Sebab : Cacing Ascaridia galli, Ascarida lineata, Ascaridia perspicillum. Cacing ini
terdapat pada usus dan duodenum di tubuh ayam.
Gejala : Anoreksia, depresi, bulu berdiri, kepucatan pada jengger dan pial, kurus dan
kematian.
GUREM
hewanis.com
Merupakan penyakit yang menghisap darah inangnya. Penyakit ini paling dihindari
oleh ternak ayam petelur karena dapat mempengaruhi produksi telur yang menurun,
bahkan jika tidak diberi penanganan akan berhenti bertelur.
Sebab : Gurem / Ornithinyssus bursa termasuk dalam sub ordo Mesostigmata, sub
kelas Ascari dan kelas Arachnida. Hama yang sangat kecil dan sulit dimusnahkan ini
menghisap darah dan hidup bergerombol, Gurem akan keluar pada malam hari. 1
Gurem betina dapat menghisap darah ayam sebanyak 0,077 mg atau setara dengan 1,8
kali berat tubuhnya sendiri.
Gejala : Ayam kurang tidur, gelisah , lesu, stres, kurang darah dan terganggung saat
mengeram yang kaab berdampak pada sedikitnya jumlah telur yang menetas. Jika
tidak ditangani dapat menyebabkan penurunan produksi telur, bahkan bisa berhenti
bertelur sama sekali.
Penyakit Koksidiosis
Koksidiosis atau yang sering disebut sebagai berak darah adalah penyakt parasit
protozoa yang menyerang saluran pencernaan ayam bagian usus halus, usus besar, dan
sekum. Jumlah kasusnya paling tinggi dibanding kasus cacingan, malaria, dan
serangan kutu. Dampak yang terjadi pada ayam apabila terserang penyakit ini antara
lain pertumbuhannya terhambat, penurunan efisiensi penggunaan ransum, dan
kematian yang dapat mencapai 80-90%. Serangan koksidiosis juga menimbulkan efek
imunosupresif (turunnya kekebalan tubuh) sehingga ayam akan rentan terinfeksi
penyakit lainnya.
Penyakit koksidiosis disebabkan oleh koksidia, yaitu parasit protozoa yang berasal dari dari genus Eimeria.
Ada 7 spesies Eimeria yang menyebabkan sakit pada ayam, yaitu E. tenella, E. necatrix, E. acervulina, E. maxima,
di dalam usus ayam, sehingga luka yang ditimbulkan juga akan berbeda-beda. Contohnya E. tenella yang
menyerang khusus di usus buntu (sekum), serta E. necratix dan Eimeria lainnya yang menyerang usus halus.
Gejala klinis dan perubahan patologi anatomi yang muncul akibat koksidiosis
sebenarnya bervariasi tergantung umur ayam yang terserang dan spesies Eimeria yang
menyerang. Ayam yang terserang koksidiosis awalnya akan menampakkan gejala
klinis mengantuk, sayap terkulai ke bawah, bulu kasar (tidak mengkilat), nafsu makan
rendah (anorexia), dan anemia.
Dari hasil bedah ayam yang terindikasi koksidiosis, perubahan organ tubuh yang
akan ditemukan jika penyebabnya E. tenella ialah sekum membesar sehingga
besarnya menjadi 2-3 kali lipat, dindingnya menebal berwarna gelap, dan jika disayat
ada gumpalan darah di dalamnya.
Sedangkan spesies Eimeria lainnya menimbulkan kelainan berupa penebalan
dinding usus yang disertai peradangan kataralis (bernanah)
sampai haemorrhagis (berdarah). Pengamatan yang teliti menunjukkan adanya bintil-
bintil berwarna putih di permukaan usus berisi ookista.
Kutu yang menyerang ayam merupakan salah satu jenis ektoparasit. Selain kutu
(lice), ektoparasit lainnya yang hidup di tubuh ayam ada bermacam jenis, antara lain
tungau (mite), caplak (tick), dan pinjal (flea). Meski sekilas penampilannya nampak
sama, namun sebenarnya masing-masing memiliki morfologi bentuk tubuh dan
kebiasaan hidup yang berbeda. Adapun perbedaan antara kutu, pinjal, tungau, dan
caplak tersebut dapat dilihat pada Tabel 2.
Kasus serangan ektoparasit relatif mudah untuk diketahui dengan
memperhatikan beberapa gejala yang muncul. Contohnya ayam terlihat tidak tenang,
terus menceker, kurus, bulu kusam, kehilangan nafsu makan dan seringkali mematuki
bulu serta tubuhnya.
Penanganan utama untuk membunuh ektoparasit seperti kutu, caplak, pinjal,
tungau ialah dengan menggunakan obat anti kutu. Contohnya adalah Kututox
Oral. Kututox Oral sangat efektif dan praktis karena diberikan lewat air minum.
Antiparasit dalam Kututox Oral yang masuk ke dalam tubuh ayam kemudian akan
diserap dalam usus, lalu beredar di dalam darah ayam. Saat kutu, tungau, pinjal, dan
caplak menghisap darah ayam, zat aktif antiparasit akan kontak dengan ektoparasit
dan kutu pun akhirnya lumpuh dan mati.
Penyakit cacingan yang memiliki istilah lain helminthiasis kerap
menyerang ayam baik broiler (ayam pedaging) maupun layer (ayam
petelur) jika biosekuriti dan sanitasi kandang kurang baik. Kandang yang
kurang bersih memicu berkembangnya lalat, frenki bahkan tikus sekali
pun.
Beberapa waktu lalu, salah satu peternak layer sekaligus broiler di
Malang, Jawa Timur, Kholiq, mengaku layer peliharaannya terserang
penyakit cacingan. “Tiga bulan yang lalu layer saya mengalami cacingan
akibat musim lalat sehingga cacing pita merebak di kandang,”
ungkapnya kepada TROBOS Livestock.
Layer yang terkena cacingan menunjukkan gejala, produksi telur turun,
berat badan turun, kotorannya menjadi basah, terlihat pucat, dan
bulunya kusut. Cacingan juga dapat berdampak anemia pada ayam
yang menyebabkan produksi telur menurun dan kualitas kerabang telur
menjadi buruk, yaitu tipis dan warnanya pucat.
Ayam yang terkena cacingan, dapat dideteksi sejak dini. Dengan syarat
rajin melakukan uji laboratorium parasitologi. “Layer bisa terjangkit
cacingan yaitu ketika telur cacing terbawa lalat lalu mencemari pakan.
Kemudian pakan tersebut termakan oleh ayam, sehingga telur cacing
terbawa dan masuk ke dalam pencernaan ayam dan menetas di sana,”
ujar pemilik usaha peternakan dengan nama Telur Intan ini.
Musim hujan merupakan saat yang pas untuk lalat berkembang biak dan
membawa telur-telur cacing ke dalam pakan ayam sehingga penyakit
cacingan paling banyak menyerang ayam pada awal hingga akhir musim
penghujan. “Layer mulai rentan terkena cacingan setelah umur 30 hari
sampai apkir. Layer yang terkena cacingan, berdampak pada
berkurangnya produksi telur sebesar 2 – 10 %,” urainya.
Penyakit cacingan bisa berpotensi menyebabkan penyakit lain masuk ke
dalam tubuh ayam. Terutama luka pada usus, karena cacing bisa
menyebabkan tumbuhnya bakteri Clostridium perfringens penyebab
penyakit necrotic enteritis (NE). Upaya yang paling efektif guna
mencegah cacingan yaitu mengendalikan lalat dan menjaga kebersihan
lingkungan kandang,” jabar Kholiq.
Menurut Kholiq, layer lebih mudah terkena cacingan sebab umurnya
lebih panjang. Sedangkan broiler pada umur 35 hari sudah dipanen.
Upaya dalam memerangi cacingan supaya ayam periode selanjutnya
tidak terjangkit penyakit ini lagi yaitu dengan mengendalikan lalat dan
memperketat sanitasi serta biosekuritinya. “Untuk penanganan penyakit
cacingan dengan membasmi lalat terlebih dahulu. Kemudian ayam
diobati menggunakan niclosamid dan levamisol dicampur dengan pakan.
Sementara jangka waktu pemulihan ayam yang terkena cacingan
sampai pulih kembali yaitu rata-rata dua pekan,” terangnya.
Solusi Herbal
Peternak broiler yang berdomisili di Tenggarong, Kalimantan Timur,
Jojok Sarjono, mengaku selama 33 tahun menggeluti bisnis ini,
ayamnya belum pernah terkena cacingan. Namun ia mengamati,
beberapa penyebab cacingan yaitu dari faktor air, kurangnya
kebersihan, dan manajemen kandang yang baik. “Pakan yang sudah
tidak layak seperti berdebu, apek atau pun berjamur bisa menjadi
sarang bakteri ataupun cacing. Biasanya cacing akan timbul ketika masa
brooding. Dari awal masa brooding sekamnya basah, makannya juga di
situ. Padahal ada cacingnya di situ,” terang Jojok.
Ciri-ciri broiler yang terkena cacingan yaitu ayam kurang bergairah,
napsu makan menurun, dan perutnya kembung. Nutrisi dari pakan
diserap oleh cacing, sehingga tidak menjadi daging. Ayam pun kesulitan
mengeluarkan fesesnya.
Menurutnya, cacingan membuat broiler terhambat pertumbuhannya. Jika
sudah terhambat, saat ayam sudah umur sekian tidak mencapai standar
bobot badan dan kematian pasti tinggi. “Dampak terburuknya sampai
kematian broiler, karena tubuhnya digerogoti oleh cacing. Tubuh cacing
akan habis karena nutrisinya diserap oleh cacing,” ujarnya.
Penanganan broiler yang terkena cacing yaitu sanitasi kandang yang
cukup, pengobatan baik menggunakan herbal atau dari pabrikan pun
bisa. Jojok mengaku, bahwa dirinya sejak 25 tahun lalu menggunakan
minuman herbal untuk ayam peliharaannya. Jojok percaya jika dari awal
broiler diberikan minuman herbal cacing tidak akan mungkin masuk.
“Penyakit cacingan itu tidak bisa terlihat secara langsung. Harus
ditunggu dan dilihat perkembangan cacingnya dalam tubuh ayam. Baru
nanti akan terlihat, karena cacingan tidak akan konstan seperti
newcastle disease (ND) atau avian influenza (AI),” paparnya.
Jojok mengutarakan, cacingan bersifat berjangka jika ingin melihat
Adapun bahan-bahan minuman herbal untuk ayam ini yaitu kunyit,
temulawak, jahe, dan lengkuas. Bahan-bahan tersebut digodok dan
terbukti efektif penggunaannya. Jojok lebih menyukai herbal karena
dirinya lebih mengerti apa saja bahan baku pembuatannya dan bisa
dibuat sendiri.
Salah satu bahan yang dipercaya Jojok ampuh guna membasmi cacing
dalam sistem pencernaan ayam adalah kunyit. Kunyit dapat membuat
cacing tidak berkutik lagi. Jika usus digelontor dengan kunyit, maka
cacing sudah tidak mampu bertahan hidup lagi.
Menurut Jojok lama waktu pemulihan ayam setelah diobati dengan
ramuan herbal hanya membutuhkan waktu 3-5 hari. “Jika menggunakan
ramuan herbal dalam waktu singkat pertumbuhan ayam membaik,
langsung makan, lincah lagi, dan tidak pucat,”