Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

TEKNOLOGI PENETASAN DAN PEMULIAAN UNGGAS

(Pemuliaan Ayam Pedaging)

Disusun Oleh:
Rena Artika Mareta
1810611032

Dosen Pengampu:
Dr. Kunadidi Subekti. S. Pt, MP

FAKULTAS PETERNAKAN

UNIVERSITAS ANDALAS

PADANG, 2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat-Nya
sehingga makalah ini dapat tersusun hingga selesai. Makalah ini disusun dengan
maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai sumber sehingga dapat
memperlancar pembuatan makalah ini. Serta informasi dari media massa yang
berhubungan dengan “Pemuliaan Pada Ayam Pedaging”. Tak lupa penulis
ucapkan terima kasih kepada dosen pengampu mata kuliah teknologi penetasan
dan pemuliaan ternak unggas 02 telah memberikan arahan kepada saya sehingga
makalah ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya.

Penulis berharap, semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan


pengalaman bagi para pembaca, untuk kedepannya dapat memperbaiki bentuk
maupun isi makalah agar menjadi lebih baik lagi.Oleh karena itu penulis sangat
mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi
kesempurnaan makalah ini.

Padang, 04 November 2021

Penulis

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................................ii

ii
DAFTAR ISI.....................................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN..................................................................................................4

1.1. Latar Belakang...................................................................................................4

1.2. Rumusan masalah...............................................................................................5

1.3. Tujuan................................................................................................................5

BAB II PEMBAHASAAN.................................................................................................6

2.1. Pemuliaan Ternak Pada Ayam Pedaging.................................................................6

2.1.1. Faktor Genetik..................................................................................................6

2.1.2. Faktor Lingkungan.........................................................................................10

2.2. Contoh Pemuliaan Pada Ayam Pedaging..............................................................10

2.3. Sifat Kualitatif dan Kuantitatif pada Ayam Pedaging............................................11

2.4. Nilai Pemuliaan pada Ayam Pedaging..................................................................12

BAB III PENUTUP.........................................................................................................14

3.1. Kesimpulan......................................................................................................14

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................15

iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kebutuhan akan protein hewani semakin meningkat setiap tahunnya,
sdengan meningkatnya kebutahan tersebut banyak upaya yang dilakukan baik dari
kebijakan dari pemerintah dan perbaikan mutu genetik ternak oleh para peternak-
peternak yang melakukan pembibitan. Dalam dunia peternakan yang saat ini
sedang berkembang, banyak produk-produk peternakan yang semakin hari
semakin meningkat permintaannya. Sebagai contoh yaitu daging, telur susu
merupakan produk yang memiliki nilai ekonomi tinggi. Untuk saat ini banyak
kalangan yang beranggapan bahwa dunia peternakan adalah dunia yang kurang
mempunyai prospek ke depan. Salah satunya adalah usaha ayam pedaging.
Dalam usaha ayam pedaging memerlukan adanya bibit agar bis]a beroperasi
dengan tepat, bibit yang dimaksud adalah bibit unggul yang mudah diperoleh.

Program pembibitan dilakukan dengan melaksanakan program pemuliaan


(seleksi dan persilangan) dan memperbaiki performa reproduksi dan
produktivitas ternak. Performa reproduksi ayam pedaging tidak
hanya terkait pada genetik yang dimiliki ternak. Keadaan lingkungan dan
pakan juga turut menunjang munculnya performa reproduksi dan produktivitas
secara optimal. Pada iklim mikro yang berbeda reproduksi ternak didaerah tropis
dipengaruhi oleh suhu lingkungan, kelembaban dan pakan yang tersedia bagi
ternak. Suhu dan kelembaban lingkungan yang tinggi serta kondisi pakan yang
buruk menghambat laju reproduksi. Kecepatan reproduksi yang rendah akan
membatasi program seleksi.

Salah satu produk peternakan yang jumah konsumsi


perharinya sangat tinggi adalah daging ayam, maka dari itu seiring dengan
perkembangan jaman dan permintaan masyarakat, kini ayam pedaging (broiler)
sudah dapat dipanen ketika usianya mencapai 28 hari. Sehingga untuk mendapat
hasil yang optimal dan berkualitas diperlukan gen-gen dari hewan ternak yang
unggul maka dari itu dilakukan pemulian agar dapat menemukan genetik yang
terbaik.

4
1.2. Rumusan masalah
1. Bagaimana pemuliaan pada ayam pedaging?
2. Bagaimana contoh pemuliaan pada ayam pedaging?
3. Bagaimana sifat kualitatif dan kuantitatif pada ayam pedaging?

1.3. Tujuan
1. Mengetahui pemuliaan pada ayam pedaging
2. Mengetahui contoh pemuliaan pada ayam pedaging
3. Mengetahui sifat kualitatif dan kuantitatif pada ayam pedaging

5
BAB II
PEMBAHASAAN

2.1. Pemuliaan Ternak Pada Ayam Pedaging


Indonesia memiliki bebagai macam ayam lokal yang cukup
potensial,
namun belum dikembangkan secara baik, padahal sebenarnya ayam lokal
ini
memiliki kelebihan ditinjau dari kemampuan adaptasi dan secara finansial
telah
mampu memberikan keuntungan yang tidak kecil bagi peternak
(Dirdjopratono
dan Nuschati, 1994; Priyanto, 1994). Namun peternak indonesia masih
terbatas dalam ilmu pengetahui sehingga menghambat atau terkendala
dalam menyediakan bibit-bibit unggul yang dibutuhkan untuk memenuhi
kebutuhan.

Pemuliaan ternak ayam pedaging dalam produksi ternak unggas


adalah
penerapan prinsip-prinsip genetika untuk meningkatkan produktifitas (sifat

produksi dan reproduksi) yang menunjang pertumbuhan daging suatu


ternak
melalui peningkatan mutu genetiknya dengan cara melakukan seleksi dan
perkawinan (breeding). Keragaman suatu sifat Performance dapat
dipengaruhi
oleh dua faktor yaitu faktor genetik, dan faktor non genetik atau
lingkungan.

2.1.1. Faktor Genetik


Faktor genetik ditentukan oleh susunan gen dan kromosom yang
dimiliki
oleh individu. Oleh karena itu, faktor genetik sudah ada sejak terjadinya

6
pembuahan atau bersatunya sel telur (ovum) dengan spermatozoa. Faktor
genetik
ini tidak akan berubah selama hidup individu, sepanjang tidak terjadi
mutasi dari
gen yang menyusunnya, dan faktor genetik dapat diwariskan kepada anak
keturunannya. Berbeda dengan faktor genetik, pengaruh lingkungan tidak
akan
diwariskan kepada anak keturunannya.

Sebagai contoh yaitu ayam pedaging (ras) dengan ayam kampung


(bukan ras) diambil pada saat umur yang sama DOC (kira-kira1 hari
setelah penetasan), dengan memberikan pakan yang sama dan perlakuan
yang sama pula setiap harinya, pada saat ayam keduanya mencapai umur 2
bulan ayam broiler memiliki berat 1,5 kg, dan ayam kampong memiliki
berat 0,8 kg. Hal ini karena dipengaruhi faktor genetik yaitu ayam broiler
(ayam ras) dan ayam kampung
(bukan ras) yang secara genetik berbeda.

Dalam pemuliaan ternak pada ayam pedaging pendugaan


parameter genetik yaitu heretabilitas dan ripitabilitas suatu sifat diperlukan
untuk meningkatkan produksi. Pengetahuan tentang pendugaan nilai
ripitabilitas dan heretabilitas membantu peternak merancang pemuliaan
yang tepat
untuk meningkatkan mutu genetik ternak (Bennewitz et al. 2007).

a. Heretabilitas
Heritabilitas merupakan parameter paling penting dalam pemuliaan ternak.
Semakin tinggi nilai heritabilitas suatu sifat yang diseleksi, maka semakin tinggi
peningkatan sifat yang diperoleh setelah seleksi. Tingginya nilai heritabiltas suatu
sifat menunjukkan tingginya korelasi ragam fenotipik dan ragam genetik. Pada
kondisi ini seleksi fenotipik individu sangat efektif, sedangkan jika nilai
heritabilitas rendah, maka sebaiknya seleksi dilakukan berdasarkan kelompok.
Heritabilitas menunjukkan bagian atau persentase dari keragaman
fenotipik yang disebabkan oleh keragaman genetik additif. Semakin tinggi nilai

7
h2 dapat diartikan bahwa keragaman sifat produksi lebih banyak dipengaruhi oleh
perbedaan genotipe ternak dalam populasi, dan hanya sedikit pengaruh keragaman
lingkungan.
Nilai heritabilitas dapat dihitung dengan cara membandingkan atau
mengukur hubungan atau kesamaan antara produksi individu-individu yang
mempunyai hubungan kekerabatan. Nilai heritabilitas dapat dihitung
menggunakan beberapa metode estimasi, diantaranya melalui persamaan fenotipe
ternak yang mempunyai hubungan keluarga, yaitu antara saudara kandung
(fullsib), saudara tiri (halfsib), antara induk dengan anak (parent and off spring).
Selain itu dapat juga menentukan heritabilitas nyata (realized heritability)
berdasarkan kemajuan seleksi. Estimasi nilai heritabilitas juga bisa didapat dengan
menghitung nilai ripitabilitas, yakni penampilan sifat yang sama pada waktu
berbeda dari individu yang sama sepanjang hidupnya. Ripitabilitas dapat
digunakan untuk menduga sifat individu dimasa mendatang.
Penelitian yang dilakukan oleh Muh. Affan Mu’in. Tahun 2008.
Heretabilitas beberapa ukuran tubuh ayam kampung. Junal Ilmu Peternakan, Vol.
3 No.1 Hal. 16-19. Penelitian ini bertujuan untuk mengestimasi niai heretabilitas
ukuran tubuh ayam kampung. Beberapa laporan menginformasikan bahwa bobot
badan yang dicapai sampai umur 6 bulan hanya berkisar 1,4 – 1,8 kg (Mansjoer,
1985; Maryanto dan Noerdjito, 1988; Mugiyono dkk, 1988). Lambatnya
pertumbuhan ayam kampung disebabkan rendahnya mutu genetik yang dimiliki-
nya, karena umumnya peternak belum menerapkan program pemuliaan secara
ketat (Hakim, 1993; Hardjosubroto, 1994).
b. Ripitabilitas

Ripitabilitas merupakan konsep yang berkaitan dengan heritabilitas


yang
berguna untuk sifat-sifat yang muncul beberapa kali pada ayam pedaging.
Keterkaitan ripitabilitas dengan heritabilitas disebabkan oleh bagian dari
keragaman fenotipik yang sama-sama disebabkan oleh keragaman genetik
aditif
tetapi pada ripitabilitas ditambah dengan keragaman genetik dominan dan
epistasis serta keragaman lingkungan permanen. Hal tersebut

8
mengakibatkan nilai
ripitabilitas suatu sifat dalam populasi ayam pedaging selalu lebih tinggi
daripada
nilai heritabilitas apabila diestimasi pada sifat dan kelompok individu yang
sama.
Oleh karena itu, nilai ripitabilitas merupakan batas atas nilai heritabilitas.

Ripitabilitas merupakan salah satu parameter genetik yang


digunakan untuk menduga bagian dari keragaman fenotip yang disebabkan
oleh ke-ragaman genetik total (aditif, dominan,dan epistasis) dan
keragaman lingkungan permanen. Interaksi antara keragaman genetik total
dan keragaman lingkungan permanen terjadi pada sifat yang kinerjanya
diukur beberapa kali pada waktu yang berbeda namun pada sekelompok
individu yang sama. Perbedaan kinerja suatu sifat pada sekelompok ayam
pedaging pada waktu yang berbeda terjadi karena adanya perbedaan
keragaman lingkungan namun tidak terjadi perubahan pada keragaman
genetiknya (Nurgiyatiningsih, 2008). Estimasi ripitabilitas yang tinggi
sangat diharapkan karena kinerja sifat pada waktu yang akan datang dapat
diprediksi berdasarkan kinerja yang diukur pada waktu lebih awal.

Perhitungan nilai ripitabilitas terhadap parameter produksi pada


ayam
pedaging perlu dilakukan pada program pemuliaan. Konsep ripitabilitas
berhubungan dengan pengaruh lingkungan permanen yang mempengaruhi
sifat
tertentu. Ripitabilitas dihitung untuk mengetahui korelasi fenotip antara
performan sekarang dengan performa di masa mendatang pada suatu
individu.
Hasil estimasi nilai ripitabilitas diharapkan dapat digunakan sebagai dasar
seleksi dan pemuliaan ayam pedaging selanjutnya. Nilai ripitabilitas
berkisar
antara 0 (0%) sampai dengan 1 (100%) yang dapat di-golongkan menjadi
tiga kategori yaitu rendah apabila nilainya 0,00—0,20; sedang apabila
nilainya 0,20—

9
0,40; tinggi apabila nilainya lebih dari 0,4. Nilai ini akan semakin rendah
dan
mendekati 0,0 apabila ragam lingkungan temporer meningkat dan
sebaliknya
semakin tinggi dan mendekati 1,0 apabila ragam suatu sifat se-bagian
besar
dikendalikan oleh faktor genetik dan lingkungan yang sifatnya permanen.

Ada dua metode yang dapat digunakan untuk menentukan niai


repitabilitas
pada ayam pedaging yaitu :

1. Metode korelasi antarkelas (interclass correlation)

Metode korelasi antarkelas digunakan untuk estimasi ripitabilitas


dalam
populasi yang masing-masing individu memiliki catatan kinerja dua kali
pengukuran. Misalnya: produksi bertelur pertama dan kedua. Rumus
estimasi
ripitabilitas sebagai berikut:

∑ XY
r= ∑ XY − ( n )

∑ X2 ∑Y2
√ (∑ X 2 − ( ) ) (∑Y 2− ( ))
n n

Keterangan:
r = ripitabilitas

X = kinerja suatu sifat pada pengukuran pertama

Y = kinerja suatu sifat pada pengukuran kedua

n = jumlah individu

1. Metode korelasi dalam kelas (intraclass correlation)


Metode korelasi dalam kelas dapat digunakan dalam estimasi
ripitabilitas apabila masing-masing individu memiliki lebih dari dua

10
pengukuran catatan kinerja suatu sifat, misalnya produksi daging pada tiga
generasi. Estimasi ripitabilitas dengan metode korelasi dalam kelas
menggunakan analisis keragaman untuk memperoleh nilai keragaman yang
diperlukan untuk menghitung estimasi ripitabilitas. Model matematik pada
estimasi ripitabilitas dengan metode korelasi dalam kelas sebagai berikut:
Ykm = μ + αk + ekm
Keterangan:
Ykm = hasil pengamatan ke-m pada individu ke-k
μ = rata-rata kinerja suatu sifat dalam populasi
αk = pengaruh individu ke-k

2.1.2. Faktor Lingkungan


Lingkungan dapat menjadi faktor yang besar tergantung pada
kapan dan dimana individu yang bersangkutan berada. Sebagai contoh kita
memilih ternak dengan jenis yang sama, sebagai contoh ayam broiler dan
diambil pada saat umur yang sama. Tetapi kita memberikan pakan kedua
ayam tersebut dengan pakan yang berbeda, maka pada saat ayam mencapai
umur kira-kira 2 bulanan kita akan melihat perbedaan berat diantara
keduanya, hal ini karena pemberian pakan yang berbeda pada kedua ayam
tersebut.

2.2. Contoh Pemuliaan Pada Ayam Pedaging


Pemuliaan ayam yang dilakukan oleh Gunawan, B. dan Tike sartika.
Tahun 2001. Persilangan ayam Pelung jantan x Kampung betina hasil
seleksi generasi kedua (G2). Jurnal Ilmu Ternak dan Veteriner 6(1):21-27.
Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan ayam lokal pedaging dengan
pertumbuhan cepat, yaitu mencapai bobot badan lebih besar dari 1 kg pada
umur 3 bulan. Materi yang digunakan adalah 330 ekor DOC ayam
silangan (PK) yang berasal dari perkawinan inseminasi buatan (IB) Pelung
jantan dengan Kampung betina hasil seleksi generasi kedua (G2) dan 180
ekor DOC ayam Kampung murni (KK) yang berasal dari populasi
Kontrol.

11
Ayam-ayam tersebut ditempatkan dalam kandang grower sebanyak
10
ekor/cages yang dihitung sebagai 1 satuan unit ulangan percobaan. Pakan
yang
diberikan selama penelitian dibagi dalam 3 fase, yaitu pakan starter I
(protein
21%, energi 3000 kkal/kg) untuk ayam umur (0-21 hari); pakan starter II
(protein 19%, energi 2900 kkal/kg) untuk ayam umur 22-42 hari, dan
pakan grower
(protein 17%, energi 2900 kkal/kg) untuk ayam umur 43-84 hari. Peubah
yang
diamati antara lain bobot badan setiap minggu selama 12 minggu,
konsumsi
pakan, konversi pakan, mortalitas selama penelitian, bobot karkas, dan
komponen
karkas serta perhitungan ekonomi sederhana (B/C ratio).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa bobot badan ayam silangan


Pelung x
Kampung (PK) lebih tinggi dibandingkan dengan ayam KK (1009 vs 923
g) dan
secara statistik menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05). Konsumsi
pakan
tidak nyata (3037 vs 3036 g/ekor/12 mg), tetapi konversi pakannya untuk
ayam
silangan lebih baik (3,09 vs 3,4). Hasil evaluasi karkas menunjukkan
bahwa untuk
bobot karkas dan komponen karkas antara kedua galur tidak berbeda
nyata,
sedangkan berdasarkan jenis kelamin menunjukkan perbedaan yang nyata
(P<0,05). Berdasarkan perhitungan ekonomi sederhana diperoleh bahwa
pemeliharaan ayam PK lebih menguntungkan dibandingkan dengan hanya
memelihara ayam KK saja yang ditunjukkan oleh nilai B/C ratio sebesar

12
1,31
untuk PK dan 1,20 untuk KK. Mortalitas selama penelitian masih dalam
kisaran
normal, yaitu untuk ayam silangan sebesar 6,36% dan ayam Kampung
murni
sebesar 5,56%.

2.3. Sifat Kualitatif dan Kuantitatif pada Ayam Pedaging


a. Sifat Kualitatif

Sifat kualitatif merupakan sifat yang dikontrol oleh beberapa gen


yang
memiliki perbedaan yang jelas antar fenotipnya, biasanya bersifat tidak
aditif, dan
variasinya tidak kontinyu (Noor, 2008). Menurut Warwick, et al., (1995),
sifat
kualitatif adalah suatu sifat yang dapat mengklasifikasikan individu-
individu ke
dalam satu dari dua kelompok atau lebih dan pengelompokan itu berbeda
jelas
satusama lain. Sifat kualitatif sering dipertimbangkan dalam program
pemuliaan
karena secara tidak langsung sifat ini berpengaruh terhadap sifat produksi.
Sifat
kualitatif dikendalikan oleh satu atau beberapa gen dan sedikit atau tidak
sama
sekali dipengaruhi oleh lingkungan, sehingga variasi genetik juga
menunjukkan
variasi sifat kualitatif. Karakteristik genetik eksternal dapat netral,
bermanfaat
atau merugikan, tergantung pada lingkungan ternak itu dipelihara.
Beberapa sifat
kualitatif yang penting yang merupakan ciri khas yang dipakai sebagai

13
patokan
untuk penentuan suatu bangsa ayam diantaranya adalah warna bulu, warna

kerabang, warna cakar (shank) dan bentuk jengger yang tidak dipengaruhi
oleh
lingkungan (Mansjoer, 1985).

b. Sifat Kuantitatif

Sifat kuantitatif merupakan sifata yang dapat diukur. Sifat ini


dipengaruhi
banyak gen dan sangat dipengaruhi oleh lingkungan, seperti pakan dan
tatalaksana. Perubahan pada bobot badan menunjukkan perkembangan
tubuh
ayam muda ,sedangkan perubahan pada ukuran-ukuran tubuh
menunjukkan
pertumbuhan dan perkembangan dari bagian-bagian tubuh
(Sasimowski,1987)
setelah unggas dewasa sangat sedikit perubahan yang terjadi pada tulang
sehingga pengukuran pada tulang dapat memberikan hasil yang lebih
akurat untuk
menetahui ukuran tubuh.

2.4. Nilai Pemuliaan pada Ayam Pedaging


Nilai pemuliaan atau Breeding Value merupakan faktor utama dalam

mengevaluasi keunggulan individu dalam mengevaluasi ternak dan


merupakan
parameter penting dalam program pemuliaan ternak. Nilai pemuliaan pada
dasarnya merupakan regresi dari nilai fenotipik ternak terhadap nilai
heritabilitasnya. Pentingnya nilai pemuliaan dalam pemuliaan
ternak,kecermatan
pendugaan nilai pemuliaan akan menentukan respon seleksi yang
diperoleh. Nilai

14
pemuliaan dapat diduga dengan berbagai cara, salah satu cara yang cukup
cermat
dalam menduga nilai pemuliaan adalah menggunakan Best Linear
Unbiased
Prediction (BLUP). Keuntungan metode BLUP adalah : (1) Model dapat
memperhitungkan semua pengaruh lingkungan tetap dan bisa
langsung dimasukkan dalam model sehingga tidak perlu dikoreksi. (2)
Memungkinkan untuk turut diperhitungkannya seluruh informasi
kekerabatan antar ternak. (3) Bisa menduga nilai pemuliaan ternak yang
tidak mempunyai catatan produksi asalkan mempunyai hubungan
kekerabatan dengan individu yang
mempunyai catatan. (4) EBV yang dihasilkan lebih akurat (Anang, dkk.
2003).

Salah satu cara untuk perbaikan genetik pada ayam pedaging


dilakukan
melalui seleksi dalam kelompok ternak lokal dengan tujuan untuk
meningkatkan
frekuensi gen yang diinginkan. Kegiatan seleksi akan efektif bila jumlah
ternak
yang diseleksi banyak, namun catatan performans individu dari jumlah
yang
banyak akan sangat mahal. Salah satu cara untuk mengatasi hal ini adalah,
seleksi atau peningkatan mutu genetik dilakukan pada kelompok-
kelompok tertentu
kemudian disebarkan pada kelompok lain (Wiener 1999).

Pola pemuliaan pada dasarnya ada dua bentuk yaitu pola inti tertutup

(Closed nucleus breeding scheme) dan pola inti terbuka (Open nucleus
breeding
scheme). Pada pola tertutup aliran gen hanya berlangsung satu arah dari
puncak
(nucleus) ke bawah tidak ada gen yang mengalir dari bawah ke nucleus.

15
Croston
dan Pollot (1985) mengemukakan bahwa tiga hal penting untuk
keberhasilan
program pemuliaan yaitu : (1) Tujuan seleksi harus jelas serta sejalan
dengan yang diinginkan peternak. (2) Metode yang tepat untuk menilai
genotip.
(3) Pola (scheme) harus praktis untuk memperoleh materi genetik yang
tinggi
yang akan menguntungkan untuk digunakan dalam pemuliaan.

Langkah pertama dalam menyusun program pemuliaan adalah


menentukan tujuan pemuliaan, yang dirumuskan bersama peternak supaya
bisa
berhasil dan sesuai dengan kepentingan peternak. Sifat yang ditingkatkan
pada
ayam pedaging sebaiknya bernilai ekonomis tinggi serta mudah diukur,
antara lain
adalah litter size, laju reproduksi, bobot lahir dan kualitas karkas. Langkah
kedua
bersama-sama dengan petani menentukan bangsa dari ayam pedaging yang
cocok
untuk dikembangkan. Langkah ke tiga mengelola program pemuliaan
supaya
berhasil meningkatkan mutu genetik ternak serta dalam jangka panjang
dapat
berkelanjutan. Selain adanya partisipasi peternak untuk dapat
berkelanjutan
program pemuliaan harus berorientasi pasar.

16
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Pemuliaan ternak ayam pedaging dalam produksi ternak unggas adalah
penerapan prinsip-prinsip genetika untuk meningkatkan produktifitas (sifat
produksi dan reproduksi) yang menunjang pertumbuhan daging
suatu ternak melalui peningkatan mutu genetiknya dengan jalan
melakukan seleksi dan perkawinan (breeding). Pemuliaan ayam yang
dilakukan oleh Gunawan, B. dan Tike sartika. Tahun 2001. Persilangan
ayam Pelung jantan x Kampung betina hasil seleksi generasi kedua (G2).
Jurnal Ilmu Ternak dan Veteriner 6(1):21-27. Nilai heritabilitas ayam
pedaging yang tinggi dari suatu sifat
menunjukkan adanya korelasi yang tinggi antara ragam fenotipik dan
ragam genetik aditif, sehingga seleksi berdasarkan fenotipik individu
akan lebih efektif karena tanggap terhadap seleksi, sedangkan apabila
rendah maka seleksi sebaiknya dilakukan berdasarkan per-formans
keluarga (pedigree selection). Ripitabilitas merupakan salah satu
parameter genetik yang digunakan untuk menduga bagian dari keragaman
fenotip yang disebabkan oleh ke-ragaman genetik total (aditif,
dominan,dan epistasis) dan
keragaman lingkungan permanen. Nilai pemuliaan dapat diduga dengan
berbagai cara, salah satu cara yang cukup cermat dalam menduga nilai
pemuliaan adalah
menggunakan Best Linear Unbiased. Sifat kualitatif merupakan sifat yang
dikontrol oleh beberapa gen yang memiliki perbedaan yang jelas antar
fenotipnya, biasanya bersifat tidak aditif, dan variasinya tidak kontinyu.
Sedangkan Sifat kuantitatif merupakan sifata yang dapat diukur. Sifat ini
dipengaruhi banyak gen dan sangat dipengaruhi oleh lingkungan, seperti
pakan dan tatalaksana.

17
DAFTAR PUSTAKA

Anang A, Dudi and D Heriyadi. 2003. Characteristics and Proposed


GeneticImprovement of Priangan Sheep in Small Holders. [research
report]. Faculty of Animal Husbandry, Padjadjaran University Jatinangor,
West Java. Indonesia.
Bennerwitz, O., O. Morgandes, R. preieenger, G. Tnaker & E. Kalm. 2007.
Variane Componenet and Breeding Value Estimation For Reproductive
traits in laying hen using a Bayesian threshold model. Poult. Sci. 86: 823-
828
Dirdjopratono, W. dan U. Nuschati. 1994. Studi Pemberian Pakan pada Anak
Ayam Buras Periode Lepas Sapih. Prosiding Pengolahan dan Komunikasi
Hasil Penelitian SubBalitnak Klepu, Jawa Tengah.
Gunawan, B. dan Tike sartika. Tahun 2001. Persilangan ayam Pelung jantan x
Kampung betina hasil seleksi generasi kedua (G2). Jurnal Ilmu Ternak dan

Veteriner 6(1):21-27.
Hakim, L., 1993. Perbaikan Performans Produksi Ayam kampung Melalui
Program Persilangan,. Forum Komunikasi Hasil Penelitian Bidang
Peternakan (Yogyakarta 22-25 Nopember 1993). Direktorat Pembinaan
Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat, Direktorat Jenderal
Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Jakarta.
Hardjosubroto, W., 1994. Aplikasi Pemuliabiakan Ternak di Lapangan. Gramedia
Widiasarana Indonesia, Jakarta.
Mansjoer, S.S., 1985. Pengkajian Sifat-sifat Produksi Ayam kampung Serta
Persilangannya dengan Ayam RIR. (Disertasi) Bogor FPS IPB,
Martajo, H. 1992. Peningkatan Mutu Genetik Ternak. Departemen Pendidikan
dan Kebudayaan. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Bogor: IPB Pusat

Antar Bioteknologi.
Maryanto I. dan M. Noerdjito, 1988. Optimalisasi Produksi dan Pemanfaatan
Ayam Buras. Studi Kasus Desa Pondok dan Desa Pandaan. Kumpulan
Abstrak Seminar Nasional Peternakan dan Forum Peternak Unggas dan
Aneka Ternak II, Balai Penelitian Ternak, Ciawi, Bogor.

18
Minkema, D.,1987. Dasar Genetik dalam Pembudidayaan Ternak. Bhratara Karya
Aksara, Jakarta.
Mugiyono, S., Sukardi, Riswantiyah dan S. Mulyowati, 1988. Pengembangan
Ayam Buras di Pedesaan. Prosiding seminar Pemantapan Usaha
Peternakan dalam Rangka Menunjang Pembangunan Pertanian, ISPI Jatim

I dan II, Malang.


Muh. Affan Mu’in. 2008. Heritabilitas Beberapa Ukuran Tubuh Ayam
Kampung.Jurnal Ilmu Peternakan Vol.3 (1) : 16-19.
Nurgiartiningsih, V.M.A., G. Ciptadi, dan Muharlin. 2008. Estimasi nilai
ripitabilitas sifat kanibalisme pada puyuh (Coturnix coturnix
japonica). Jurnal Ilmu-ilmu Hayati (Life Science) 20 (1): 71 -- 76
Priyanto, D. 1994. Studi Ekonomi Usahatani Ternak Ayam Buras Berdasarkan
Tingkat Skala Pemilikan Induk di Jonggol Bogor (Kasus Peternak
Program INTAB). Prosiding Pengolahan dan Komunikasi Hasil Penelitian
Sub Balitnak Klepu Ungaran, Jawa Tengah.
Warwick, E., J. Jm M, Astuti & W. Hardjosubroto. 1985. Pemuliaan Ternak.
Gajah Mada University Press, Yogyakarta.
Wiener G. 1999. Animal Breeding. Centre for Tropical Veterinary Medicine
University of Edinburgh. First Published 1994 by Mac Millan Education
Ltd.

19

Anda mungkin juga menyukai