Disusun oleh :
2011/B
1.3 Tujuan
1.3.1 Mengetahui pengertian dari Enteritis
1.3.2 Mengetahui penyebab enteritis
1.3.3 Menegetahui morfologi Clostridium Perfringens
1.3.4 Mengetahui patogenesa dari enteritis
1.3.5 Mengetahui gejala klinis dan perubahan patologis dari enterits yang disebabkan
oleh Clostridium Perfringens
1.3.6 Mengetahui diagnosa dari enteritis
1.3.7 Menegtahui pengobatan dan pencegahan dari enterits yang disebabkan oleh
Clostridium Perfringens
1. 4 Manfaat
Dapat mengetahui penyakit enteritis beserta gejala klinisnya. Diharapkan dapat
mencegahnya penyakit tersebut.
TINJAUAN PUSTAKA
Morfologi
Bakteri ini memiliki bentuk batang gemuk garam positif, berbentuk lurus,
sisinya sejajar, ujung-ujungnya membulat/bercabang & berukuran 4 6 x 1 ,
sendiri-sendiri / tersusun bentuk rantai. Bersifat pleomorfik, sering tampak bentuk-
bentuk involusi dan & filament. Bersimpai dan tidak bergerak. Sporanya
sentral/subterminal.
Clostridium perfringens secara luas dapat ditemukan dalam tanah dan
merupakan flora normal dari saluran usus manusia dan hewan-hewan tertentu.
Ketahanan spora bakteri ini terhadap panas bervariasi di antara strain. Secara garis
besar spora dapat dibagi dalam dua kelompok, yaitu spora yang tahan panas (90C
selama 15 sampai 145 menit) dan spora yang tidak tahan panas (90C, 3 sampai 5
menit). Spora yang tahan panas secara umum membutuhkan heat shock 75-100C
selama 5 sampai 20 menit untuk proses germinasi (perubahan spora menjadi bentuk
sel vegetatif).
Clostridium menghasilkan sejumlah besar toksin dan enzim yang
mengakibatkan penyebaran infeksi. Clostridium perfringens dibagi menjadi 6 tipe
(A, B, D, E, & F) Toksinnya bersifat antigenik, membuat lebih dari 12 toksin yang
berbeda-beda, 4 jenis toksin utamanya adalah alfa, beta, epsilon & fota. Toksin alfa
Clostridium perfringens tipe A adalah suatu lesitinase, dan sifat letalnya sebanding
dengan laju pemecahan lesitin menjadi fosforilkolin dan digliserida. Toksin teta 8 Enteritis oleh Clostridium perfringens pada Sapi
mempunyai efek hemolitik dan nekrotik yang serupa tetapi bukan suatu lesitinase.
DNase dan hialuronidase, suatu kolagenase yang mencernakan kolagen jaringan
subkutan dan otot, dihasilkan juga.
Clostridium perfringens secara normal ditemukan pada usus sapi dewasa dan
dapat bertahan hidup cukup lama di tanah. Kondisi perubahan program pakan yang
secara mendadak yang dimakan berlebih dapat mengakibatkan proses pencernaan
makanan yang kurang sempurna, memperlambat pergerakan usus, menproduksi
gula, protein dan konsentrasi oksigen yang rendah yang berujung pada lingkungan
yang cocok untuk mempercepat pertumbuhan bakteri Clostridium. Kondisi basah
dan lembab juga terlihat diinginkan oleh bakteri ini. Beberapa strain Clostridium
menyebabkan penyakit ringan sampai sedang yang membaik tanpa pengobatan.
Strain yang lainnya menyebabkan gastroenteritis berat, yang sering berakibat fatal.
Beberapa racun tidak dapat dirusak oleh perebusan, sedangkan yang lainnya dapat.
Daging yang tercemar biasanya merupakan penyebab terjadinya keracunan
makanan karena Clostridium perfringens.
PEMBAHASAN
Enteritis dapat disebabkan oleh berbagai agen etiologis, baik yang berupa secara
terpisah atau bersama-sama. Dibawah ini dijelaskan beberapa agen infeksi bagi
enteritis, diantaranya adalah :
Gejala spesifik pada sapi perah dewasa adalah secara tiba-tiba hewan
menjauhi makanan, tidak ada nafsu makan sama sekali. Susu yang dihasilkan sedikit
atau tidak ada susu sama sekali. Hewan merasa sakit di bagian abdomennya dan terlihat
adanya gejala kembung. Adanya perdarahan pada usus menyebabkan kotoran yang
keluar sangat sedikit dan terkadang berdarah.
Rasa sakit pada sapi ditandai dengan adanya kegelisahan. Pada kuda, sering di
tandai dengan adanya gejala kolik. Diare merupakan gejala yang selalu dijumpai dalam
radang usus. Feses yang cair dengan bau yang tajam mungkin bercampur darah dan
lender atau reruntuhan mukosa usus. Pada enteritis yang bersifat kronis, kecuali
menderita kekurusan, feses jarang bersifat cair, berisi darah dan lender, serta reruntuhan
mukosa yang mencolok. Oleh karena kurangnya caitan didalam usus maka mungkin
terjadi di jumpai radang usus yang disertai gejala konstipasi (Subronto, 2007).
Enteritis akut selalu disertai dengan oligura dan anuria, serta dengan turunnya
nafsu makan. Namun pada radang yang bersifat kronik, nafsu makan umumnya tidak
mengalami penurunan (Subronto. 2007). Oleh karenanya adanya gangguan vasa darah
local dalam usus, maka biasanya dijumpai vasa injeksi pembuluh darah balik
konjungtiva. Pulsus dapat mengalami sedikit kenaikan atau dalam batas-batas normal.
Auskultasi pada dinding perut akan menghasilkan suara pindahnya isi usus, cairan, dan
gas yang dikenal dengan borborigmus (terjadi karena peningkatan peristaltic usus).
Akibat pengeluaran cairan yang berlebihan, maka penderita akan mengalami tanda
dehidrasi yang mencolok.
3.5 Patofisiologi
Diare terjadi bila absorbsi menurun atau sekresi meningkat atau kombinasi
keduanya. Patofisiologi penyakit Enteritis ini adalah :
A. Diare osmotik
Di dalam lumen bahan makanan tidak terabsorbsi dengan baik. Hal ini bisa terjadi
karena mengingesti bahan yang sulit terabsorbsi (serat), malasimilasi bahan
makanan, kegagalan transpot bahan non elektrolit (glukosa). Bahan-bahan tersebut
biasanya mudah menyerap air juga menyebabkan air dari plasma masuk ke dalam
lumen intestinal, sehingga menambah jumlah air di dalam lumen. Diare osmotik ini
akan berhenti bila hewan dipuasakan. Hampir semua hewan yang mengalami diare
osmotik mengalami penyakit kronis.
B. Diare sekretoris
Cairan dan elektrolit disekresi oleh sel sekretoris. Bahan yang disekresi berupa
enterotoksin, hormon gastrointestinal, prostaglandin, stimulasi parasimpatis,
14 Enteritis oleh Clostridium perfringens pada Sapi
serotonin asam empedu, asam lemak hidroksilat, laksatif. Diare sekretoris murni
tidak berhenti bila hewan dipuasakan.
C. Peningkatan permiabilitas
D. Gangguan motilitas
Gangguan motilitas disebabkan oleh peningkatan peristaltis atau menurunnya
segmentasi
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Enteritis adalah proses keradangan usus yang dapat berlangsung akut maupun
kronis, yang akan mengakibatkan kenaikan peristaltik usus. Penyebab enteritis
bermacam-macam antara lain radang karena Virus, Bakteri, Protozoa, Cacing dan
Keracunan oleh unsur-unsur anorganik. Pada kasus dengan agen infeksi Clostridium
perfingens perubahan komposisi pakan merupakan hal yang perlu mendapat perhatian
karena adanya tambahan pakan yang merupakan tripsin inhibitor. Gejala spesifik pada
sapi perah dewasa adalah secara tiba-tiba hewan menjauhi makanan, tidak ada nafsu
makan sama sekali. Susu yang dihasilkan sedikit atau tidak ada susu sama seklali.
Hewan merasa sakit di bagian abdomennya dan terlihat adanya gejala kembung.
Adanya perdarahan pada usus menyebabkan kotoran yang keluar sangat sedikit dan
terkadang berdarah. Pengobatan terutama ditujukan untuk mengatasi penyebab
primernya. Terapi yang dilakukan adalah terapi suportif dengan pemberian protektiva
(kaolin, pectin), adstringensia (sediaan-sediaan tannin, tanalbumin), spasmolytica
(atropine sulfat, glycopyrrolate), antiseptika (enterovioform), atau kombinasi-
kombinasinya. Rasa sakit yang terus menerus kadang perlu dikurangi dengan pemberian
analgesika.
4.2 Saran
19 Enteritis oleh Clostridium perfringens pada Sapi
Untuk pencegahan terhadap kasus enteritis pada sapi, terutama pada sapi perah
adalah dengan vaksinasi. Vaksinasi pertama harus diulang dengan selang waktu 4
minggu, kemudian terus berulang 1 tahun sekali.
DAFTAR PUSTAKA
Chotiah, S. 2008. Diare pada pedet : agen penyebab, diagnose dan penanggulangan.
Semiloka Nasional Prospek Industri Sapi Perah Menuju Perdagangan Bebas
2020
Czito BG, Willett CG. Radiation injury. In: Feldman M, Friedman LS, Brandt LJ, eds.
Sleisenger & Fordtran's Gastrointestinal and Liver Disease. 9th ed.
Philadelphia, Pa: Saunders Elsevier;2010: chap 39.
Giannella RA. 2010. Infectious enteritis and proctocolitis and bacterial food poisoning. In:
Feldman M, Friedman LS, Brandt LJ, eds. Sleisenger & Fordtrans
Gastrointestinal and Liver Disease. 9th ed. Philadelphia, Pa:Saunders
Elsevier; 2010:chap 107.
Nelson, R.W. and Couto C.G. 2003. Small Animal Internal Medicine 3th ed. St. Louis
Missouri: Mosby.
Priadi, A., Natalia, L. 2007. Enterotoxemia Pada Sapi Perah di Indonesia. Bogor : Balai
Besar Penelitian Veteriner.
Subronto. 2007. Ilmu Penyakit Ternak I. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.
20 Enteritis oleh Clostridium perfringens pada Sapi
Worral, E.E., Natalia,L., Ronohardjo,P., Partoutomo,S. dan Tarmuji. 1987. Enterotoxaemia
inwater buffaloes caused by Clostridium perfringens type A. Vet.Rec. 121:
278-27.