Anda di halaman 1dari 36

PENGARUH PEMBERIAN KULIT ARI BIJI KEDELAI

(Glycine max) TERFERMENTASI TERHADAP FERTILITAS,


DAYA HIDUP EMBRIO, DAYA TETAS, DAN BOBOT TETAS
AYAM RAS PETELUR YANG DIKAWIN SILANGKAN
DENGAN AYAM BANGKOK

PROPOSAL PENELITIAN

ERPIANI
L1A117115

JURUSAN PETERNAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2020
HALAMAN PENGESAHAN

Judul : Pengaruh pemberian kulit ari biji kedelai (Glycine max)


terfermentasi terhadap fertilitas, daya hidup embrio, daya tetas,
dan bobot tetas ayam ras petelur yang dikawin silangkan dengan
ayam bangkok

Nama : Erpiani
NIM : L1A1 17 115
Jurusan : Peternakan

Menyetujui,
Pembimbing I Pembimbing II

Ir. Natsir Sandiah, MP. Dr. Muh. Rusdin, S.Pt., M.Sc.


NIP. 19590606 198703 1 004 NIP. 19740805 200112 1 002

Mengetahui
Ketua Jurusan Peternakan,

Dr. La Ode Arsad Sani, S.Pt., M.Sc.


NIP. 19731231 199903 1 005

Tanggal disetujui :
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan, karena berkat limpahan karunianya sehingga

saya dapat menyelesaikan proposal penelitian ini yang berjudul “Pengaruh

pemberian kulit ari biji kedelai (Glycine max) terfermentasi terhadap fertilitas,

daya hidup embrio,daya tetas, dan bobot tetas ayam ras petelur yang dikawin

silangkan dengan ayam bangkok”

Proposal ini telah disusun dengan semaksimal mungkin dan mendapatkan

bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan proposal

penelitian ini. Saya menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah

berkontribusi dalam pembuatan proposal penelitian ini.

Mengingat keterbatasan pengetahuan, pengalaman dan kemampuan

penulisan, proposal ini tidak luput dari kekurangan.Oleh sebab itu, saya menerima

saran dan kritik dari pembaca agar dapat memperbaiki proposal penelitian ini.

Penulis juga berharap semoga penelitian ini dapat bermafaat bagi semua pihak

yang berkenan memanfaatkannya.

Kendari, 3 Juni 2020

Penulis
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ....................................................................................... i


HALAMAN PENGESAHAN ......................................................................... ii
KATA PENGANTAR ..................................................................................... iii
DAFTAR ISI ................................................................................................... iv
DAFTAR TABEL ........................................................................................... v
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... vi
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ......................................................................................
1.2 Rumusan Masalah .................................................................................
1.3 Tujuan dan Kegunaan ...........................................................................
1.4 Kerangka Pikir ......................................................................................
1.5 Hipotesis ................................................................................................
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Gambaran Umun Ayam Bangkok
2.2.Ayam ras petelur....................................................................................
2.3. Kulit ari biji kedelai...............................................................................
2.4 Fertilitas..................................................................................................
2.5 Daya Hidup Embrio...............................................................................
2.6 Daya Tetas..............................................................................................
2.7 Bobot Tetas............................................................................................
2.8 Penelitian Terdahulu..............................................................................
III. METODE PENELITIAN
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ................................................................
3.2 Materi Penelitian ...................................................................................
3.3 Prosedur Penelitian ...............................................................................
3.3.1 Pengolahan Kulit ari kedelai........................................................
3.3.2 Persiapan Kandang ......................................................................
3.3.3 Pemeliharaan ...............................................................................
3.3.4Pemberian Pakan...........................................................................
3.3.5 Penampungan Semen dan Inseminasi Buatan..............................
3.3.6 Koleksi dan Penetasan Telur........................................................
3.4 Rancangan Penelitian ............................................................................
3.5 Variabel Penelitian ................................................................................
3.6 Analisis Data .........................................................................................
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................
I.
DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Kandungan nutrisi bahan penyusun ransum.......................................


2. Komposisi ransum jantan ayam bangkok dewasa..............................
3. Komposisi nutrien ransum perlakuan.................................................
DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Kerangka Pikir ...................................................................................


2. Ayam Bangkok jantan........................................................................
3. Ayam ras Petelur................................................................................
4. Kulit ari biji kedelai............................................................................
I. PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang

Salah satu ternak yang banyak dibudidayakan oleh masyarakat Indonesia

hingga perdesaan adalah ayam lokal. Pengembangan ayam lokal merupakan cara

yang tepat untuk meningkatkan pendapatan petani. Salah satu ayam lokal yang

lama dan banyak dibudidayakan oleh masyarakat Indonesia adalah ayam bangkok.

Biasanya ayam bangkok digunakan sebagai pejantan karena memiliki berbagai

keistimewaan dan sifat – sifat unggul yaitu memiliki bentuk tubuh yang ramping,

i adaptasi lingkungan yang baik dan memiliki daya tahan tubuh yang kuat

sehingga tidak mudah terkena penyakit. Disamping itu ayam bangkok mempunyai

nilai ekonomi yang tinggi. Oleh karena itu tidak mengherankan apabila peternak

kemudian memeliharanya untuk kepentingan bisnis bukan sekedar hobi dan

kebanggaan.

Ayam ras petelur adalah salah satu jenis ayam ras penghasil telur yang

banyak dibudidayakan oleh masyarakat. Ayam ras petelur cukup potensial untuk

di budidayakan karena memiliki sifat-sifat unggul diantaranya memiliki

produktivitas telur cukup tinggi yaitu 60-70%, laju pertumbuhannya sangat pesat

yaitu pada umur 4,5-5,0 bulan, konversi terhadap penggunaan ransum cukup

bagus, dan periode ayam ras petelur lebih panjang karena tidak adanya periode

mengeram.

Penggunaan ayam ras petelur sebagai induk penghasil telur tetas

sedangkan pejantannya menggunakan ayam bangkok. Hal ini dimaksudkan agar

telur yang dihasilkan dibuahi atau fertil. Namun demikian tidak semua fertil akan
menetas dengan baik, banyak faktor yang berpengaruh di dalamnya. Sehubungan

dengan hal ini maka untuk memperoleh daya tetas yang baik dalam penetasan.

Upaya perbaikan mutu genetik melalui pesrsilangan yaitu untuk

menghasilkan keturunan yang membawa sifat baik dari kedua tetua yang berbeda

yakni kombinasi sifat dari pejantan dan betina. Persilangan ayam bangkok dan

ayam ras petelur dilakukan untuk menghasilkan keturunan yang menghasilkan

keturunan yang menghasilkan keturunan yang baik kedua tetuanya yaitu ayam

bangkok dan ayam ras petelur.

Pakan merupakan faktor penting yang sangat menentukan keberhasilan

suatu usaha peternakan unggas, karena pakan mempunyai kontribusi sebesar 70-

80% terhadap keseluruhan biaya produksi. Selain itu pakan juga dapat menjadi

kendala dalam peningkatan dan pengembangan usaha peternakan, apabila sumber

bahan baku (pakan) dengan harga yang layak tidak tersedia sepanjang waktu.

Salah satu cara untuk mencari sumber bahan baku (pakan) alternatif untuk

ternak yaitu dengan memanfaatkan limbah industri pertanian (by-product),

namun dilihat kandungan nutrisi limbah industri relatif rendah dan terdapat zat

anti nutrisi seperti yang berasal dari limbah agroindustri adalah kulit ari biji

kedelai. Salah satu bahan pakan alternatif yang dapat digunakan dan cukup besar

potensinya adalah kulit ari biji kedelai.

Kulit ari biji kedelai merupakan limbah industri hasil pembuatan tempe

yang diperoleh setelah melalui proses perebusan dan perendaman kacang kedelai.

Kulit ari biji kedelai ini sangat potensial dimanfaatkan sebagai pakan ternak

mengingat kandungan protein dan energinya yang cukup tinggi. Menurut Iriyani
(2001) bahwa kulit ari biji kedelai ini mengandung protein kasar 17,98 %, lemak

kasar 5,5 %, serat kasar 24,84 % dan energi metabolis 2898 kkal/kg, dan

mengandung  senyawa  isoflavon yang merupakan ikatan sejumlah asam amino

dengan vitamin dan beberapa zat gizi lainnya dalam biji kedelai yang membentuk

flavonoid.  Isoflavon pada ternak bermanfaat meningkatkan reproduksi .

Fertilitas spermatozoa yang dihasilkan seekor pejantan sangat berkaitan

erat dengan kualitas nutrisi yang dikonsumsi dan faktor genetik. Berbagai sumber

pakan yang mengandung unsur nutrisi untuk menghasilkan spermatozoa dengan

daya fertilitas yang tinggi dapat diperoleh baik dalam bentuk pakan jadi maupun

bahan pakan. Menurut Astuti (2001), sSalah satu unsur nutrisi yang berpengaruh

terhadap kualitas spermatozoa adalah zink (Zn). Unsur Zn telah tersedia dalam

bentuk sintetis tetapi banyak juga terdapat pada buah-buahan dan sayuran.

Penetasan telur unggas dapat dilakukan dengan dua cara yaitu penetasan

alami dan penetasan buatan. Penetasan alami yaitu menetaskan telur dengan

menggunakan induknya atau jenis unggas lain, sedangkan penetasan buatan yaitu

dengan menggunakan mesin tetas. Penetasan alami kurang efektif dalam

menetaskan telur karena satu induk hanya bisa mengerami sekitar 10 butir telur,

sedangkan penetasan buatan mampu menetaskan jumlah telur dalam jumlah

ratusan bahkan ribuan butir, tergantung kapasitas tampung mesin tetas

(Kartasudjana, 2001).

Penerapan teknologi penetasan telur pada usaha peternakan ayam

diharapkan dapat meningkatkan populasi ayam dalam waktu yang relatif cepat

dan menjamin kontinuitas ketersediaan bibit. Hal ini disebabkan karena mesin
tetas berfungsi sebagai pengganti induk dalam penetasan telur untuk

menghasilkan anak-anak ayam (DOC). Keunggulan penerapan teknologi mesin

tetas adalah menghilangkan periode mengeram pada induk, sehingga induk lebih

produktif dan mampu menghasilkan telur lebih banyak selama hidupnya. Selain

itu anak ayam (DOC) dapat diproduksi dalam jumlah yang banyak pada waktu

yang bersamaan dan kapasitas penetasan dapat diperbanyak sesuai dengan jumlah

telur tetas yang siap ditetaskan.

Berdasarkan latar belakang tersebut akan dilakukan penelitian tentang

pengaruh pemberian kulit ari biji kedelai (Glycine max) terfermentasi terhadap

fertilitas, daya hidup embrio, daya tetas, dan bobot tetas ayam ras petelur yang

dikawin silangkan dengan ayam bangkok.

1.2. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana bagaimana

pengaruh pemberian kulit ari biji kedelai (Glycine max) terfermentasi terhadap

fertilitas, daya hidup embrio, daya tetas, dan bobot tetas ayam ras petelur yang di

kawin silangkan dengan ayam bangkok ?

1.3. Tujuan dan Kegunaan

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pemberian kulit

ari biji kedelai (Glycine max) terfermentasi terhadap fertilitas, daya hidup embrio,

daya tetas, dan bobot tetas ayam ras petelur yang dikawin silangkan dengan ayam

bangkok.

Kegunaan dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan acuan bagi

peternak terkait dalam penggunaan kulit ari biji kedelai dalam pakan ayam ras
petelur yang dikawin silangkan dengan ayam bangkok . Selain itu, hasil penelitian

ini diharapkan dapat digunakan sebagai referensi bagi peneliti selanjutnya.

1.4. Kerangka Pikir

Upaya perbaikan mutu genetik melalui persilangan yaitu untuk

menghasilkan keturunan yang membawa sifat unggul dari kedua tetua yakni

kombinasi sifat unggul dari pejantan (ayam bangkok) dan betina (ayam ras

petelur). Kualitas spermatozoa ayam bangkok dapat ditingkatkan melalui

perbaikan kuantitas dan kualitas pakan yang diberikan. Salah satu bahan pakan

yang dapat memperbaiki kulaitas spermatozoa adalah pemanfaatan pakan

alternatif berupa kulit ari biji kedelai (Glycine max). Menurut Rahmawati (2005),

kulit ari biji kedelai mengandung  polisakarida yaitu sebesar 86%, serta beberapa

vitamin dan mineral seperti besi (Fe), seng (Zn), dan magnesium (Mg) yang mana

sangat penting untuk kesehatan reproduksi. Senyawa  isoflavon yang merupakan

ikatan sejumlah asam amino dengan vitamin dan beberapa zat gizi lainnya dalam

kulit ari biji kedelai yang membentuk flavonoid.  Isoflavon pada hewan ternak

bermanfaat meningkatkan reproduksi.


Alur kerangka pikir pada penelitian ini disajikan pada Gambar 1.

Ayam bangkok Ayam ras petelur


X

Penampungan semen Pakan Kulit ari biji kedelai

Inseminasi buatan Produksi telur ayam ras

Koleksi telur

Penetasan

Fertilitas Daya Hidup Embrio Daya tetas Bobot Tetas


Gambar 1. Alur kerangka pikir penelitian

1.5. Hipotesis Penelitian

Hipotesis dalam penelitian ini adalah pemberian kulit ari biji kedelai pada

pakan dapat meningkatkan fertilitas, daya hidup embrio, daya tetas, dan bobot

tetas ayam ras petelur yang dikawin silangkan dengan ayam bangkok.
II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Gambaran umum Ayam Bangkok

Salah satu ternak yang banyak dibudidayakan oleh masyarakat Indonesia

hingga perdesaan adalah ayam lokal. Ayam bangkok sudah termasuk menjadi

ayam lokal karena telah lama dan banyak dibudidayakan oleh masyarakat

Indonesia. Biasanya ayam bangkok digunakan sebagai pejantan karena memiliki

berbagai keistimewaan yaitu adalah bentuk tubuh yang ramping dan memiliki

daya tahan berlaga yang tinggi. Disamping itu ayam Bangkok mempunyai nilai

ekonomi yang tinggi. Tidak mengherankan apabila peternak kemudian

memeliharanya untuk kepentingan bisnis bukan sekedar hobi dan kebanggaan

(Fuji Astuty, dkk. 2017).

Ayam bangkok merupakan ayam berketurunan (Gallus gallus) yang ada di

Thailand tetapi telah lama berkembang biak di Indonesia. Keistimewaan ayam ini

adalah bentuk tubuh yang ramping dan memiliki daya tahan beradu yang tinggi,

disamping itu ayam bangkok juga mempunyai nilai ekonomis tinggi sehingga

banyak masyarakat yang memelihara untuk keperluan hobi dan kepentingan bisnis

(Sudradjat, 1994)

Ayam bangkok telah banyak digunakan oleh masyarakat sebagai ayam

persilangan untuk menghasilkan strain ayam baru. Salah satunya seperti

persilangan pejantan ayam bangkok dan betina ayam ras petelur yang hingga

saat ini hasil keturunannya disebut ayam kampung super (Kholik dkk., 2016).

Pemeliharaan ayam bangkok masih dalam skala kecil hal ini dikarenakan

keterbatasan bibit dan jarak pemeliharaan yang cukup lama. Selain itu, banyak
masyarakat yang menjadikan usaha ayam bangkok ini sebagai usaha sampingan

saja dan belum diintensifkan kearah agribisnis (pengembangan usaha)

(Nova dkk., 2018). Gambar ayam bangkok dapat disajikan pada Gambar 2

Gambar 2. Ayam bangkok (Dokumentasi pribadi, 2020)

Kelebihan dari ayam bangkok adalah memiliki postur badan yang bulat,

padat, badan agak memanjang yang di isi oleh otot serat yang kuat dengan

struktur daging yang alot dan keras. Selain itu, ayam bangkok juga memiliki

kelebihan lain seperti memiliki bentuk pertulangan yang besar, serta memiliki

kapabilitas yang baik dari ayam lainnya. Ayam bangkok juga memiliki leher

yang besar dan kuat serta memiliki bulu yang lebat untuk mengantisipasi

serangan lawannya. Umumnya ayam bangkok digunakan sebagai pejantan

karena memiliki berbagai keistimewaan yaitu bentuk tubuh yang ramping dan

memiliki daya tahan berlaga yang tinggi. Selain itu ayam bangkok memiliki nilai

ekonomi yang tinggi (Pagala dkk., 2018). Dikatakan juga bahwa untuk
mendapatkan telur tetas yang seragam dalam jumlah banyak sulit diperoleh, hal

tersebut berkaitan dengan produksi telur ayam bangkok yang rendah.

2.2. Ayam ras petelur

Ayam ras petelur adalah ayam ras final stock yang dihasilkan dari ayam

ras bibit parent stock (Rahayu et al.,2011). Ayam ras petelur merupakan jenis

ayam yang memiliki laju pertumbuhan sangat pesat dan kemampuan berproduksi

telur yang tinggi. Sifat-sifat unggul yang dimiliki ayam ras petelur antara lain

laju pertumbuhan ayam ras petelur sangat pesat pada umur 4,5-5,0 bulan,

kemampuan produksi telur ayam ras petelur cukup tinggi yaitu antara 250 -280

butir/tahun dengan bobot telur antara 50-60 g/tahun, konversi terhadap

penggunaan ransum cukup bagus yaitu setiap 2,2-2,5 kg ransum dapat

menghasilkan 1 kg telur, dan periode ayam ras petelur lebih panjang karena

tidak adanya periode mengeram (Sudarmono, 2003). Gambar ayam ras petelur

dapat disajikan pada Gambar 3

Gambar 3. Ayam ras petelur (Dokumentasi pribadi, 2020)


Ayam ras petelur dibagi menjadi dua tipe yaitu tipe ringan dan tipe

medium (sedang). Ayam ras petelur tipe ringan memiliki ciri-ciri badan ramping

dan postur tubuhnya kecil sehingga telur yang dihasilkan berukuran lebih kecil

dari tipe medium dan berwarna putih. Ayam ras petelur tipe medium (sedang)

memiliki postur tubuh yang cukup besar dan menghasilkan telur yang umumnya

berwarna cokelat. Ayam ras petelur tipe medium ini juga dikenal sebagai ayam

dwiguna atau ayam petelur cokelat yang memiliki berat badan antara ayam tipe

ringan dan ayam tipe berat Rasyaf (2005).

Secara umum masyarakat Indonesia lebih banyak memelihara ayam ras

petelur tipe medium daripada tipe ringan karena tipe medium lebih

menguntungkan jika dipelihara (Abidin, 2003). Kelemahan dari ayam ras petelur

yaitu sangat peka terhadap lingkungan sehingga lebih mudah mengalami stress,

memiliki sifat kanibalisme yang tinggi, dan selama pemeliharaan membutuhkan

pakan dengan kualitas yang baik serta air minum yang cukup
2.3. Kulit ari biji kedelai

Kulit ari biji kedelai merupakan limbah industri hasil pembuatan tempe

yang diperoleh setelah melalui proses perebusan dan perendaman kacang kedelai.

Setelah melalui kedua proses ini kulit ari dipisahkan dengan melakukan

penginjakan atau dengan mesin pembelah biji sekaligus pemisah kulit, kemudian

kulit biji akan mengapung dan dibuang begitu saja. Kulit ari kedelai ini masih

sangat potensial dimanfaatkan sebagai pakan ternak mengingat kandungan protein

dan energinya yang cukup tinggi. Menurut Iriyani (2001) bahwa kulit ari biji

kedelai ini mengandung protein kasar 17,98 %, lemak kasar 5,5 %, serat kasar

24,84 % dan energi metabolis 2898 kkal/kg.

Limbah kulit ari biji kedelai mengandung protein yang cukup tinggi dan

bisa digunakan sebagai bahan dasar pembuatan pupuk. Menurut Hisna (2012)

disebutkan bahwa kandungan gizi pada kedelai meliputi protein (40%), lemak

(20%), karbohidrat (35%), dan air (8%). Kandungan protein yang tinggi pada

kedelai tidak hanya pada bagian bijinya, namun juga terdapat pada kulit arinya.

Pada proses perebusan, kulit ari yang terpisah akan mengandung protein yang

sangat tinggi karena struktur protein tersebut berubah (Adawiah, 2007). Kulit ari

biji kedelai juga mengandung berbagai macam asam amino seperti glisin, asam

aspartat, asam glutamat, lisin, serin, leusin, prolin, tirosin, valin, arginin, alanin,

isoleusin, fenil alanin, histidin dan metionin (Harris dan Karmas, 1989).

Kulit ari biji kedelai merupakan limbah yang berpotensi untuk bahan

campuran ransum ternak unggas dan pakan ikan (Yefri, 2006). Kulit ari biji

kedelai yang mudah didapatkan belum termanfaatkan dengan baik sehingga


berpotensi sebagai bahan tambahan pembuatan pakan. (2017) menyebutkan

bahwa kulit ari biji kedelai memiliki kandungan protein kasar 16%, lemak

kasar11,4%, serat kasar 31,43% dan energy metabolis 2898 kkal/kg.

Menurut Penelitian yang dilakukan oleh Rahmawati (2005) Menyatakan

bahwa Kandungan kimiawi kulit ari biji kedelai yaitu polisakarida sekitar 86%,

serta vitamin E , dan mineral seperti besi (Fe), kalsium (Ca), kalium, dan

Magnesium ( Mg).

Menurut Dasuki (1991), klasifikasi tanaman kedelai (Glycine max (L.)

adalah :

Kingdom : Plantae
Devisi : Spermatophyta
Subdivisio : Angiospermae
Kelas : Dicotyledoneae
Ordo : Rosales
Famili : Leguminoseae
Genus : Glycine
Species : Glycine max (L)

Gambar Kulit ari biji kedelai (Glycine max) dapat disajikan pada

Gambar 4.

Gambar 4. Kulit ari biji kedelai (Glycine max)


2.4. Fertilitas

Fertilitas adalah istilah yang menerangkan tentang kesuburan yaitu setelah

adanya pertemuan antara spermatozoa dengan ovum pada bagian infundibulum,

fertilitas juga didefinisikan banyaknya telur, perkembangan embrio berjalan

secara normal dari rectum permulaan pembentukan telur sampai dengan telurakan

dikeluarkan oleh induk unggas atau oviposition (Hamiyanti et al, 2011).

Fertilitas adalah persentase telur yang fertil dari seluruh telur yang

digunakan dalam suatu penetasan. Nuryati dkk. (2000) menyatakan bahwa agar

telur dapat menetas menjadi anak ayam maka telur tersebut harus dalam keadaan

fertil atau disebut dengan telur tetas. Telur tetas merupakan telur hasil perkawinan

ayam jantan dan betina yang telah dibuahi oleh sperma sel jantan. Lanjut

dikatakan bahwa fertilitas adalah kemampuan menghasilkan keturunan dan

kesuburan telur dalam menentukan jumlah telur yang fertil untuk terus ditetaskan

sedangkan yang tidak fertil atau tidak bertunas dikeluarkan dan tidak ditetaskan

dan ataupun dijadikan sebagai telur konsumsi.

Faktor-faktor yang mempengaruhi fertilitas telur adalah rasio jantan dan

betina, pakan induk, umur penjantan yang digunakan dan umur telur. Selain itu

hubungan temperatur lingkungan yang semakin meningkat antara lain temperatur

atmosfir disinyalir dapat menyebabkan penurunan fertilitas telur atau sebaliknya.

Ferilitas berpengaruh terhadap daya tetas telur, semakin tinggi fertilitas maka daya

tetas yang dihasilkan akan semakin baik ( Paputungan et.al, 2017).


2.5. Daya Hidup Embrio

Daya hidup embrio (DHE) adalah persentase telur-telur tetas yang fertil

dari umur 7 hari penetasan sampai pada umur 14 hari penetasan setelah telur

berada dalam mesin tetas. Untuk mengetahui daya hidup embrio dilakukan

melalui peneropongan telur (candling) telur yang masih hidup ditandai dengan

bertambahnya jumlah dan ukuran pembuluh-pembuluh darah pada telur,

sedangkan telur yang mati ditandai dengan adanya bintik dan benang darah

merah yang mengelilingi telur (Nafiu dkk., 2014).

Daya hidup embrio adalah kemampuan embrio untuk bertahan hidup pada

umur 14 hari setelah telur berada dalam mesin tetas. Telur yang embrionya masih

hidup ditandai dengan bertambahnya jumlah dan ukuran akar-akar serabut pada

telur, sedangkan telur yang embrionya mati ditandai dengan tidak adanya bintik

atau benang darah merah yang mengelilingi telur (Indrawati et al., 2015).

Faktor yang dapat mengakibatkan kematian embrio atau embrio cacat

adalah faktor biologis yang menyebabkan spermatozoa tertinggi dalam oviduct

dalam waktu lama dan kapasitas sperma yang rendah fertilitasnya. Faktor

lingkungan antara lain temperature, kelembaban dan kosentrasi gas yang terdapat

didalam telur. Kelembaban berpengaruh terhadap kecepatan hilangnya air dari

dalam telur selama inkubasi (Paputungan et al., 2017).

Tingginya tingkat kematian dengan daya hidup embrio yang rendah

disebabkan karena beberapa faktor salah satunya adalah temperatur mesin tetas

yang tidak diatur dengan benar. Baik terlalu tinggi atau terlalu rendah maupun

akibat listrik yang sering padam sehingga embrio tidak dapat berkembang
dengan baik (Salombe, 2012). Selain itu dilaporkan juga oleh Tullet (1990)

bahwa faktor keberhasilan penetasan tergantung dari suhu, kelembaban,

frekuensi pemutaran telur, ventilasi dan kebersihan telur. Faktor lainnya juga

adalah kondisi suhu dalam mesin tetas yang tidak merata kemugkinan dapat

menimbulkan kematian pada calon anak ayam (Iswanto, 2005). Lebih lanjut

dijelaskan bahwa pembalikkan telur dalam mesin tetas sebaiknya dilakukan

3 x sehari yakni pagi, siang dan di malam hari bila menggunakan mesin tetas

manual dan diatur selama pemutaran 1 kali untuk 3 jam bila menggunakan mesin

tetas otomatis.

2.6. Daya Tetas

Daya tetas telur yaitu banyaknya telur yang menetas dibandingkan dengan

banyaknya telur yang fertil dan dinyatakan dalam persen. Daya tetas dipengaruhi

oleh penyimpanan telur, faktor genetik, suhu dan kelembaban, umur induk,

kebersihan telur, ukuran telur, nutrisi dan fertilitas telur. Penyimpanan telur sangat

mempengaruhi daya tetas.Tingginya daya tetas telur ayam kampung pada umur 3

hari disebabkan karena pada telur umur 3 hari masih dalam keadaan segar. Telur

yang masih segar memiliki pori-pori kerabang telur yang lebih kecil dibandingkan

dengan telur yang lama disimpan (Agustira et al., 2017).

Faktor–faktor yang memengaruhi daya tetas yaitu teknis pada waktu

memilih telur tetas atau seleksi telur tetas (bentuk telur, bobot telur, keadaan

kerabang, ruang udara di dalam telur, dan lama penyimpanan) dan teknis

operasional dari petugas yang menjalankan mesin tetas (suhu, kelembapan,


sirkulasi udaran dan pemutaran telur) serta faktor yang terletak pada induk yang

digunakan sebagai bibit (Wicaksono et al., 2013).

Daya tetas selalu berhubungan dengan fertilitas telur. Semakin tinggi

fertilitas telur maka daya tetas akan relatif menjadi tinggi begitu pula sebaliknya.

Daya tetas dan kualitas telur tetas dipengaruhi oleh cara penyimpanan, lama

penyimpanan, suhu lingkungan, suhu mesin tetas, pemutaran selama penetasan

dan tempat penyimpanan (Raharjo, 2004).

Selain itu terdapat juga faktor penyimpanan telur dimana daya tetas juga

akan menurun apabila telur disimpan terlalu lama. Telur-telur yang disimpan

daya tetasnya akan menurun sekitar 3% tiap tambahan sehari. Solusi untuk

mempertahankan kualitas telur dapat disimpan dalam kantong plastik PVC

(polivinylidene chloride) yang dapat bertahan lebih lama kira-kira 13 - 21 hari

dibandingkan telur yang tidak disimpan dalam plastik PVC. Biasanya telur yang

disimpan dalam kantong plastik ini daya tetasnya juga lebih tinggi dari pada

telur yang disimpan diruangan terbuka (Nugroho dan Manyum, 1986).

2.7. Bobot Tetas

Berat tetas merupakan salah satu penentu keberhasilan usaha penetasan,

untuk mendapatkan berat tetas yang baik, perlu dilakukan seleksi telur dengan

baik seperti memilih telur dari induk yang sehat. Anak yang dihasilkan dari

penetasan telur sangat dipengaruhi oleh berat telur karena telur mengandung

nutrisi seperti vitamin, mineral dan air yang dibutuhkan untuk pertumbuhan

selama pengeraman. Nutrisi ini juga berfungsi sebagai cadangan makanan untuk

beberapa waktu setelah anak ayam menetas (Hasanuddin, 2017).


Bobot tetas dipengaruhi oleh bobot telur. Telur dengan bobot rata-rata atau

sedang akan menetas lebih baik dari pada telur yang berbobot kecil atau terlalu

besar. Hal ini disebabkan adanya penguapan cairan dari dalam telur, sehingga

bobot telur menjadi turun.Hal ini karena telur-telur yang lebih besar memerlukan

waktu yang lebih lama untuk menetas dibandingkan dengan telur-telur yang lebih

kecil.telur yang bobotnya kecil akan menghasilkan anak ayam yang kecil pula

pada saat menetas dibandingkan dengan telur yang bobotnya berat. Telur yang

berat akan mengandung nutrisi yang lebih banyak dibandingkan dengan telur yang

kecil. Penguapan yang tinggi terjadi apabila telur ditetaskan pada suhu yang tinggi

dan sebaliknya apabila suhu mesin tetas rendah maka penguapan yang terjadi

rendah.Penguapan air dan gas yang terjadi menyebabkan bobot telur tetas

menyusut, dan penyusutan ini dapat memengaruhi bobot tetas yang dihasilkan

(Syamsudin et al., 2016).

Selama perkembangan embrio di dalam telur, penyusutan telur hingga

menetas menyusut sebesar 22,5–26,5 %. Penyusutan bobot telur selama masa

pengeraman terjadi menunjukan adanya perkembangan dan metabolisme embrio,

yaitu dengan adanya pertukaran gas vital oksigen dan karbon dioksida serta

penguapan air melalui kerabang telur (Wati et al., 2016).

2.8. Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu yang terkait dengan judul penelitian ini adalah

penelitian Suharyati (2006), tentang pemberian mineral zink dan vitamin E

berpengaruh sangat nyata terhadap fertilitas telur kalkun.Penelitian ini mengamati

meliputi volume semen, motilitas, konsentrasi, persentase sperma hidup, dan


persentase sperma abnormal untuk kalkun jantan.Pada kalkun betina diamati

fertilitas dan daya tetas telur. Hasil penelitian suharyati menyatakan bahwa

fertilitas telur pada penggunaan semen dari pejantan yang diberi vitamin E dan

mineral zink secara bersamaan menunjukkan fertilitas yang paling tinggi

dibandingkan dengan perlakuan lain, pemberian vitamin E dan mineral Zn secara

bersamaan memberikan kualitas semen, fertilitas dan daya tetas telur kalkun lokal

yang terbaik.

Badaruddin dkk (2017), dengan judul penelitian Performa penetasan ayam

ras hasil persilangan ayam bangkok dengan ayam ras petelur, dengan metode

Penelitian menggunakan ayam Bangkok betina sebanyak 15ekor, ayam Bangkok

jantan sebanyak 3 ekor, ayam ras petelur jantan sebanyak 2 ekor dan ayam ras

petelur betina 15 ekor. Hasil Penelitian menyatakan bahwa Fertilitas, daya tetas

dan mortalitas embrio yang baik pada ayam BP (Persilangan ayam Bangkok

jantan dengan ayam Ras petelur betina) salah satunya dipengaruhi oleh faktor

nutrisi. Hal ini didukung dengan pernyataan Rahayu dkk. (2005) bahwa faktor-

fakor yang mempengaruhi daya tetas ayam ras petelur salah satunya asupan

nutrisi. Asupan nutrisi yang baik pada ransum ayam petelur hasil persilangan

dapat dipenuhi dengan penembahan kulit ari biji kedelai terfermentasi sebagai

bahan pakan. Kulit ari biji kedelai memiliki kandungan protein 17,98% yang

dapat dijadikan sebagai pakan ayam ras petelur, namun memiliki serat kasar

24,84% dengan energi metabolis 898 kkal/kg (Iriyani, 2001).


III. METODE PENELITIAN

3.1. Waktu dan tempat

Penelitian ini akan dilaksanakan selama 4 minggu, yaitu pada bulan

Oktober- November 2020, bertempat di Jln. H. Lamuse, Lorong semeru, Kec.

Baruga. Kel. Lepo-lepo. Kendari.

3.2. Materi penelitian

Materi penelitian ini adalah semen ayam bangkok yang diperoleh dari 4

ekor ayam bangkok jantan dengan rataan berat ±1,7 kg dan umur 1 tahun sampai

1,5 tahun dengan sex rasio perbandingan 1 : 7 ekor. Selain itu, juga digunakan

ayam ras petelur fase layer sebanyak 20 ekor dengan rataan berat ±2,1 kg. Pakan

yang diberikan kepada ayam jantan dan betina percobaan adalah pakan campuran

sdedak, jagung, konsentrat RK-24, dan kulit ari biji kedelai. Pada uji fertilitas

telur, digunakan alat candling yang terpasang pada mesin penetas otomatis. Untuk

mendapatkan telur tetas, maka ayam betina diinseminasi dengan semen dari

pejantan menggunakan spoit 1ml dan mikrotube sebagai wadah semen saat

ditampung.

3.3. Prosedur penelitian

3.3.1 Pengolahan kulit ari biji kedelai

Kulit ari biji kedelai terlebih dahulu terpisah dari isinya (kedelai) dan

dibersihkan dengan cara dicuci dengan air bersih kemudian di fermentasi

menggunakan EM4 yang di peroleh dari Toko tani di Kendari dan di jemur di

bawah sinar matahari sampai kulit ari biji kedelai kering. Setelah kering maka
kulit biji ari kedelai digiling menggunakan mesin penggiling kemudian ditimbang

sesuai dengan dosis masing-masing perlakuan.

Kulit Ari Kedelai

Difermentasi
dengan

Dikeringkan

Digiling

Tepung Kulit ari kedelai

Gambar 3.1. Prosedur pembuatan Kulit Ari kedelai

3.3.2. Persiapan Kandang

Ayam penelitian dipelihara di dalam kandang individu dengan ukuran

35x35x35 (cm) sebanyak 20 kotak untuk ayam ras petelur serta kandang untuk

ayam bangkok jantan sebanyak 4 kotak dengan ukuran 40x40x40 (cm) yang

dilengkapi dengan tempat pakan dan air minum. Peralatan lain yang digunakan

adalah timbangan digital, spidol dan lain-lain. Sebelum dimasukan ke dalam

kandang perlu disucihamakan menggunakan disinfektan agar tercegah dari bakteri

patogen.
3.3.3. Pemeliharaan

Pemeliharaan ayam percobaan di dalam kandang individu dilakukan

selama 4 minggu. Pemungutan telur dilaksanakan setelah masa pembiasaan pakan

selama 1 minggu dan waktu pemungutannya pada pagi hari selama 2 minggu.

3.3.4. Pemberian Pakan

Pemberiaan pakan dan air minum dilakukan secara adlibithum, pakan yang

diberikan adalah campuran dari beberapa jenis pakan. Pakan diberikan dua kali

sehari yaitu pada pagi hari pukul 07:00 dan sore hari pada pukul 16:00.

Kandungan nutrisi bahan penyusun ransum disajikan pada Tabel 3.1. Sedangkan

ransum betina ayam ras petelur fase layer, ransum jantan ayam bangkok dewasa,

dan komposisi bahan pakan pada masing perlakuan ayam bangkok dan ayam ras

petelur dalam penelitian ini disajikan pada Tabel 3.2, dan 3.3.

Tabel 3.1 .Kandungan nutrisi bahan pakan penyusun ransum


Kandungan Kulit ari biji Jagung (%) Dedak (%) RK-24 (%)
Nutrisi kedelaai (%)
PK(%) 17,98 8,5 13 35
EM (Kkal/kg) 2898 3330 1900 3300
SK(%) 24,84 2,5 12 8
Sumber :
1. Lesson dan Summers (2005)
2. Kandungan konsentrat RK 24 PT. Charoen Pokphand
3. Iriyani (2001)

Tabel 3.2. Ransum jantan ayam bangkok dewasa


Persen (%)
Bahan EM
PK % SK %
Pakan (Kkal)
Jagung 49,5 1648 4,2075 1
Dedak Padi 15,5 295 2,015 2
RK 24 35 1155 12,25 3
Total 100 3098 18 6
Standar Nasional Indonesia (SNI) (2008) dan ISA nutriont Management

(2010) untuk ayam ras petelur fase layer membutuhkan Protein kasar 17-18 %;

Lemak kasar 7%; Serat kasar <7%; Calcium 4 dan Phosphor Dengan Energi

Metabolis 2,900 Kkal/kg. Sedangkan untuk ayam jantan fase dewasa

memerlukan Protein Kasar 16 - 18%; Serat Kasar 7%; Lemak Kasar 2,5 - 7%

dengan Energi Metabolis 3000 - 3100 Kkal/kg (Fitasari dkk., 2016).

Tabel 3.3. Komposisi ransum berdasarkan perlakuan


Bahan Pakan Perlakuan
P0 (%) P1 (%) P2 (%) P3 (%)
Jagung 45 45 40 40
Dedak 25 15 15 10
RK. 24 30 30 25 20
KABK 0 10 20 30
Total (%) 100% 100% 100% 100%
Ket :
1. RK- 24 ( Konsentrat)
2. KABK ( Kulit ari biji kedelai

Tabel 3.4. Kandungan nutrien ransum berdasarkan perlakuan


Perlakuan
SK (%) PK (%) EM (Kkal)
P0 6,6 18,1 2963
P1 7,8 18,07 3063
P2 9,6 18,09 3064
P3 11,05 18,19 31,21

3.3.5. Penampungan semen dan inseminasi buatan

Penampungan semen dilakukan pada ayam bangkok jantan dengan metode

massase atau pemijatan pada bagian punggung ayam. Sebelum dilakukan

pemijatsan, kloaka bagian luar dibersihkan terlebih dahulu. Pemijatan dilakukan

secara kontinu sampai mengeluarkan semen kemudian ditampung di mikrotube.


Setelah semennya ditampung, maka dilakukan IB pada ayam betina yang

sebelumnya sudah dilakukan pembersihan kotoran pada bagian anus dan

sekitarnya. Proses inseminasi buatan dilakukan oleh dua orang, orang pertama

memegang ayam betina dan orang kedua memasukan alat suntik yang sudah berisi

semen kedalam saluran reproduksi ayam betina. Waktu pelaksanaan IB adalah

pada sore hari pukul 15.30 WITA.

3.3.6. Koleksi dan penetasan telur

Koleksi telur yang dihasilkan dari induk yang telah diinseminasi

dilakukan setiap hari, diberi kode, dan dikumpulkan pada egg tray kemudian

telur dibawa ke ruang penetasan. Sebelum telur dimasukkan kedalam mesin

tetas, telur terlebih dahulu dibersihkan dengan kain lap. Penetasan dilakukan

selama 1 - 21 hari dengan suhu temperatur mesin tetas 38 - 39 oC dengan

kelembaban ± 65% (Khatifah, 2017). Pada hari ke- 7 dilakukan peneropongan

untuk mengetahui fertilitas dan pada hari ke- 14 peneropongan dilakukan untuk

mengetahui daya hidup embrio. Frekuensi pemutaran telur tetas sebanyak 3

kali sehari yaitu pada jam 06.00 WITA, jam 12.00 WITA, jam 18.00 WITA

3.4. Rancangan penelitian

Rancangan penelitian yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap

(RAL) dengan 4 perlakuan dan 5 ulangan. Perlakuan pada penelitian ini terdiri

atas:

P0 = Kulit ari biji kedelai 0%

P1 = Kulit ari biji kedelai 10%

P2 = Kulit ari biji kedelai 20%


P3 = Kulit ari biji kedelai 30%

Model matematika yang digunakan untuk rancangan penelitian ini adalah

sebagai berikut:

Yij = µ + άi + εij

Keterangan :

Yij = Respon perlakuan kulit ari biji kedelai ke i (i = 1,2,3,4) dan ulangan

ke-j (j = 1,2,3,4,5)

µ = Rataan umum

άi = Pengaruh perlakuan kulit ari biji kedelai ke-i

εij = Galat perlakuan ke-i dan ulangan ke-j

3.5. Variabel penelitian

3.5.1. Fertilitas

Fertilitas merupakan persentase telur-telur yang bertunas atau fertil. Telur

fertil ditandai dengan adanya tunas berupa pembuluh darah yang bercabang-

cabang, sedangkan telur infertil ditandai dengan titik atau lingkaran berwarna

kehitaman. Fertilitas diamati pada umur penetasan 7 hari dan persentase fertilitas

dihitung dengan rumus North and Bell (1990).

jumlah telur fertil


Fertilitas(%) = x 100 %
jumlah telur yang ditetaskan
3.5.2. Daya hidup embrio (DHE)

Daya hidup embrio (DHE) adalah persentase telur-telur yang fertil dari

umur 7 hari - 14 hari penetasan. Daya hidup embrio dihitung dengan rumus North

and Bell (1990).

jumlah telur fertil yang hidup 14 hari


Daya Hidup Embrio = x 100 %
jumlah telur fertil yang ditetaskan

3.5.3. Daya tetas

Daya tetas adalah persentase telur-telsur yang menetas dari jumlah embrio

telur fertil yang dihitung dengan rumus North and Bell (1990).

jumlah telur fertil yang hidup 14 hari


Daya Hidup Embrio = x 100 %
jumlah telur fertil yang ditetaskan

3.5.4. Bobot tetas

Bobot tetas (g) diketahui dengan menimbang Day Old Chicken (DOC)

saat pulling (pengeluaran DOC dari mesin tetas setelah bulunya kering) dengan

menggunakan timbangan digital.

3.6. Analisis Data


Data yang diperoleh akan ditabulasi dan dianalisis menggunakan analisis

ragam. Apabila perlakuan berpengaruh nyata terhadap variabel yang dievaluasi,

maka dilanjutkan dengan uji Beda Nyata Terkecil (BNT) (Gaspersz, 1991).

DAFTAR PUSTAKA

Agustira R, dan Yisnah Y.K. 2017. Lama penyimpanan dan temperatur penetasan
terhadap daya tetas telur ayam kampung.Universitas Almuslim. Jurnal
Ilmiah Peternakan, 5(2):95-101
Badaruddin, R.,Syamsudin. Fuji, A., dan M. A. Pagala. 2017. Performa penetasan
telur ayam hasil persilangan ayam bangkok dengan ayam ras petelur.
Jitro, Vol.4 No.2. Hal (1-4)
Fitasari E, K Reo, N Niswi. 2016. Penggunaan Kadar Protein Berbeda Pada
Ayam Kampung Terhadap Penampilan Produksi dan Kecernaan
Protein. Jurnal Ilmu-Ilmu Peternakan. 26(2):73-83.
Fuji Auza A,. Rusli Badaruddin, dan Rahim Aka. 2017. Peningkatan nilai nutrisi
kulit ari biji kedelai yang difermentasi dengan menggunakan teknologi
efektivitas mikroorganisme (em-4) dan waktu inkubasi yang berbeda.
Jurnal Scietific Pinisi. Vol 3.No 2 Hal (128-143)
Hamiyanti, A. A., Achmanu, A., Muharlien, M., dan Putra, A. P. 2011.Pengaruh
jumlah telur terhadap bobot telur, lama mengeram, fertilitas serta daya
tetas telur burung kenari. Ternak Tropika Journal of Tropical Animal
Production, 12(1):95-101.

Hasanuddin, A. 2017.Pengaruh suhu penetasan terhadap fertilisasi, daya tetas dan


berat tetas telur burung puyuh.Skripsi. Fakultas Peternakan Universitas
Hasanuddin. Makassar.

Helendra, Imanidar, R Sumarmin. 2011. Fertilitas dan Daya Tetas Telur Ayam
Kampung (Gallus Domestica) Dari Kota Padang. Eksakta. 1:1-9.
Hernawati. 2006. Teknik Analisis Nutrisi Pakan dan Evaluasi Energi Pada
Ternak. Jurusan Pendidikan Biologi FMIPA Universitas Pendidikan
Indonesia. Bandung
Indrawati E, T Saili, S Rahadi, L Nafiu, 2015. Fertilitas, Daya Hidup Embrio,
Daya Tetas dan Bobot Tetas Telur Ayam Ras Hasil Inseminasi Buatan
Dengan Ayam Tolaki. Jitro. 2(2):1-10.
Iriyani, N. 2001. Pengaruh penggunaan kulit biji kedelai sebagai pengganti
jagung dalam ransum terhadap kecernaan energi, protein dan kinerja
domba. Animal Production. Journal Produksi Ternak. Vol. 2. Fakultas
Peternakan Universitas Jenderal Soedirman, Semarang.
Iswanto H. 2005. Ayam Kampung Pedaging. PT Agromedia Pustaka. Jakarta
(ID).
Khatifah. 2017. Daya Tetas dan Bobot Tetas Telur Ayam Buras Hasil
Penambahan Asam Amino Glutamin secara In Ovo pada Periode
Inkubasi. [Skripsi]. Fakultas Peternakan. Universitas Hasanuddin.
Makassar (ID).
Kholik A, E Sujana, I Setiawan. 2016. Performa Ayam Hasil Persilangan
Pejantan Bangkok Dengan Betina Ras Petelur Strain Lohman.
[Skripsi]. Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran. Bandung (ID).
Lesson DJ dan Summers MC. 2005. Poultry Feeds and Nutrision. The AVI
Publishing Co. Inc. Westport, Conecticut (US).
Mairizal. 2005. Upaya peningkatan kualitas kulit ari biji kedelai melalui
fermentasi Dengan kapang Aspergillus niger. Laporan Hasil
Penelitian. Fakultas Peternakan Universitas Jambi, Jambi.
Nafiu LD, M Rusdin, AS Aku. 2014. Daya Tetas dan Lama Menetas Telur
Ayam Tolaki Pada Mesin Tetas Dengan Sumber Panas Yang Berbeda.
Jitro. 1(1):1-13.
Nafiu, L. O., Rusdin, M., dan Selamet, A. A. 2014.Daya tetas dan lama menetas
telur ayam tolaki pada mesin tetas dengan sumber panas yang
berbeda.Fakultas Peternakan Universitas Halu Oleo. JITRO,1(1):32-44

Napirah, A., Badaruddin, R., Bain, A., dan Saili, T. 2017.Tingkat pengetahuan
peternak ayam kampung tentang teknologi inseminasi buatan (ib) dan
penetasan di desa Wajo, Kabupaten Buton Tengah, sulawesi tenggara.
Prosiding Seminar Nasional Peternakan, Kendari, 8 April 2017

North MO dan DD Bell. 1990. Commercial Chicken Production Manual. 4 th


Ed. Avi Book. Nostrand Reinhold. New York (US).
Nova TD, E Oktanova, M Suheri. 2018. Profil Aspek Teknis Peternakan Ayam
Bangkok Pada Peternakan Rakyat Di Kecamatan Pauh Kota Padang.
[Makalah]. Peranan Teknologi Pembenihan Berbasis Sumberdaya
Lokal Dalam Mendukung Ketahanan Pangan di Era Industri 4.0.
Fakultas Peternakan Universitas Andalas. Padang (ID).
Nugroho dan Manyum IGT. 1986. Beternak Burung Puyuh. Eka Offest.
Semarang (ID).
Nuryati L, Suarto K, Hardjosworo SP. 2000. Sukses Menetaskan Telur. PT
Penebar Swadaya. Jakarta (ID).
Paputungan, S., Lambey, L. J., Tangkau, L. S., dan Laihad, J. 2016.Pengaruh
bobot telur tetas itik terhadap perkembangan embrio, fertilitas dan bobot
tetas. Jurnal Zootec,37(1):96-116.

Pratiwi S.M, M. Amrullah. P dan A. S. Aku. 2016. Produksi karkas abdominal


ayam broiler strain cobb dan strain lohman yang diberi pakan berbeda.
Jitro, 1(1):1-6.

Pratiwi S.M, M. Amrullah. P dan A. S. Aku. 2016. Prosuksi kaekas abdominal


ayam broiler strain cobb dan strain lohman yang diberi pakan berbeda.
Jitro, 1(1):1-6.

Rasyaf M. 1991. Memelihara Burung Puyuh. Kanisius. Yogyakarta (ID).


Salombe J. 2012. Fertilitas, Daya Tetas, dan Berat Tetas Telur Ayam Arab
(Gallus turcicus) Pada Berat Telur yang Berbeda. [Skripsi]. Fakultas
Peternakan Universitas Hasanuddin. Makasar (ID).
Sudarmono, A. S., 2003. Pedoman Pemeliharaan Ayam Petelur. Kanisius.
Sudradjat. 1994. Ayam Bangkok. PT Penebar Swadaya. Jakarta (ID).
Suharyati, S. 2006. Pengaruh penambahan vitamin E dan mineral Zn terhadap
kualitas semen serta fertilitas dan daya tetas telur kalkun local. Jurnal
Indon. Trop. Anim. Agric, 3(1):179-183.
Susilowati S dan T Hernawati. 1992. Penggunaan Pengencer Larutan Bahan
Untuk Menyimpan Semen Domba. Media Kedokteran Hewan. 3(3).
Syamsudin, G. H. 2016. Fertilitas, daya tetas, dan bobot tetas ayam sentul warso
unggul gemilang farm bogor. Students E-Journal, 5(4):1-12

Tullett SG. 1990. Science dan The Art Of Incubation. Pult. Sci. 69:1-15.
Wahyudi TF, D Sudrajat, B Malik. 2017. Energi Metabolis Ransum Komersil
dan Jagung Pada Ayam Broiler. Jurnal Peternakan Nusantara. (1):1-
11. ISSN 2442-2542.
Wati Y.P., DjunaidiI.H dan Sudjarwo E. 2016. Pengaruh panambahan tepung kulit
manggis (garcinia mangostana.l) dalam pakan terhadap tingkat fertilitas,
daya tetas, dan bobot tetas itikMojosari. Universitas Brawijaya. Malang.
Jurnal peternakan, 3(1):1-9
Wicaksono, D., Kurtini, T., dan Nova, K. 2013.Perbandingan fertilitas serta susut,
daya dan bobot tetas ayam kampung pada penetasan kombinasi. Jurnal
Ilmiah Peternakan Terpadu, 1(2):1-8

Anda mungkin juga menyukai