Anda di halaman 1dari 27

USULAN PENELITIAN

PERFORMANCE BURUNG PUYUH


YANG DIBERI LEVEL JUS KULIT
BUAH NAGA YANG BERBEDA
MELALUI AIR MINUM

INTAN PERTIWI ANGGA DEWI


1603511087

PROGRAM STUDI SARJANA PETERNAKAN


FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS UDAYANA
2021
LEMBAR PERSETUJUAN DAN PENGESAHAN PEMBIMBING

Judul Proposal : Performance Burung Puyuh yang Diberi Level Jus Kulit Buah
Naga yang Berbeda Melalui Air Minum

Nama : Intan Pertiwi Angga Dewi

NIM : 1603511087

Program Studi : Sarjana Peternakan

USULAN PENELITIAN INI TELAH DISETUJUI PADA TANGGAL

………………………………………………

Pembimbing I Pembimbing II

Prof.Dr.Ir.G.A.M.Kristina Dewi, MS, Ir. Anthonius Wayan Puger, MS


IPM, ASEAN Eng.
NIP : 195801251988031003
NIP : 195908131985032001

1
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
LEMBAR PERSETUJUAN DAN PENGESAHAN PEMBIMBING.....................1
DAFTAR ISI................................................................................................................2
DAFTAR TABEL........................................................................................................4
DAFTAR GAMBAR...................................................................................................6
BAB I PENDAHULUAN............................................................................................6
1.1 Latar Belakang................................................................................................................6
1.2 Rumusan Masalah..........................................................................................................8
1.3 Tujuan Penelitian...........................................................................................................8
1.4 Hipotesis.........................................................................................................................8
1.5 Manfaat Penelitian.........................................................................................................8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.................................................................................9
2.1 Burung Puyuh.................................................................................................................9
2.2 Konsumsi ransum.........................................................................................................10
2.3 Konsumsi air minum.....................................................................................................11
2.4 Pertambahan bobot badan..........................................................................................12
2.5 FCR...............................................................................................................................12
2.6 Kulit buah naga.............................................................................................................13
BAB III MATERI DAN METODE.........................................................................15
3.1 Materi..........................................................................................................................15
3.1.1 Tempat dan Waktu Penelitian...............................................................................15
3.1.2 Burung Puyuh........................................................................................................15
3.1.3 Kulit Buah Naga.....................................................................................................15
3.1.4 Kandang dan Perlengkapan...................................................................................15
3.1.5 Ransum dan air minum.........................................................................................15
3.1.6 Peralatan...............................................................................................................16
3.2 Metode penelitian........................................................................................................16
3.2.1 Rancangan percobaan...........................................................................................16
3.2.2 Persiapan Kandang................................................................................................17
3.2.3 Pengacakan burung puyuh....................................................................................17

2
3.2.4 Pemberian ransum dan air minum........................................................................17
3.2.5 Pemberian jus kulit buah naga..............................................................................17
3.2.6 Variabel yang diamati............................................................................................18
3.2.7 Analisis Statistik.....................................................................................................19
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................20

3
DAFTAR TABEL

No Judul Halaman

Table 3. 1 Kandungan nutrisi ransum QQ 504 S PT. Sierad Produce Tbk 15

4
DAFTAR GAMBAR

No Judul Halaman

Gambar 3.2.1 Proses pembuatan jus kulit buah naga..................................................17

5
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Burung puyuh salah satu komoditi unggas yang semakin popular di Indonesia.

Hal ini terbukti dengan banyaknya masyarakat yang berminat memelihara burung puyuh

dan meningkatnya jumlah masyarakat yang mengkonsumsi produk-produk yang

dihasilkan burung puyuh baik berupa telur maupun daging. Burung puyuh (coturnix-

coturnix japonica) merupakan salah satu sektor peternakan yang paling efisien dalam

menyediakan daging dan telur serta merupakan bahan makanan sumber hewani yang

memiliki kandungan protein tinggi, rendah lemak dan bergizi tinggi (Kartikayudha et

al., 2014). Produksi telur burung puyuh dalam satu tahun berkisar antara 200-300 butir

(Amo et al., 2013). Keuntungan lainnya yaitu dapat berproduksi dalam usia muda,

siklus reproduksi singkat, dan tidak memerlukan lahan yang luas (Tim Karya Tani

Mnadiri, 2009). Nilai jual puyuh di setiap tingkat umur cukup tinggi, baik telur

konsumsi, telur tetas, bibit, hingga afkirnya (Listiyowati & Roospitasari, 2007).

Statistik Peternakan dan Kesehatan Hewan (2018) menyatakan bahwa populasi burung

puyuh saat ini mencapai 14,6 juta ekor dan meningkat 3,42% tiap tahunnya yang

menandakan burung puyuh memiliki potensi besar dalam sektor peternakan untuk usaha

kecil, menengah hingga besar di Indonesia.

Telur puyuh mempunyai kandungan gizi yang tinggi karena mengandung 13,1%

protein dan lemak sebesar 11,1% yang lebih baik dari pada telur ayam ras yang

mengandung 12,7% protein dan 11,3% lemak (Listiyowati dan Roospitasari, 2000).

6
Kandungan nutrisi daging puyuh meliputi air 70,50%, lemak 7,70%, protein 21,10%,

abu 1%, kalsium 129%, fosfor 189%, besi 1,50%, thiamin 0,05%, riboflavin 0,27%,

niasin 5,20% dan vitamin A 1,636 IU (Sang, 2012). Burung puyuh umur 0-6 minggu

umumnya mengalami pertumbuhan dan perkembangan badan untuk menentukan

performanya. Pada umur 6 minggu ternak burung puyuh sudah berproduksi.

Burung puyuh betina lebih berat dari pada yang jantan yaitu puyuh betina

beratnya sekitar 110 - 160 g/ekor sedangkan jantan 100 - 140 g/ekor (Nugroho dan

Mayun, 1990). Berat ringannya bobot badan itu sebenarnya dipengaruhi oleh tebal

tipisnya daging (perototan) dan pertulangan.

Peningkatan potensi produksi burung puyuh memerlukan manajemen yang lebih

baik terutama pakan berprotein tinggi. Menurut Widyatmoko et al. (2013), salah satu hal

yang terpenting dalam pemeliharaan burung puyuh adalah pakan yang lengkap. Kualitas

pakan yang baik akan meningkatkan produktivitas burung puyuh, namun perusahaan

pakan biasa menambahkan AGP (Antibiotic Growth Promoter). Antibiotik imbuhan

pakan atau AGP (Antibiotic Growth Promoter) merupakan antibiotik yang diberikan

untuk meminimalisir bakteri merugikan saluran pecernaan agar mendapat bobot badan

serta rasio konversi pakan yang lebih baik (Institut Pertanian Bogor, 2018). AGP

(Antibiotic Growth Promoter) diberikan untuk mengeliminasi bakteri merugikan yang

menempel pada permukaan vili usus dalam saluran pencernaan agar mendapatkan bobot

badan serta konversi rasio pakan yang lebih baik. Namun saat ini pemakaian AGP

sintetis telah dilarang berdasarkan UU No. 18 Tahun 2009 dan juga tercantum dalam

PERMENTAN Nomor 14 Tahun 2017 yang mulai diberlakukan pada Januari 2018.

Pemberian antibiotik tersebut berbahaya bagi konsumen yang mengkonsumsi produk

7
unggas tersebut karena dapat mengakibatkan residu antibiotik dalam tubuh, sehingga

dapat membahayakan kesehatan apabila mengkonsumsinya, Ini sesuai dengan pendapat

Barton (2001) yang menyatakan, penggunaan antibiotik dalam ransum ternak menjadi

kontroversi karena menimbulkan residu yang dapat membahayakan konsumen.

Salah satu upaya untuk mencari bahan alternatif pengganti antibiotik sintetik

adalah menggunakan antibiotik alami yaitu kulit buah naga. Menurut penelitian yang

dilakukan oleh Jamilah et al (2011), kulit buah naga mengandung komponen gula

sekitar 8.4%. Gula yang terdeteksi di antaranya adalah glukosa, fruktosa serta maltosa.

Glukosa merupakan komponen gula utama pada kulit buah naga merah dengan

persentase 4,15% maltosa sebesar 3,37%, dan fruktosa 0,86%. Selain itu, Ide (2009)

menyatakan bahwa kulit buah naga merah juga mengandung mineral sebesar 82,5-

83 gram, protein 0,159-0,229 gram. Penambahan bahan alami yang terbuat dari kulit

buah naga dapat digunakan sebagai pengganti AGP untuk mengoptimalkan

pertumbuhan burung puyuh, sehingga diharapkan dengan pemberian jus kulit buah

naga dapat meningkatkan performa burung puyuh umur 5 minggu.

Berdasarkan hal tersebut, maka perlu dilaksanakan penelitian ini untuk

mengetahui pengaruh pemberian jus kulit buah naga dalam air minum terhadap

performa burung puyuh umur 5 minggu. Melalui penelitian ini diharapkan dapat

memberi informasi dan pengetahuan kepada masyarakat khususnya pada sektor

peternakan bahwa penggunaan jus kulit buah naga sebagai air minum burung puyuh,

serta sebagai data ilmiah untuk para peneliti selanjutnya.

8
1.2 Rumusan Masalah

Rumusan masalah yang diajukan dalam penelitian ini adalah Apakah pemberian

jus kulit buah naga dalam air minum dengan level yang berbeda dapat berpengaruh

terhadap performance burung puyuh umur 5 minggu?

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian jus kulit buah

naga dalam air minum dengan level yang berbeda dapat berpengaruh terhadap

performance burung puyuh umur 5 minggu.

1.4 Hipotesis

Hipotesis yang dapat diajukan adalah pemberian jus kulit buah naga sebanyak

3%, 4%, dan 5% berpengaruh terhadap performance burung puyuh umur 5 minggu.

1.5 Manfaat Penelitian

Manfaat yang dapat diberikan dari penelitian ini ialah memberikan informasi

terhadap masyarakat tentang pengaruh pemberian jus kulit buah naga dengan level

berbeda terhadap performance burung puyuh umur 5 minggu.

9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Burung Puyuh

Burung puyuh merupakan salah satu komoditi unggas yang semakin popular

di Indonesia. Hal ini terbukti dengan banyaknya masyarakat yang berminat

memelihara burung puyuh dan meningkatnya jumlah masyarakat yang

mengkonsumsi produk-produk yang dihasilkan burung puyuh baik berupa telur

maupun daging. Burung Puyuh merupakan jenis burung yang tidak dapat terbang,

ukuran tubuh relatif kecil, dan berkaki pendek. Burung puyuh disebut juga Gemak

(Bhs. Jawa-Indonesia). Bahasa asingnya disebut “Quail”, merupakan bangsa burung

(liar) yang pertama kali diternakkan di Amerika Serikat, tahun 1987. Dan

dikembangkan ke penjuru dunia, Sedangkan di Indonesia puyuh mulai dikenal dan

diternakkan semenjak akhir tahun 1979 (Nugroho dan Mayun, 1986). Menurut

Triyanto (2007), klasifikasi zoology burung puyuh adalah sebagai berikut :

Kingdom : Animalia

Phylum : Chordata

Sub phylum : Vertebrata

Class : Aves

Orab : Galliformes

Famili : Phasianidae

Sub famili : Phasianidae

Genus : Coturnix

Species : Cortunix cortunix japonica

10
Ternak Burung Puyuh termasuk ternak dengan Produktivitas yang relatif

tinggi. Singkatnya siklus hidup burung puyuh menyebabkan unggas ini cepat

berproduksi, yaitu saat berumur 35-42 hari sudah mulai bertelur. Berarti sejak

permulaan investasi sampai pemungutan hasilnya berlangsung dalam waktu singkat.

Keadaan ini menimbulkan semangat bagi peternak dibandingkan dengan ayam

ras atau ayam kampung (Topan, 2007), Keunggulan burung puyuh lainnya adalah

cara pemeliharaannya yang tidak sulit, mudah beradaptasi, memiliki daya tahan

tubuh yang tinggi terhadap penyakit. Ciri khas burung puyuh betina adalah pada

warna, suara dan bobot tubuh, bulu leher dan dada bagian atas berwarna lebih

terang serta terdapat totol - totol cokelat tua pada bagian leher sampai dada,

sedangkan burung puyuh jantan bulu dadanya polos berwarna cokelat muda, bangsa

burung liar yang mengalami proses domestikasi (Sugiharto, 2005).

Produktifitas burung puyuh dapat mencapai 250–300 butir/tahun dengan berat

rata–rata 10 g/butir (Randell dan Gery, 2008). Burung puyuh betina akan mulai

bertelur pada umur 41 hari. Puncak produksi terjadi pada umur 5 bulan dengan

persentase telur 96% (Djulardi, et al, 2006). Selain diambil telurnya, daging puyuh

juga merupakan makanan yang lezat dan bernilai gizi tinggi. Telur puyuh

mengandung 13,6% protein dan 8,2% lemak (Nugroho dan Mayun, 1990) yang tidak

kalah dengan nilai gizi telur ayam ras yang mengandung 12,8% protein dan 11,5%

lemak (Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI, 1989). Produksi telur puyuh pada

tahun 2013 yaitu 7.059.767 kg dan 2,60% diantaranya ditetaskan (Dinas Peternakan

dan Kesehatan Hewan Provinsi Jawa Tengah, 2014).

11
Pemeliharaan puyuh terbagi menjadi atas tiga fase yaitu fase starter umur 0 -

3 minggu, fase grower umur 4 - 6 minggu dan fase layer umur 7 - 60 minggu. Pada

fase grower kandungan protein pakan puyuh petelur lebih tinggi dibanding dengan

puyuh fase layer (Abidin, 2012).

2.2 Konsumsi ransum

Konsumsi ransum burung puyuh merupakan salah satu aspek penting

menunjang produksi dan produktifitas burung puyuh. Konsumsi ransum adalah

ransum yang dimakan oleh ternak untuk memenuhi kebutuhan hidup pokok, aktivitas

dan produksi (Darmansyah, 2012). Konsumsi ransum berkaitan dengan kandungan

nutrisi di dalam ransum, jika energi ransum menurun maka konsumsi akan meningkat

sedangkan jika energi ransum meningkat maka konsumsi akan mengalami penurunan.

Kandungan nutrisi ransum yang sama akan menyebabkan konsumsi ransum dan

konsumsi xat makanan yang sama sedangkan peningkatan konsumsi ransum akan

mengakibatkan peningkatan konsumsi zat makanan seperti energi, serat kasar, dan

kandungan nutrisi lainnya (Suci et al., 2005). Nutrisi dalam ransum memiliki peranan

yang berbeda-beda. Protein ransum berfungsi di dalam pertumbuhan, produksi dan

reproduksi. Serat kasar berfungsi sebagai perangsang gerak peristaltiksaluran

pencernaan, memberikan rasa kenyang dan media mikroba pada usus buntu dalam

menghasilkan vitamin K dan B12. Lemak berfungsi sebagai penghasil energi,

penambah cita rasa, mengandung asam lemak essensial yang berperan dalam

pertumbuhan dan produksi, mengandung vitamin contohnya vitamin A, D, E dan K

(Kartadisastra, 1994).

12
Konsumsi ransum merupakan jumlah ransum yang dimakan oleh puyuh

selama pemeliharaan. Ransum yang dikonsumsi ditimbang setiap minggu. Suprijatna

(2005) menyatakan bahwa banyak sedikitnya konsumsi pakan sangat bergantung

pada ukuran tubuh ternak, sifat genetis (breed), suhu lingkungan, tingkat produksi,

perkandangan, tempat pakan per ekor, keadaan air minum, kualitas dan kuantitas

pakan serta penyakit. North & Bell (1990) konsumsi pakan dipengaruhi oleh

berat badan, ukuran tubuh, tahapan produksi, keadaan energi pakan dan suhu

lingkungan.

2.3 Konsumsi air minum

Faktor yang mempengaruhi konsumsi air minum adalah suhu di dalam

kandang. Semakin tinggi suhu di dalam kandang maka suhu tubuh burung puyuh

akan meningkat. Panas suhu tubuh ternak ungags karena bertambahnya penggunaan

energi untuk pernafasan, kerja jantung serta sirkulasi darah. Peningkatan suhu tubuh

menurut Piliang dan Djojosoebagio (2006) mengakibat proses evaporsi semakin

meningkat dengan tujuan panas dalam tubuh akan keluar melalui penguapan.

Kebutuhan air pada unggas sesuai pendapat Sudaryani dan Santoso (2003) Pada suhu

lingkungan 250C adalah dua kali jumlah pakan, namun pada suhu lingkungan 30-320C

konsumsi air dapat meningkatkan menjadi 4 kali jumlah konsumsi pakan. Konsumsi

air yang banyak menurut Gunawan (2002) menyebabkan tembolok dan saluran

pencernnaan penuh dengan air.

13
2.4 Pertambahan bobot badan

Pertambahan bobot badan dihitung dengan melakukan penimbangan

sehingga pertumbuhan akan diketahui setiap hari, setiap minggu atau dalam waktu

tertentu dan pertambahan bobot badan ditentukan oleh konsumsi pakan, tata

laksana pemeliharaan dan kandungan nutrient dalam pakan (Susanto, 2002).

Konsumsi pakan yang tinggi seharusnya diikuti oleh PBB yang tinggi dan begitupun

sebaliknya. Hal ini berhubungan dengan proses metabolisme yang terjadi dalam

tubuh ternak yang akhirnya hasil proses tersebut digunakan untuk pertumbuhan

dan produksi. Konsumsi pakan merupakan aspek terpenting dalam pembentukan

jaringan tubuh sehingga meningkatkan pertambahan bobot badan (Wahju, 2004).

Faktor yang berpengaruh pada pertambahan bobot badan yaitu perbedaan jenis

kelamin, konsumsi pakan, lingkungan, bibit dan kualitas pakan, pertambahan

bobot badan sangat berkaitan dengan pakan, dalam hal kuantitas yang berkaitan

dengan konsumsi pakan (Nugraha, 2017). Pertumbuhan merupakan interaksi

antara faktor genetik dan faktor lingkungan (Petrawati, 2003). Panas yang ekstrim

atau dingin akan mempengaruhi penampilan unggas dengan mengurangi pertambahan

bobot badan dan menurunkan produksi telur, juga meningkatkan kematian dan

peka terhadap penyakit. Perubahan yang terjadi secara fisiologis sebagai akibat dari

suhu lingkungan yang tinggi adalah fungsi hormon tinggi yang pada akhirnya

akan mempengaruhi metabolisme (Tabara, 2012).

14
2.5 FCR

Feed Convertion Rate (FCR) merupakan perbandingan antara jumlah pakan

yang digunakan dengan jumlah bobot burung puyuh yang dihasilkan. Semakin kecil

nilai FCR (faktor yang lain sama) menunjukkan kondisi usaha ternak burung

puyuh ternak semakin baik. Rendahnya nilai FCR menunjukkan bahwa

penambahan sejumlah pakan dapat menghasilkan penambahan bobot burung puyuh

dengan proporsi yang lebih besar. Untuk mengelola usaha burung puyuh agar

mempunyai prestasi yang baik (FCR rendah) maka perlu diketahui faktor-

faktor yang mempengaruhinya, atau menentukan fungsi FCR.

Fungsi FCR, dengan pengertiannya di atas maka faktor yang mempengaruhi

FCR sama dengan faktor-faktor yang mempengaruhi produksi usaaha ternak

burung puyuh. Seperti halnya pada penambahan pakan, dalam penambahan input

yang lain, penambahan input yang dimaksud dikatakan berpengaruh baik terhadap

FCR apabila dengan penambahan input tertentu dengan proporsi tertentu

menyebabkan ternak burung puyuh dapat mentransfer sejumlah pakan kedalam

penambahan bobot burung puyuh dengan proporsi yang lebih besar (Suwarta, 2011).

2.6 Kulit buah naga

Buah naga merupakan buah yang tergolong dalam buah batu yang berdaging

dan berair. Bentuk buah naga yaitu bulat sedikit memanjang ataupun bulat sedikit

lonjong. Kulit buah naga terdapat berbagai warna, yaitu berwarna merah menyala,

merah gelap, dan kuning, tergantung dari jenis buah naga itu sendiri. Kulit

buah memiliki ketebalan yaitu sekitar 3-4 mm. Seluruh kulitnya terdapat jumbai-

15
jumbai yang menyerupai sisik ular naga sehingga dikatakan buah naga. Berat

buah naga memiliki berbagai variasi, berkisar antara 80-500 g, tergantung dari

jenis buah naga itu sendiri. Terdapat variasi jenis daging buah naga yaitu daging

buah naga yang berwarna merah, putih, dan hitam, tergantung jenis dari buah

naga itu sendiri. Daging buah naga memiliki tekstur yang lunak dan memiliki

rasa yang manis dengan sedikit asam (Cahyono, 2009).

Menururt Saati (2009), buah naga memiliki kulit yang berjumlah 30-35 % dari

berat daging buahnya dan kulit buah naga sering dibuang, sehingga hanya menjadi

sampah saja. Hasil beberapa penelitian menyatakan kulit buah naga merah

(Hylocereus polyrhizus) memiliki kandungan antosianin yang dapat membuat

kadar kolestrol menjadi rendah (Kanner et al., 2001). Kulit buah naga merah

(Hylocereus polyrhizus) memiliki kandungan nutrisi seperti karbohidrat, lemak,

protein dan serat pangan. Kandungan serat pangan yang terdapat dalam kulit buah

naga merah sekitar 46,7 % (Susanto dan Saneto, 1994). Kandungan serat kulit buah

naga merah lebih tinggi dibandingkan dengan buah pear, buah orange dan buah

persik (Susanto dan Saneto, 1994). Menurut Santoso (2011) serat pangan

memiliki manfaat bagi kesehatan yaitu mengontrol berat badan atau kegemukan,

menanggulangi penyakit diabetes, mencegah gangguan gastrointestinal, kanker

kolon (usus besar) serta mengurangi tingkat kolestrol darah. Menurut Dewi (1999)

menyatakan bahwa ekstrak kulit buah naga merah mengandung antosianin

26,4587 ppm. Antosianin merupakan zat warna yang berperan memberikan warna

merah berpotensi menjadi pewarna alami untuk pangan dan dapat dijadikan alternatif

16
pengganti pewarna sintesis yang lebih aman bagi kesehatan (Citramukti, 2008).

Ekstrak kulit buah naga merah yang diteliti oleh Wu et al. (2006) mempunyai

aktivitas antioksidan yang lebih baik dibandingkan dengan ekstrak buahnya karena

kandungan fenoliknya lebih tinggi. Berdasarkan penelitian Nuruliyana et al., (2010)

menyatakan kandungan total fenol dalam kulit dan daging buah naga merah

yaitu sebesar 1049,18 mgGAE/100g dan 561,76 mgGAE/100g sedangkan total

flavonoid sebesar 1310,10 mg CE/100g pada kulit dan 220,28 CE/100g pada

daging buah. Kulit buah naga bisa dimanfaatkan untuk dijadikan pewarna maupun

obat.Kandungan kimia kulit buah naga diantaranyaflavonoid, vitamin A, C, E, dan

polifenol

17
BAB III
MATERI DAN METODE
3.1 Materi

3.1.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan di farm. Fakultas Peternakan Universitas

Udayana, di Jalan Raya Sesetan, Denpasar, Bali selama 4 minggu

3.1.2 Burung Puyuh

Burung puyuh yang akan digunakan dalam penelitian ini yaitu burung puyuh

yang diperoleh dari salah satu peternak di bali.Umur lima minggu.

3.1.3 Kulit Buah Naga

Kulit buah naga yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah kulit

buah naga merah yang di dapati dari pedagang buah di Bali.

3.1.4 Kandang dan Perlengkapan

Kandang yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah kandang “colony”

sebanyak 16 petak. Setiap petak kandang memiliki ukuran panjang 100 cm, tinggi 20

cm, dan lebar 70 cm. Setiap petak kandang diisi lima ekor burung puyuh. Masing-

masing petak kandang dilengkapi tempat pakan dan air minum. Di bawah setiap

petak kandang diletakkan plastik sebagai tempat kotoran dan sisa- sisa makanan yang

tumpah sehingga lebih mudah dibersihkan. Pembersihan kandang dilakukan setiap

hari.lima minggu.

18
3.1.5 Ransum dan air minum

Ransum yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah ransum komersial

QQ 504 S produksi PT. Sierad Produce Tbk. Adapun kandungan nutrisi pada ransum

dapat dilihat pada tabel 3.1

Table 3. 1 Kandungan nutrisi ransum QQ 504 S PT. Sierad Produce Tbk

Kandungan Nutrisi
Kadar Air Maks 13%
Protein 20-22 %
Lemak Maks 4%
Serat Maks 6%
Abu Maks 13%
Kalsium 3.0 - 3.5 %
Fosfor 0.7 - 1.0 %
Fosfor Tersedia Min 0.40%
Lisin Min 1.20%
Metionin Min 0.60%
Metionin + Sistin Min 0.90%
Triptofan Min 0.22%
Sumber: Kandungan Zat Gizi ransum QQ 504 S PT.Sierad Produce Tbk.

Air minum yang akan digunakan pada penelitian ini berasal dari PDAM

(Perusahan Daerah Air Minum) setempat.

3.1.6 Peralatan

Alat alat yang digunakan dalam penelitian ini, antara lain: timbangan digital

yang digunakan untuk menimbang bobot badan burung puyuh, ember dengan ukuran

sedang, tempat pakan, tempat minum, gelas ukur, suntikan bekas untuk mengambil

jus kulit buah naga, lembaran plastik untuk menampung feses, talenan dan pisau

untuk menyembelih burung puyuh, kertas tisu untuk mengelap peralatan yang

19
digunakan, alat tulis untuk mencatat setiap kegiatan yang dilaksanakan selama

penelitian.

3.2 Metode penelitian

3.2.1 Rancangan percobaan

Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan

Acak Lengkap (RAL) dengan terdiri dari 4 perlakuan dan 4 kali ulangan. Setiap

ulangan terdiri dari 5 ekor burung puyuh umur 5 minggu, sehingga total burung

puyuh yang digunakan adalah 4 x 4 x 5 = 80 ekor burung puyuh. Adapun perlakuan

yang diberikan yaitu :

A = Burung puyuh tanpa diberi air minum jus kulit buah naga

B = Burung puyuh ysng diberi 3% air minum jus kulit buah naga

C = Burung puyuh yang diberi 4% air minum jus kulit buah naga

D = Burung puyuh yang diberi 5% air minum jus kulit buah naga

3.2.2 Persiapan Kandang

Satu minggu sebelum penelitian dimulai, terlebih dahulu melakukan persiapan

kandang, perlengkapan dan melakukan sanitasi kandang di area sekitar kandang

tempat penelitian menggunakan antiseptik dengan perbandingan 1:1 (1ml/1liter air)

sebagai desinfektan. Pada hari pertama puyuh akan ditimbang untuk mengetahui

bobot badan awal dan pemberian identitas dengan nomor yang sudah disediakan.

20
3.2.3 Pengacakan burung puyuh

Prosedur pengacakan burung puyuh pada penelitian ini dimulai dari

mendapatkan berat badan burung puyuh yang homogen, maka semua burung puyuh

sebanyak (80 ekor), penempatan burung puyuh akan dilakukan melalui teknik

pengacakan lengkap dengan terlebih dahulu dilakukan penmbangan bobot badan

dengan catatan bobot badan burung puyuh homogen/koefisien variasi < 5%. Burung

puyuh dimasukkan ke dalam 16 unit kandang secara acak dan masing-masing

unit diisi 5 ekor burung puyuh.

3.2.4 Pemberian ransum dan air minum

Pemberian ransum dan air minum diberikan secara ad libitum pada pagi hari

dan sore hari.

3.2.5 Pemberian jus kulit buah naga

Pembuatan jus kulit buah naga dilakukan dengan cara mengumpulkan kulit

buah naga, kemudian kulit buah naga dicuci dengan air bersih. Setelah itu

potong kecil-kecil kulit buah naga tersebut dengan lebar ± 2cm, kemudian beratnya

ditimbang 1 kg dan ditambahkan air dengan perbandingan 1:1 selanjutnya kulit buah

naga tersebut diblender sampai halus, setelah itu masukkan ke dalam botol

penampungan untuk diberikan melalui air minum sesuai yang diberikan yaitu 3%, 4%

dan 5%. Bagan proses pembuatan jus kulit buah naga dapat dilihat pada Gambar 3.2

1kg Kulit kulit buah naga segar

21
Pencacahan dengan ukuran ± 2 cm

Diblender hingga halus dengan air 1 liter

Jus kulit buah naga

Gambar 3.2.1 Proses pembuatan jus kulit buah naga

3.2.6 Variabel yang diamati

Variabel yang akan diamati dalam penelitian ini yaitu:

1. Setelah umur 5 minggu puyuh di potong untuk mendapatkan berat badan awal

burung puyuh, sehari sebelum di potong dipuasakan 12 jam. Puyuh di potong setiap

unit 1 ekor sesuai dengan bobot rata-ratanya untuk mendapatkan variabelnya

2. Konsumsi ransum: dihitung dengan mengurangi antara pakan pemberian dan

pakan sisa (Maknun et al., 2015)

22
3. Konsumsi air minum dihitung setiap hari dengan mengukur pemberian air

minum awal dan dikurangi sisa akhir minum yang diberikan (Maknun et al.,

2015).

4. Pertambahan bobot badan diukur dengan menimbang bobot badan pada akhir

minggu dan dikurangi bobot badan pada awal minggu (Maknun et al., 2015).

5. Bobot badan akhir diperoleh dengan menimbang berat badan burung puyuh

pada akhir pemeliharaan pada umur 5 minggu.

6. Feed Convertion Ratio (FCR)

3.2.7 Analisis Statistik

Data yang diperoleh akan dinalisis menggunakan sidik ragam (Anova). Apabila hasil

sidik ragam terdapat perbedaan nyata (P<0,05), maka dilanjutkan dengan uji jarak

berganda dari Duncan’s (Steel dan Torrie, 1993).

23
DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Z. 2012. Meningkatkan Produktivitas Puyuh. Cetakan Kedua.


PenerbitAgro Media Pustaka. Jakarta.
BARTON, M.D. and W.S. HART. 2001. Public health risks: Antibiotic
Resistance-A Review. Asian Aust. J. Anim. Sci. 14: 414-422.
Citramukti, I. 2008. “Ekstraksi dan uji kualitas pigmen antosianin pada kulit
buah naga merah (Hylocereus costaricensis)”. Skripsi. Malang:
Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas
Muhammadiyah Malang.
Cahyono, B. 2009. Buku Terlengkap Sukses Bertanam Buah Naga.
Jakarta :Pustaka Mina.
Djulardi, A., Muis, H., dan Latif, S. A. 2006. Nutrisi Aneka Ternak dan Satwa
Harapan. Padang: Universitas Andalas.
Institut Pertanian Bogor. 2018. Antibiotic Growth promoter/AGP. Bogor :
Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pangan.
Jamilah, B., Shu, C.E., Kharidah, M., Dzulkifly, M.A., Noranizan A. 2011.
Physico-chemical Characteristics of Red Pitaya (Hylocereus
polyrhizus) Peel. International Food Research Journal 18: 279-
286.
Kartikayudha, W., Isroli., Suprapti, N.H. 2014. Kadar Protein dan Bobot
Daging Puyuh Setelah Pemberian Bahan Tambahan Pakan Tepung
Ikan Swangi dan Periodisasi Waktu Pemberian Tepung Kunyit
Yang Berbeda Pada Ransum. Buletin Antomi dan Fisiologi. 21(1):
17-29.
Kartadisastra, H.R. 1994. Pengelolaan Pakan Ayam Kiat Meningkatkan
Keuntungan Agribisnis Unggas. Yogyakarta: Kanisius.
Listiyowati, E. dan K. Roospitasari. 2000. Tata Laksana Budi Daya Puyuh
Secara Komersial. Penebar Swadaya, Jakarta.
Maknun, L., Sri, K dan Isna, M. 2015.Performans produksi burung puyuh
(coturnix coturnix japonica ) dengan perlakuan tepung limbah
penetasan telur puyuh. Jurnal Ilmu – ilmu Peternakan. 25 (3) : 53 -
58.DOI: http://dx.doi.org/10.21776/ub. jiip.2015.025.03.07
North, M.O. and D.D. Bell. 1990. Commercial Production Manual. 4th Ed.,
Avi Book published by Von Nostrand Reinhold, New York.
Nugraha, Y.A., Nissa, K., Nurbaeti, N., Amrullah, F.M. and Harjanti, D.W.,
2017. Pertambahan bobot badan dan feed conversion rate ayam

24
broiler yang dipelihara menggunakan desinfektan herbal. Jurnal
Ilmu-Ilmu Peternakan Universitas Brawijaya, 27(2), pp.19-24.
Nugroho, E. dan I.G.K. Mayun. 1990. Beternak Burung Puyuh. Kanisius,
Yogyakarta.
Nugroho, E., I. G. K Mayun. 1990. Beternak burung puyuh. Eka Offset.
Semarang.
Petrawati. 2003. Pengaruh Unsur Mikro Kandang Terhadap Jumlah Konsumsi
Pakan Dan Bobot Badan Ayam Broiler di Dua Ketinggian Tempat
Berbeda. Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam.
Institut Pertanian.Bogor.
Piliang WG, Djojosoebagio Al Haj S. 2006. Fisiologi Nutrisi Volume 2.
Bogor: IPB Press.
Randell, M dan B. Gery. 2008. Raising Japanese Quail.
http://www.dpi.nsw.gov.au. Diakses 3 oktober 2011.
Saati, Elfi Anis. 2009. Identifikasi dan Uji Kualitas Pigmen kulit Buah Naga
Merah pada Beberapa Umur Simpan dengan Perbedaan Jenis
Pelarut. Direktorat Penelitian dan Pengabdian
Masyarakat._JIPTUMMDPPM.UMM.Malang.
Sang, A.I. 2012. Pengembangan produk burung puyuh dalam pembuatan
aneka lauk pauk. Skripsi. Program Studi Teknik Boga. Fakultas
Teknik. Universitas Negeri Yogyakarta.
Santoso, A. 2011. Serat pangan (Dietary fiber) dan manfaatnya bagi
kesehatan. Jurnal Magistra. Vol 2: 35-40.
Suci, D. M., I. Rosalina, & R. Mutia. 2005. Evaluasi penggunaan tepung daun
pisang pada periode starter untuk mendapatkan pertumbuhan
kompensasi ayam broiler. Med. Pet. 28: 21-28.
Sudaryani, T. dan Santoso. 2003. Pembibitan Ayam Ras. Penebar Swadaya,
Jakarta.
Suprijatna, E. U, Atmomarsono. R, Kartasudjana. 2005. Ilmu Dasar Ternak
Unggas. Penebar Swadaya, Jakarta.
Susanto, T dan B. Saneto, 1994. Teknologi Pengolahan Hasil Pertanian. Bina
Ilmu, Surabaya.
Suwarta, 2010. Efektifitas pola kemitraan inti-plasma dan produktivitas, usaha
ternak ayam broiler peternak plasma dan mandiri serta faktor yang
mempengaruhi di Kabupaten Sleman. J-SEP 4(1):130-139

25
Tabara, J. H. 2012. Respon Ayam Ras Pedaging Pada Lokasi Pemeliharaan
Daerah Pantai dan Pegunungan.Fakultas Peternakan. Universitas
Hasanuddin. Makasar.
Tim Karya Tani Mandiri., 2009.Pedoman Budidaya BeternakBurung Puyuh.
Bandung,Nuansa Aulia.
Topan. 2007. Sukses Beternak Puyuh. Agromedia Pustaka. Jakarta.
Wahju, J. 2004. Ilmu Nutrisi Unggas. Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press.
Widyatmoko. H., Zuprizal, dan Wihandoyo, 2013. Pengaruh penggunaan corn
dried distillers grains with solubles dalam ransum terhadap
performan puyuh jantan.Buletin Peternakan. Vol. 37(2): 120-124.
Wu, Li-chen, Hsu, Hsiu-Wen, Chen, Yun-Chen, Chiu, Chih-Chung, Ldi, Yu-
In dan annie Ho, Ja-an. 2006. Antioksidan dan
semutiproliferatif kegiatan HaiF merah pitaya. Makanan Kimia,
95:319 – 327

26

Anda mungkin juga menyukai