Anda di halaman 1dari 15

EVALUASI KECUKUPAN NUTRIEN SAPI PERAH

DI PETERNAKAN RAKYAT KEBON PEDES

PROPOSAL
NAOMI F ARUAN

DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN


FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN
PENDIDIKAN TINGGI
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
FAKULTAS PETERNAKAN
Jl. Agatis, Kampus IPB Darmaga, Bogor, 16680

LEMBAR PENGESAHAN
Identitas Mahasiswa dan Pengesahan
Nama lengkap Naomi F Aruan
Nomor Induk Mahasiswa D24120076
Alamat di Bogor Jalan Raya Dramaga Gang Bara 2 No 73

Beban Studi yang akan diambil pada 18 SKS


saat ini
Beban Studi yang telah diambil 124 SKS
IPK sampai saat ini 3.88
Judul Penelitian Evaluasi Kecukupan Nutrien Sapi Perah di
Peternakan Rakyat Kebon Pedes
Lokasi Penelitian Peternakan sapi perah di Kebon Pedes
Laboratorium Nutrisi Ternak Perah Lt.3
Fakultas Peternakan, IPB
Lama Penelitian 5 bulan (November-Maret)

Proposal ini telah disetujui oleh Pembimbing pada tanggal...............................2015

Pembimbing Utama, Pembimbing Anggota, Mahasiswa,

Prof. Dr. Ir. Toto Toharmat, M.Sc Naomi F Aruan


Dr. Despal, S.Pt, M.Sc. Agr NIP 19590902 198303 1 003 NRP. D24120076
NIP. 19701217 199601 2 001

Menyetujui,
Ketua Departemen
Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan

Prof. Dr. Ir. Panca Dewi MHK, M.Si


NIP. 19611025 198703 2 002
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN i
DAFTAR ISI ii
DAFTAR TABEL iii
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Tujuan 2
TINJAUAN PUSTAKA 2
Sapi Perah Frisien Holstein 2
Pakan Sapi Perah 2
Body Condition Score (BCS) 3
Evaluasi Feses 3
Kecernaan Pakan 4
METODE 2
Lokasi dan Waktu Penelitian 4
Bahan Penelitian 4
Alat Penelitian 4
Prosedur Penelitian 5
Teknik Pengambilan Data 5
Konsumsi Pakan dan Nutrien 5
Pengukuran Bobot Badan 5
Penilaian BCS 5
Manure Score 5
Produksi Susu 6
Komposisi Susu 6
Analisis Kandungan Nutrien 6
Analisis Fermentabilitas dan Kecernaan In Vitro 6
Peubah yang Diamati 7
Analisis Data 7
DAFTAR PUSTAKA 8
LAMPIRAN 10
DAFTAR TABEL

1 Rencana Anggaran Biaya 10


2 Rencana Jadwal Kegiatan Penelitian 10
PENDAHULUAN

Latar Belakang

Segelas susu menyumbang nutrien berupa kalsium, magnesium, selenium,


riboflavin, vitamin B12, dan vit B5 ke dalam tubuh. Nutrien ini penting dalam
pengaturan metabolisme tubuh dan penting untuk perkembangan otak. Lebih dari 6
miliar penduduk di seluruh dunia mengonsumsi susu maupun produknya dan mayoritas
konsumen tersebut berada di negara berkembang (FAO 2015). Salah satu negara
berkembang dengan peningkatan konsumsi susu dari tahun ke tahun adalah Indonesia.
Konsumsi susu di Indonesia dalam beberapa tahun terakhir mengalami peningkatan
yaitu dari tahun 2009 sampai 2011. Konsumsi susu segar di Indonesia mencapai 0.156
liter per kapita per tahun pada tahun 2011 atau mengalami peningkatan sebesar 50
persen dari konsumsi susu segar pada tahun 2009 (Ditjen Peternakan dan Kesehatan
Hewan 2013). Akan tetapi peningkatan konsumsi susu tidak diimbangi dengan
produksi yang seimbang. Menurut data Kementerian Perindustrian, total kebutuhan
bahan baku susu sebesar 3,2 juta ton per tahun. Sedangkan pasokan dari peternak hanya
690.000 ton yang dihasilkan oleh sekitar 597.135 ekor sapi perah. Yang berarti bahwa,
hanya 21% produksi yang dapat memenuhi kebutuhan nasional, sisanya sebanyak 79%
masih harus diimpor. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan
produksi susu nasional adalah penyediaan pakan yang mandiri dan berkelanjutan
khususnya di peternakan rakyat. Dengan cara ini juga dapat mengusung keberhasilan
pengembangan sapi perah berkelanjutan di Indonesia.
Pemberian pakan pada ternak sapi perah bertujuan untuk memenuhi kebutuhan
hidup pokok, produksi, dan reproduksi sehingga sapi perah dapat berproduksi secara
optimal. Namun, praktik pemberian pakan sapi perah di peternakan rakyat pada
umumnya belum memperhatikan kecukupan nutrien. Menurut penelitian yang
dilakukan oleh Lestari (2014) di Koperasi Peternak Sapi Bandung Utara (KPBSU)
Lembang, kecukupan nutrient sapi perah di lokasi tersebut melebihi jumlah nutrien
yang dibutuhkan oleh sapi perah. Hasil penelitian yang sama juga didapatkan oleh
Ermawati (2015), bahwa intake BK sapi perah di peternakan rakyat lebih tinggi
dibandingkan dengan NRC. Pemberian pakan yang kurang akan menyebabkan
defisiensi dan produksi menurun. Sebaliknya, pemberian pakan yang berlebih akan
menyebabkan ekses nutrient ke lingkungan,kegemukan, dan meningkatkan biaya
penyediaan pakan.
Peternakan sapi perah Kebon Pedes secara administratif termasuk ke dalam
wilayah kecamatan Tanah Sareal, Kota Bogor, Jawa Barat. Peternakan sapi perah di
lokasi ini sudah berdiri 30 tahun yang lalu. Hingga sekarang, peternakan sapi perah di
Kebon Pedes menjadi salah satu sentra produksi susu sapi di Kota Bogor (Ayubi 2009).
Dimana beternak menjadi profesi yang dominan di kalangan masyarakat sekitar dengan
manajemen pemeliharaan tradisional. Dalam pemeliharaan tradisional pada umumnya
pemberian pakan belum sesuai dengan kebutuhan ternak, peternak biasanya
memberikan pakan sesuai dengan jumlah yang tersedia saja.
Untuk itulah diperlukan suatu kegiatan evaluasi kecukupan nutrien yang
terkandung dalam pakan sapi perah agar didapatkan gambaran pemenuhan kebutuhan
nutrien sapi perah. Kedepannya evaluasi ini akan dapat memperbaiki manajemen
pemberian pakan dalam pemeliharan sapi peternakan rakyat sehingga dapat
menentukan kuantitas dan kualitas pakan yang tepat untuk menunjang produksi susu
yang optimal.

Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui intake dan penggunaan nutrien, serta
performa sapi perah peternakan rakyat kawasan Kebon Pedes Bogor. Tujuan lain yang
ingin dicapai adalah membuat pendugaan performa sapi perah berdasarkan intake
nutrien dan penggunaannya serta pengaruh lokasi terhadap produktivitas ternak.

TINJAUAN PUSTAKA

Sapi Perah Frisien Holstein

Asal sapi perah jenis Friesian Holstein adalah Friesland, Belanda. Di Indonesia
sapi ini dikenal dengan nama Fries Holland atau Friesian Holstein (FH) (Rustamadji
2004). Menurut Schmidith dan Vleck (1974) sapi FH ini ditemukan di propinsi North
Holland dan West Friesland. Sapi FH memiliki corak yang khas yaitu hitam dan putih,
serta produksi susu yang tinggi dan berkadar lemak rendah.
Ciri-ciri fisik sapi FH adalah warna rambutnya belang hitam putih dengan
perbatasan tegas sehingga tidak terdapat warna bayangan. Pada dahi terdapat warna
putih berbentuk segitiga. Bagian dada, perut bawah, kaki dari tracak sampai lutut, serta
rambut ekor kipas berwarna putih, dan memiliki tanduk berukuran kecil yang menjurus
ke depan. Sapi FH bersifat tenang sehingga mudah dikuasai, namun sapi ini tidak tahan
terhadap panas.
Menurut Sudono et al. (2003) di Amerika Serikat sapi FH mampu
menghasilkan susu rata-rata 7.245 liter/laktasi dengan kadar lemak 3.65%, sedangkan
di Indonesia hanya 10 liter/ekor/hari yaitu sekitar 2500-3000 liter/laktasi. Sapi perah
menghasilkan susu paling optimal pada suhu berkisar antara 10-15.56 ˚C dengan
kelembaban udara berkisar antara 50-79% dan produksi susu masih cukup tinggi pada
suhu 21.11 ˚C (Ensminger et al. 1971).

Pakan Sapi Perah

Pakan merupakan salah satu faktor penting dalam usaha peternakan sapi perah.
Pemberian pakan yang tidak tepat akan mempengaruhi produksi susu sapi perah. Pakan
ruminansia seperti pada sapi perah umumnya terdiri dari konsentrat dan hijauan. Pakan
tersebut harus mengandung karbohidrat, protein, lemak, vitamin, dan mineral serta
tidak membahayakan ternak yang mengkonsumsinya sehingga sapi dapat mencernanya
dengan baik (Haryanto 2012). Konsentrat adalah suatu bahan pakan yang
dipergunakan bersama bahan pakan lain. Konsentrat berfungsi meningkatkan
keserasian nutrisi dari keseluruhan pakan karena mengandung serat kasar rendah,
mudah dicerna, mengandung pati maupun protein tinggi, sehingga nilainya lebih baik
dari hijauan. Fungsi utama konsentrat adalah untuk mencukupi kebutuhan atau
melengkapi nutrient yang belum dipenuhi oleh pakan yang berasal dari hijauan (
Hartadi et al 1980)
Hijauan dalam ransum sapi perah masih tetap menjadi yang terbesar dalam
pakan sapi sedangkan konsentrat hanya sebagai tambahan saja. Oleh karena itu kualitas
konsentrat yang diberikan harus disesuaikan dengan kualitas hijauan. Apabila kualitas
hijauan yang diberikan tinggi maka tambahan konsentrat yang diberikan bisa
berkualitas sedang atau konsentrat dengan kualitas tinggi dengan perbandingan
64%;36% sedangkan hijauan kualitas rendah membutuhkan perbandingan 55%:45%
(Blakely dan Bade 1998). Menurut Siregar (2008) perbandingan hijauan dan konsentrat
untuk mutu pakan yang baik berdasarkan bahan keringnya adalah 60%:40% akan
menghasilkan koefisien cerna yang tinggi.

Body Condition Score (BCS)

Body condition score merupakan suatu metode penilaian secara subyektif


melalui teknik penglihatan (inspeksi) dan perabaan (palpasi) untuk menduga cadangan
lemak tubuh terutama untuk sapi perah pada periode laktasi dan kering (Edmonson et
al 1989). Penilaian BCS telah diterima sebagai metode yang murah dalam pendugaan
lemak tubuh yang digunakan baik pada peternakan komersial maupun penelitian (Otto
et al. 1991). BCS juga dijadikan sebagai alat untuk menjelaskan status nutrisi ternak
melalui evaluasi dari cadangan lemak dari hasil metabolisme, pertumbuhan, laktasi,
dan aktivitas (Wright et al. 1987). Perubahan BCS berkaitan dengan perubahan kondisi
tubuh sapi perah (Wright et al. 1987).Sapi laktasi mengalami penurunan cadangan
lemak tubuh selama awal laktasi, kemudian disimpan kembali pada saat pertengahan
dan akhir laktasi (Gallo et al. 1996).
Menurut Edmonson et al. (1989) membuat diagram BCS menggunakan skala 1-
5. Nilai 1 mempunyai arti tubuh sapi sangat kurus, nilai 2 mempunyai arti kurus, nilai 3
mempunyai nilai sedang, nilai 4 mempunyai gemuk, nilai 5 mempunyai arti sangat gemuk.
Diantara nilai-nilai utama itu terdapat nilai 0.25; 0,5; 0,75 untuk menggambarkan nilai
yang berada diantaranya. Penilaian BCS berdasarkan pada pendugaan baik secara visual
maupun dengan perabaan pada delapan bagian tubuh ternak. Bagian tubuh tersebut
adalah antara bagian processus spinosus, processus spinosus ke processus transversus,
processus transversus, legok lapar, tuber coxae (hooks), antara tuber coxae dan tuber
ischiadicus (pins), antara tuber coxae kanan dan kiri, dan pangkal ekor tuber
ischiadicus.

Evaluasi Feses

Evaluasi feses mampu memberikan informasi mengenai kondisi kesehatan pada


ternak. Metode evaluasi feses yang disarankan adalah penyaringan untuk melihat
kemungkinan adanya kegagalan pencernaan pakan, skor konsistensi feses untuk
menggambarkan kadar air dan serat feses, dan warna feses untuk mengetahui adanya
kelainan seperti pendarahan pada saluran pencernaan.

Kecernaan Pakan

Menurut Van Soest (1994), kecernaan pakan dipengaruhi oleh beberapa faktor
yaitu spesies ternak, umur ternak, perlakuan pakan, kadar serat kasar, pengaruh asosiasi
pakan, defisiensi nutrien, bentuk pakan frekuensi pemberian pakan dan minum, umur
hijauan, dan lamanya pakan berada dalam rumen. Nutrien yang tercerna ditetapkan
berdasarkan jumlah bahan pakan yang dimakan dikurangi jumlah tinja (feses) yang
dikeluarkan. Kecernaan pakan biasanya dinyatakan berdasarkan bahan kering (BK)
sebagai suatu koefisien atau presentase (McDonald et al. 2002). Nilai kecernaan BK
tersebut diperoleh dari nilai kecernaan dari komposisi bahan kering antara lain protein
kasar (PK), lemak kasar (LK), serat kasar (SK) dan abu.
Menurut Rianto et al. (2007), nilai koefisien cerna bahan kering pada sapi yang
diberi hijauan dan konsentrat adalah 72.40%. Nilai cerna dari komposisi bahan kering
tersebut antara lain PK 80.37%, LK 85.32%, SK 60.43% dan abu 69.54%. Sedangkan
menurut Endrawati et al. (2010), nilai koefisien cerna bahan kering pada sapi yang diberi
rumput gajah dan konsentrat adalah 69.10%. Nilai cerna komposisi bahan kering tersebut
antara lain PK 69.10%, LK 75.43%, SK 58.82% dan abu 65.68%.
Menurut Zakariah (2012), kecernaan pakan dapat diketahui jika analisis proksimat
pakan serta feses ternak diketahui. Kecernaan pakan tersebut dapat dihitung menggunakan
rumus sebagai berikut.

Nilai analisis proksimat pakan −nilai analisis proksimat feses


Kecernaan Pakan = nilai analisis proksimat pakan x 100%

METODE

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan dari bulan November 2015 - Maret 2016. Sapi perah
yang diamati berada di peternakan Kebon Pedes, Bogor, Jawa Barat. Analisis nutrient
pakan dan utilitasnya dilakukan di Laboratorium Nutrisi Ternak Perah Departemen
Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Bahan

Bahan yang digunakan pada penelitian yaitu ternak, pakan, dan feses. Ternak
yang diamati yaitu sapi perah peranakan Friesian Holstein (FH) sebanyak 100 ekor.
Sampel pakan yang dianalisis merupakan sampel hijauan dan konsentrat yang
diberikan kepada ternak. Feses yang digunakan merupakan feses segar yang belum
terganggu.

Alat

Peralatan yang digunakan dalam penelitian antara lain kuisioner untuk


peternak, lactoscan tipe S_L, timbangan, gelas ukur, botol sampel susu, plastik, label,
pita ukur, alat tulis dan peralatan analisis proksimat, analisis mineral, analisis
kecernaan, fermentabilitas serta gas tes.

Prosedur Penelitian

Teknik Pengambilan Data


Penelitian ini menggunakan metode pengukuran, pengamatan langsung dan
wawancara di lapang yang disertai pengisian kuisioner. Kuisioner berisi informasi
mengenai identitas peternak, kepemilikan ternak, konsumsi pakan sapi laktasi, dan
kesehatan ternak. Data yang diukur meliputi konsumsi pakan, bobot badan, nilai BCS,
manure score, produksi susu, komposisi susu, dan data yang yang diambil dari
wawancara dengan peternak. Data yang dianalisis di laboratorium meliputi kandungan
nutrien, fermentabilitas, dan kecernaan in vitro. Kandungan TDN (Total Digestible
Nutrien) , ME (Energi Metabolisme), dan NEl (Net Energi for Lactation) diestimasi
berdasarkan formula.

Konsumsi Pakan dan Nutrien


Konsumsi pakan dan nutrien dihitung berdasarkan jumlah pakan yang
dikonsumsi dikalikan dengan kandungan nutrien. Jumlah pakan yang dikonsumsi
dihitung dari jumlah pakan yang diberikan dikurangi dengan jumlah pakan yang
tersisa. Hijauan dan konsentrat yang digunakan ditimbang berat segar yang diberikan
dan yang tersisa menggunakan timbangan gantung kapasitas 50 kg. Kandungan nutrien
dari masing-masing pakan yang diberikan diukur melalui analisis laboratorium dari
sampel pakan yang diberikan. Pakan yang digunakan oleh masing-masing peternak
diambil sampelnya sebanyak 1 kg untuk hijauan dan 200 g untuk konsentrat.

Bobot Badan
Pendugaan bobot badan (BB) pada sapi perah dilakukan dengan mengukur
lingkar dada (LD) menggunakan pita ukur. Pendugaan bobot badan dihitung
menggunakan rumus Schoorl (Sudono et al. 2003) yaitu :
(LD + 22)2
BB =
100
Keterangan : BB : bobot badan (kg) , LD : lingkar dada (cm)

Penilaian BCS (Roche et al. 2009)


Penilaian BCS dilakukan pada masing-masing sapi di peternakan rakyat
Lembang yang digunakan sebagai sampel dengan kisaran nilai 1 – 5 dan skala 0,25.
Penilaian kondisi tubuh dilakukan dengan pengamatan dan perabaan bagian tulang
belakang (backbone), loin dan pinggul (rump) untuk melihat deposit (cadangan) lemak.

Manure Score (Illibois Dairy 1999)


Manure score dilakukan dengan memberi nilai 1-5 pada setiap feses sapi yang
dijadikan sampel. Penilaian didasarkan konsistensi dan penyaringan feses. Penyaringan
dilakukan untuk mengetahui sisa pakan yang tidak dapat dicerna oleh ternak.

Produksi Susu
Produksi susu diukur setelah pemerahan pagi dan sore hari menggunakan gelas
ukur. Jumlah susu yang dihasilkan dicatat dalam satuan liter.
Komposisi Susu
Komposisi susu yang dianalisis meliputi kadar lemak, protein, laktosa, dan total
solid (TS). Analisis dilakukan dengan mengambil sampel susu hasil pemerahan pagi
dan sore sebanyak 20 mL pada masing-masing sapi. Sampel diambil segera setelah
selesai pemerahan dan dimasukkan ke dalam botol sampel. Analisis komposisi susu
menggunakan lactoscan tipe S_L.

Analisis Kandungan Nutrien


Kandungan nutrien yang dianalisis meliputi komposisi proksimat (BK, Abu,
PK, LK, SK, BETA-N), dan kandungan mineral (Ca dan P). Analisis Proksimat
dilakukan pada sampel hijauan dan bahan konsentrat yang telah diidentifikasi
dikeringkan dibawah sinar matahari selama 15 jam intensitas matahari (Astri et al.
2010) atau di dalam oven selama 24 jam. Hijauan dan bahan penguat digiling hingga
melewati saringan 0.5 mm. Analisis proksimat dilakukan dengan metode AOAC
(1988) untuk mengetahui kadar air, abu, protein kasar, lemak kasar, serat kasar, dan
bahan esktrak tanpa nitrogen. Analisis mineral kalsium dan fosfor dimulai dengan
preparasi sampel terlebih dahulu menggunakan metode Reitz et al.. (1987). Analisis
kalsium menggunakan AAS (Spektrofotometer Serapan Atom) sesuai dengan AOAC
(2003). Analisis fosfor dilakukan dengan Metode Taussky dan Shorr (1953)
menggunakan spektrofotometer dengan panjang gelombang 660 nm.

Analisis Fermentabilitas dan Kecernaan invitro


Fermentabilitas bahan organik menghasilkan VFA (Volatile Fatty Acid) dan
protein menghasilkan NH3 (amonia), kecernaan bahan kering, kecernaan bahan
organik, estimasi metabolisme energi dan estimasi NEl pakan yang digunakan peternak
dilakukan secara invitro. VFA diukur dengan menggunakan teknik destilasi uap
(Department of Dairy Science University of Wisconsin 1969). Konsentrasi NH3 diukur
dengan menggunakan metode Mikrodifusi Conway (Department of Dairy Science
University of Wisconsin 1969). Prosedur Pengujian Koefisien Cerna Bahan Kering
(KCBK) dan Bahan Organik (KCBO) dilakukan dengan metode Tilley dan Terry
(1963). TDN hijauan, limbah pertanian, dan bahan baku konsentrat didapatkan dengan
cara dihitung menggunakan rumus TDN seperti yang digunakan oleh Hartadi et al.
(1980), sedangkan untuk campuran konsentrat menggunakan rumus TDN seperti yang
digunakan oleh Wardeh (1981). Estimasi energi metabolis dan NEl dihitung
berdasarkan produksi gas (Close dan Menke 1986) dan komposisi proksimat.
Konsentrasi NH3 dihitung berdasarkan rumus berikut :
Volume titrasi X N H2SO4 X 1000
[NH3] (mM) =
gram bobot sampel (g) X % BK sampel

Sedangkan untuk menghitung konsentrasi VFA digunakan rumus berikut


(a-b) x N HCl x 1000
5
[VFA total] (mM) =
gram bobot sampel x % BK sampel
Keterangan :
a = volume titran blangko
b = volume titran contoh

Pengukuran KCBK dan KCBO dihitung berdasarkan rumus:


KCBK (%) = BK sampel (g) - (BK residu (g) - BK blanko (g)) X 100%
BK Sampel
KCBO (%) = BO sampel (g) - (BO residu (g) - BO blanko (g)) X 100%
BO Sampel
Peubah yang Diamati

Peubah yang diamati meliputi konsumsi pakan, konsumsi nutrien,


fermentabilitas pakan, kecernaan, ME, NEl, manure score, produksi susu, komposisi
susu, bobot badan, dan nilai BCS.

Analisis Data

Data yang diperoleh dianalisis dengan metode sebagai berikut:


1. Analisis Deskriptif
Analisis deskriptif digunakan untuk mendeskripsikan konsumsi pakan, konsumsi
nutrien, dan utilitas nutrien, serta performa ternak (produksi susu, komposisi susu,
BCS, BB, dan manure score) di peternakan rakyat Kebon Pedes.
2. Analisis korelasi dan regresi
Analisis korelasi digunakan untuk mengetahui hubungan antara konsumsi dan
utilitas nutrien dengan performa ternak (produksi, kualitas susu, BCS, bobot badan
dan manure score). Apabila terdapat korelasi nyata maka dilanjutkan dengan
mencari persamaan regresinya.
DAFTAR PUSTAKA

Astri ND, Permana IG, Suryahadi, Despal. 2010. Technical effect and drying time on
the quality of ramie (Boehmeria nivea, L. GAUD) leaves hay. Proceeding
Seminar Empowerment of Local Feeds to Support Feed Security" The 1st
International Seminar and The 7th Biennial Meeting of Indonesian Nutrition
and Feed Science Association (AINI), July 18 – 19,
Ayubi Al S. 2009. Kemampuan Instalasi biodigester dalam mengurangi beban
pencemaran limbah cair dari peternakan sapi perah Kebon Pedes Bogor.
[Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor
[AOAC] Associaton of Official Analitycal Chemist. 2003. Official Method of Analysis
of The Association of Official Analytical of Chemist. Virginia (USA): Association
of Official Analytical Chemist.
Blakely J, Bade DA. 1998. Ilmu Peternakan. Ed ke-1. Srigandono B, Penerjemah.
Yogyakarta (ID): Gadjah Mada Univ Pr.
Close W, Menke KH. 1986. Selected Topics in Animal Nutrition. Manual Prepared
for The 3rd Hohenheim Course on Animal Nutrition in The Tropics and Semi-
Tropics. 2nd Ed. Compiled by Close WH and Menke KH in Cooperation With
Steingass H and Troscher A. German (Gr) : University of Hohenheim Stuttgart.
[Ditjennak] Direktorat Jenderal Peternakan. 2013. Statistik Peternakan dan Kesehatan
Hewan 2012. Jakarta (ID): Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan
Kementerian Pertanian RI.
Edmonson AJ, Lean IJ, Weaver LD, Loid JW, Farver T, Webster G. 1989. A Body
Condition Scoring Chart for Holstein dairy cows. J Dairy Sci. 72: 68-70
Endrawati E, Endang B, Subur PSB. 2010. Performans induk sapi silangan Simmental-
Peranakan Ongole dan induk sapi Peranakan Ongole dengan pakan hijauan dan
konsentrat. Buletin Peternakan. 34 (2): 86–93.
Ensminger ME, Tyler HD. 1971. Dairy Cattle Science 1st Edition. Illinois (US): The
Interstate Printers and Publisher Inc. Danville
Ermawati N. 2015. Pendugaan performa sapi perah berdasarkan intake dan
penggunaan nutrient di peternakan rakyat kawasan Bandung Utara. [Skripsi].
Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor
[FAO] Food and Agriculture Organization. 2013. Milk and dairy hold potential for
improving nutrition of world’s poor [Internet]. Rome (IT): FAO [diunduh 2015
Nov 7]. Tersedia pada: http://www.fao.org/docrep/018/i3396e/i3396e.pdf
Gallo L, Carnier P, Cassandro M, Mantovani R, Bailoni L, Bittante G. 1996. Change
in Body Condition Score of Holstein cows as Affected by parity and mature
equivalent milk yield. J. Dairy Sci. 79:1009-1015.
Hartadi H, Reksohadiprodjo S, Lebdosoekojo S, Tillman A, Kearl LC, Harris LE. 1980.
Tabel-Tabel dari Komposisi Bahan Makanan Ternak untuk Indonesia. Edisi
keempat. Yogyakarta (ID): UGM Pr.
Haryanto B. 2012. Perkembangan penelitian nutrisi ruminansia. Wartazoa 22(9): 169–
173.
Lestari A. 2014. Evaluasi kecukupan nutrient sapi perah pada musim yang berbeda di
Koperasi Peternak Sapi Bandung Utara (KPBSU) Lembang. [Skripsi]. Bogor
(ID): Institut Pertanian Bogor
McDonald P, Edwards RA, Greenhalgh JFD, Morgan CA. 2002. Animal Nutrition. London
(UK): Prentice Hall.
Otto RL, Ferguson JD, Fox DG, Sniffen CJ. 1991. Relationship between body
condition score and compotition of ninth to eleven rib tissue in Holstein dairy
cows. J Dairy Sci. 74:852-861
Reitz LL, Smith WH, Plumlee MP. 1987. A Simple Wet Oxidation Procedure for
Biological Material. West Lafayee (US): Purdue University Pr.
Rianto E, Mariana W, Retno A. 2007. Pemanfaatan Protein pada Sapi Jantan Peranakan
Ongole dan Peranakan Friesian Holstein yang Mendapat Pakan Rumput Gajah,
Ampas Tahu, dan Singkong. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner
: 64–70.
Roche JR, NC Friggens, JK Kay, MW Fisher, KJ Stafford, DP Berry. 2009. Journal of
Dairy Science (Invited review: Body condition score and its association with
dairy cow productivity, health, and welfare. 12: 5769–5801
Rustamadji B. 2004. Dairy Science I. [internet]. [diunduh pada 2013 Mei 13]. Tersedia
pada http://sukarno.web.ugm.ac.id/index.php/.
Schmidith GH, Vleck LDV. 1974. Principle of Dairy Science. San Fransisco (US):
W.H Freeman and company
Siregar SB. 2008. Penggemukan Sapi. Jakarta (ID): Penebar Swadaya.
Sudono A, RF Rosdiana, BS Setiawan. 2003. Beternak Sapi Perah Secara Intensif.
Jakarta(ID): Agromedia Pustaka.
Taussky HH, Shorr E. 1953. A micro colorimeter method for the determination og
inorganic phosphorus. J Biol. Chem. 202:675-685.
Tilley JMA, Terry RA. 1963. A two stage technique for the in vitro digestion of forage
crop. J British Grassland. 18 :104-111.
Van Soest PJ. 1994. Nutrition Ecology of The Ruminant. Ed ke-2. New York (US): O and
B Books, Inc. Corvalis, Cornell University Pr.
Wardeh MF. 1981. Models for esmating energy and protein utilization for feeds
[disertasi]. Utah (USA): Utah State Univ Pr.
Wright LA, Russel AJF, Whyte TK, McBean AJ, McMillen. 1987. Effects of body
condition, food intake and temporary calf separation on duration of the post-
partum anoestrus period and associated LH, FSH and prolaktin concentration in
beef cows. Anim. Prod. 45: 395-402.
Zakariah A. 2012. Evaluasi kecernaan beberapa bahan pakan pada ternak peranakan
Ongole (PO) dan Peranakan Friesian Holstein (PFH) [tesis]. Yogyakarta (ID):
Universitas Gadjah Mada

LAMPIRAN

Lampiran I
Rencana Anggaran Biaya
No. Jenis Kegiatan Volume Satuan (Rp) Total (Rp)
1. Pembuatan proposal 6 kali 4.000 24.000
2. Logbook 1 unit 20.000 20.000
3. Kuesioner 30 Peternak 10 kali 1000 30.000
4. Pita Ukur 6 unit 1000 6.000
5. Gelas Ukur (1L,2L) 4 unit 10.000 40.000
6. Plastik Sampel 1 unit 8000 8.000
7. Label 1 uit 15.000 15.000
4. Botol susu 40 unit 2000 80.000
Transportasi Dramaga-
5. 10 kali 50.000 500.000
Kebon Pedes
6. Analisis Proksimat 30 sampel 85.000 2.550.000
Analisis Mineral Ca dan
7. 30 sampel 45.000 1.350.000
P
Subtotal 4.623.000

Lampiran II Rencana

Jadwal Kegiatan Penelitian


No. Rencana November Desember Januari Februari Maret
Kegiatan
1. Konsultasi
2. Survey Lapang
3. Pengambilan
sampel susu
4. Analisis
Kualitas susu
5. Wawancara dan
pengisian
kuesioner
peternak
6. Pengambilan
Sampel Pakan
7. Penilaian BCS
8. Analisis
Proksimat
9. Analisis mineral
10. Pengolahan data

Anda mungkin juga menyukai