Anda di halaman 1dari 17

TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN HEWANI

PENGOLAHAN TEPUNG TELUR

Dosen Pengajar : Ir. Mohammad Sabariman, M.Si.

Oleh :

1. Hanna Christi Caroline 2021349019


2. Hotmauli Gultom 2021349016
3. Seiftyan 2021340011

Fakultas Teknologi Pangan dan Kesehatan


Program Studi Teknologi Pangan
UNIVERSITAS SAHID JAKARTA
2022
Jl. Prof. Dr. Supomo, SH No.84 Tebet, Jakarta Selatan 12870. Phone: (021)83785303/304,
Fax : (021) 835 4763

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas rahmat Allah SWT, berkat rahmat serta karunia-Nya
sehinggamakalah dengan judul Teknologi Pengolahan Tepung Telur dapat kami selesaikan.
Kami ucapkan terimakasih kepada seluruh pihak yang telah membantu dalam pembuatan
tugas Teknologi Pengolahan Pangan Hewani ini. Makalah ini dibuat bertujuan untuk
memenuhi tugas mata kuliah Teknologi Pengolahan Pangan Hewani kelas 3PMP dari Bapak
Ir. Mohammad Sabariman, M. Si. Selain itu, bertujuan untuk menambah wawasan kepada
pembaca tentang Teknologi Pengolahan Tepung Telur.

Penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada Bapak Ir. Mohammad Sabariman,
M.Si selaku dosen mata kuliah Teknologi Pengolahan Hewani, sebab berkat tugas yang
diberikan ini, dapat menambah wawasan penulis berkaitan dengan mata kuliah pada program
studi yang kami jalankan. Penulis menyadari penulisan makalah ini masih jauh dari sempurna
baik dari segi materi maupun penulisan. Oleh sebab itu, saran dan kritik yang membangun
akan penulis terima dengan terbuka.

Semoga makalah ini membawa manfaat bagi pengembangan ilmu.

Jakarta, 16 Desember 2022

Penyusun

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...............................................................................................................i

DAFTAR ISI.............................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................................1

1.1 Latar Belakang................................................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah...........................................................................................................1

1.3 Tujuan Penulisan.............................................................................................................2

BAB II DEFINISI PRODUK..................................................................................................2

2.1 Telur................................................................................................................................2

2.1.1 Definisi Telur.........................................................................................................2

2.1.2 Anatomi Telur........................................................................................................2

2.1.3 Faktor-Faktor Yang Menentukan Kualitas Telur...................................................2

2.2 Tepung Telur...................................................................................................................2

2.2.1 Definisi Tepung Telur............................................................................................2

2.2.2 Syarat Mutu Tepung Putih Telur ...........................................................................2

BAB III BAHAN BAKU PRODUK........................................................................................7

3.1 Bahan Baku Utama.........................................................................................................8

3.2 Bahan Baku Pendukung..................................................................................................9

BAB IV PROSES PENGOLAHAN......................................................................................17

4.1 Simpulan.......................................................................................................................17

4.2 Saran..............................................................................................................................17

BAB IV PENUTUP................................................................................................................17

4.1 Simpulan.......................................................................................................................17

4.2 Saran..............................................................................................................................17

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................18

ii
iii
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pemenuhan gizi akan protein sangat penting di dalam tubuh. Sumber protein hewani
dapat diperoleh diantaranya dengan mengkonsumsi daging dan telur. Telur sangat dibutuhkan
oleh tubuh manusia karena memiliki kandungan asam-asam amino yang lengkap dan
seimbang, vitamin, serta daya cerna yang tinggi. Konsumsi masyarakat terhadap telur ayam
relatif tinggi dan sering digunakan dalam pengolahan bahan pangan seperti pembuatan roti
dan kue.
Telur merupakan bahan pangan yang mudah mengalami kerusakan. Tingginya
produksi telur di Indonesia, mencapai 66.636.000 ton pada tahun 2004 (Departemen
Pertanian, 2004) merupakan alasan perlu dilakukannya pengolahan. Tingginya produksi telur
di Indonesia, mencapai 66.636.000 ton pada tahun 2004 (Departemen Pertanian, 2004)
merupakan alasan perlu dilakukannya pengolahan serta pengawetan terhadap telur untuk
memperpanjang masa simpannya. Pengeringan merupakan suatu metode pengawetan dengan
cara menghilangkan kadar air bahan pangan. Proses pengeringan telur terdiri dari beberapa
metode diantaranya adalah metode pan drying. Pan drying atau pengeringan lapis tipis
merupakan suatu metode pengeringan dengan menggunakan oven yang dilakukan secara
sederhana.
Kelemahan yang dapat timbul pada proses pengeringan adalah akan menyebabkan
terjadinya reaksi Maillard. Reaksi pencoklatan (Maillard) terjadi karena adanya reaksi gula
pereduksi dengan gugus amina primer sehingga menghasilkan senyawa melanoidin yang
menyebabkan warna coklat akibat pemanasan. Proses yang dilakukan dalam mencegah
terjadinya reaksi Maillard adalah dengan melakukan desugarisasi.
Desugarisasi adalah suatu proses penghilangan glukosa yang terdapat pada putih telur
dengan cara menambahkan Saccharomyces sp. yang dilakukan sebelum proses pengeringan.
Proses desugarisasi dapat menyebabkan terjadinya perubahan sifat fisik dan fungsional akibat
adanya pemecahan glukosa yang terdapat di dalam putih telur. Lama desugarisasi
diperkirakan mempengaruhi sifat fisik dan fungsional tepung putih telur yang dihasilkan
sehingga perlu dilakukan penelitian terhadap lama desugarisasi yang berbeda untuk
memaksimalkan sifat fisik dan fungsional tepung putih telur.

2
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah dari laporan berjudul “Teknologi Pengolahan Tepung Telur” adalah
sebagai berikut:

1. Apa saja bahan baku yang diperlukan pada proses pembuatan tepung telur?
2. Bagaimana proses pengolahan produk tepung telur?

1.3 Tujuan Penulisan


Tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:

1. Memahami proses teknologi pengolahan tepung telur.


2. Mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh pada pengolahan tepung telur, serta
pengendalian faktor tersebut yang berhubungan dengan mutu produk yang dihasilkan.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Telur
2.1.1 Definisi Telur
Telur merupakan salah satu bahan pangan dengan komposisi yang lengkap, yang
dihasilkan oleh beberapa hewan seperti ayam, bebek, burung puyuh dan ikan (Syarief dan
Irawati, 1988). Kandungan nutrisi telur meliputi 74% air, 12% protein, 1% karbohidrat dan
11% lemak dan terdapat beberapa zat gizi. Zat gizi tersebut antara lain vitamin A, vitamin
B5, vitamin B12, vitamin D dan mineral berupa zat besi, iodine, fosfat selenium. Telur
tergolong makanan yang paling mudah dicerna dengan nilai biologis protein telur 96%
(Haryoto, 1996). Secara fisik luar, telur dikelilingi oleh lapisan tipis dan keras yang disebut
cangkang. Di dalam telur terdapat beberapa bagian seperti kuning telur, putih telur dan
kalaze.

2.1.1 Anatomi Telur


Anatomi telur menurut Exploratoium, 2012 yaitu :
1. Rongga udara
Telur tidak menempel pada cangkang secara langsung. Di satu sisi telur terdapat rongga
udara. Rongga udara yang kecil menandakan mutu telur bagus, namun rongga udara yang
besar menandakan mutu yang tidak bagus. Pengujian rongga udara pada telur bertujuan
mengetahui mutu pada telur dan usia pada telur. Usia yang semakin tua akan menunjukkan
rongga udara yang semakin besar.
2. Cangkang
Cangkang telur tiap jenis hewan menghasilkan warna yang berbeda-beda, seperti warna
putih, cokelat, hijau dan pink.Varietas warna pada cangkang dikarenaka adanya deposisi
pigment selama pembentukan sel telur di saluran telur serta variasi spesies. Cangkang telur
terdapat 17000 pori-pori kecil yang dapat dilewati udara ataupun uap air. Cangkang telur
tersusun dari CaCO3 kristal.

3. Albumen (PutihTelur)

4
Putih telur merupakan cairan bening yang berada dalam telur. Cairan bening ini dapat
terlihat mengelilingi kuning telur atau yolk. Tujuan albumen mengelilingi yolk adalah
melindungi kuning telur dan memberikan nutrisi tambahan bagi embrio jika telur tersebut
dibuahi. Albumen memiliki kandungan nutrisi yang terdiri atas 90% air, 10% protein dan
>1% karbohidrat. Putih telur tidak memiliki kandungan lemak.
4. Yolk (KuningTelur)
Kuning telur memiliki bentuk yang bulat dan firm yang terletak di tengah-tengah
albumen. Posisi kuning telur dijaga oleh kalaze di mana kalaza merupakan satu atau dua
“tali” tipis yang berasal dari jaringan. Kuning telur memiliki kandungan nutrisi 3,59%
karbohidrat, 26,54% lemak dan 15,85% protein. Berat kuning telur sekitar 33% dari telur
utuh. Telur segar yang baik adalah yang kondisi luarnya baik, bentuk kulit baik dan cukup
tebal, tidak cacat (retak atau pecah), tekstur permukaan dan warnanya bagus serta bersih. Bila
diteropong rongga udaranya kecil, kuning telur di tengah, dan tidak terdapat bercak atau noda
darah.

2.1.2 Faktor-Faktor Yang Menentukan Kualitas Telur


Pada umumnya, kualitas telur dapat ditentukan oleh kualitas bagian dalam dan luar
telur. Dimana bagian dalam (kekentalan putih dan kuning telur, posisi kuning telur, dan ada
tidaknya noda atau bintik darah pada putih atau kuning telur). Kualitas bagian luar (bentuk
dan warna kulit, permukaan telur, keutuhan, dan kebersihan kulit telur).
Faktor-faktor yang dapat menentukan kualitas telur antara lain:
1. Bentuk telur
Berdasarkan asal hewannya, bentuk telur bermacam-macam mulai lonjong sampai
bulat. Berbagai faktor yang mempengaruhinya adalah faktor keturunan, umur induk ketika
bertelur, dan sifat fisiologis dalam tubuh induk (Muchtadi dan Sugiyono, 1992).
2. Kondisi kulit telur
Kulit telur merupakan bagian telur yang paling keras. Kulit telur biasanya kuat, halus
dan berkapur. Rata-rata ketebalan kulit telur ayam adalah sekitar 0,3 mm. Kulit telur
berfungsi untuk menghalangi atau menjaga isi telur dari serangan bibit perusak dari luar.
Kulit telur yang sedikit saja mengalami kerusakan, memudahkan mikroba masuk dan
membusukkan seluruh isi telur (Sarwono, 1996).
Kulit telur tersusun dari kutikula, lapisan spongi (bunga karang), lapisan menilasi dan
membran kulit. Pori-pori pada kulit telur yang bervariasi dalam jumlah dan ukuran, tetapi
jumlahnya kira-kira 8.000 per cangkang. Porositas kulit telur berhubungan dengan kehilangan

5
berat telur selama penyimpanan, dimana setelah kulit telur dicelupkan dalam larutan biru
metilen maka semakin banyak jumlah bintik warnanya (biru/violet) yang berarti kulit telur
semakin porous.
3. Warna
Perbedaan warna telur dipengaruhi oleh jenis induk, seperti telur ayam berwarna putih,
kuning sampai kecoklatan, sedangkan telur bebek berwarna biru langit atau biru telur asin.
Warna kuning dari kuning telur merupakan warna pigmen kuning dari xantofil, lutein, beta
karoten, dan kriptoxantin.
4. Daya pembentukan buih
Daya buih adalah kemampuan membentuk dispersi koloidal gas dalam cairan. Apabila
putih telur dikocok maka gelembung udara akan terperangkap dalam albumen cair dan
membentuk busa. Semakin banyak udara yang terperangkap semakin kaku dan kelihatan sifat
alirnya. Kestabilan buih ditentukan oleh kandungan ovomusin (salah satu komponen putih
telur) (Muchtadi dan Sugiyono, 1992).

2.2 Tepung Telur

2.2.1 Definisi Tepung Telur


Tepung telur atau disebut juga telur kering merupakan bentuk awetan telur melalui
proses pengeringan dan penepungan. Disamping lebih awet, keuntungan lain dari tepung telur
ialah volume bahan menjadi jauh lebih kecil sehingga menghemat ruang penyimpanan dan
biaya pengangkutan. Tepung telur juga memungkinkan jangkauan pemasaran yang lebih luas
dan penggunaannya yang lebih beragam dibandingkan dengan telur segar.
Tepung telur yang dihasilkan harus memiliki sifat fungional dan sifat fisikokimia
seperti telur segar. Sifat fungsional sangat penting untuk dipertahankan karena akan
menentukan kemampuan tepung telur untuk digunakan dalam pembuatan makanan olahan.
Sifat-sifat yang harus dipertahankan antara lain daya busa, sifat emulsi, sifat
koagulasi(kemampuan menggumpal dan membentuk gel) dan warna.
Tepung telur umumnya memiliki daya busa yang lebih rendah dibandingkan dengan
telur segarnya. Sedangkan daya emulsi, daya koagulasi dan warna tepung telur umumnya tiak
banyak berbeda dibandingkan dengan telur segarnya. Tetapi jika kandungan gula pereduksi
lebih dari 0,1%, warna telur akan berubah kecoklatan selama penyimpanan. Keadaan ini
dapat diatasi dengan cara mengurangi kandungan glukosa dalam cairan telur sebelum
dikeringkan yaitu dengan fermentasi menggunakan ragi (Saccaromyces cerevisiae).

6
Jenis tepung yang dapat diproduksi adalah tepung putih telur, tepung kuning telur dan
tepung telur utuh(campuran putih dan kuning telur). Tepung telur utuh terbuat dari campuran
putih dan kuning telur dengan proporsi alamiah telur segar. Tepung ini memiliki sifat yang
hampir sama dengan tepung kuning telur tetapi mengandung putih telur lebih banyak.
Indonesia belum mempunyai standar mutu untuk tepung telur. Menurut Food and Drug
Administration (FDA) Amerika serikat, parameter mutu tepung telur yang diutamakan ialah
kadar air, kadar lemak, kadar protein, warna, aroma dan tidak adanya Salmonella. Kadar gula
yang dikehendaki maksimal 0,1%. Hal ini karena gula dapat menyebabkan reaksi
pencoklatan selama penyimpanan. Nilai mutu suatu produk perlu diperhatikan guna menjaga
kualitas.

2.2.2 Syarat Mutu Tepung Putih Telur


Syarat mutu tepung putih telur menurut SNI 01-4323-1996 meliputi nilai pH, kadar air,
kadar protein, gula pereduksi dan kadar abu total dapat dilihat pada Tabel 1.

Kadar air adalah banyaknya kandungan air yang terdapat dalam suatu bahan. Nilai
kadar air dapat ditentukan dari pengurangan berat suatu bahan yang dipanaskan pada suhu
pengujian. Kadar air erat hubungannya dengan tekstur produk, cita rasa penampakan, daya
simpan suatu bahan pangan (Winarno, 2002).

Menurut deMan (1997) air merupakan faktor pendukung yang sangat mempengaruhi
laju perubahan kimiawi maupun fisik pada bahan makanan. Prinsip dalam pengukuran kadar
air adalah dengan cara mengeringkan bahan dalam oven dengan suhu 105◦C hingga dicapai
berat yang konstan. Selisih berat sebelum dan sesudah pengeringan adalah banyaknya air
yang diuapkan. Nilai kadar air yang rendah akan mencegah tumbuhnya bakteri dan jamur
yang dapat menyebabkan kerusakan pada produk (Winarno, 2002).

7
BAB III
BAHAN BAKU PRODUK
3.1 Bahan Baku Utama
Bahan baku yang digunakan dalam pembuatan tepung telur adalah telur ayam. Telur ayam
segar yang sudah melewati fase penyeleksian dilakukan dengan cara menyeleksi telur dengan
cahaya lampu bercembang (candling). Telur yang bercak-bercak atau berurat darah
disingkirkan, karena tidak segar lagi. Telur yang telah mengalami seleksi kemudian
dipecahkan secara manual atau dengan mesin pemecah dengan tujuan untuk memisahkan
telur busuk atau rusak, kulit telur serta putih telur dan kuning telur.

3.2 Bahan Baku Pedukung


Bahan baku pendukung pada pembuatan tepung telur adalah ragi. Ragi digunakan sebagai
proses fermentasi .Proses fermentasi dimana ragi yang ditambahkan (Saccharomyces
cereviceae) akan mendegradasi komponen gula agar tidak terjadi reaksi maillard pada saat
pengeringan berlangsung sehingga tepung yang dihasilkan tidakmenjadi berwarna coklat.
Semakin banyak ragi yang ditambahkan pada proses fermentasi maka warnatepung telur yang
dihasilkan semakin muda. Semakin banyak ragi yang ditambahkan maka semakin banyak
pula gula yang terdegradasi sehingga selama proses pengeringan perubahan warna kecoklatan
karena reaksi maillard dapat dicegah. Namun sebaliknya pada tepung telur tanpa penambahan
ragi dihasilkan warna yang paling gelap dikarenakan tidak ada gula yang terdegradasi
sehingga timbul reaksi maillard pada proses pengeringan yang menyebabkan warna tepung
telur yang dihasilkan semakin gelap

8
BAB IV
PROSES PENGOLAHAN

4.1. Seleksi Telur


Persiapan pembuatan tepung telur dimulai dengan menyeleksi telur. Seleksi dilakukan
dengan cahaya lampu bercembang (candling). Telur yang retak. bercak-bercak atau
berurat darah disingkirkan, karena tidak segar lagi. Telur segar hasil seleksi
diletakkan pada ban bejalan yang membawanya ke bagian pencucian.

4.2. Pencucian

9
Pencucian dilakukan dengan air hangat (32 - 35" C) yang disemprotkan dan sebaiknya
mengandung khlorin 100 - 200 ppm. Pencucian yang cepat dan baik dilakukan
menggunakan alat spray washer

4.3. Pemecahan Kulit dan Pemisahan Isi Telur


Telur dipecah dan dipisahkan secara manual atau dengan mesin pemecah dan pemisah
telur. Secara manual seorang pekeja teriatih mampu memecah 500 - 800 butir telur
per jam. sedangkan mesin pemecah dan pemisah telur dapat memecah 18 000 butir
telur per jam. Keuntungan pemecahan secara manual ialah dapat memisahkan telur
busuklwsak yang tidak terdeteksi pada tahap seleksi. Mesin pemecah telur keja lebih
cepat, dapat bekelja rangkap yaitu memecah telur. membuang kulinya dan kalau
dikehendaki dapat memisahkan putih telur dan kuning telur.

4.4. Fermentasi
Kadar glukosa telur dapat dikurangi dengan fementasi menggunakan ragi, bakteri atau
enzim. Ragi yang digunakan ialah ragi roti (Sacchammyces oerew'ciae) yang
ditambahkan ke dalam cairan telur sebanyak 0.07 - 0.15 persen. Fementasi
berlangsung selama 2 - 3 jam pada suhu 22 - 23 OC dan pH sekitar 7. Selain ragi,
dapat juga digunakan bakteri ~plococcus ladis yang akan merubah glukosa menjadi
asam laktat. Bakteri tesebut diambahkan sebanyak 1 persen dari brat telur dan
fementasi beriangsung selama 3 - 4 jam pada suhu 26 - 37 "C. Cara pengurangan
kadar glukosa yang lain ialah dengan penambahan enzim glukosa oksiiase yang dapat
dipemleh secara komenial. Keasaman (pH) telur dijadikan 7,4 dan kemudian
tiitambahkan enzim yang banyaknya tergantung faktor ekonomis dan kualias produk
yang diinginkan. Fermentasi dengan enzim ini berlangsung pada suhu 26 "C selama 9
jam.

4.5. Pencampuran
Setelah ferrnentasi selesai, ke dalam cairan telur titambahkan dekstrosa sebanyak 5
penen. Kemudian diaduk hingga tercampur merata.

4.6. Penyaringan
Penyaringan dimaksudkan untuk menghilangkan partikel-partikel berukuran Mar
yang dapat menyumbat lubang alat penyemprot pada pengering semprot (spray drieI)

10
dan juga untuk membuang benda-benda asing yang tidak diinginkan. Penyanngan
dapat dilakukan dengan kain saring atau filter penyaring.

4.7. Pendinginan
Pendinginan dilakukan jika cairan telur tidak segera diolah, tetapi disimpan lebih
dulu. Tujuannya adalah mencegah kerusakan mikrobiologis selama menanti tahap
pengolahan. Pendinginan dilakukan sampai suhu 4.5 OC dengan pendingin tabular
(tabulwmoler) atau disimpan dalam ruang pendingin

4.8. Pasteurisasi
Pasteurisasi pada produk pangan terutama telur telah lama digunakan. Tujuan dari
perlakuan pasteurisasi adalah untuk membunuh beberapa bakteri patogen yang
terdapat di dalam produk yang berasal dari telur. Zat Gizi Komposisi Air (%bk) Abu
(%bk) Lemak (%bk) Protein (%bk) Karbohidrat (%bk) 8,6011 3,9688 25,3436
56,0995 5,9870 7 Bakteri patogen utama yang difokuskan adalah Salmonella, karena
bakteri ini secara umum berasosiasi dengan telur dan produk telur (Stadelman dan
Cotterill, 1995). Pasteurisasi cairan telur utuh dan cairan kuning telur pertama kali
dilakukan oleh industri pada tahun 1930. Tahap yang dilakukan pada proses
pasteurisasi telur sama dengan pasteurisasi susu yaitu dengan menggunakan metode
HTST. Suhu yang digunakan dalam proses ini adalah 60 o C. Suhu tersebut
merupakan kondisi yang efektif dalam pengolahan putih telur untuk membunuh
bakteri Salmonella yang terdapat dalam telur. United States Departemen of
Agriculture menyatakan bahwa suhu pemanasan yang sesuai dan digunakan pada
proses pasteurisasi telur adalah 60 o C selama 3 menit. Pentingnya kombinasi yang
tepat antara suhu dan waktu pasteurisasi adalah agar didapat hasil yang baik pada
produk tersebut (Cunningham, 1995)

4.9. Pengeringan
Pengeringan dilakukan segera setelah pasteurisasi. Biasanya digunakan pengering
sempmt. Pengeringan sempmt (kapasitas 400 liter per jam) dengan suhu udara masuk
160 - 170 "C, suhu udara keluar 85 - 100 "C dan tekanan penyempmtan 3,5 psi akan
menghasilkan tepung telur dengan kadar air 2,s - 3,5 persen

4.10. Pengemasan

11
Metode pengemasan yang digunakan haws dapat mencegah penyerapan uap air dan
oksigen oleh tepung telur yang dapat menyebabkan peningkatan kadar air dan
oksidasi lemak selama penyimpanan. Pengemasan yang baik dilakukan dengan alat
pengemas vakum, sedangkan bahan pengemas yang dapat digunakan ialah kaleng dan
pengemas plastik.

BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Telur merupakan salah satu bahan pangan dengan komposisi yang lengkap, yang
dihasilkan oleh beberapa hewan seperti ayam, bebek, burung puyuh dan ikan. Salah satu
produk olahan telur adalah tepung telur. Dengan menggunakan bahan baku telur dan
melewati proses seleksi telur, pencucian, pemecahan kulit dan pemisahan isi telur,
fermentasi, pencampuran, penyaringan, pendinginan, pasteurisasi, pengeringan, serta
pengemasan, dapat dihasilkan tepung telur berkualitas yang dapat digunakan sebagai
bahan pengolahan pangan lainnya

5.2 Saran
Pentingnya informasi mengenai tepung telur untuk diketahui oleh masyarakat luas
sebagai salah satu olahan pangan yang bergizi.

12
DAFTAR PUSTAKA

Departemen Pertanian. 2004. Statistik Pertanian. Pusat Data dan Informasi Pertanian, Jakarta.
Exploratorium. Anatomy of an egg available at: http://www.exploratorium.edu/cooking
/eggs/eggcomposition.html (Diakses: 13 April 2014)
Haryoto. 1996. Membuat TelurAsin. Yogyakarta: Kanisius.
Muchtadi, T.R. dan Sugiyono. 1992. Petunjuk Laboratorium Ilmu Pengetahuan Bahan
Pangan. Bogor: Departemen Pendidikan dan Kebudayan Direktorat Jenderal
Pendidikan Tinggi Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi IPB.
Sarwono, B., A. Murtidjo, dan A. Daryanto. 1985. Telur: Pengawetan dan Manfaatnya.
Jakarta: Penebar Swadaya.
Standar Nasional Indonesia 01-4323-1996. Tepung Putih Telur. Badan Standarisasi Nasional.

Winarno, F. G. dan S. Koswara. 2002. Telur, Penanganan dan Pengolahannya. Bogor: M-


BRIO Press.

Wijaya, Hanny. 2021. Tekno Pangan & Agroindustri. Volume I Nomor 8. Bogor. IPB

Nadya, Tika. 2021. Sifat Fisikokimia Dan Fungsional Tepung Telur Utuh Dengan
Penambahan Berbagai Konsentrasi Ragi Roti (Saccharomyces Cereviceae). Semarang.
Universitas Semarang

13

Anda mungkin juga menyukai