Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH BAKTERIOLOGI

PEMERIKSAAN MAKANAN
SUSU DAN TELUR

disusun oleh:
Maria Christhina P3.73.34.2.15.021
Mayya Azlia Alam P3.73.34.2.15.022
Nadheya Mawadah P3.73.34.2.15.026

POLTEKKES KEMENKES JAKARTA III


D IV ANALIS KESEHATAN

2017

[Type text]
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberi kami rahmat dan karunia-Nya sehingga kami mampu menyelesaikan
makalah ini dengan baik. Makalah ini kami susun dalam rangka memenuhi tugas
kelompok mata kuliah Bakteriologi III semester 4. Dalam makalah ini kami
menguraikan pembahasan mengenai Pemeriksaan Bakteriologis Susu dan Telur.

Kami menyadari dalam penyusunan makalah ini masih jauh dari


sempuna. Maka dari itu, kritik dan saran pembaca sangat kami nantikan. Terima
kasih atas segala partisipasi semua pihak yang mendukung tersusunnya makalah
ini. Atas segala kekurangan dan kesalahannya kami mohon maaf.

Bekasi, Maret 2017

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.... 2
DAFTAR ISI........ 3
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang..... 4
1.2 Tujuan...................................................................................................... 5
1.3 Rumusan Masalah................................................................................... 5

BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pemeriksaan Bakteriologi Susu dan Telur....... 6
2.2 Metode Pemeriksaan Bakteriologi Susu dan Telur.................................. 6
2.3 Bakteri yang terdapat pada susu dan telur............... 9
2.4 Syarat Mutu Susu dan Telur.................................................................... 11

BAB III PENUTUP


3.1 Kesimpulan .. 18
DAFTAR PUSTAKA..... 19

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Makanan merupakan salah satu bagian yang penting untuk
kesehatan manusia. Sumber makanan yang dikonsumsi biasanya dari
tumbuhan dan hewan. Meskipun bersumber dari sumber yang berbeda,
tapi makanan yang harus dikonsumsi manusia itu setidaknya sesuai
dengan kebutuhan yang diperlukan oleh tubuh. Makanan yang dikonsumsi
manusia biasanya mengandung nutrisi yang diperlukan antara lain, untuk
pertumbuhan badan, memelihara jaringan tubuh yang rusak, dan untuk
proses yang terjadi di dalam tubuh serta menghasilkan energi untuk dapat
melakukan aktivitas.
Besarnya dampak penyakit bawaan makanan terhadap kesehatan
belum diketahui, karena hanya sebagian kecil dari kasus-kasus yang
akhirnya dilaporkan ke pelayanan kesehatan dan jauh lebih sedikit lagi
yang diselidiki. Namun, perlu diketahui bahwa kasus penyakit bawaan
makanan dapat dipengaruh oleh beberapa faktor, diantaranya kebiasaan
mengolah makanan secara tradisional, penyimpanan dan penyajian
makanan yang tidak bersih dan tidak memenuhi persyaratan sanitasi.
Statistik mengenai penyakit bawaan makanan di negara-negara industri
maju menunjukkan bahwa 60% dari kasus keracunan makanan disebabkan
oleh penanganan makanan yang tidak baik dan kontaminasi pada hidangan
makanan di tempat penjualan makanan. Begitupun di negara berkembang,
keadaannya sama atau bahkan lebih parah (Depkes RI, 2004).
Kasus-kasus yang dilaporkan di negara maju diperkirakan sekitar
5-10%, sedangkan di banyak negara berkembang data kuantitatif yang
dapat diandalkan pada umumnya sangat terbatas. Kejadian penyakit yang
ditularkan melalui makanan di Indonesia cukup besar. Terlihat dari masih
tingginya penyakit infeksi seperti tipus, kolera, desentri, tbc, dan
sebagainya. Lebih dari 90% kasus keracunan pangan disebabkan oleh
kontaminasi mikroba (Agustina, 2009).

4
Badan Pusat Pengawasan Obat dan Makanan mencatat bahwa
selama tahun 2004 di Indonesia terjadi 82 kasus keracunan makanan yang
menyebabkan 6.500 korban sakit dan 29 orang meninggal dunia. Sebanyak
31% kasus keracunan itu disebabkan makanan yang berasal dari jasa boga
dan buatan rumah tangga (Chandra, 2006).

1.2 Tujuan
1. Mengetahui pengertian pemeriksaan susu dan telur.
2. Mengetahui metode pemeriksaan susu dan telur.
3. Mengetahui bakteri yang terdapat pada susu dan telur.
4. Mengetahui syarat/ standar susu dan telur layak konsumsi.

1.3 Rumusan Masalah


1. Apa yang dinamakan susu dan telur?
2. Bagaimana cara melakukan metode pemeriksaan susu dan telur?
3. Apa saja bakteri yang terdapat pada susu dan telur?
4. Apa syarat/ standar susu dan telur layak konsumsi?

5
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pemeriksaan Bakterilogis Susu


2.1 . Pengertian Susu
Susu adalah hasil pemerahan dari ternak sapi perah atau dari ternak
menyusui lainnya yang diperah secara kontinyu dan komponen-
komponennya tidak dikurangi dan tidak pula ditambahkan bahan- bahan
lain (Anonimus, 2010a). Susu merupakan bahan pangan yang tersusun
oleh zat- zat makanan yang seimbang (Hadiwiyoto, 1980). Buckle dkk
(1985) menambahkan bahwa air susu adalah sekresi dari kelenjar susu
binatang yang menyusui anaknya, susu merupakan makanan yang paling
sesuai dengan kebutuhan tubuh.
Air susu merupakan bahan makanan utama bagi makhluk yang
baru lahir, baik bagi hewan maupun manusia. Sebagai bahan makanan/
minuman air susu sapi mempunyai nilai gizi yang tinggi, karena
mengandung unsur- unsur kimia yang dibutuhkan oleh tubuh seperti
kalsium, fosfor, vitamin A, vitamin B, dan riboflavin yang tinggi
(Anonimus, 2009a).

2.2 Metode Pemeriksaan Bakterilogis Susu


1. Total Plate Count(TPC)
SNI 01-6366-2000 mensyaratkan pemeriksaan TPC perlu dilakukan untuk
mengetahui kualitas susu. Jumlah TPC >10 6 cfu/ml menyebabkan mikroba
cepat berkembang dan toksin sudah terbentuk. Susu akan cepat rusak apabila
disimpan pada suhu ruang lebih dari 5 jam, jarak antara peternak dan tempat
pengumpul susu jauh tanpa dilengkapi dengan sarana pendingin. Sebagian
industri pengolahan susu akan menolak susu apabila jumlah TPC >10 6
cfu/ml. Pemeriksaan TPC dapat dilakukan dengan metode hitungan cawan

2. Koliform
Koliform merupakan parameter sanitasi susu dan produk lainnya.
Koliform termasuk bakteri yang dikeluarkan dari saluran pencernaan

6
hewan dan manusia. Pemeriksaan koliform dapat menggunakan metode
Most Probe Number (MPN).

3. Isolasi dan Identifikasi


Isolasi dan identifikasi merupakan metode konvensional dalam
pemeriksaan bakteri yang didasarkan pada reaksi biokimia. Oleh karena
itu, dalam isolasi dan iden-tifikasi bakteri diperlukan media yang selektif.
Setelah dilakukan pewarnaan Gram dilanjutkan dengan uji biokimia pada
berbagai media seperti gula. Bakteri yang sudah diisolasi dan diidentifikasi
selan-jutnya diuji secara serologis untuk menentukan serotipenya. Isolasi
dan identifikasi untuk berbagai jenis bakteri dapat mengikuti metode
Cowan.

4. Polymerase Chain Reaction(PCR)


Merupakan uji mikrobiologis yang lebih sensitif dibandingkan
dengan metode konvensional. Saat ini banyak pengembangan dari metode
PCR, salah satunya adalah Multiplex PCR. Metode ini dapat digunakan
untuk mendeteksi Staphylococcus aureus dan membedakan jenis
enterotoksin. Pengembangan PCR yang memberikan sensitivitas 93,30%
dan mendeteksi S. aureus 103cfu/g adalah Real Time PCR (RTQ-
PCR). Teknik 3 Reaction multiplex PCR lebih akurat, cepat, dan spesifik
karena metode tersebut menggunakan tiga primer sehingga dalam satu kali
running dapat mendeteksi tiga jenis bakteri patogen sekaligus.
Dalam kasus keracunan susu yang disebutkan di atas, susu yang
beracun tersebut merupakan susu yang cara sterilisasinya menggunakan
metode UHT. Seharusnya bakteri di dalam susu sudah mati karena adanya
pemanasan tinggi berarti bakteri dalam susu tersebut berasal dari
kontaminasi selama proses produksi dan penyimpanan.

Metode lain
I. Kuantitatif
1). Standard Plate Count (SPC) : jumlah kuman/cc susu seperti pada
pemeriksaan air minum

7
* Kuman banyak :

- Mungkin sebagai sumber penyakit

- Belum tentu sumber penyakit menunjukkan pengolahan tak


sempurna

* Kuman sedikit :

masih mungkin sumber penyakit TBC, Bruselosis

2). Breed Count :

Direct Micr. Count menghitung jumlah kuman/ cc susu pada gelas


obyek dengan mikroskop (cat biru metilen).

Keuntungan :

- Waktu lebih pendek

- Kuman yang tidak tumbuh pada biakan bisa dihitung

- Bila ada leukosit & strep mastitis

3). Uji Reduktase :

- Kuman dalam air susu, 350C membentuk enzim reduktase reduksi


biru metilen putih

- Semi kuantitatif :

Waktu reduksi jumlah kuman / cc susu

4,5 jam 200.000

2,5 4,5 jam 200.000 2 juta

2,5 jam 2 10 juta

- Kualitatif :

Lebih 8 jam sangat baik

6 8 jam baik

2 6 jam sedang

Kurang 2 jam jelek

8
II. Kualitatif:

1. Uji Fosfatase apakah susu telah dipasteurisasi dengan baik ?

- Air susu mengandung enzim fosfatase memecah disodium P


Nitrofenil Fosfat P Nitrofenol

Bila susu dipasteurisasi dengan baik enzim rusak reaksi tidak


terjadi

- Kadar P Nitrofenol diukur dengan Spektrofotometer lebih kurang 10 ug/cc


susu susu telah dipasteurisasi dengan baik

2. Uji Kekeruhan (Turbidity Test)

Apakah susu telah disterilisasi dengan baik ?

* Susu yang dipanaskan 100oC, 5 menit denaturasi protein


setelah disaring susu tidak dapat dipresipitasi lagi

* Susu + ammonium sulfat disaring dipanaskan

- Susu mentah keruh

- Susu disterilisasi tetap jernih

2.3. Bakteri dalam Susu

a. Staphylococcus aureus
Salah satu bakteri penyebab keracunan setelah minum susu
adalah Staphylococcus aureus. Di beberapa negara di Eropa, seperti Norwe-
gia, Staphylococcus aureus merupakan salah satu bakteri penyebab keracunan
setelah minum susu. Sumber-sumber Staphylococcus aureus terdapat di sekitar
kita, yaitu bagian permukaan kulit, mukosa mulut, hidung, dan kulit kepala.
Pemeriksaan S.aureus dapat menggunakan metode isolasi dilanjutkan uji
koaglutinasi plasma kelinci.

b. Salmonella sp.
Salmonella sp. merupakan bakteri berbahaya yang dikeluarkan dari
saluran pencernaan hewan dan manusia bersama dengan feses. Salmonella

9
enteritidis merupakan salah satu serotipe yang sering mengontaminasi susu di
samping Salmonella typhimurium. Berdasarkan SNI 01-6366-2000, pemeriksaan
Salmonella sp. dilakukan secara kualitatif dan harus negatif.

c. Escherichia coli
Escherichia coli termasuk bakteri berbahaya karena dapat menyebabkan
diare. Salah satu syarat Escherichia coli dalam SNI 01-6366-2000 harus negatif.

Bakteri Pencemar Susu


Bakteri pencemar dalam susu dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu
bakteri patogen dan bakteri pembusuk. Bakteri pembusuk seperti Micrococcus sp ,
Pseudomonas sp , dan Bacillus sp akan menguraikan protein menjadi asam amino
dan merombak lemak dengan enzim lipase sehingga susu menjadi asam dan
berlendir. Beberapa Bacillus sp. yang mencemari susu antara
lain adalah Bacillus cereus,Bacillus subtilis, danBacillus licheniformis.
Esherichia coli O157:H7termasuk kelompok enterohemoragik Escherichia coli
(EHEC) pada manusia yang menyebabkan terjadinya hemorrhagic colitis (HC),
hemolyticuremic syndrome (HUS), danthrombo-cytopenia purpura (TPP).
Infeksi Escherichia Coli O157:H7 pada manusia terjadi karena minum susu yang
terkontaminasi feses sapi atau dari lingkungan.
Bakteri yang mampu hidup pada refrigerator
adalah Listeria monocytogenes. Infeksi Listeria monocytogenes pada
manusia terjadi secara kronis. Kejadian Listeriamono-cytogenes dalam susu
dipengaruhi oleh musim. Pada musim dingin, kasus listeriosis pada manusia lebih
sering muncul dibeberapa negara di Eropa. Listeriosis di Eropa
disebabkan mengonsumsi keju yang berasal dari susu mentah. Pada wanita
hamil, Listeria Monocytogenes menyebabkan keguguran karena bakteri
tersebut dapat menembus plasenta.
Kasus keracunan setelah minum susu juga disebabkan
oleh Camphylobacterjejuni. Kasus tersebut terjadi pada anak sekolah, terutama
pada saat melakukan kunjungan ke peternakan. Susu yang terkontaminasi kotoran
unggas berpotensi menimbul-kan terjadinya food borne disease
oleh Camphylobacter jejuni.

10
Kelompok Bacillus sp. yang sering menjadi penyebab keracunan setelah
minum susu adalah Bacillus cereus. Kontaminasi Bacillus cereus dengan
jumlah 104cfu/ml berpotensi menghasilkan toksin sehingga menimbulkan
gejala seperti mual dan muntah. Gejala keracunan Bacillus cereus dalam
susu mencuat pada tahun 19881989. Gejala muncul 0,501 jam setelah minum
susu.

2.4. Syarat Mutu Susu Segar berdasarkan SNI 01-3141-1998

No Parameter Syarat

1 Berat Jenis (BJ) pada suhu 27 oC Minimal 1,0280

Kadar Kering Minimal 3.0 %

Bahan Kering Tanpa Lemak Minimal 8.0 %


(BKTL) atau Solid non Fat (SNF)

Kadar Protein Minimal 2.7 %

Standar Susu
Cemaran logam berbahaya :

a. Timbal (Pb) Maksimum 0.3 ppm

b. Seng (Zn) Maksimum 0.5 ppm

c. Merkuri (Hg) Maksimum 0.5 ppm

d. Arsen (As) Maksimum 0.5 ppm

2 Organoleptik : warna, bau, rasa Tidak ada perubahan


dan kekentalan
Standar Susu

Kotoran dan benda asing Negatif

11
Cemaran mikroba :

a. Total Kuman Maksimum 1.000.000


CFU/ml

b. Salmonella Negatif

c. Eschericia coli (pathogen) Negatif

d. Coliform 20 CFU/ml

e. Streptococcus group B Negatif

f. Streptococcus aureus 100 CFU/ml

Jumlah sel radang Maksimum 40.000/ml

Uji katalase Maksimum 3 cc

Uji reduktase 2 5 jam

Residu antibiotik, pestisida dan sesuai dengan


insektisida peraturan yang
berlaku

Uji Alkohol (70 %) Negatif

Derajat Asam 6 7 oSH

Uji pemalsuan Negatif

Titik Beku 0,520 s/d 0,560 oC

Uji Peroksidase Positif

12
Berdasarkan SK Dirjen Peternakan Nomor 17 tahun 1983, salah satu syarat
kualitas susu segar adalah jumlah mikroba maksimum 3 juta/ml. Ketentuan ini
lebih ringan daripada yang tercantum dalam SNI susu segar.

B. PEMERIKSAAN BAKTERIOLOGIS TELUR


2.1. Pendahuluan
Telur merupakan bahan pangan yang mempunyai daya pengawet alamiah
yang paling baik dan kandungan gizi yang tinggi.
Bila telur retak atau pecah kualitas telur mudah rusak, salah satu penyebab
kerusakan telur adalah bakteri diantaranya bakteri Salmonella sp.
Bakteri Salmonella merupakan kuman penyakit yang menyebabkan
penyakit Salmonellosis.
Menurut Winarno (2002 : 42) bahwa Ada dua cara masukknya
Salmonella ke dalam telur, yaitu secara langsung (vertical), melalui kuning
telur dan albumen (putih telur dari ovari induk ayam yang terinfeksi
Salmonella, sebelum telur tertutup oleh kulit (cangkang) telur. Yang kedua
secara horizontal, Salmonella masuk melalui pori-pori kulit (cangkang)
setelah telur tertutup kulit (cangkang).

Winarno (2002 : 21) mengatakan bahwa: Kerusakan pada telur dapat


digolongkan menjadi 5 (lima) macam tipe yakni

Green rot (disebabkan oleh bakteri Pseudomonas fluoresceus),

Colourless rot (disebabkan oleh bakteri Pseudomonas, Achromobacter),

Black rot (disebabkan oleh bakteri Proteus, Pseudomonas, Aeromonas),

Pink rot (disebabkan oleh bakteri Pseudomonas),

Red rot (disebabkan oleh bakteri Serratia).

13
2.2. Pengujian Mikrobiologi Telur

Menggunakan media selektif (Satunya adalah Hektoen Enteric Agar


(HEA). Media lain yang dapat digunakan adalah SS agar, bismuth sulfite
agar, brilliant green agar, dan Xylose-Lisine-Deoxycholate (XLD) agar)

Uji dilanjutkan dengan uji biokimia meliputi media TSIA, IMViC

Cara I

A. Pra-pengkayaan

Kocok telur yang akan dijadikan sampel

Kemudian pipet sampel telur sebanyak 0,5ml

Lalu masukan ke dalam media Lactose Broth (V = 4,5ml)

Inkubasi pada suhu 37C selama 24 jam

B. Pengkayaan

Hasil positif pada media Lactose Broth dipipet 1ml

Kemudian dimasukan ke dalam media Selenite Crystine


Broth (V=9ml)

Inkubasi pada suhu 37C selama 24 jam

C. Isolasi pada Medium Selektif

Tabung pengkayaan (Enrichment) yang positif kemudian ditanam pada


media SSA (Salmonella Shigela Agar)

Inkubasi pada suhu 37C selama 24 jam

Bakteri salmonella akan menghasilkan koloni dengan ciri sebagai berikut :

a) Koloni tak berwarna sampai merahmuda

b) Bening sampai buram

c) Terdapat bintik hitam di tengah

14
Jika tumbuh bakteri dengan ciri koloni demikian dilanjutkan uji biokimia
(motil, MRVP, TSIA, KIA, SCA, Fermentasi Karbohidrat)

Cara II

1. Sampel cangkang digerus dan dimasukkan ke dalam enrichment


tetrathionate solution broth (TSB) 1:10 lalu inkubasi selama 24 jam pada
suhu 35C 37C

2. Kuning telur dipisahkan dari putih telurnya kemudian dikocok lalu


dimasukkan ke dalam media TSB (1:10) inkubasi selama 24 jam pada
suhu 35C 37C

3. Biakan dari media enrichment diambil dan ditanam pada media selektif
BGA dan XLD inkubasi selama 24 jam pada suhu 35C 37C

4. Koloni salmonella sp. Akan berwarna merah muda pada BGA dan
berwarna hitam pada media XLD

5. Koloni yang diduga positif salmonellasp. Diuji biokimia dengan uji gula
(Triple Sugar Iron) dan dinyatakan positif apabila TSI menunjukkan
adanya pertumbuhan bakteri dengan hasil :

Warna permukaan agak merah (alkaline)

Tusukan berwarna kuning (acid)

Terbentuk gas

Terbentuk H2S ataupun tidak

Cara III

1. Sebelum dipecahkan telur dilap dengan alkohol 70%

2. Selanjutnya dipecahkan dan dimasukkan dalam plastik tip kemudian


dikocok rata kuning dan putihnya

3. Sampel telur diambil 1ml kemudian dicampurkan 9ml dengan larutan


BPW (Buffered Peptone Water) 0,1% menjadi pengenceran 1:10

15
4. Pengenceran 1:100 dengan cara memindahkan 1ml dari pengenceran 1:10
dalam 9ml larutan BPW 0,1%

5. Pengenceran dilakukan dengan cara yang sama untuk pengenceran


selanjutnya

6. Masing-masing dari seri pengenceran dimasukkan ke dlam cawan petri


sebanyak 1ml

7. Lalu ditambahkan 15 ml NA atau EMBA (Eosin Metyhlen Blue Agar) ke


dalam cawan petri

8. Biarkan media memadat kemudian diinkubasi pada suhu pada suhu 35C
37C selama 24 48 jam

9. Jumlah bakteri = jumlah koloni X (1/faktor pengencer)

2.3. Bakteri yang Terdapat pada Telur


Beberapa penyebab bakteri mencemari daging ayam dan telur (Dirjennak, 1992)
adalah :
a. Salmonellae dapat berasal dari ekskreta manusia maupun hewan dan air
yang terkontaminasi oleh limbah. Salmonellae sering ditemukan dalam
bahan makanan asal hewan, terutama daging, daging unggas dan telur,
yang belum atau masih setengah masak dan disebarkan ke makanan lain
melalui kontaminasi silang. Salmonella enteritidis dilaporkan sering
ditemukan pada kulit telur dengan grade A. Daging unggas pada umumnya
terkontaminasi Salmonella sp ketika masih di tempat pemrosesan karkas,
tangan pekerja,permukaan peralatan serta pakaian pekerja
b. Staphylococcus, habitat utama adalah selaput membran hidung dan kulit
manusia maupun hewan. Banyak orang memiliki kebiasaan kurang baik
yaitu menyentuh bagian dalam hidungnya. Tanpa disadari tindakan ini
dapat memindahkan bakteri Staphylococcus ke tangan dan selanjutnya
disebarkan lagi ke makanan melalui penanganan yang tidak benar. Bakteri
ini dapat pula ditemukan pada luka di kulit. Melalui luka sayatan atau
pori-pori, bakteri ini masuk ke bagian dalam kulit, tumbuh dan

16
berkembang biak. Dalam kasus ini bakteri tetap dapat disebarkan
walaupun tangan telah dicuci. Staphylococcus aureus diduga berasal dari
tangan orang yang terlibat dalam proses produksi, pengirisan atau
pengajian.
c. Escherichia coli seringkali diasosiasikan dengan air yang telah
terkontaminasi oleh feces dan sejak lama telah diketahui menjadi
penyebab diare pada anak-anak.

2.4. Syarat Pemeriksaan Telur

Persyaratan mutu mikrobiologis, dengan jenis cemaran mikroba: Total


Plate Count (TPC), Coliform, Escherichia coli, dan Salmonella sp. Cara
pengambilan contoh mengacu SNI 2897:2008. Sedangkan cara pengujian secara
fisik harus sesuai ketentuan, dan uji cemaran mikroba mengacu pada SNI
2897:2008.

17
BAB III

PENUTUP

1.1 Kesimpulan
Uji kualitas susu secara kulitatif mengidikasikan bahwa susu tidak
dipalsukan dan tidak mengandung mikroba patogen yang dapat
mengganggu kesehatan konsumen. Kandungan mikroba dalam susu dapat
diketahui melalui uji keasaman, uji alkohol, uji katalase, dan uji reduktase.
Susu dengan kualitas baik tidak menunjukkan reaksi positif terhadap
alkohol, pH-nya 8, nilai katalase kurang dari tiga ml, dan kemampuan
tereduksinya lebih dari dua jam. Uji kualitas susu ini dapat juga
menentukan bagus atau tidaknya manajemen pemerahan dari produsen
atau peternak. Uji kualitas susu secara kulitatif mengidikasikan bahwa
susu tidak dipalsukan dan tidak mengandung mikroba patogen yang dapat
mengganggu kesehatan konsumen. Kandungan mikroba dalam susu dapat
diketahui melalui uji keasaman, uji alkohol, uji katalase, dan uji reduktase.
Susu dengan kualitas baik tidak menunjukkan reaksi positif terhadap
alkohol, pH-nya 8, nilai katalase kurang dari tiga ml, dan kemampuan
tereduksinya lebih dari dua jam. Uji kualitas susu ini dapat juga
menentukan bagus atau tidaknya manajemen pemerahan dari produsen
atau peternak.
Telur merupakan makanan yang sering dikonsumsi oleh makhluk
hidup dan merupakan sumber protein yang dibutuhkan oleh tubuh. Bakteri
paling sering terdapat pada telur adalah Salmonella. Maka, cara
pengolahan dan cara konsumsi telur harus benar- benar diperhatikan
karena telur banyak mengandung bakteri, terlebih telur merupakan bahan
yang dikeluarkan dari anus unggas. Sehingga tidak dapat dipungkiri jika
telur mengandung banyak kuman dan bakteri.

18
DAFTAR PUSTAKA

Buku Panduan Pemeriksaan Bakteriologi Air, 1991


Dwidjoseputro, D . 1994. Dasar - Dasar Mikrobiologi.Jakarta : Djambatan
Dwidjoseputro, D . 2005. Dasar - Dasar Mikrobiologi.Jakarta : Djambatan
Hastowo, Sugyo . 1992 . Mikrobiologi . Jakarta :Rajawali
Lay,Bibiana.W . 1992 . Analisis Mikroba Di Laboratrium . Jakarta : Rajawali.
Staf Pengajar Departemen Mikrobiologi Klinik FKUI RSCM. 2012. Penuntun
Praktikum Mikrobiolgi Kedokteran. Jakarta : Badan Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.
Waluyo, Iud. 2004. Mikrobiologi Umum. Malang : Universitas Muhammadiyah

http://alifiawisda.blogspot.co.id/2013/06/makalah-bakteri-yang-terdapat-dalam-
susu.html

http://yudhaendrap.blogspot.co.id/2014/06/uji-kualitas-susu.html

https://ekabees.wordpress.com/2011/01/05/standar-susu-segar-sni/

https://mulyadiveterinary.wordpress.com/2011/05/21/kualiatas-pangan-hasal-
hewan/

https://lkimunand.wordpress.com/2009/04/05/pencemaran-telur-oleh-
mikroorganisme/

19

Anda mungkin juga menyukai