Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI INDUSTRI

Uji Mikrobiologi Susu

DISUSUN OLEH

DIAN ROSYID

1321725006

KELOMPOK 1

TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN

INSTITUT TEKNOLOGI INDONESIA

2019
I. Tujuan

- Mengetahui apakah di dalam sediaan susu murni dingin terkandung


mikroba
- Menghitung jumlah koloni dengan menggunakan hitungan MPN

II. Dasar Teori

Susu merupakan bahan pangan yang mempunyai komposisi yang baik

sehingga mudah ditumbuhi mikroba. Susu yang berasal dari sapi yang tidak sehat

juga sering terkontaminasi oleh bakteri patogen. Pasteurisasi yang dilakukan

terhadap susu terutama ditujukan untuk membunuh bakteri patogen yang tidak

membentuk spora, disamping membunuh sebagian mikroba pembusuk.

Pengujian mikrobiologi terhadap susu perlu dilakukan untuk mengetahui

mutu susu sebelum diolah lebih lanjut, misalnya disterilisasi atau dibuat produk

lain seperti es krim, keju, yoghurt, dan sebagainya. MenurutDwidjoseputro

(1982), susu segar adalah susu murni, tidak mengalami pemanasan, dan tidak ada

penambahan bahan pengawet. Susu sapi segar mengandung air (87,25%), laktosa

(4,8%), lemak (3,8%), kasein (2,8%), albumin (0,7%), dan garam-garaman

(0,65%). Selain itu perlu kita tahu bahwa susu juga mengandung vitamin, sitrat,

dan enzim. Sindurejo (1975) menyebutkan bahwa susu sapi yang baik memiliki

warna putih kekuningan dan tidak tembus cahaya. Menurut Hadiwiyoto (1982),

warna susu dipengaruhi oleh jenis sapi, jenis pakan, jumlah lemak susu, dan

persentase zat padat di dalamnya. Pemeriksaan fisik ditekan kan pada BJ dan

angka refraksi pada susu. Pengujian secara kimia ditekankan untuk pengujian
lemak dan bahan padat bukan lemak. Sedangkan pengujian secara biologi harus

difokuskan untuk penghitungan jumlah bakteri susu dan karakterisasi aktifitas

biokimianya.

Salle (1961) menyebutkan bahwa susu dari sapi sehat steril pada saat

dibentuk, tetapi terkontaminasi oleh bakteri yang masuk melalui saluran putting

karena tertarik oleh sisa susu yang masih ada. Efeknya susu yang baru diperah

tidak pernah steril, selain itu susu juga mengalami kontaminasi dari partikel

debu, alat yang tidak steril, dan dari orang yang melakukan pemerahan. Jumlah

standar bakteri susu di Indonesia adalah 3.000.000/ml (Dwidjoseputro, 1982).

Menurut Buckle (1987), bakteri pada susu dapat menurunkan kualitas dan

merusak sifat fisik atau kimianya, misalnya pengasaman dan penggumpalan

akibat fermentasi laktosa menjadi asam laktat, pengentalan dan pembentukan

lendir, dan sebagainya. Menurut Adnan (1984), Bacillus cereus dapat

menghasilkan enzim untuk mencerna lapisan fosfolipid di sekitar butir-butir

lemak, hal ini dapat menyebabkan ketengikan. MenurutWidodo (2003), jenis

bakteri yang lain dapat mendegradasi protein sehingga menyebabkan kebusukan.

Bakteri yang dapat mencemari susu terbagi menjadi dua golongan, yaitu

bakteri patogen (pathogenic bacteria) dan bakteri pembusuk (spoilage bacteria).

Kedua macam bakteri tersebut dapat menimbulkan penyakit yang ditimbulkan

oleh susu (milkborne diseases) seperti tuberkulosis, bruselosis, dan demam tipoid

(typhoid fever). Pembusukan susu oleh bakteri dapat menyebabkan degradasi

protein, karbohidrat, danl emak yang terkandung dalam susu.


Bakteri yang paling banyak terdapat pada susu tergolong

kedalam Lactobacillaceae dan Streptococaceae. Disamping itu Escherichia

coli sering dijumpai tetapi organism ini tidak dikehendaki dan berapa jauh

kehadirannya adalah bersangkutan langsung dengan kondisi kebersihan produk

susu (VOLK dan WHEELER, 1990). STANDAR NASIONAL INDONESIA

(2000) mensyaratkan tidak adanya bakteri E. Coli dalam susu segar maupun susu

olahan.

Bakteri yang terlibat dalam proses pembusukan pada susu adalah bakteri-

bakteri psikotropik. Bakteri yang dapat membuat enzim proteolitik dan lipolitik

ekstraseluler (Pseudomonas fragi danPseudomonas fluorescens) juga dapat

menyebabkan kebusukan pada susu. Bakteri psikotropik dapat dimusnahkan

dengan pemanasan pada proses pasteurisasi, namun Pseudomonas

fragi dan Pseudomonas fluorescens tetap stabil pada suhu panas.

Bakteri lain yang dapat hidup setelah proses pasteurisasi

adalah Clostridium, Bacillus, Cornebacterium, Arthrobacter, Lactobacillus, Micr

obacterium, dan Micrococcus. Bacillus mampu menggumpalkan susu dengan

mencerna lapisan tipis fosfolipid di sekitar butir-butirl emak melalui enzim yang

dihasilkannya.

Pasteurisasi adalah bukan sterilisasi hanya semacam perlakuan dengan

pemanasan yang bertujuan untuk membunuh bakteri tertentu dalam air susu,

pasteurisasi hanya membunuh mikroorganismet ertentu dan tidak semua

mikroorganisme mati. Sasaran utama dari proses pasteurisasi ini adalah


mycobacterium TBC dan mikroorganisme lain yang pathogen dalam air susu.

Temperatur yang di gunakan 63o C selama 30 menit dan 72o C selama 15 menit.

Bakteri yang memfermentasikan laktosa (EMB) secara giat (vigourusly

fermented) akan membentuk warna ungu kehitaman. Beberapa spesies sampai

dapat menghasilkan koloni methalik sheen karena banyaknya asam yang

mengendap contohnya E. coli. Bakteri yang memfermentasikan laktosa secara

lambat (slowly fermented) akan menghasilkan koloni berwarna pink. Bakteri

yang tidak memfermentasikan laktosa tidak membentuk warna (colourless).

Media selektif sekaligus media differensial. Membedakan non fermentasi laktosa

(transparan) dan fermentasi laktosa (methalic sheen).

Kualitas susu akan menurun jika terdapat bakteri pembusuk di dalamnya.

Pembusukan (spoilage) adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan

penurunan kualitas dari warna, tekstur, aroma, dan rasa makanan hingga pada

titik di mana makanan tersebut tidak cocok dan tidak menimbulkan selera

manusia.

Susu pasteurisasi merupakan susu yang diberi perlakuan panas sekitar 63-

72°C selama 15 detik yang bertujuan untuk membunuh bakteri patogen. Susu

pasteurisasi harus disimpan pada suhu rendah (5-6° C) dan memiliki umur

simpan hanya sekitar 14 hari. Susu UHT (ultra high temperature) merupakan

susu yang diolah menggunakan pemanasan dengan suhu tinggi dan dalam waktu

yang singkat (135-145° C) selama 2-5 detik (Amanatidis, 2002). Pemanasan

dengan suhu tinggi bertujuan untuk membunuh seluruh mikroorganisme (baik

pembusuk maupun patogen) dan spora. Waktu pemanasan yang singkat


dimaksudkan untuk mencegah kerusakan nilai gizi susu serta untuk mendapatkan

warna, aroma dan rasa yang relative tidak berubah seperti, susu segarnya.

Beberapa cara dapat dilakukan untuk mengetahui mutu mikrobiologi susu,

yaitu:

1. Hitungan mikroskopik

2. Uji reduksi menggunakan metilen blue atau resazurin

3. Hitungan cawan

4. MPN (Most Probable Number)

A. Hitungan mikroskopik

Metode hitungan mikroskopik sering digunakan untuk menguji susu yang

mengandung bakteri dalam jumlah tinggi, misalnya susu yang diperoleh dari sapi

yang terkena mastitis, yaitu suatu penyakit infeksi yang menyerang kelenjar susu

sapi. Cara ini merupakan suatu cara yang cepat, yaitu menghitung bakteri secara

langsung menggunakan mikroskop. Tetapi cara ini mempunyai kelemahan, yaitu

tidak dapat dilakukan terhaap susu yang telah dipasteurisasi karena secara

mikroskopik tidak dapat dibedakan antara sel-sel bakteri yang masih hidup

dengan yang telah mati karena perlakuan pasteurisasi.

Dalam metode hitungan mikroskopik, yang disebut juga netode Breed atau

metode DMC (Direct Microscopic Count), luas areal pandang mikroskop yang

akan digunakan harus dihitung terlebih dari. Hal ini dapat dilakukan dengan

mengukur areal pandangg menggunakan mikrometer yang dilihat melalui lensa

minyak imersi.
Untuk menghitung jumlah bakteri di dalam susu, sebanyak 0,01 mL susu

dipipet dengan pipet Breed yang disebarkan di atas gelas obyek sehingga

mencapai luas 1 cm2, didiamkan sampai kering difiksasi, dan diwarnai dengan

metilen blue selama 2 menit. Kelebihan zat warna kemudian dibuang dengan

menyerapnya menggunakan kertas serap, dibiarkan sampai kering, dibilas

dengan air, dan dikeringkan di udara.

Preparat yang telah kering kemudian diamati di bawah mikroskop

menggunakan lensa minyak immers. Rata-rata jumlah bakteri per areal pandag

mikroskop ditentukan setelah mengamati 10 sampai 60 kali areal pandang,

tergantung dari jumlah bakteri per areal pandang. Jumlah areal pandang yang

harus diamati dapat dilihat pada tabel 1.

Sel-sel yang mengumpel dalam kelompok dapat dihitung sebagai satu

kelompok, atau dihitung jumlah sel yang terdapat di dalam kelompok tersebut.

Hasil perhitungan berdasarkan jumlah kelompok bakteri biasanya lebih

mendekati hasil perhitungan jumlah bakteri menggunakan agar cawan. Pada sapi

yang terserang mastitis, susunya biasanya mengandung sel-sel darah putih dalam

jumlah tinggi. Setelah pewarnaan dengan metilen blue, sel-sel tersebut terlihat

sebagai sel yangbualat atau berbentuk tidak teratur, berwarna biru dengan ukuran

lebih besar daripada bakteri.

B. Uji Biru Metilen

Uji metilen biru dapat memberikan gambaran perkiraan jumlah bakteri yang

terdapat dalam susu. Dalam uji ini ditambahkan sejumlah zat warna biru metilen

ke dalam susu, kemudian diamati waktu yang dibutuhkan oleh bakteri untuk
melakukan aktivitas yang dapat menyebabkan perubahan zat warna tersebut.

Semakin tinggi jumlah bakteri dalam susu, semakin cepat terjadinya perubahan

warna.

Uji biru metilen selain lebih cepat dibandingkan dengan metode hitungan

cawan juga lebih teliti, karena bakteri yang terdapat di dalam keadaan

berkelompok, dimana di dalam metode hitungan cawan dihitung sebagai satu

koloni, dalam metode ini hal tersebut tidak berpengaruh hitungan jumlah bakteri.

Kelemahan uji biru metilen adalah karena cara ini tidak praktis dilakukan

untuk menguji susu yang mengandung bakteri dalam jumlah sedikit, misalnya

susu yang telah mengalami pasteurisasi. Selain itu dalam uji ini diperlukan waktu

pengamatan yang terus menerus, yaitu paling sedikit selama enam jam. Dengan

metode ini juga tidak dapat dibedakan jenis bakteri yang terdapat di dalam susu,

misalnya basili, kokus, koliform, bakteri pembentuk spora, pembentuk pigmen,

dan sebagainya.

Uji biru metilen didasarkan pada kemampuan bakteri di dalam susu untuk

tumbuh dan menggunakan oksigen yang terlarut, sehingga menyebabkan

penurunan kekuatan oksidasi-reduksi dari campuran tersebut, akibatnya biru

metilen yang ditambahkan akan terreduksi menjadi putih metilen. Dari contoh

susu yang terdapat didalam tabung, yaitu sebanyak 10ml, telah berwarna putih.

Beberapa penelitian melaporkan perkiraan hubungan antara jumlah koloni yang

diperoleh dengan metode hitungan cawan dengan waktu reduksi menggunakan

metode biru metilen seperti terlihat pada tabel 1.


Tabel 1. Perkiraan hubungan antara jumlah koloni dengan waktu reduksi

dalam uji biru metilen.

Waktu Reduksi biru Perkiraan jumlah

metilen (jam) koloni ( X 104 per mL)

0,5 – 3,5 80 atau lebih

4 40

4,5 25

5 15

3,3 10

6 6

6,5 – 8 2,5

8 1

C. Uji MPN

Dalam metode MPN, pengenceran harus dilaksanakan sedemikian rupa

sehingga beberapa tabung yang berisi medium cair yang diinokulasikan dengan

larutan hasil pengenceran tersebut mengandung satu sel mikroba, beberapa

tabung mungkin mengandung lebih dari satu sel, sedang tabung lainnya tidak

mengandung sel. Dengan demikian, setelah inkubasi diharapkan terjadi


pertumbuhan pada beberapa tabung yang dinyatakan sebagai tabung positif,

sedangkan tabung lainnya negatif. Untuk mendapatkan beberapa tabung positif,

pengenceran yang dilakukan dalam metode MPN harus lebih tinggi dibandingkan

dengan pengenceran pada metode cawan.

Metode MPN biasanya dilakukan untuk menghitung jumlah mikroba di

dalam contoh yang berbentuk cair, meskipun dapat pula digunakan untuk contoh

berbentuk padat dengan terlebih dahulu membentuk suspensi 1:10 dari contoh

tersebut. Grup mikroba yang dapat dihitung dengan metode MPN juga bervariasi

tergantung dari medium yang digunakan untuk pertumbuhan.

Sebagai contoh misalnya terhadap suatu bahan pangan dilakukan

pengenceran secara desimal, kemudian dari masing-masing pengenceran

dimasukkan 1 mL ke dalam tabung yang berisi Laktosa Broth dan tabung

durham. Untuk setiap pengenceran digunakan tiga seri tabung. Setelah inkubasi

pada suhu dan waktu tertentu, dilihat tabung yang positif, yaitu tabung yang

ditumbuhi mikroba yang dapat ditandai dengan terbentuknys gas di dalam tabung

durham. Lalu nilai MPN dilihat pada tabel sesuai seri pengenceran yang

digunakan.
III. Alat & Bahan

Alat:

1. Cawan petri steril


2. Pipet volume 1 mL steril
3. Pembakar Bunsen
4. Tabung reaksi
5. Tabung durham
6. Tutup kapas
7. Rak tabung reaksi
8. Tangas air
9. Mikroskop
10. Ose
11. pH indikator
12. Objek glass
13. Vorteks
14. Buret
15. Erlenmeyer
16. Penggaris
17. Inkubator

Bahan:

1. Sampel (Susu Segar Dingin)


2. Methylene Blue
3. NaOH
4. Lactosa Broth
5. Aquadest
IV. Prosedur Kerja
METODE DMC (DIRECT MIKROSKOP
COUNT

0.01 mL Susu (1 ose )


dioleskan padda kaca
preparat

Kotak ukuran 1x1 cm pada


kertas dan ditempelkan
pada kaca preparat
sebagai cetakan

Dikeringkan

Diwarnai dengan
methylene blue

Dikeringkan diudara
dan dicuci

Diamati dengan mikroskp

Hitung juga luas lapang


pandang
UJI MPN (MOST PROBABLE NUMBER)

9 mL aquadest 9 mL aquadest

1 mL 1 mL
10-1 10-2

1 mL 1 mL 1 mL

9 mL Lactosa Brorth 9 mL Lactosa Brorth 9 mL Lactosa Brorth 10 mL Lactosa Brorth


Berisi tabung durham Berisi tabung durham Berisi tabung durham Berisi tabung durham

1 2 3 10-1 10-2

Inkubasi

PENGUKURAN PH

10 mL sampel di cek pH
UJI METILEN BLUE

1 mL metilen blue 10 mL susu

Panaskan sampai 36 ºC
selama 5 menit

Balikan tabung untuk


mencampur susu dengan
MB

Panaskan sampai 36 ºC
selama 5 menit dengan
penangas air

Balikan 1X

Amati perubahan warna


setiap 30 menit, hingga
4/5 bagian contoh dalam
tabung telah berwarna
putih
V. Data Pengamatan

a. Data Uji DMC (Direct Microscopic Count)


1. Ukuran lapang pandang :
 Perbesaran 5x10 = 2 mm
 Perbesaran 5x40 = 0.5 mm
2. Jumlah Bakteri dari 5 lapang pandang :

No. Lapang Pandang Jumlah Bakteri

1 2
2 0
3 16
4 6
5 17
Total 41

Rata-rata 8.2
b. Data Uji MPN
Pengenceran
No.
1ml 10-1 10-2
1 0 0 0
2 0 0 0
3 0 0 0
Total 0 0 0
c. Data Uji Methylene Blue (Biru Metilen)

No Selang Waktu Keterangan Perubahan


1. 30 Menit Belum Terlihat adanya perubahan warna, akibat adanya
pertama reduksi dari metilen

2. 30 menit kedua Belum Terlihat adanya perubahan warna, akibat adanya


reduksi dari metilen

3. 30 menit ketiga Belum Terlihat adanya perubahan warna, akibat adanya


reduksi dari metilen

4. 30 Menit Belum Terlihat adanya perubahan warna, akibat adanya


keempat reduksi dari metilen

5. 30 Menit Belum Terlihat adanya perubahan warna, akibat adanya


kelima reduksi dari metilen

6. 8 Jam Belum Terlihat adanya perubahan warna, akibat adanya


reduksi dari metilen
VI. Perhitungan

1. Uji DMC (Direct Microscopic Count)


Perbesaran yang digunakan untuk mengamati bakteri adalah 5x10 dengan
ukuran lapang pandang 2 mm, yang diketahui sebagai diameter (d). Untuk
mencari jari-jari (r) adalah :
𝑑
𝑟=
2
2
𝑟= =1
2

Jadi,
10000
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑚𝑜/𝑚𝐿 = × ∑ 𝑜𝑟𝑔𝑎𝑛𝑖𝑠𝑚𝑒 𝑝𝑒𝑟 𝑎𝑟𝑒𝑎𝑙 𝑝𝑎𝑛𝑑𝑎𝑛𝑔
𝜋𝑟 2

10000
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑚𝑜/𝑚𝐿 = × 29.6
3,14 × 12
10000
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑚𝑜/𝑚𝐿 = × 29.6
3.14
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑚𝑜/𝑚𝐿 = 94.267

2. Uji MPN
Kombinasi 0-0-0
Nilai MPN dari Tabel MPN 3 seri = < 0.03
1
𝑀𝑃𝑁 𝑀𝑖𝑘𝑟𝑜𝑏𝑎 = 𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑀𝑃𝑁 ×
𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑐𝑒𝑟𝑎𝑛 𝑡𝑎𝑏𝑢𝑛𝑔 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖 𝑡𝑒𝑛𝑔𝑎ℎ
1
𝑀𝑃𝑁 𝑀𝑖𝑘𝑟𝑜𝑏𝑎 = 0.03 ×
10−1
𝑀𝑃𝑁 𝑀𝑖𝑘𝑟𝑜𝑏𝑎 = < 0.3
VII.Pembahasan

Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa untuk

menguji kandungan mikroba pada susu dengan menggunakan metode uji metilen

blue. Semakin cepat warna biru direduksi, maka akan semakin jelek kualitas susu

tersebut. Menurut Anonim (2013), bahwa uji methylen blue termasuk suatu

metode yang digunakan untuk menilai kualitas bakteriologis susu segar atau

mentah. Pewarna biru akan semakin berkurang sebagai akibat pertumbuhan

bakteri.

Pengujian susu yang dilakukan dengan uji metilen blue memiliki kelemahan

yang membuat pengukuran menjadi tidak akurat dan membutuhkan ketelitian

yang lebih sehingga dapat dihasilkan pengukuran yang lebih baik. Hal ini

diperkuat oleh Dwijoseputro (1994), bahwa metode uji metilen blue ini tidak

praktis dilakukan terhadap susu yang mengandung jumlah bakteri yang sedikit

karena dibutuhkan waktu lama untuk mereduksi warna biru.

Mikroorganisme memiliki kemampuan untuk menyerap oksigen. Pada uji

methylen blue, hilangnya warna biru dikarenakan adanya kemampuan dari

bakteri dalam mengambil oksigen yang dihasilkan oleh methylen blue. Hal ini

senada dengan Anonim (2013), bahwa bakteri menyerap oksigen dari methylen

blue, maka dari itu warna biru akan menunjukan semakin tinggi kualitas susu.

Pada praktikum yang telah di lakukan dapat diketahui bahwa waktu reduksi yang

diperlukan pada susu segar lebih lama, karena setelah diamati perubahan warna

terjadi setelah 6 jam, ini menandakan bahwa mikroba yang ada pada susu sedikit.
Metode MPN (Most Probable Number) adalah metode yang digunakan

untuk menghitung koliform di dalam air dengan menggunakan pengujian

fermentasi dalam tabung. Tiga pengujian itu diantaranya adalah uji penduga

(Presumtive Test), uji penegas (Confirmed Test), dan uji pelengkap (Completed

Test) Output metode MPN adalah nilai MPN. Nilai MPN adalah perkiraan

jumlah unit tumbuh (growth unit) atau unit pembentuk koloni dalam sampel

(Dwidjoseputro, 1994).

Metode MPN ini umumnya digunakan untuk menghitung jumlah bakteri

pada air khususnya untuk mendeteksi adanya bakteri koliform yang merupakan

kontaminan utama sumber air minum. Ciri-ciri utamanya yaitu bakteri gram

negatif, batang pendek, tidak membentuk spora, memfermentasi laktosa menjadi

asam dan gas yang dideteksi dalam waktu 24 jam inkubasi pada 37º C

(Dwidjoseputro, 1994).

E.coli adalah bakteri koliform yang ada pada kotoran manusia, maka E.coli

sering disebut sebagai coliform fekal. Bakteri coliform adalah golongan bakteri

intestinal, yaitu hidup dalam saluran pencernaan manusia dan merupakan bakteri

indikator keberadaan bakteri patogenik lain. Lebih tepatnya, sebenarnya bakteri

coliform fecal adalah bakteri indikator adanya pencemaran bakteri patogen.

Penentuan coliform fecal menjadi indikator pencemaran dikarenakan jumlah

koloninya pasti berkorelasi positif dengan keberadaan bakteri patogen. Selain itu,

mendeteksi coliform jauh lebih murah, cepat, dan sederhana daripada mendeteksi

bakteri patogenik lain (Dwidjoseputro, 1994).


Media Lactose broth (LB) digunakan sebagai media untuk mendeteksi

kehadiran coliform dalam air, makanan, dan produk susu, sebagai kaldu

pemerkaya (pre-enrichment broth) untuk Salmonella dan dalam mempelajari

fermentasi laktosa oleh bakteri pada umumnya. Pepton dan ekstrak beef

menyediakan nutrien esensial untuk memetabolisme bakteri. Laktosa

menyediakan sumber karbohidrat yang dapat difermentasi untuk organisme

koliform. Pertumbuhan dengan pembentukan gas adalah presumptive test untuk

coliform. Lactose broth dibuat dengan komposisi 0,3% ekstrak beef; 0,5%

pepton; dan 0,5% laktosa (lay, 1992)

Uji Penduga (Presumptive Test) : satu seri yang berisi 9 atau 12 tabung yang

berisi Lactose Broth dan tabung durham diinokulasikan dengan sampel air untuk

menguji apakah air tersebut mengandung bakteri yang bisa memfermentasikan

laktosa yang memproduksi gas. Jika setelah inkubasi gas timbul pada Lactose

Broth, diduga ada bakteri coliform di sampel air tersebut. Uji penduga

merupakan tes pendahuluan tentang ada tidaknya kehadiran bakteri coliform

berdasarkan terbentuknya asam dan gas yang disebabkan karena fermentasi

laktosa oleh bakteri golongan E.coli. Terbentuknya asam dilihat dari kekeruhan

pada media laktosa, dan gas yang dihasilkan dapat dilihat dalam tabung durham

yang berupa gelembung udara. Banyaknya kandungan bakteri Escherichia coli

dapat dilihat dengan menghitung tabung yang menunjukkan reaksi positif

terbentuknya asam dan gas dan dibandingkan dengan tabel MPN. dan jika tidak

terbentuk gas dalam tabung durham, dihitung sebagai hasil negatif. Jumlah
tabung yang positif dihitung pada masing-masing seri, MPN penduga dapat

dihitung dengan melihat tabel MPN (Lay, 1992).

Uji penguat atau pelengkap. Merupakan uji dari tabung yang positif

terbentuk asam dan gas terutama pada masa inkubasi 1 x 24 jam, suspensi

diinokulasikan pada media Eosin Methylen Blue Agar (EMBA) secara aseptik

dengan menggunakan jarum inokulasi. Koloni bakteri Escherichia coli tumbuh

berwarna merah kehijauan dengan kilap metalik (Lay, 1992).

Uji penegas untuk menentukan bakteri Escherichia coli. Dari koloni yang

berwarna pada uji penguat atau pelengkap. Uji penegas merupakan suatu uji

sebelum dilakukanya uji pelengkap dimana digunakn media (BGLBB) Brilliant

Green Lactose Bile Broth. Dimana pada media ini di lihat fermentasi laktosapada

bakteri E.coli dengan terbentuknya asam dan gelembung. Pada uji penegas

banyaknya kandungan bakteri E.coli dilihat dengan menghitung tabung yang

terdapat gelembung di dalam tabung durham dan dihitung MON count dengan

melihat hasil dari MPN tabel dikali sepuluh per pengenceran tengah dan dari

hasil uji penegas akan disimpulkan dengan uji penguat atau pelengkap

(Dwidjoseputro, 1994).

Hasil pengamatan pada perhitungan jumlah bakteri dengan menggunakan

metode MPN diketahui, pada uji penduga digunkannya media lactose borth

dengan sampel susu yang digunakan diketahui seri pengamatan pengenceran 1,


pengenceran 10-1, dan pengenceran 10-2 tidak terdapat gelembung pada ketiga

tabung. Pada MPN tabel diketahui dan dapat dihitung di dapat hasil < 0.3.

Susu segar mempunyai sifat amfoter, artinya dapat berada di antara sifat

asam dan sifat basa. Secara alami pH susu segar berkisar 6,5–6,7. Bila pH susu

lebih rendah dari 6,5, berarti terdapat kolostrum ataupun aktivitas bakteri.

Uji total asam dimaksudkan untuk mengetahui derajad keasaman susu.

Semakin besar derajad keasaman susu, semakin buruk kualitas susu segar.

Derajad keasaman menunjukkan banyak sedikitnya asam yang terbentuk

didalam susu akibat pertumbuhan mikroba.

Bahan yang digunakan untuk uji keasaman adalah larutan NaOH 0,25 N dan

larutan indikator pp , 2%. Sedangkan peralatan yang diperlukan meliputi

buret dengan skala 0,1 ml, erlenmeyer 100 ml. Secara ringkas prosedur uji

keasamanan yaitu dimulai dengan memasukkan 50 ml susu kedalam

erlenmeyer dan kemudian ditambah larutan indikator pp, 2% beberapa tetes

(sekitar 0,5 ml). Susu ini dititrasi dengan NaOH 0,25 N yang telah ditempatkan

didalam buret hingga wama merah muda tidak hila ng bila dikocok.

Derajad keasaman dihitung berdasarkan jumlah ml NaOH yang

diperlukan untuk titrasi.

Penetapan kadar total asam dihitung dalam persen setara asam laktat

dapat ditentukan sebagai berikut (Lampert, 1970). Sampel susu sebanyak 9

gram atau 10 ml ditetesi phenolphathalein (pp) 1% sebanyak 3 tetes dan


kemudian dititrasi dengan NaOH 0,1 N. Titrasi diakhiri ketika warna sampel

berubah menjadi merah muda dan tidak berubah.

VIII. Kesimpulan

Dari percobaan diatas dapat disimpulkan bahwa :


1) Dari hasil pengujian metode Direct Mikroskop Count (DMC) didapat hasil
perhitungan jumlah mo/ml sebesar 94.267
2) Dari hasil pengujian Metilen Blue selama 8 jam didiamkan larutan tidak
berubah warna menjadi putih, sehingga dapat disimpulkan bahwa sampel
susu memiliki kualitas yang baik, karena mengandung jumlah bakteri
yang sedikit.
3) Dari hasil uji MPN di dapat hasil perhitungan < 0.3 .
DAFTAR PUSTAKA

Thayyib, Soeminarti. Abu Amar. Darti Nurani. Setiarti Sukotjo. 1998. Petunjuk

Praktikum Mikrobiologi Industri. Serpong: Institut Teknologi Indonesia.

http://kimiaitumenyenangkan.blogspot.co.id/2012/03/analisis-mikrobiologi-
susu.html

http://be-ef.blogspot.co.id/2011/10/uji-dan-kualitas-susu.html

Anda mungkin juga menyukai