Anda di halaman 1dari 15

1.

DAMPAK PENTYAKIT PARASIT

JENIS PENYAKIT PARASIT PADA AYAM


ASCARIASIS

cacing ascaridia gali – en.wikipedia.org


Penyakit Ascariasis seringkali menyerang ternak (ayam pedaging dan ayam petelur),
sedangkan pada ayam buras kemungkinan penularannya lebih besar dikarenakan
sisitem pemeliharaannya yang bebas berkeliaran.

Sebab : Cacing Ascaridia galli, Ascarida lineata, Ascaridia perspicillum. Cacing ini
terdapat pada usus dan duodenum di tubuh ayam.

Pencegahan : Dengan menerapkan manajemen pemeliharaan yang baik dan benar.

Pengobatan : Umumnya dilakukan pemberian suatu anthelmentik, tepatnya


piperazine. Pengobatan ini terbukti efektif. Cara pemberiannya pun bisa dicapurkan
dengan makanan atau minuman.
COCCIDIOSIS

feses yang terindikasi coccidiosis – kienyeji.org


Sebab : genus Emeria pada kelompok protozoa. Parasit ini menyerang dengan
menginfeksi/ menginang pada pencernaan ayam. Adanya parasit in pada sistem
pencernaan ayam akan berakibat pertumbuhan unggas yang tidak optimal dikarenakan
terbaginya nutrisi makanan yang didapatkan, lain kondisi pada saat kronis, penyakit
ini dapat menyebabkan kematian pada unggas.

Gejala : Anoreksia, depresi, bulu berdiri, kepucatan pada jengger dan pial, kurus dan
kematian.

Pencegahan : menerapkan tindakan biosecurity dan pemberian vaksin secara teratur.

Pengobatan : memberikan obat yang bersifat coccidiostat atau coccidiocidal.


Walaupun tidak menyingkirkan parasit secara menyeluruh, tapi sebagian besar dari
jumlah parasit ini bisa dilenyapkan.

GUREM
hewanis.com
Merupakan penyakit yang menghisap darah inangnya. Penyakit ini paling dihindari
oleh ternak ayam petelur karena dapat mempengaruhi produksi telur yang menurun,
bahkan jika tidak diberi penanganan akan berhenti bertelur.

Sebab : Gurem / Ornithinyssus bursa termasuk dalam sub ordo Mesostigmata, sub
kelas Ascari dan kelas Arachnida. Hama yang sangat kecil dan sulit dimusnahkan ini
menghisap darah dan hidup bergerombol, Gurem akan keluar pada malam hari. 1
Gurem betina dapat menghisap darah ayam sebanyak 0,077 mg atau setara dengan 1,8
kali berat tubuhnya sendiri.

Gejala : Ayam kurang tidur, gelisah , lesu, stres, kurang darah dan terganggung saat
mengeram yang kaab berdampak pada sedikitnya jumlah telur yang menetas. Jika
tidak ditangani dapat menyebabkan penurunan produksi telur, bahkan bisa berhenti
bertelur sama sekali.

Pencegahan : Dengan menerapkan manajemen pemeliharaan yang baik dan menjaga


kebersihan lingkungan kandang.

Pengobatan : Memandikannya dengan campuran air sabun dan belerang.


2.. Jenis-Jenis Penyakit Parasit

 Penyakit Koksidiosis
Koksidiosis atau yang sering disebut sebagai berak darah adalah penyakt parasit
protozoa yang menyerang saluran pencernaan ayam bagian usus halus, usus besar, dan
sekum. Jumlah kasusnya paling tinggi dibanding kasus cacingan, malaria, dan
serangan kutu. Dampak yang terjadi pada ayam apabila terserang penyakit ini antara
lain pertumbuhannya terhambat, penurunan efisiensi penggunaan ransum, dan
kematian yang dapat mencapai 80-90%. Serangan koksidiosis juga menimbulkan efek
imunosupresif (turunnya kekebalan tubuh) sehingga ayam akan rentan terinfeksi
penyakit lainnya.
Penyakit koksidiosis disebabkan oleh koksidia, yaitu parasit protozoa yang berasal dari dari genus Eimeria.

Ada 7 spesies Eimeria yang menyebabkan sakit pada ayam, yaitu E. tenella, E. necatrix, E. acervulina, E. maxima,

E. brunetti, E. mitis, dan E. praecox. Setiap spesies Eimeria mempunyai predileksi (tempat kesukaan, red) tertentu

di dalam usus ayam, sehingga luka yang ditimbulkan juga akan berbeda-beda. Contohnya E. tenella yang

menyerang khusus di usus buntu (sekum), serta E. necratix dan Eimeria lainnya yang menyerang usus halus.
Gejala klinis dan perubahan patologi anatomi yang muncul akibat koksidiosis
sebenarnya bervariasi tergantung umur ayam yang terserang dan spesies Eimeria yang
menyerang. Ayam yang terserang koksidiosis awalnya akan menampakkan gejala
klinis mengantuk, sayap terkulai ke bawah, bulu kasar (tidak mengkilat), nafsu makan
rendah (anorexia), dan anemia.

Untuk infeksi E. tenella, ayam mengalami berak darah yang diketahui dari


adanya feses berwarna merah atau oranye pada litter atau di bawah kandang.
Sedangkan pada infeksi E. maxima, akan ditemukan feses kental berwarna kemerahan
dan bercampur bintik-bintik darah.

Dari hasil bedah ayam yang terindikasi koksidiosis, perubahan organ tubuh yang
akan ditemukan jika penyebabnya E. tenella ialah sekum membesar sehingga
besarnya menjadi 2-3 kali lipat, dindingnya menebal berwarna gelap, dan jika disayat
ada gumpalan darah di dalamnya.
Sedangkan spesies Eimeria lainnya menimbulkan kelainan berupa penebalan
dinding usus yang disertai peradangan kataralis (bernanah)
sampai haemorrhagis (berdarah). Pengamatan yang teliti menunjukkan adanya bintil-
bintil berwarna putih di permukaan usus berisi ookista.

Identifikasi awal adanya serangan koksidiosis menjadi langkah penting untuk


mengantisipasi terjadinya outbreak penyakit ini. Jika ada satu atau dua ekor ayam
yang menggigil dan bersembunyi di belakang tempat ransum atau minum, serta
ditemukan feses berdarah di kandang, maka sudah selayaknya kita langsung
mengarahkan paradigma kita terhadap kemungkinan adanya serangan koksidiosis.
Penanganan yang perlu dilakukan antara lain:
 Isolasi ayam yang sakit
 Jika memungkinkan, buang feses bercampur darah yang ada pada litter untuk
menghindari ayam lain mematuknya. Hal ini karena warna merah pada feses akan
menarik perhatian ayam lain untuk mematuk dan terjadilah proses penularan penyakit
koksidiosis.
 Berikan obat antikoksidia, seperti dari golongan sulfonamide (Coxy, Sulfamix,
Antikoksi, Duoko, Maladex, atau Trimezyn), thiamine antagonist
(Therapy atau Koksidex), atau golongan triazinetrione (Toltradex). Sebaiknya
lakukan rolling penggunaan antikoksidia dari golongan yang berbeda setiap interval
3-4 kali pengobatan. Adapun tata cara pengobatan koksidiosis yang harus
diperhatikan diantaranya:
 Pemberian antikoksidia tidak dilakukan bersamaan dengan produk yang
mengandung vitamin B atau asam amino.
 Selama masa pengobatan tidak diberikan vitamin B. Vitamin B
baru bisa diberikan setelah pengobatan tuntas/selesai.
 Jika ada gangguan ginjal, jangan gunakan antikoksidia
golongan sulfonamide.
 Culling ayam yang kondisinya parah
 Khusus untuk ayam pedaging, jika kasus penyakit terjadi di umur > 25 hari dan
harga ayam di pasaran sedang bagus, disarankan agar ayam dipanen saja.
 Perhatikan kondisi litter/sekam, jangan sampai lembab atau basah. Tambahkan
sekam baru jika sekam sudah sangat lembab. Jika perlu, tambahkan kapur pada sekam
yang baru ditambahkan.
Penyakit Cacingan
Penyakit parasit kedua yang cukup tinggi kejadiannya di peternakan adalah
cacingan. Cacing yang menyerang unggas digolongkan menjadi 3 jenis, yaitu cacing
daun (trematoda), cacing gilig (nematoda), dan cacing pita (cestoda). Dari ketiga jenis
cacing tersebut, jenis nematoda dan cestoda-lah yang lebih sering ditemukan
menyerang ayam komersial dan menyebabkan kerugian ekonomi cukup tinggi.
1. Cacing Nematoda (cacing gilig)
Cacing gilig memiliki karakteristik berwarna putih, tidak bersegmen, dan
bentuknya bulat panjang seperti benang. Contoh cacing gilig yang sering
ditemukan menyerang ayam adalah spesies Ascaridia galli. Selama hidupnya,
cacing gilig melewati 3 tahap perkembangan meliputi telur, larva, dan cacing
dewasa. Siklus hidup cacing ini tidak membutuhkan inang antara atau vektor,
sehingga penularannya hanya terjadi melalui ransum, air minum, litter/sekam atau
bahan lain yang tercemar feses yang mengandung telur infektif (telur yang
mengandung larva cacing).
Secara sederhana, siklus hidup cacing gilig berawal ketika cacing dewasa yang
hidup di dalam tubuh ayam menghasilkan telur yang kemudian dikeluarkan
bersama feses. Selanjutnya telur berkembang menjadi telur infektif. Di lingkungan
luar, jika telur infektif tertelan oleh ayam lain, maka telur akan menetas di dalam
proventrikulus dan larva keluar. Setelah itu, larva akan tumbuh menjadi cacing
dewasa di dalam tubuh ayam baru tersebut.

2. Cacing Cestoda (cacing pita)


Cacing pita merupakan cacing pipih berbentuk pita, berwarna putih, dan
tubuhnya bersegmen. Cacing ini menginfeksi ayam melalui inang antara/vektor
seperti lalat rumah (Musca domestica), semut, dan kumbang. Beberapa contoh
spesies cacing pita yang diketahui sering menyerang ayam komersial adalah
Raillietina sp. dan Davainea sp. Secara sederhana, siklus hidup cacing ini bermula
ketika telur cacing pita termakan oleh inang antara, kemudian menetas di dalam
saluran pencernaannya dan tetap tinggal di dalamnya hingga inang antara tersebut
termakan oleh ayam. Setelah ayam memakan inang antara yang mengandung larva
cacing, larva kemudian melekatkan diri pada dinding usus ayam. Setelah itu,
segmen muda dari cacing sedikit demi sedikit terbentuk, dan cacing akan
berkembang menjadi dewasa dengan banyak segmen-segmen yang matang dalam
waktu 14-21 hari.
Di lapangan, penyakit cacingan lebih sering menyerang ayam petelur dibanding
ayam pedaging. Selain itu, ayam petelur muda juga lebih rentan diinfeksi cacing
dibandingkan dengan ayam petelur yang sudah produksi/tua.
Pada ayam muda (masa starter) dan awal masa pullet (umur < 12 minggu),
biasanya sebagian besar kasus cacingan didominasi oleh infeksi cacing gilig. Hal ini
terutama terjadi pada ayam yang dipelihara dalam kandang postal karena ayam masih
kontak dengan litter yang bercampur dengan feses ayam. Jadi, jika di dalam populasi
kandang, ada ayam yang sudah terkena cacingan, maka dengan cepat cacingan dapat
menular ke ayam lain.
Sementara menjelang dewasa dan sepanjang masa produksi (umur > 12 minggu),
ketika ayam petelur sudah menempati kandang baterai, umumnya yang menginfeksi
adalah cacing pita. Hal ini berkaitan dengan keberadaan inang antara yang banyak
berkembang seiring dengan kondisi feses yang mulai banyak, menumpuk di bawah
kandang, basah dan lembab, serta adanya kontaminasi ransum oleh inang antara (lalat
dan semut,red).
Pada kasus cacingan, gejala klinis baru akan terlihat jika investasi cacing sudah
cukup berat. Misalnya ayam terlihat pucat, diare, nafsu makan berkurang, terjadi
penurunan produksi telur, dan ditemukan adanya cacing dewasa pada feses atau di
dalam usus ayam. Dengan mempertimbangkan kondisi ini, maka mengendalikan
cacing melalui program pencegahan adalah salah satu pilihan bijak yang bisa diambil
peternak, terutama bagi peternak yang ayam peliharaannya pernah terserang cacingan.
Strateginya adalah dengan memberikan obat cacing pada 1 bulan
pertama pemeliharaan, kemudian diulang tiap beberapa bulan. Jika ayam dipelihara di
kandang postal atau non slat, lakukan pengulangan pemberian obat cacing tiap 21-56
hari atau sekitar 1-2 bulan. Sedangkan bila ayam dipelihara pada kandang baterai/slat,
pengulangan bisa dilakukan tiap 3 bulan karena ayam tidak kontak dengan litter.
Contoh program pencegahan cacingan dapat dilihat pada Tabel 1. Pada saat ayam
sudah diketahui terlanjur terserang cacingan, peternak dapat memberikan Levamid.
Levamid ampuh membasmi cacing pita sekaligus cacing gilig pada ayam.
Penyakit Malaria
Kasus malaria pada ayam bisa disebabkan oleh dua agen protozoa
yaitu Leucocytozoon sp. (penyebab kasus malaria like) dan Plasmodium sp.
(penyebab kasus malaria unggas). Namun kasus malaria akibat
infeksi Leucocytozoon sp. lebih banyak ditemui ketimbang malaria
akibat Plasmodium sp.
Malaria like atau yang lebih tepat disebut leucocytozoonosis, adalah penyakit
yang disebabkan oleh protozoa Leucocytozoon sp. yang hidup di jaringan maupun sel-
sel darah. Leucocytozoonosis ditularkan oleh lalat hitam (Simulium sp.) dan
nyamuk Culicoides sp. Kedua serangga tersebut bertindak sebagai vektor dan
menginfeksi ayam sehat melalui gigitan. Genangan air merupakan media ideal bagi
perkembangbiakan nyamuk dan serangga lain. Maka tak heran apabila saat musim
pancaroba atau musim hujan, serangan leucocytozoonosis seringkali muncul.
Meskipun kasus penyakit ini lebih sering ditemukan pada peternakan ayam
pedaging, bukan berarti peternakan ayam petelur luput dari serangan. Gejala
klinis leucocytozoonosis antara lain munculnya bintik-bintik merah di bawah kulit dan
otot, serta feses berwarna kehijauan. Ayam terlihat lesu, menggigil kedinginan dan
bahkan mengalami muntah darah.
Perubahan yang ditemukan pada saat bedah bangkai diantaranya bintik-bintik
atau bercak-bercak perdarahan pada hampir seluruh organ dalam tubuh (hati, paru-
paru, limpa, timus, ginjal, pankreas, usus, proventrikulus, bursa Fabricius, otak, otot
dada, dan otot paha). Pada rongga perut dan saluran pernapasan sering dijumpai
adanya gumpalan darah. Perdarahan yang hebat akan menyebabkan kekurangan darah
dengan gejala jengger mengkerut berwarna pucat/kecoklat-coklatan. Tingkat
kematiannya pada anak ayam 7-50%, sedangkan pada ayam dewasa sekitar 2-60%.

Jika ayam sudah memperlihatkan gejala klinis penyakit leucocytozoonosis,


langkah terbaik ialah segera melakukan pengobatan secara tuntas. Contoh obat yang
bisa digunakan untuk
mengobati leucocytozoonosis adalah Maladex, Antikoksi, Duoko atau Coxy (pilih
salah satu dan gunakan sesuai aturan pakai).
Penyakit Ektoparasit
Parasit luar/eksternal pada ayam umumnya tidak menimbulkan kematian tetapi
secara ekonomi merugikan. Parasit luar akan mengisap darah ayam dan menimbulkan
kegatalan sehingga mengganggu pertumbuhan dan produksi telur. Penyakit kutuan
yang sangat parah dapat menurunkan produksi telur sampai 20%. Kasus ektoparasit
sendiri pada ayam pedaging jarang terjadi karena ayam dipanen pada umur 5-6
minggu. Sebaliknya, kutu bisa menjadi musuh utama bagi peternak yang memelihara
ayam petelur dengan kondisi manajemen kandang yang kurang bagus.

Kutu yang menyerang ayam merupakan salah satu jenis ektoparasit. Selain kutu
(lice), ektoparasit lainnya yang hidup di tubuh ayam ada bermacam jenis, antara lain
tungau (mite), caplak (tick), dan pinjal (flea). Meski sekilas penampilannya nampak
sama, namun sebenarnya masing-masing memiliki morfologi bentuk tubuh dan
kebiasaan hidup yang berbeda. Adapun perbedaan antara kutu, pinjal, tungau, dan
caplak tersebut dapat dilihat pada Tabel 2.
Kasus serangan ektoparasit relatif mudah untuk diketahui dengan
memperhatikan beberapa gejala yang muncul. Contohnya ayam terlihat tidak tenang,
terus menceker, kurus, bulu kusam, kehilangan nafsu makan dan seringkali mematuki
bulu serta tubuhnya.
Penanganan utama untuk membunuh ektoparasit seperti kutu, caplak, pinjal,
tungau ialah dengan menggunakan obat anti kutu. Contohnya adalah Kututox
Oral. Kututox Oral sangat efektif dan praktis karena diberikan lewat air minum.
Antiparasit dalam Kututox Oral yang masuk ke dalam tubuh ayam kemudian akan
diserap dalam usus, lalu beredar di dalam darah ayam. Saat kutu, tungau, pinjal, dan
caplak menghisap darah ayam, zat aktif antiparasit akan kontak dengan ektoparasit
dan kutu pun akhirnya lumpuh dan mati.
Penyakit cacingan yang memiliki istilah lain helminthiasis kerap
menyerang ayam baik broiler (ayam pedaging) maupun layer (ayam
petelur) jika biosekuriti dan sanitasi kandang kurang baik. Kandang yang
kurang bersih memicu berkembangnya lalat, frenki bahkan tikus sekali
pun. 
 
 
Beberapa waktu lalu, salah satu peternak layer sekaligus broiler di
Malang, Jawa Timur, Kholiq, mengaku layer peliharaannya terserang
penyakit cacingan. “Tiga bulan yang lalu layer saya mengalami cacingan
akibat musim lalat sehingga cacing pita merebak di kandang,”
ungkapnya kepada TROBOS Livestock. 
 
 
Layer yang terkena cacingan menunjukkan gejala, produksi telur turun,
berat badan turun, kotorannya menjadi basah, terlihat pucat, dan
bulunya kusut. Cacingan juga dapat berdampak anemia pada ayam
yang menyebabkan produksi telur menurun dan kualitas kerabang telur
menjadi buruk, yaitu tipis dan warnanya pucat. 
 
 
Ayam yang terkena cacingan, dapat dideteksi sejak dini. Dengan syarat
rajin melakukan uji laboratorium parasitologi. “Layer bisa terjangkit
cacingan yaitu ketika telur cacing terbawa lalat lalu mencemari pakan.
Kemudian pakan tersebut termakan oleh ayam, sehingga telur cacing
terbawa dan masuk ke dalam pencernaan ayam dan menetas di sana,”
ujar pemilik usaha peternakan dengan nama Telur Intan ini.
 
 
Musim hujan merupakan saat yang pas untuk lalat berkembang biak dan
membawa telur-telur cacing ke dalam pakan ayam sehingga penyakit
cacingan paling banyak menyerang ayam pada awal hingga akhir musim
penghujan. “Layer mulai rentan terkena cacingan setelah umur 30 hari
sampai apkir. Layer yang terkena cacingan, berdampak pada
berkurangnya produksi telur sebesar 2 – 10 %,” urainya.
 
 
Penyakit cacingan bisa berpotensi menyebabkan penyakit lain masuk ke
dalam tubuh ayam. Terutama luka pada usus, karena cacing bisa
menyebabkan tumbuhnya bakteri Clostridium perfringens penyebab
penyakit necrotic enteritis (NE). Upaya yang paling efektif guna
mencegah cacingan yaitu mengendalikan lalat dan menjaga kebersihan
lingkungan kandang,” jabar Kholiq.
 
 
Menurut Kholiq, layer lebih mudah terkena cacingan sebab umurnya
lebih panjang. Sedangkan broiler pada umur 35 hari sudah dipanen.
Upaya dalam memerangi cacingan supaya ayam periode selanjutnya
tidak terjangkit penyakit ini lagi yaitu dengan mengendalikan lalat dan
memperketat sanitasi serta biosekuritinya. “Untuk penanganan penyakit
cacingan dengan membasmi lalat terlebih dahulu. Kemudian ayam
diobati menggunakan niclosamid dan levamisol dicampur dengan pakan.
Sementara jangka waktu pemulihan ayam yang terkena cacingan
sampai pulih kembali yaitu rata-rata dua pekan,” terangnya.
 
 
 
Solusi Herbal
Peternak broiler yang berdomisili di Tenggarong, Kalimantan Timur,
Jojok Sarjono, mengaku selama 33 tahun menggeluti bisnis ini,
ayamnya belum pernah terkena cacingan. Namun ia mengamati,
beberapa penyebab cacingan yaitu dari faktor air, kurangnya
kebersihan, dan manajemen kandang yang baik. “Pakan yang sudah
tidak layak seperti berdebu, apek atau pun berjamur bisa menjadi
sarang bakteri ataupun cacing. Biasanya cacing akan timbul ketika masa
brooding. Dari awal masa brooding sekamnya basah, makannya juga di
situ. Padahal ada cacingnya di situ,” terang Jojok.
 
 
Ciri-ciri broiler yang terkena cacingan yaitu ayam kurang bergairah,
napsu makan menurun, dan perutnya kembung. Nutrisi dari pakan
diserap oleh cacing, sehingga tidak menjadi daging. Ayam pun kesulitan
mengeluarkan fesesnya.
 
 
Menurutnya, cacingan membuat broiler terhambat pertumbuhannya. Jika
sudah terhambat, saat ayam sudah umur sekian tidak mencapai standar
bobot badan dan kematian pasti tinggi. “Dampak terburuknya sampai
kematian broiler, karena tubuhnya digerogoti oleh cacing. Tubuh cacing
akan habis karena nutrisinya diserap oleh cacing,” ujarnya.
 
 
Penanganan broiler yang terkena cacing yaitu sanitasi kandang yang
cukup, pengobatan baik menggunakan herbal atau dari pabrikan pun
bisa. Jojok mengaku, bahwa dirinya sejak 25 tahun lalu menggunakan
minuman herbal untuk ayam peliharaannya. Jojok percaya jika dari awal
broiler diberikan minuman herbal cacing tidak akan mungkin masuk.
“Penyakit cacingan itu tidak bisa terlihat secara langsung. Harus
ditunggu dan dilihat perkembangan cacingnya dalam tubuh ayam. Baru
nanti akan terlihat, karena cacingan tidak akan konstan seperti
newcastle disease (ND) atau avian influenza (AI),” paparnya.
 
 
Jojok mengutarakan, cacingan bersifat berjangka jika ingin melihat
 
Adapun bahan-bahan minuman herbal untuk ayam ini yaitu kunyit,
temulawak, jahe, dan lengkuas. Bahan-bahan tersebut digodok dan
terbukti efektif penggunaannya. Jojok lebih menyukai herbal karena
dirinya lebih mengerti apa saja bahan baku pembuatannya dan bisa
dibuat sendiri.
 
 
Salah satu bahan yang dipercaya Jojok ampuh guna membasmi cacing
dalam sistem pencernaan ayam adalah kunyit. Kunyit dapat membuat
cacing tidak berkutik lagi. Jika usus digelontor dengan kunyit, maka
cacing sudah tidak mampu bertahan hidup lagi.
 
 
Menurut Jojok lama waktu pemulihan ayam setelah diobati dengan
ramuan herbal hanya membutuhkan waktu 3-5 hari. “Jika menggunakan
ramuan herbal dalam waktu singkat pertumbuhan ayam membaik,
langsung makan, lincah lagi, dan tidak pucat,”
 
 
 

Anda mungkin juga menyukai