Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN KASUS KOASISTENSI ILMU PENYAKIT DALAM

ENTERITIS KRONIS PADA KUCING MOZA


RUMAH SAKIT HEWAN DINAS PETERNAKAN SURABAYA
PROVINSI JAWA TIMUR
PERIODE 26-31 AGUSTUS 2019

ALMIRA SOPHIA E.R., S.KH


18830003

DEPARTEMEN INTERNA KECIL


FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
UNIVERSITAS WIJAYA KUSUMA SURABAYA
2019

1
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kucing merupakan hewan mamalia yang paling sering dipelihara untuk dijadikan
hewan kesayangan. Selain itu tingkat kepekaan dan jenis breed dari hewan kesayangan
yang bervariasi serta karakter yang unik dari masing-masing hewan menjadi faktor
pendukung banyaknya pemeliharaan hewan-hewan tersebut. Seiring dengan
berkembangnya minat masyarakat untuk memelihara hewan sebagai hewan
kesayangan khususnya kucing, maka semakin tinggi pula kesadaran masyarakat yang
peduli akan kesehatan hewan. Oleh karena itu bentuk perhatian terhadap hewan
kesayangan harus dipenuhi untuk menjaga kelangsungan hidupnya. Hewan kesayangan
rentan terhadap penyakit pada berbagai sistem yang ada pada tubuhnya, salah satunya
sistem pencernaan yaitu yang paling sering menyerang adalah enteritis.
Enteritis merupakan suatu proses keradangan mukosa usus yang dapat
berlangsung akut maupun kronis, yang mampu menyebabkan peningkatan peristaltik
usus, kenaikan jumlah sekresi kelenjar pencernaan serta penurunan proses penyerapan
cairan maupun penyerapan sari-sari makanan sehingga menimbulkan gejala klinis
berupa diare. Enteritis akut berlangsung dalam 24 jam, sedangkan enteritis kronis dapat
berlangsung selama beberapa bulan. Peradangan dapat terjadi pada seluruh dari bagian
usus halus meliputi duodenum (usus dua belas jari), usus kosong (jejunum) dan ileum
(usus penyerapan).
Usus halus merupakan area permukaan yang dirancang agar fungsi intestin yaitu
digesti, absoprsi dan sekresi berjalan normal. Duodenum merupakan bagian usus halus
yang paling pendek dan sebagai pertemuan antara lambung, kantung empedu dan
pankreas. Sedangkan usus besar adalah tempat absorbsi air yang sangat efektif dan
proses pemampatan feses terjadi di usus besar. Enteritis dapat ditandai dengan
menurunnya nafsu makan, penurunan kondisi tubuh, dehidrasi dan diare. Perasaan sakit
karena adanya radang usus bersifat bervariasi, tergantung pada jenis hewan yang

2
menderita serta derajat radang yang dideritanya. Hewan muda biasanya yang paling
sering menderita enteritis akibat makanan atau infeksi.

1.2 Tujuan
1. Mengetahui tentang pengertian enteritis kronis

2. Mengetahui enteritis kronis meliputi: etiologi, patogenesis, gejala klinis,


diagnosa dan prognosa

3. Penanganan dan terapi pada kasus enteritis kronis

1.3 Manfaat

Mahasiswa diharapkan mampu menambah informasi dalam mengetahui


penyebab, gejala, cara mendiagnosa dan pemilihan terapi yang tepat untuk kasus
enteritis kronis.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Enteritis Kronis


Enteritis merupakan suatu proses keradangan mukosa usus yang dapat
berlangsung akut maupun kronis, yang mampu menyebabkan peningkatan peristaltik
usus, kenaikan jumlah sekresi kelenjar pencernaan serta penurunan proses penyerapan
cairan maupun penyerapan sari-sari makanan sehingga menimbulkan gejala klinis
berupa diare. Enteritis kronis sendiri menrupakan perubahan frekuensi, konsistensi dan
volume feses lebih dari 3 minggu sampai beberapa bulan atau dapat berlangsung secara
periodik. Diare akibat dari enteritis dapat bersifat kataralis ataupun berdarah dan
tergantung dari agen yang menginfeksi. Penyebab enteritis kronis dapat berasal dari
usus halus ataupun usus besar (Wirantika, 2016).
2.2 Etiologi
Enteritis kronis dapat disebabkan oleh berbagai agen etiologi. Beberapa agen
infeksi bagi enteritis kronis meliputi Inflammatory Bowel Disease (lymphoplasmacytic
enteritis, eosinophilic enteritis), lymphangiectasia, infiltrasi neoplasia (lymphosarcoma
dan adenocarcinoma), infeksi (histoplasmosis, Salmonella spp., Clostridium
perfringens), parasit (Giardia, Ancylostoma, Ascaris dan Strongyloides). Obstruksi
partial (benda asing, intususepsi, neoplasia), small intestinal bacterial overgrowth,
Short bowel syndrome, Duodenal ulcer Maldigesti Exocrime pancreatic insufficiency
(juvenile pancreatic acinar athrophy, pancreatitis chronic) dan penyakit hepar
(Hariharan et al., 2017).
2.3 Patogenesis
Menurut Janke dkk (1990) banyak kondisi yang dapat menyebabkan diare
haemorragis. Diare haemorragika dikarakteristikkan oleh hilangnya integritas mukosa
intestinal secara perakut yang disertai perpindahan darah, cairan, dan elektrolit secara
cepat menuju lumen usus. Hal ini mampu menyebabkan kejadian dehidrasi dan shock
terjadi secara cepat. Perpindahan ini juga menyebabkan perpindahan bakteri dan toksin

4
melalui mukosa intestinal yang rusak sehingga menyebabkan shock septik atau
endotoksik.
Radang yang terbentuk bervariasi sifatnya mulai dari radang kataral, radang
berdarah sampai nekrotik. Hal tersebut tersebut tergantung pada sifat penyebab dan
intensitas kejadian. Infeksi yang bersifat multiple akan menyebabkan radang yang
berat. Rasa nyeri pada radang akan mengakibatkan rangsangan pada ujung-ujung saraf
sensoris, yang selanjutnya akan menaikkan frekuensi usus dan intensitas peristaltik
usus. Adanya peningkatan peristaltik kesempatan penyerapan didalam usus menjadi
berkurang sehingga sel-sel selaput lebdir usus banyak yang mengalami kematian dan
kelenjar pencernaan lebih meningkatkan sekresi getah pencernaan. Jumlah air yang
tidak terserap menjadi lebih banyak sehingga konsistensi feses menjadi lebih encer dan
pasasinya melebihi normal sehingga terjadi diare. Kehilangan cairan tubuh dalam
jumlah yang besar juga dapat menyebabkan dehidrasi (Moore, 2015).
Radang usus yang disertai dengan perdarahan menghasilkan tinja yang
bercampur darah atau melena. Radang usus nekrotik menghasilkan feses yang berbau
tajam karena dekomposisi reruntuhan sel mukosa usus. Pada radang kataral feses tidak
berbentuk, bercampur lendir dan terdiri dari makanan yang tidak tercerna secara
sempurna. Pada enteritis yang bersifat kronis dapat terjadi berulang dan berlangsung
beberapa minggu bahkan bulan. Sehingga kondisi tubuh menurun secara bertahap,
contohnya adalah John disease (Subronto, 2007).
2.4 Gejala Klinis
Pada hewan yang terkena enteritis kronis ditandai dengan gejala diare
mengandung darah dan sisa mukosa serta berlendir, adanya reruntuhan mukosa yang
mencolok. Nafsu makan normal tetapi rasa haus meningkat dan rasa sakit pada
abdomen jarang ditemukan. Gejala lain yang ditemukan pada enteritis kronis yaitu
terdapat feses yang masih menempel pada daerah sekitar anus, ekor sampai ke paha.
Pemeriksaan auskultasi abdomen menghasilkan suara pindahnya isi usus, cairan dan
gas dikenal sebagai borborygmi menandakan peningkatan motilitas dan fluiditas dari
usus. Pada kasus yang berat terjadi shock dengan pulsus tidak beraturan, kadang terjadi
demam, terjadi dehidrasi pada diare yang parah, intususepsio usus atau prolapsus

5
rektum dapat terjadi pada kasus diare yang sangat berat (Bhat, 2013). Akibat
pengeluaran cairan yang berlebihan maka penderita akan mengalami tanda dehidrasi
yang mencolok. Dehidrasi yang mencapai lebih dari 10% dapat mengancam hewan
(Subronto, 2007).
2.5 Diagnosa
Diagnosa enteritis umumnya berdasarkan penilaian anamnesa yang teliti dan
detail dari pemilik. Pemeriksaan fisik guna identifikasi lokasi anatomi berasal dari usus
halus atau usus besar, abnormalitas usus halus frekuensi diare dengan jumlah feses
lebih banyak, flatus dan borborygmi. Identifikasi kelainan yang terjadi faktor penyebab
lain seperti systemic problem contoh hepatic failure, pancreatic insuffiency,
pancreatitis, hypoadrenocortism.
Penegakan diagnosa juga dapat dari pemeriksaan penunjang lain. Dapat
dilakukan dengan kultur sel untuk pathogen pada feses seperti Clostridium sp,
Salmonella sp, Yersinia sp, Campylobacter sp, Enterotoxigenic E.Coli dan evaluasi
enterotoxin Clostridium sp menggunakan ELISA feses. Pemeriksaan hematologi dan
kimia darah. Radiografi dan USG menunjukkan adanya difus pada ileus dan usus penuh
cairan. Diagnosa banding enteritis yakni bakteri, virus (parvovirus, coronavirus) dan
parasit (Trichurisvulpis, Ancylostomasp, Uncinariasp,), gastroenteritis, koagulopati,
ulserasi pada gastrointestinal, FIV, FeLV, motility disorder dan neoplasia. (Greene,
2013)
2.6 Prognosa
Prognosa pada kasus ini baik (fausta) dan banyak pasien yang sembuh tanpa
mengalami komplikasi. Kematian secara tiba-tiba tidak umum terjadi namun pernah
dilaporkan.
2.7 Terapi dan Pengobatan
Pengobatan terutama ditujukan untuk mengatasi penyebab primer.
Pertimbangan pemberian adsorbensia seperti kaolin, pectin. Adstringensia contoh
tannin dan tanalbumin. Antibiotika broad spectrum seperti metronidazole, sulfa dan
tetracyclin. Spasmolitika contoh atropine sulfat, glikopirolat dan papaverin HCl untuk
menurunkan gerakan peristaltik usus.

6
Pada kasus eosinofilik dapat diberikan methylprednisolone dan plasmacytic
pada lymfocytuc enteritis. Rasa sakit yang terus menerus kadang perlu untuk dikurangi
dengan pemberian analgesika atau dapat juga diberikan transquilezer (Klorpromazine).
Pada enteritis diduga disebabkan karena keracunan dilakukan dengan menghentikan
kerja racun dengan segera, yaitu dengan memberi banyak minum. Pemberian vitamin
untuk memperbaiki kondisi tubuh. Mutlak untuk penggantian cairan tubuh yang hilang
dengan cairan elektrolit (Bonagura, 2013).

7
BAB III
METODE KEGIATAN

3.1 Waktu dan Tempat Kegiatan


Tanggal : 26 - 31 Agustus 2019
Waktu : 07.00 - 16.00 WIB
Tempat : Rumah Sakit Hewan Dinas Peternakan Surabaya Jawa Timur
3.2 Sasaran Kegiatan
Sasaran kegiatan magang ini adalah untuk memperoleh ilmu kasus hewan di
Rumah Sakit Hewan Dinas Peternakan Surabaya Jawa Timur guna memenuhi syarat
kegiatan koasistensi interna kecil.
3.3 Pelaksanaan Kegiatan
Kegiatan ini dilakukan melalui sistem magang dengan berpartisipasi secara
aktif , yaitu ikut serta langsung dalam penanganan kasus hewan sakit.

8
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil
LEMBAR KONSULTATIF/AMBULATOIR
No:
Tanggal : 26 Agustus 2019
Nama dan Alamat : Rahmad Hariawan. Taman Waru Permai A131 Waru
No telp pemilik : 08123393229
Dokter Hewan : drh Retno Prayudoyanti K.
Macam Hewan : Kucing Peaknose
Nama Hewan : Moza
Signalemen : Redtabby, jantan, usia 7 bulan
Perlengkapan : Pet carrier

Anamnesa :
Hewan mencret (lembek) sekitar 2-3 minggu. Terdapat bercak darah pada feses. Makan
dan minum mau. Tidak ada muntah. Belum diberi vaksin, tapi sudah diberi obat cacing.

Status presens :
1. Keadaan umum : KT: sedang EM: sayu
2. Frekuensi nafas : /menit Frek.pulsus: /menit Temp: 39,1̊ C
3. Kulit dan Rambut : Sedikit kusam. Kotor pada bagian anus
4. Selaput Lendir : Normal
5. Kelenjar-kelenjar limfe : Normal, sedikit bengkak
6. Pernapasan : Normal
7. Peredaran Darah : Normal
8. Pencernaan : Feses lembek dan ada darah
9. Kelamin dan Perkencingan : Normal
10. Syaraf : Normal

9
11. Anggota Gerak : Normal. Berdiri dengan baik dan tegak
12 Lain-lain :- Berat Badan: 2,34 kg
13. Pemeriksaan Lab : -
14. Diagnosa : Enteritis kronis
15. Prognosis : Fausta
16. Terapi/Pengobatan:
T/ Injek B-complex + Vetadryll @ 0,234 ml
Injek Ranitidin 0,234 ml
Injek Asam Traneksamat 0,234 ml
Injek Colibact 0,234 ml

1
R/ Sanprima tab
10
1
Metronidazole tab
10
1
Lodia tab
10
1
Neurosanbe plus 10 tab
Mfla cap dtd No X
S 2 dd cap I

4.2 Pembahasan
Pada tanggal 26 Agustus 2019, kucing bernama Moza datang ke Rumah Sakit
Hewan Surabaya dengan keluhan mencret selama 2-3 mingguan. Terdapat bercak
darah pada feses. Makan dan minum mau. Tidak ada muntah. Belum diberi vaksin, tapi
sudah diberi obat cacing. Pada saat anamnesa kucing Moza sudah pernah diperiksa
dengan keluhan yang sama pada sebulan sebelumnya. Berdasarkan dari anamnesa dan
pemeriksaan yang dilakukan kucing Moza menderita enteritis kronis dan prognosis dari
penyakit ini adalah baik atau fausta.

10
Gambar 4.1. Kucing Moza pada saat pemeriksaan

Berdasarkan diagnosa yang ditegakkan terapi yang diberikan pada kucing yakni
injek B-complex + Vetadryll @ 0,234 ml. Ranitidine 0,234 ml, Asam Traneksamat
0,234 ml dan Colibact 0,234 ml.
a. B-complex terdiri dari gabungan dua atau lebih vitamin B yang dapat meliputi
B1 (Tiamin), B2 (Riboflavin), B3 (Niacin), B5 (Asam pantotenat), B6
(Piridoksin), B9 (Asam folat), dan B12 (Kobalamin). Berfungsi sebagai
kofaktor enzim atau prekursor, pada berbagai proses metabolisme asam amino
dan karbohidrat. Vitamin B complex digunakan oleh klinisi untuk pasien
dengan defisiensi vitamin B. Defisiensi vitamin B dapat disebabkan oleh
malnutrisi, luka bakar serta malabsorpsi yang dapat disebabkan oleh gastritis
atrofi dan tindakan operasi pengangkatan sebagian intestinal (Soetisna dkk.,
2015).
b. Vetradryl adalah obat anti histamin, setiap milliliter mengandung
diphenhydramin HCl 20 miligram. Indikasi untuk mengatasi alergi pada hewan
Diberikan secara injeksi intramuskuler dengan dosis pada kucing (2kg BB) 0,1
ml (Soetisna dkk., 2015).
c. Ranitidine HCl memiliki komposisi tiap ml setara dengan ranitidine 25mg.
ranitidine termasuk dalam golongan antihistamin, lebih tepatnya disebut H2-

11
antagonis. Ranitidine digunakan untuk mengurangi produksi asam
lambung sehingga dapat mengurangi rasa nyeri ulu hati akibat ulkus atau
tukak lambung, dan masalah asam lambung (Soetisna dkk., 2015).
d. Asam traneksamat adalah obat yang digunakan untuk mengurangi atau
menghentikan perdarahan. Farmakologi aktivitas antiplasminik yaitu
menghambat aktivitas dari aktivator plasminogen dan plasmin. Aktivitas
hemostatis yaitu mencegah degradasi fibrin, pemecahan trombosit, peningkatan
kerapuhan vaskular dan pemecahan faktor koagulasi. Indikasi penggunaan
untuk fibrinolisis lokal seperti epistaksis, edema angioneurotik herediter,
perdarahan abnormal sesudah operasi secara umum, perdarahan pada penderita
haemofilia.dan menoragia (Soetisna dkk., 2015).
e. Colibact yang digunakan untuk terapi dalam bentuk cairan injeksi. Obat ini
mengandung sulfadiazine dan trimethoprim. Obat ini digunakan untuk
mengobati infeksi terhadap saluran pernapasan, infeksi saluran pencernaan,
infeksi saluran kemih, infeksi sekunder pada penyakit viral, septicemia, radang
persendian, foot rot, mastitis dan MMA sindrom (Soetisna dkk., 2015).

Hewan tidak dilakukan rawat inap dikarenakan masih bisa berdiri tegak, makan
dan minum baik serta turgor kulit juga masih baik. Hanya perlu dilakukan check up
ulang dan diberikan obat rawat jalan. Resep obat racikan rawat jalan meliputi Sanprima
1 1 1 1
tab, Metronidazole 10 tab, Lodia 10 tab dan Neurosanbe plus 10 tab. Fungsi masing-
10

masing obat adalah:


a. Sanprima merupakan obat dengan kandungan Cotrimoxazole, yang
merupakan antibiotik yang terdiri dari trimethoprim dan sulfamethoxazole.
Obat ini digunakan untuk mengatasi infeksi akibat bakteri. Trimethoprim
termasuk ke dalam bakterisida yang bekerja dengan membunuh bakteri,
Sedangkan Sulfamethoxazole adalah jenis bakteriostatik yang menyebabkan
pertumbuhan dan perkembangan bakteri bersifat statis. Kombinasi kedua obat
ini yaitu Cotrimoxazole efektif bekerja pada bakteri gram positif maupun gram

12
negatif. Indikasi pengobatan infeksi saluran nafas, Gl,saluran kemih kelamin,
kulit dan septicemia (Soetisna dkk., 2015).
b. Metronidazole bekerja dengan cara menghentikan pertumbuhan dari bakteri
dan protozoa. Digunakan untuk gejala infeksi bakterial vaginosis,
trikomoniasis, giardiasis, dracunculiasis, Clostridium difficile colitis, dan
infeksi Entamoeba histolytica (Soetisna dkk., 2015).
c. Lodia Merupakan obat antidiare dengan kandungan Loperamid HCl 2 mg.
Loperamide adalah obat untuk diare, yang bekerja dengan memperlambat
gerakan saluran pencernaan, sehingga usus absorbs cairan dan nutrisi dengan
baik. Obat ini digunakan untuk mengobati diare akut dan kronis (Soetisna dkk.,
2015).
d. Neurosanbe plus mengandung methampyron, vitamin B1, vitamin B6,
Vitamin B12. Methampyron digunakan untuk meredakan atau mengobati
berbagai macam nyeri, misalnya nyeri otot, nyeri akibat sakit gigi, neuralgia
dan nyeri ringan lainnya (Soetisna dkk., 2015).

13
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Enteritis merupakan keradangan mukosa usus yang dapat berlangsung akut
maupun kronis, yang mampu menyebabkan peningkatan peristaltik usus, kenaikan
jumlah sekresi kelenjar pencernaan serta penurunan proses penyerapan cairan maupun
penyerapan sari-sari makanan sehingga menimbulkan gejala klinis berupa diare.
Penyebab enteritis kronis dapat berasal dari usus halus ataupun usus besar. Dalam
kasus ini penyebab enteritis belum dapat diketahui secara pasti, bisa terjadi akibat
bakteri maupun virus dan parasit. Obat yang diberikan meliputi: B-complex +
Vetadryll @ 0,234 ml, Ranitidine 0,234 ml, Asam Traneksamat 0,234 ml dan Colibact
1
0,234 ml. Sedangkan untuk obat resep racikan meliputi: Sanprima tab,
10
1 1 1
Metronidazole 10 tab, Lodia 10 tab dan Neurosanbe plus 10 tab.

5.2 Saran
Sebaiknya hewan diberikan terapi analgesik dan vitamin. Pemeliharan hewan
yang baik dapat membantu proses penyembuhan, seperti rajin membersihkan kandang
hewan dengan pemberian desinfektan dan membuang feses dari kotak pasir segera.
Setelah sembuh sebaiknya diberikan obat cacing dan pemberian vaksin mampu
meperkuat sistem kekebalan tubuh hewan.

14
DAFTAR PUSTAKA

Bhat, Abid A., and Wadhwa Des R. 2013. Haematological and biochemical analysis

in canine enteritis. India: Negi College of Veterinary and Animal Sciences.

Bonagura, John D. Twedt, David C. 2013. Kirk’s Current Veterinary Therapy XV.

Elsevier Health Sciences.

Greene, Craig E. 2013. Infectious Diseases of the Dog and Cat. Elsevier Health

Sciences.

Hariharan, Harry and Shebel Hanley Hariharan. 2017. Zoonotic Bacteria Associated

with Cats. Vet. Med. Open J. 2(3): 68-75.

Janke,B.H, Francis, D.H., Collin, N.C., Neiger, R.D. 1990. Attaching and Effacting

Escherichia coli Infection as a Cause of Diarrhea in Young Calves. JAVMA.

196(6): 897-901.

Moore, Robert. 2015. Necrotic Enteritis in Chicken: an Important Disease Caused by

Clostridium Perfringens. Microbiology Australia. 10: 117-119.

Soetisna, Abadi, Efrida Uli, Suryadi Hardjopangarso, Sumadi, Rahmat Nuriyanto.

2015. Indeks Obat Hewan Indonesia. Jakarta: GITA Pustaka.

Subronto. 2007. Ilmu Penyakit Ternak I-a. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Wirantika, Ina. 2016. Penanganan dan Pengobatan Kasus Enteritis pada Anjing di

Klinik Hewan Jogja. [skripsi]. Departemen Teknologi hayati dan Veteriner.

Universitas Gadjah Mada.

15

Anda mungkin juga menyukai