Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN KEGIATAN PPDH

ROTASI KESMAVET LABORATORIUM


PENGUJIAN PRODUK OLAHAN TELUR:
TEPUNG KUNING TELUR DI LABORATORIUM
KESMAVET PKH UB

Oleh :
Ken Ranisa Kusuma, S.KH
NIM. 130130100111015

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER HEWAN


PROGRAM KEDOKTERAN HEWAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2015
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL................................................................................... i
DAFTAR ISI............................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN............................................................................ 1
1.1 Latar Belakang...................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah................................................................ 1
1.3 Tujuan................................................................................... 1
1.4 Manfaat................................................................................. 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.................................................................. 3
2.1 Telur...................................................................................... 3
2.2 Tepung Kuning Telur............................................................ 4
BAB III METODE KEGIATAN.................................................................. 5
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN....................................................... 8
BAB V PENUTUP.................................................................................... 11
DAFTAR PUSTAKA................................................................................. 12

ii
BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Konsumsi masyarakat terhadap telur ayam relatif tinggi dan sering
digunakan dalam pengolahan bahan pangan seperti pembuatan roti dan kue.
Tingginya produksi telur di Indonesia, mencapai 66.636.000 ton pada tahun
2004 (Departemen Pertanian, 2004). Telur merupakan bahan pangan hasil
ternak unggas yang memiliki kandungan protein yang tinggi dan memiliki rasa
yang lezat. Telur secara alami mempunyai pengawet alamiah yang paling
baik dan dilindungi oleh kerabang telur. Perlidungan alami telur digunakan
untuk melindungi embrio unggas dari terhadap bahaya feses dan kimia,
terutama terhadap infeksi mikroba. Telur tidak mengalami proses
pendinginan dan tidak mengalami proses penanganan pengawetan serta
tidak menunjukkan tanda pertumbuhan embrio yang jelas, kuning telur belum
tercampur dengan putih telur, utuh dan bersih merupakan definisi telur
menurut Standar Nasional Indonesia (SNI 3926:2008).
Dalam perkembangannya, telah banyak teknik pengolahan telur yang
telah dilakukan guna meningkatkan kualitas dan daya tarik konsumen
terhadap produk olahan telur. Salah satu bentuk produk hasil olahan telur
adalah tepung kuning telur. Tepung kuning telur didapat dengan cara
mengurangi kadar air yang terkandung didalam telur sehingga tidak
memungkinkan mikroorganisme tumbuh di dalam dan umur simpan telur
lebih. Kerusakan telurdapat dicegah dengan perlakuan pengawetan (Bachir,
2006).
Tepung telur atau disebut juga telur kering merupakan bentuk awetan
telur melalui proses  pengeringan. Disamping lebih awet, keuntungan lain dari
tepung telur adalah volume  bahan menjadi jauh lebih kecil sehingga
menghemat ruang penyimpanan dan biaya pengangkutan. Tepung telur juga
memungkinkan jangkauan pemasaran yang lebih luas dan penggunaan yang
lebih beragam dibandingkan dengan telur segar.
Masalah keamanan produk pangan asal hewan ini merupakan salah
satu tugas dokter hewan dalam menjaga kesehatan masyarakat veteriner.
Penjagaan tersebut berupa pengujian keamanan produk sebagai kontrol
terhadap produk pangan asal hewan yang beredar di masyarakat, seperti
susu. Oleh karena itu dalam kegiatan PPDH ini dilakukan pengujian
beberapa produk olahan susu yaitu tepung kuning telur sebagai salah satu
terapan ilmu dalam menjaga keamanan produk pangan asal hewan.

1.2 Rumusan Masalah


Bagaimanakah kualitas tepung kuning telur yang beredar di masyarakat
saat ini ?

1.3 Tujuan

1
Untuk mengetahui mutu dan kualitas tepung kuning telur yang beredar
di masyarakat saat ini.

1.4 Manfaat
Dapat mengetahui mutu dan kualitas tepung kuning telur yang beredar
di masyarakat saat ini

2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Telur
Definisi telur menurut SNI 3926-2008 adalah telur yang belum
mengalami proses fortifiksi, pendinginan, pengawetan dan proses
pengeraman. Telur merupakan salah ssatu sumber protein hewani yang
memeiliki rasa lezat dan bernilai gizi tinggi. Nilai protein tertinggi pada telur
terdapat pada bagian kuning telurnya. Kuning telur mengandung air sekitar
48% dan lemak 33%. Kuning telur selain itu juga mengandung asam amino
esensial serta mineral seperti besi, fosfor, sedikit kalsium dan vitamin B
kompleks. Telur utuh terdiri atas beberapa komponen, yaitu air 66% dan
bahan kering 34% yang tersusun ats protein 12%, lemak 10%, karbohidrat
1% dan abu 11% (Winarno, 2004).
Kualitas telur ditentukan oleh : 1) kualitas bagian dalam (kekentalan
putih dan kuning telur, posisi kuning telur, dan ada tidaknya noda atau bintik
darah pada putih atau kuning telur) dan 2) kualitas bagian luar (bentuk dan
warna kulit, permukaan telur, keutuhan, dan kebersihan kulit telur). Masa
simpan telur ayam konsumsi kurang dari 2 minggu, oleh karenanya usaha
pengawetan sangat penting untuk mempertahankan kualitas dan kandungan
gizi telur. Syarat mutu telur konsumsi dapat dilihat pada tabel 2.1

Tabel 1. Indikator kimia dan fisik Produk Telur (UNECE STANDARD EGG
PRODUCT, 2010)

3
2.2 Tepung Kuning telur
Tepung telur adalah merupakan salah satu bentuk awetan telur yang
diproses menjadi bubuk (egg powder). Menurut UNECE STANDARD EGG
PRODUCT (2010) Tepung kuning telur adalah produk hasil olahan telur yang
didapatkan dari kuning telur yang kandungan airnya telah dihilangnkan untuk
memberikan bentuk serbuk halus maupun serbuk granul sebagai hasilnya.
Adapun tahap pembuatannya melalui proses pengeringan dan penepungan
yang dimaksudkan agar lebih tahan lama dan dapat memperkecil tempat
penyimpanan dan sekaligus biaya pengangkutan sehingga menjadi hemat.
Dan dapat pula dijadikan solusi untuk mengurangi resiko pecah dalam proses
pengiriman. Suprapti (2002) menerangkan bahwa tepung telur disebut juga
telur kering yang merupakan salah satu bentuk awetan telur melalui proses
pengeringan dan penepungan. Disamping lebih awet, keuntungan lain dari
tepung telur ialah volume bahan menjadi jauh lebih kecil sehingga
menghemat ruang penyimpanan dan biaya pengangkutan. Tepung telur juga
memungkinkan jangkauan pemasaran yang lebih luas dan penggunaan lebih
beragam dibandingkan telur segar.
Kandungan air sangat berpengaruh terhadap daya tahan tepung telur,
bahan kering harus memiliki kandungan air sangat kecil. Kandungan air pada
tepung telur harus kurang dari 5 %. Kadar air ini akan meningkat menjadi 9
sampai 10 % setelah disimpan. Mutu terbaik akan diperoleh jika pada saat
disimpan kadar air maksimal 1 % .

4
BAB III METODE KEGIATAN

3.1 Waktu dan Tempat


Kegiatan PPDH ini akan dilaksanakan pada tanggal 16 Februari 2015
sampai dengan 28 Februari 2015 yang bertempat di Laboratorium Kesehatan
Masyarakat Veteriner Program Kedokteran Hewan Universitas Brawijaya.

3.2 Peserta dan Pembimbing PPDH


Peserta PPDH Rotasi Kesehatan Masyarakat Veteriner (KESMAVET)
adalah mahasiswa PPDH PKH UB.
Nama : Ken Ranisa
NIM : 130130100111015
yang berada dibawah bimbingan drh. Fidi Nur Aini E.P.D., M.Si

3.3 Metode Kegiatan


Metode yang digunakan dalam kegiatan PPDH di Laboratorium
Kesehatan Masyarakat Veteriner (KESMAVET) adalah:
1. Melaksanakan pengujian terhadap sampel produk Custard.
2. Melaksanakan bimbingan dengan dokter hewan pembimbing PPDH
terkait proposal pengujian sampel produk dan penulisan artikel ilmiah.
3. Melaksanakan diskusi kelompok.

3.4 Jenis Pengujian


3.4.1 Sampel Tepung Kuning Telur
1. Uji Organoleptik
2. Uji Kadar Air
3. Uji Cemaran Mikroba Most Probable Number (MPN)
4. Uji Cemaran Yeast dan Mold
5. Uji EMBA
6. Uji Salmonella

3.5 Metode Pengujian Tepung Kuning Telur


3.5.1 Uji Organoleptik (SNI 01-3818-1995)
Uji organoleptik meliputi warna, bau, rasa, dan konsistensi.
Pemeriksaan organoleptik dapat dilakukan menggunakan panca indera. Alat
dan bahan yang dipergunakan ialah cawan petri dan sampel tepung kuning
telur.

3.5.2 Uji Kadar Air (SNI 01-2891-1992)


Prinsip Pengujian kadar air ialah bobot yang hilang selama pemanasan
dalam oven dengan suhu 1020C selama 3 jam dianggap sebagai kadar air.
Bobot yang hilang dihitung secara gravimetric. Alat dan bahan yang
digunakan adalah cawan petri, oven neraca analitik dan sampel kuning telur.
Prosedur Pengujian kadar air:

5
a. Sebanyak 1g hingga 3g sampel dimasukkan kedalam cawan petri dan
tutup lalu ditimbang
b. Cawan petri dimasukkan ke dalam oven, dipanaskan dengan suhu
1020C selama 3 jam
c. Cawan petri didinginkan kemudian ditimbang dn dihitung sesuai rumus
w−wi
Perhitungan : Kadar air = x 100 %
w
Keterangan : W : bobot sebelum di oven, dalam gram
Wi : bobot setelah di oven, dalam gram

3.5.3 Uji Cemaran Mikroba Most Probable Number (MPN) (SNI


2897:2008)
Prinsip pengujian ini yaitu menghitung estimasi jumlah mikroba dalam
suatu pangan dengan memupuk pada suatu tingkat pengenceran ke dalam
tiga atau lima tabung berisi media cair. Alat dan bahan yang dibutuh pada
pengujian ini yaitu tabung reaksi, tabung durham, inkubator, timbangan,
larutan buffer pepton water (BPW) 0,1%, media Lactose Broth (LB) dan
sampel.
Prosedur kerja Uji Cemaran Mikroba Most Probable Number (MPN):
a. membuat pengenceran sampel dari 10-1 hingga 10-5.
b. Pembuatan pengenceran yaitu sampel sebanyak 1 gram diambil
dengan sendok steril kemudian dimasukkan ke dalam tabung reaksi
berisi 9 ml larutan BPW 0.1% steril selanjutnya divortex sampai
homogen (larutan 10-1)
c. Satu ml suspensi pengenceran 10 -1 dipindahkan ke dalam larutan 9 ml
BPW 0.1% menggunakan pipet steril (larutan 10 -2)
d. Langkah selanjutnya yaitu membuat pengenceran 10 -3 sama seperti
pada prosedur sebelumnya.
e. Langkah selanjutnya pipet masing-masing 1 ml dari setiap
pengenceran ke dalam 3 seri tabung lactose broth (LB) yang berisi
tabung Durham. Inkubasi pada temperatur 35°C selama 24-48 jam.
Perhatikan adanya gas yang terbentuk didalam tabung Durham. Hasil
uji dinyatakan positif apabila terbentuk gas
f. Uji konfirmasi dilakukan dengan cara memindahkan biakan positif dari
berisi gas menggunakan jarum inokulasi dari setiap tabung lauryl
sulfate tryptose broth (LSTB) ke dalam tabung Briliant Green Lactose
Broth (BGLBB) yang berisi tabung Durham
g. Hasil uji dinyatakan positif apabila terbentuk gas
h. Hasil positif selanjutnya untuk menentukan nilai MPN digunakan tabel
Most Probable Number (MPN) berdasarkan jumlah tabung BGLBB
yang positif sebagai jumlah koliform per mililiter atau per gram.
Banyaknya koliform yang terdapat dalam sampel uji diinterpretasikan
dengan mencocokkan kombinasi jumlah tabung yang memperlihatkan
hasil positif, berdasarkan tabel nilai MPN

6
3.5.4 Uji Cemaran Yeast dan Mold (SNI 01-2342-1991)
Prinsip pada uji ini adalah cemaran yeast dan mold akan nampak pada
media selektif Saboraud’s Dextrose Agar (SDA) selama 3 hari. Adapun alat
dan bahan yang dipergunakan ialah timbangan, cawan petri, media
Saboraud’s Dextrose Agar (SDA), dan sampel Custard.
Cara kerja pengujian:
a. Sampel diinokulasikan di atas media.
b. Media SDA berisi sampel diletakkan pada suhu ruang.
c. Diperiksa adanya pertumbuhan kapang setelah 3 hari.

3.5.5 Uji E. coli dengan Media EMBA(SNI 2897: 2008)


Alat dan bahan yang digunakan dalam pengujian ini antara lain adalah
cawan petri, jarum inokulasi (ose), bunsen, inkubator, koloni hasil TPC dan
media EMBA. Presedur pengujiannya adalah : Koloni pada hasil TPC pada
pengenceran terbesar yang ditumbuhi koloni bakteri, distreak menggunakan
ose yang sudah disterilkan pada media EMBA, selanjutnya cawan petri
diinkubasi dengan posisi terbalik pada suhu 37°C selama 24 jam.

3.5.6 Uji Salmonella (SNI 2897: 2008)


Prinsip pada pengujian cemaran bakteri Salmonella pada putih telur
ayam adalah pemeriksaan yang dilakukan untuk mengetahui adanya
pertumbuhan koloni bakteri Salmonella pada media Salmonella Shigella Agar
(SSA) yang dapat dilihat langsung dengan mata telanjang. Koloni bakteri
Salmonella yang tumbuh merupakan gambaran jumlah populasi
mikroorganisme yang terdapat pada sampel. Alat dan bahan yang digunakan
pada uji tersebut yaitu, koloni bakteri Salmonella pada media PCA, kawat
ose, bunsen, cawan petri, inkubator, sampel keju edam dan media
Salmonella Shigella Agar (SSA).
Prosedur pengujian:
1. Mengambil koloni bakteri dari uji PCA dengan kawat ose kemudian
diinokulasikan di cawan petri yang telah berisi media Salmonella
Shigella Agar (SSA)
2. Menginkubasikan cawan petri dalam dalam inkubator pada suhu 34-
36oC selama 24-36 jam dengan meletakkan cawan pada posisi
terbalik
Perhitungan koloni dilakukan setelah diinkubasi selama 24-36 jam dengan
menghitung jumlah koloni yang tumbuh di media.

7
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Pengujian Kualitas Tepung Kuning Telur


4.1.1 Keterangan Sampel Tepung Kuning Telur
Sampel : Tepung Kuning Telur
Merk : Curah
Kemasan : plastik
Berat bersih : 100gr
Tanggal beli : 20 Februari 2015
Tanggal kadaluarsa : -
Tempat pembelian : Avia

Gambar 1. Tepung Kuning Telur Curah

4.1.2 Hasil Pengujian Kualitas Tepung kuning telur


Tabel 2. Hasil Uji Kualitas Tepung Kuning Telur
Jenis Uji Hasil Uji SNI 7388-2009
Organoleptik:
Bau : Tidak berbau
Rasa : Hambar Normal
Warna : Kuning
Konsistensi : Serbuk halus
lembab
Uji Kadar Air 1% -
Uji MPN Negatif <1x101
Uji EMBA Negatif 1x101
Uji Salmonella Positif Negatif
Uji Yeast dan Mold Negatif -

4.2 Pembahasan
Hasil pemeriksaan organoleptik pada sampel tepung kuning telur
curah yang di dapatkan dari toko avia menunjukkan bahwa sampel tidak
berbau, berwarna kuning seperti warna kuning telur segar, memiliki rasa
hambar, serta konsistensinya berupa serbuk halus dan terasa lembab. Hasil
uji kadar air menunjukkan kadar air sampel sebesar 1%. Kadar air dalam

8
bahan pangan yang tinggi memiliki potensi untuk tercemar lebih tinggi dari
bahan pangan yang memiliki kadar air yang rendah (sitasi). Uji kadar air yang
dilakukan menggunakan metode oven, yaitu dengan memasukkan sampel
kedalam oven dengan suhu 102 0C selama 3 jam, kemudian berat sebelum
dan sesudah dimaasukan dalam oven dihitung. Kadar air tepung kuning telur
yang rendah tersebut menurut Muchtadi (1989) dapat membantu
memperpanjang umur simpan produk, karena pada kadar air yang rendah
tersebut mampu mengurangi kerusakan mikrobiologis maupun kimiawi.
Uji MPN yang didapat menunjukkan hasil negatif. Uji MPN merupakan
uji yang berfungsi untuk mendeteksi adanya bakteri koliform pada suatu
sampel makanan. Hasil negatif menunjukkan bahwa pada sampel tepung
kuning telur tidak terdapat bakteri koliform. Hasil uji positif ditunjukkan
dengan adanya gelembung gas pada semua tabung durham. Gelembung gas
pada tabung durham merupakan hasil metabolisme mikroba dalam tabung
durham yang berbentuk CO2 (Sarwono, 1994). Hasil negatif pada hasil uji
MPN terhadap tepung kuning telur ini menunjukkan bahwa produk olahan
tepung kuning telur curah ini bebas dari cemaran dan kontaminasi bakteri
koliform.

Gambar 2. HAsil uji SSA, EMBA dan yeast dan mold Pada Tepung Kuning
Telur Curah
Hasil uji cemaran EMBA pada tepung kuning telur menunjukkan nilai
negatif. Hal ini menunjukkan bahwa pada sampel kuning telur tidak terdapat
kontaminasi bakteri Eschericia colli maupun bakteri koliform lainnya. Namun
pada uji cemaran bakteri Salmonella dengan menggunakan media selektif
Salmonella Shigella Agar, didapatkan pertumbuhan koloni berwarna
transparan, berukuran sangat kecil, berbentuk bundar dengan tepian halus. .
Pada hasil uji cemaran yeast dan mold, menunjukkan hasil negatif. Menurut
Rose dan Kolodny (1942) bentukan koloni berwarna transparan yang tumbuh
pada media SSA merupakan karakteristik dari bakteri Shigella sp. khususnya
Shigella flexnery. Bakteri shigella sp. merupakan jenis bakteri yang tidak
memfermentasikan laktosa, sehingga pada media dengan pertumbuhan
bakteri ini tidak terlihat adanya perubahan warna media dari merah menjadi
bening. Perubahan warna media dari merah menjadi bening atau kekuningan
terjadi apabila pada media SSA tumbuh bakteri enterobacter (Isenberg,
1992). Shigella merupakan bakteri penyebab terjadinya shigellosis. Penyakit
tersebut ditandai dengan adanya keradangan pada instestinal dengan gejala

9
sakit perut, demam dan diare cair. Shigellosis biasanya ditularkan melalui
makanan atau minuman yang telah tercemar oleh bakteri jenis ini.
Hasil uji cemaran jamur yeast dan mold menunjukkan hasil negatif. Hal
ini menunjukkan bahwa sampel tepung kuning telur bebas dari cemaran
jamur yang mungkin mengkontaminasi.

BAB V PENUTUP

10
5.1 Kesimpulan
Secara keseluruhan tepung kuning telur curah yang di jual di Avia
memiliki kualitas yang bagus, baik dari segi organoleptik, kadar air dan hasil
uji bakteri koliform dan salmonella negatif, sesuai dengan SNI 7388:2009
mengenai batas maksimum cemaran mikroba pada bahan pangan. Namun,
pada uji SSA didapati hasil produk positif terhadap Shigella sehingga,
sebaiknya konsumen waspada dalam pemakaian dan pengolahan roduk
tepung kuning telur curah avia.

5.2 Saran
Perlu dilakukan pengujian BTM pengawet, pewarna makanan, serta
pengujian protein, glukosa, lemak dan karbohidrat guna mengetahui
komposisi lainnya pada tepung kuning telur curah avia.

DAFTAR PUSTAKA

11
[SNI] Standar Nasional Indonesia. 1991. Makanan, Perhitungan Ragi (Yeast)
dan Kapang (Mold). SNI 01-2342-1991. Jakarta: Badan Standardisasi
[SNI] Standar Nasional Indonesia. 1992. Cara Uji Makanan dan Minuman.
SNI 01-2891-1992. Jakarta: Badan Standardisasi Nasional
[SNI] Standar Nasional Indonesia. 2000. Batas Maksimum Cemaran Mikroba
dan Batas Maksimum Residu Dalam Bahan /makanan Asal Hewan.
SNI 01-6366-2000. Jakarta: Badan Standardisasi Nasional.
[SNI] Standar Nasional Indonesia. 2008. Metode Pengujian Cemaran
Mikroba Dalam Daging, Telur, Dan Susu, Serta Hasil Olahannya. SNI
2897:2008. Jakarta: Badan Standardisasi Nasional
[SNI] Standar Nasional Indonesia. 2009. Batas Maksimum Cemaran Mikroba
dalam Pangan. SNI 7388:2009. Jakarta: Badan Standardisasi
Nasional.
AOAC. 1995. Official Method of Analysis. Assoation of Official Analytical
Chemist, Washington D.C.
Bachir, Mahfouz Al dan Ruba Zenou. 2006. Effect of Gamma Irradiation on
Some Characteristic of Shell Eggs and Mayonnaise Prepared from
Irradiated Eggs. Journal of Food Safety 26 (2006). Radiation
Technology. Department Syrian Atomic Energy Commision, Damascus
: Syria. p: 348-360.
Gisslen, W. 2007. Professional Cooking.John Wiley & Sons, Inc. ISBN 978-0-
471-66376-8.
Irmansyah, J., dan Kusnadi. 2009. Sifat Listrik Telur Ayam Kampung Selama
Penyimpanan. Media Peternakan 32 (1) : 22-30
Isenberg, H. D. 1992. Interpretation of aerobic bacterial growth on primary
culture media, Clinical microbiology procedures handbook, vol. 1 p.
1.61 -1.67. American Society for Microbiology, Washington, D.C.
Lukman DW dan Purnawarman T. 2008. Penuntun Praktikum Higiene
Pangan. Bagian Kesmavet Fkh IPB. Bogor.
Muchtadi, D. 1989. Petunjuk Laboratorium Evaluasi Nilai Gizi Pangan.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Direktorat Jenderal
PendidikanTinggi. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. Bogor:
Institut Pertanian Bogor
Prawesthirini, S. 2006. Analisa Kualitas Susu, Daging dan Telur cetakan ke-
6. Universitas Airlanga. Surabaya.
Rose, H. M., and M. H. Kolodny. 1942. The use of SS (Shigella-Salmonella)
Agar for the isolation of Flexner Dysentery bacilli from the feces. J.
Lab. Clin. Med. 27 :1081-1083
UNECE. 2010. Unece Standard Egg-2. Newyork and Geneva: United Nations
Winarno, F. G. dan S. Koswara. 2004. Telur: Komposisi, Penanganan dan
Pengolahannya. Bogor: M-Brio Press.

12

Anda mungkin juga menyukai