distrik montgo mery, Pakistan. Potongan atau
bentuk tubuh berat, kaki pendek, warnanya kemerahan atau coklat muda, kadang-kadang terdapat warna
putih, persentase lemaknya 3,7%, bulunya sangat halus, ambing besar dan kadang-kadang
bergantung.Produksi rata-rata permasa laktasi 2500-3000 liter.

7. Red Sindhi
Sapi ini berasal dari India. Dalam segala hal hampir sama dengan Sahiwal tetapi dengan ukuran
yang lebih kecil dengan bobot sapi betina dewasa 300-350 kg, jantan dewasa 400-454 kg, bobot anak sapi
betina baru lahir 18-20 kg, anak sapi jantan yang baru lahir 21-24 kg, produksi rata-rata untuk satu masa
laktasi 1.662 atau berkisar 5-6 liter per hari, kadar lemaknya 4,9%. Potongan tubuh kuat, kokoh dan berat,
kaki pendek, warna merah-coklat, bulu lembut, ukuran ambing besar.

8. Milking Shorthorn
Sapi Milking Shorthorn termasuk bangsa sapi tertua dan terbentuk di Inggris bagian timur laut di
lembah Sungai Thames. Nenek moyang sapi ini adalah bos (Taurus) Typicus Premigenius. Awal mulanya
sapi ini dikenal sebagai bangsa sapi tipe dwiguna (perah dan pedaging). Pada tahun 1969 peternak
pembibit di Amerika Serikat bangsa sapi ini hanya digunakan sebagai sapi perah. Warna bervariasi dari
hampir putih sampai merah semua, dan ada yang bewarna campuran merah dan putih. Bobot badan ideal
jantan 955 kg, berat pada saat lahir 34 kg, kadar lemak susunya 3,65%, produksi susunya 5.126 kg per
laktasi.
2.4 Komponen Niai Gizi, Serta Faktor Yang Mempengaruhi Produksi dan Kualitas Air Susu

a. Faktor Genetik

Komposisi dan produksi susu yang dihasilkan oleh seekor ternak sapi perah laktasi sangat bervariasi.
Variasi yang terjadi dapat disebabkan oleh banyak faktor. Salah satu faktor yang mempengaruhi produksi
susu adalah faktor genetik, dimana kontribusi faktor genetik terhadap komposisi dan produksi susu
berkisar antara 25%-30%. Faktor-faktor genetik antara lain bangsa sapi, individu, keturunan, lama laktasi,
hormonal, lama bunting, umur dan ukuran badan (Mukhtar, 2006).

Bangsa sapi perah yang tubuhnya seperti Holstein dan Bronwiss memiliki jumlah produksi susu yang
lebih tinggi dibandingkan bangsa sapi perah lainnya. Faktor individu merupakan pembeda setiap individu
di dalam kelompok jenis yang sama dilihat dari jumlah produksi susu yang dihasilkan per masa laktasi.
Variasi individual dalam satu bangsa sapi yang sama, sebagian besar disebabkan oleh faktor lketurunan
dan faktor lingkungan (Anonimous, 2004).

Faktor keturunan merupakan penilaian kemampuan sapi untuk menghasilkan susu, lemak, yang
diwariskan melalui jalan keturunan. Pada prinsipnya faktor keturunan pada bangsa- bangsa sapi perah
yang mengalami seleksi selama ratusan tahun, dapat menghasilkan produksi susu dalam jumlah yang
tinggi. Kemampuan memproduksi susu tidak terlepas dari normalitas besarnya tubuh, kapasitas
menampung dan mencerna makanan, besarnya ambing dan ketahanan terhadap penyakit (Sudono, 1999).

Salah satu faktor yang menentukan tingginya produksi susu adalah pengaruh optimalitas sekresi
hormon yang diturunkan dari tetuanya (induk betina dan jantan). Apabila sekresi hormon yang
berpengaruh terhadap produksi susu diefisiensi, kapasitas sekresi susu juga akan menurun. Hormon-
hormon yang berpengaruh terhadap produksi susu antara lain hormon prolaktin, hormon lactogenetik,
hormon pertumbuhan, hormon paratioidea, hormon adrenalin, dan hormon oktitosin (Mukhtar,2006).

Siregar (1993) menyatakan bahwa sapi yang kebuntingan akan mengalami penurunan produksi susu 3-
4 kali lebih cepat dibandingkan dengan sapi yang tidak mengalami kebuntingan. Penurunan mencolok
terlihat pada usia kebuntingan 6-7 bulan. Hal tersebut disebabkan besarnya nutrisi untuk fetus dan
terjadinya perubahan imbangan hormon yang terjadi di dalam tubuh induk.
b. Faktor Lingkungan

Schmidt etal., (1998) menyatakan produksi susu dipengaruhi oleh banyak faktor, dimana dibagi ke
dalam dua hal yaitu fisiologis dan lingkungan. Faktor fisiologis adalah dimana sebagian hidup ternak
dipengaruhi oleh faktor keturunan dan sebagiannya dipengaruhi oleh faktor umur, lama laktasi dan
kebuntingan. Peningkatan hasil produksi susu dengan periode kering sampai 60 hari. Sapi dengan periode
kering 50-59 hari mempunyai produksi tertinggi pada laktasi berikutnya, sedangkan sapi dengan periode
kering dari 40-49 atau 60-69 hari hanya mempunyai sedikit produksi. Alasan untuk pengurangan di dalam
produksi disebabkan oleh periode kering yang panjang tidak diketahui, tetapi bisa disebabkan oleh kaitan
antara produksi terhadap ternak

Alfarisi (2006) menyatakan bahwa ada empat faktor yang mempengaruhi produksi susu dan komposisi
susu diantaranya 1) faktor kebakaran yaitu genetik pada ternak, genetik dapat menentukan tinggi
rendahnya produksi susu, jadi jelas bahwa komposisi susu dapat diubah dengan cara seleksi. 2) keadaan
laktasi yaitu lama laktasi pada sapi perah juga mempengaruhi terhadap komposisi susu. 3) pakan apabila
yang diberikan kurang tidak mencukupi kebutuhan hidup ternak hal ini akan mempengaruhi terhadap
produksi susu. 4) faktor lain yaitu umur sapi, penyakit, susu sekeliling dan obat-obatan.

Suhu lingkungan yang tinggi akan berpengaruh terhadap produksi susu, jika suhu lingkungan tinggi
maka dalam tubuh ternak akan menyerap panas. Lingkungan yang panas merupakan kondisi kurang baik
dari segi produktivitas hewan ternak tersebut, karena produksi ternak merupakan hasil dari interaksi
antara lingkungan dan genetik. Kadrida (2008) menyatakan waktu dalam keadaan panas, pertumbuhan
produktivitas akan menurun. Hal tersebut disebabkan oleh stres (cekaman) panas secara fisiologis adalah
ketidakmampuan hayati ternak untuk menanggapi panas lingkungan yang bersuhu tinggi.

Indonesia tergolong beriklim tropika basah hingga tropika kering. Daerah tropika basah menyebar ke
bagian Barat dengan curah hujan yang lebat dan merata sepanjang tahun dan mempunyai bulan kering
yang sedikit sedangkan tropika kering ke arah bagian Timur di mana dalam satu tahun banyak terdapat
bulan kering. Suhu rata-rata di Indonesia minimum 220C dan maksimum 320C. Suhu udara cendrung
naik dengan meningkatnya ketinggian pada siang hari dan suhu udara akan menurun dengan
meningkatnya ketinggian tempat dari permukaan laut. Untuk setiap 100 meter kenaikan tinggi tempat dari
permukaan laut akan terjadi penurunan suhu 0,160C dengan suhu pantai rata-rata 260C (Sihombing
1999).

Faktor lingkungan adalah faktor yang memberikan pengaruh cukup besar terhadap tingkat produksi.
Faktor lingkungan sangat berpengaruh terhadap sapi perah terutama pada masa laktasi (produksi susu)
adalah temperatur, yang selalu berkaitan erat dengan kelembaban. Sapi perah harus dipelihara pada
kondisi lingkungan yang nyaman agar dapat berproduksi dengan baik.

Anderson (1985) dalam Rumentor (2003) menyatakan bahwa produksi susu akan menurun selama
ternak mengalami stres panas, pengaruh stres panas terhadap produksi susu disebabkan meningkatnya
kebutuhan maintenance untuk menghilangkan kelembaban panas, mengurangi laju metabolik dan
menurunkan konsumsi pakan. Penurunan produksi susu pada sapi perah yang menderita stres panas
terjadi karena adanya pengurangan pertumbuhan kelenjer mamae yang pada awalnya mengurangi
pertumbuhan fetus dan plasenta. Apabila perbedaan suhu tubuh sapi dan lingkungan kecil atau besar akan
mengakibatkan peningkatan proses metabolisme dan akan menurunkan produksi susu atau penurunan
bobot badan. Williamson dan Payne (1993) menyatakan kehilangan atau kenaikan panas pada tubuh,
disebabkan oleh pakan dan air minum yang dikonsumsikan dapat mempengaruhi produksi panas atau
jumlah kehilangan panas. Pengurangan suhu tubuh dari air yang diminum akan membantu mengurangi
suhu tubuh dan akan menaikkan jumlah pakan yang dikonsumsikan.

Dijelaskan lebih lanjut bahwa kandungan lemak dari susu sapi yang berasal dari daerah dingin turun
perlahan-lahan sampai suhu lingkungan mencapai 290C dan kemudian meningkat. Hal tersebut
disebabkan pada suhu di atas 290C penurunan produksi susu lebih cepat dibandingkan dengan penurunan
pada kadar lemaknya. Suhu lingkungan yang tinggi juga akan mempengaruhi kandungan lain dari susu
sapi yang berasal dari susu sapi daerah dingin yaitu kenaikan kadar klorida dan penurunan kadar laktosa
dan total nitrogen bila suhu lingkungan naik di atas 270C-320C. Salah satu faktor yang menentukan
keberhasilan peternakan sapi perah adalah pemberian pakan. Sapi perah dengan produksi susu yang
tinggi, apabila pakan yang diberikan kurang tidak mencukupi kebutuhan hidup ternak baik kualitasnya hal
ini akan mempengaruhi terhadap produksi susu.

Kandungan dalam nutrisi harus juga diperhatikan karena sapi perah sangat membutuhkan gizi yang
baik untuk menghasilkan susu dengan kadar lemak yang sesuai standar, tidak hanya dari produksinya saja
namun energi yang dibutuhkan sapi tersebut untuk dapat hidup dapat memberikan kekebalan dari
penyakit. Kebutuhan nutrisi sapi perah laktasi sangat perlu diperhatikan, apabila hal ini tidak
dilaksanakan maka produksi susu yang dihasilkan tidak optimal.

Pada sapi perah yang sedang laktasi juga sangat membutuhkan air yang bersih. Air yang diberikan
secara tidak terbatas (ad-libitium) karena sapi perah lebih membutuhkan air. Jika air minum dalam jumlah
kurang untuk sapi perah yang laktasi hal ini akan mempengaruhi terhadap kualitas dan kuantitas produksi
susu. Hal utama yang diperhatikan pada sapi perah yang laktasi adalah pemberian pakan, pakan yang
diberikan harus sesuai dengan standar dan kualitas yang baik, jika tidak sesuai maka akan berpengaruh
terhadap produksi susu.

Siregar (1993) menyatakan bahwa pakan sapi perah menjadi faktor utama yang dapat mempengaruhi
produksi dan kualitas susu, kesehatan tubuh ternak, baik kesehatan tubuh maupun kesehatan produksinya.
Secara umum, pakan ternak sapi perah adalah rumput dan konsentrat sebagai bahan pakan penguat.
Kuantitas dan kualitas pakan yang diberikan pada sapi perah, merupakan salah satu faktor yang sangat
menentukan optimalitas produksi dan komposisi selama laktasi. Meskipun demikian, pemberian pakan
harus sesuai dengan bobot badan kadar lemak susu dan produksi susunya, terutama bagi ternak sapi yang
telah berproduksi.

Tingginya produksi susu sapi perah ditentukan oleh faktor kebakaran atau keturunan sebesar 25% dan
75% ditentukan oleh faktor lingkungan. Salah satu faktor lingkungan yang besar pengaruhnya terhadap
produksi susu faktor pemberian pakan. Oleh sebab itu program penyediaan pakan sapi perah yang baik
sangat diperlukan untuk meningkatkan keuntungan dari produksi susu yang dihasilkan. Diperoleh hasil
seoptimal mungkin diperlukan susunan ransum yang seimbang, artinya ransum tersebut mengandung
semua zat-zat makanan (nutrisi) yang diperlukan dalam imbangan yang tepat (Soetarno, 2003).
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil dan pembahasan di atas dapat di simpulkan sebagai berikut:

1. Kemajuan usaha peternakan sapi perah dipengaruhi oleh sistem pemeliharaan yang baik dan benar
yang meliputi pemilihan bibit, pemberian pakan, manajemen pemeliharaan,  manajemen perkandangan,
kesehatan sapi serta pasca panen.

2.  Manajemen pemeliharaan sapi perah harus disesuaikan terhadap fase fisiologis ayam agar
pemeliharaan dapat dilakukan dengan tepat sehingga dapat menentukan tipe kandang yang sesuai serta
intensitas pencahayaan yang dibutuhkan.
3.  Pemilihan bibit, harus memiliki kualitas yang baik sehingga akan menghasilkan produk yang
berkualitas pula.
4.  Serta melakukan pencegahan penyakit dengan melakukan vaksinasi dan memlihara kebersihan
lingkungan dengan melakukan sanitasi baik didalam maupun di luar kandang.
DAFTAR PUSTAKA

Ace, I.S dan Wahyuningsi. 2010. Hubungan Variase Pakan Terhadap Mutu
Susu Segar

Aisya, S. 2009. Tingkat produksi susu dan kesehatan api perah dengan
pemberian aloe barbadensis miller. Gamma 7 (1): 50-60.

Akoso, T.B. 1996. Kesehatan Sapi. Kanisius, Yogyakarta.

Amir, A. 2010. Respon. Termoegurasi dan Tingkah laku Bernaung Sapi Perah
dara Peranakan Fries Holad pada Energi Ransum yang Berbeda. Tesis.

BSN. Badan Standardisasi Nasional. 2019.SNI. 3148.1-2009 pakan Kosentrat


Bagian 1 : Sapi Perah. Jakarta ; BSN

Buckley, K.A 1987. Imu Pangan.

Direktorat Jendral Peternakan dan Kesehatan Hewan. 2010. Buku Stastistik


Peternakan 2011.

Ensminger, M.E, & D.T Howard. 2016. Dairyy Catlle. Science. 4 th Edition. The
Interstate Printes and Pubisher Inc., Danvile.

Anda mungkin juga menyukai