Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH ILMU TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK UNGGAS

SEJARAH ASAL USUL UNGGAS

OLEH

MARYATI ULFA

1910611004

DOSEN PENGAMPU : Dr. Ir. TERTIA DELIA NOVA M.Si

FAKULTAS PETERNAKAN

UNIVERSITAS ANDALAS

2021
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI .................................................................................................................. i


BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ............................................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ....................................................................................................... 1
C. Tujuan ........................................................................................................................ 1
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Unggas ....................................................................................................... 2
B. Sejarah Unggas . .......................................................................................................... 2
C. Sejarah Perunggasan di Indonesia ................................................................................ 3
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan .................................................................................................................. 17
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................................
18

i
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Ternak unggas merupakan salah satu sumber penyedia bahan pangan yang bernilai
gizi tinggi terutama protein hewani yang potensial. Selain mampu menyediakan bahan
pangan yang bernilai gizi tinggi, produk ternak unggas sangat diminati masyarakat mulai dari
masyarakat lapisan atas sampai masyarakat lapisan bawah, dari masyarakat perkotaan sampai
masyarakat pedesaan

Unggas adalah jenis hewan chordata (bertulang belakang) kelas aves (bersayap),


berbulu, berkaki dua, memiliki paruh dan berkembangbiak dengan cara bertelur. Unggas
tergolong hewan berlambung tunggal (monogastrik) / hewan non ruminansia.

Unggas juga merupakan hewan yang dapat diternak untuk diambil manfaatnya seperti
daging, telur, bulu, suara (kicauan), dan sebagainya. Unggas yang paling banyak diternak
adalah ayam pedaging, ayam petelur dan itik.

B. Rumusan Masalah

      1.      Apakah pengertian dari unggas?

      2.      Bagaimana sejarah (asal usul) unggas?

C. Tujuan

Untuk mengetahui apa pengertian dari ungags dan mengetahui sejarah atau asal usul ungags
sampai sekarang.

1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Unggas
Unggas (Bahasa Inggris : puoltry) adalah jenis hewan ternak kelompok burung yang
dimanfaatkan untuk daging dan/atau telurnya. Umumnya merupakan bagian dari ordo
Galliformes (seperti ayam dan kalkun), dan Anseriformes (seperti bebek).
Unggas secara umum dapat diartikan sebagai ternak bersayap, yang dalam taksonomi
zoologinya termasuk golongan kelas Aves. Jenis unggas cukup banyak, diantaranya adalah
ayam, itik, kalkun, dan angsa. Secara taksonomi zoology bangsa burung bisa digolongkan
sebagai unggas, tetapi sampai saat ini yang tercantum dalam undang-undang pokok
kehewanan, bangsa burung masih belum digolongkan ternak unggas. Di dalam undang-
undang tersebut bahwa yang dimaksud sebagai unggas adalah ternak bersayap yang sudah
lazim dipelihara oleh masyarakat. Tidak menutup kemungkinan bangsa burung masuk dalam
jenis unggas karena burung secara taksonomi zoology juga termasuk ke dalam kelas Aves,
selain itu burung juga mempunyai ciri-ciri seperti unggas.
Unggas masuk dalam ordo Anseriformes (entok, angsa, itik, dan undan), serta
Galliformes (puyuh, kalkun, ayam). Pada dasarnya unggas diklasifikasikan berdasarkan jenis
dan bangsanya. Klasifikasi adalah suatu sistem pengelompokan ternak berdasarkan
persamaan-persamaan dan perbedaan karakteristik dari ternak tersebut. Unggas terdiri dari
berbagai jenis dan bangsa berdasarkan perbedaan bentuk dan ukuran tubuh, warna bulu,
suara, pial dan jengger.

B. Sejarah Unggas

Unggas merupakan jenis hewan bertulang belakang (chordata) masuk dalam kelas
aves (bersayap) yang telah mengalami domestikasi (diternak) untuk memenuhi kebutuhan
manusia seperti daging dan telur. Unggas masuk dalam ordo anseriformes (entok, angsa, itik,
dan undan), serta galliformes (puyuh, kalkun, ayam). Kalau ditilik dari asal usul ayam-ayam
yang ada sekarang diduga berasal dari ayam-ayam liar (Wild-fowl) atau ayam hutan dari
Gallus species. Adapun gallus species yang memungkinkan adanya ternak ayam sekarang ini
ada 4, yaitu:
1. Gallus gallus
Dikenal dengan Gallus bankiva, gallus ferrugenius, Red Jungle Fowl. Tempat hidup
di sekitar hutan India, Burma, Siam (Muangthai), Chocin China (Indo China), Filipina,
Malaysia dan Sumatera Barat. Ciri-cirinya, bulu utama pada ekor sebanyak 14 helai, jengger

2
satu, pial dua, badan relatif kecil dibanding dengan ayam sekarang. Jantan mempunyai bulu
pada bagian leher, sayap dan punggung berwarna merah, sedangkan bagian dada dan badan
bawah berwarna hitam. Pada betina bulu berwarna coklat bergaris hitam, telur kecil berkulit
merah kekuningan.
2. Gallus lafayetti
Dikenal dengan Ceylonese Jungle Fowl. Tempat hidup di sekitar Pulau Ceylon
(Srilangka). Ciri-cirinya mirip Gallus gallus, hanya bulu jantan pada bagian leher, sayap dan
punggung berwarna merah, sedangkan bagian dada dan badan bawah berwarna jingga. Pada
bagian tengah jengger warna kuning dikelilingi merah, kulit telur berbintik-bintik.
3. Gallus sonneratti
Dikenal dengan Grey Jungle Fowl. Tempat hidup di sekitar hutan India bagian barat
daya dari Bombay sampai Madras. Ciri-cirinya mirip dengan Gallus gallus, hanya pada bulu
ada aspek warna abu-abu. Kulit telur kadang-kadang berbintik-bintik.
4. Gallus varius
Dikenal dengan Green Jungle Fowl/Japan Jungle Fowl. Tempat hidup di sekitar
hutan Jawa Timur, Bali, Lombok, Nusa Tenggara sampai Flores. Ciri-cirinya memiliki bulu
utama pada ekor sebanyak 16 helai, jengger satu; licin, pial satu terletak antara rahang, Badan
relatif kecil dibanding dengan ayam sekarang, Bulu pada jantan dapat ditemukan di bagian
leher (pendek dan bulat), berwarna hitam dilapisi warna kehijauan pada permukaan atas.

C. Sejarah Perunggasan di Indonesia


Ada 3 tahap dalam sejarah perunggasan di Indonesia, yaitu:
1. Tahap Perintisan (1953–1960)
Pada tahap ini para pecinta ayam impor yang tergabung dalam wadah GAPUSI
(Gabungan Peternak Unggas Indonesia) mengimpor ayam jenis White Leghorn (WL), Whole
Island Red, New Hampire, dan Australop yang peruntukkan untuk hiburan saja tidak untuk
tujuan komersil. Selain itu GAPUSI juga mengadakan kegiatan penyilangan terhadap breed
murni ayam impor dengan ayam lokal.

2. Tahap Perkembangan (1961–1970)

Pada tahap ini di tahun 1967 diadakan pameran ternak unggas nasional dan juga
dibarengi dengan kegiatan bimbingan masyarakatkan untuk memasyarakatkan unggas ke
peternak. Tujuannya adalah guna meningkatkan konsumsi protein sekitar 5 gram/kapita/hari.
Pada saat itu komsumsi protein hewani masih 3,5 gram/kapita/hari.

3
3. Tahap Pertumbuhan (1971–1980)
Pada tahap ini di tahun 1971 tepatnya tanggal 2 Maret diadakan pameran ternak ayam
di Istana Presiden. Tahun 1978 diadakan kembali sosialisasi atau bimbingan masyarakat
kepada peternak mengenai peternakan ayam broiler. Pada tahun 1980 industri perunggasan
dari hulu ke hilir produksinya mengalami peningkatan yang cukup pesat sehingga dapat
menggantikan protein hewani yang berasal dari kerbau/sapi. Namun sayangnya masa
keemasan tersebut harus hilang akibat krisis moneter yang menimpa Indonesia tahun 1998
yang memyebabkan para peternak mengalami kebangkrutan.
Strain adalah merek dagang atau hasil seleksi dalam breeding untuk tujuan tertentu.
Tujuannya pada umumnya cenderung untuk komersial atau nilai ekonomi tinggi (high
producers). Pada peredaran sekarang telah jarang ditemui bangsa-bangsa ayam seperti
Leghorn, Australops, Rhode Island Red dan sebagainya. Yang umum dipelihara atau
diternakkan adalah strain-strain ayam yang merupakan bibit unggul hasil breeding farm baik
pada ayam ras maupun ayam negeri dalam bentuk Final Stock (FS). Jenis dan bangsa unggas
antara lain sebagai berikut:

1. AYAM

Fillum Chordata
Subfillum Vertebrata
Kelas Aves
Subkelas Neornithes
Ordo Galiformes
Genus Gallus
Spesies Gallus Domesticus

4
 Asal Muasal Ayam
Ayam yang kita pelihara atau yang disebut Gallus gallus domesticus merupakan unggas
yang biasa dipelihara orang untuk dimanfaatkan untuk keperluan hidup pemeliharanya. Ayam
peliharaan ini merupakan keturunan langsung dari salah satu subspesies ayam hutan merah
(Gallus gallus) atau ayam bankiva (bankiva fowl). Kawin silang antar ras ayam telah
menghasilkan ratusan galur unggul atau galur murni dengan berbagai macam fungsi, yang
paling umum adalah ayam potong dan ayam petelur.
Lebih dari 4000 tahun yang lalu, orang – orang yang tinggal di tempat yang sekarang
bernama India mendomestikasi ayam hutan lokal yang merupakan asal muasal ayam modern
kita. Dari lembah Indus, praktek memelihara Gallus gallus disekitar rumah menyebar ke
berbagai daerah. Sekitar 500 tahun SM ayam yang didomestikasi tersebut telah mencapai
Korea di timur dan Mediterania di barat. Pada tahun 1000 M, ayam – ayam di besarkan di
peternakan di Islandia, Madagaskar, Bali, dan Jepang. 500 tahun kemudian, ketika ayam
pertama mencapai Amerika mendarat dari kapal Columbus, ayam hutan yang sederhana
menaklukkan dunia.
Semua ayam modern merupakan keturunan dari Gallus gallus dari India, tetapi pada
tahapan awal beberapa keturunan dan verietas telah berkembang (semua ayam yang berasal
dari keturunan yang sama memiliki bentuk yang sama; varietas dalam keturunan berbeda
dalam hal warna bulu ayam).
Orang orang Cina kuno sudah kenal dengan beberapa jenis ayam, dan begitu juga
dnegan orang Yunani. Selama ribuan tahun ayam-ayam diternakkan bukan karena kualitas
mereka sebagai ayam pedaging (broiler) atau ayam petelur, tetapi untuk semangat berjuang
mereka atau nilai mereka sebagai benda yang unik, seperti kemampuan bertarung,
keberadaan jengger di kepala, ataupun bulu yang menarik.
Di Asia, peternakan menjamur selama beberapa abad, dan beberapa breed superior
telah dikembangkan. Sementara di peternakan ayam Eropa, meskipun tersebar luas, tetap
menjadi pekerjaan sampingan. Usaha peternakan unggas, jika ada, lebih diarahkan menuju
angsa daripada ayam.
Setelah perang agama yang merusak dan revolusi petani pada abad ke -16, ayam
berhenti menjadi pemandangan yang umum di kota-kota Eropa atau halaman peternakan.
Kebanyakan orang menghabiskan seluruh hidup mereka tanpa pernah merasakan ayam. Hal
ini berubah secara dramatis pada abad ke -18 dan ke -19, ketika pengenalan ternak
berkualitas dari Asia secara hebat menstimulasi kepentingan ekonomis dari ayam.

5
Ayam broiler breeder sekarang ini dikembangkan dari dua sumber keturunan utama.
Untuk garis paternal digunakan keturunan White Cornish. Keturunan ini dikembangkan di
Inggris abad ke -19 dari ayam aduan Asia. Keturunan White Plymouth Rock, dikembangkan
terutama di USA selama paruh pertama abad ke -20, digunakan sebagai sumber garis
maternal broiler. Keturunan Cornish pada keadaan aslinya, lebih terspesialisasi pada
pertumbuhan otot (dada), sementara ayam betina White Plymouth Rock adalah ayam petelur
terbaik dari kedua jenis.

(a) Sejarah Ayam ras petelur

Ayam hutan dari wilayah dunia diseleksi secara ketat oleh para pakar. Arah seleksi
ditujukan untuk produksi yang banyak. Ayam hutan dapat diperoleh dari telur dan dagingnya,
maka arah dari produksi yang banyak dalam seleksi tadi mulai spesifik. Ayam yang terseleksi
untuk tujuan produksi daging dikenal dengan ayam broiler, sedangkan untuk produksi telur
dikenal dengan ayam petelur. Selain itu, seleksi juga diarahkan pada warna kulit telur hingga
kemudian dikenal ayam petelur putih dan ayam petelur cokelat. Persilangan dan seleksi itu
dilakukan cukup lama hingga menghasilkan ayam petelur seperti yang ada sekarang ini.
Dalam setiap kali persilangan, sifat jelek dibuang dan sifat baik dipertahankan (“terus
dimurnikan”). Inilah yang kemudian dikenal dengan ayam petelur unggul.
Pada awal tahun 1900-an, masyarakat Indonesia baru mengenal ayam liar. Kemudian
memasuki periode 1940-an, orang mulai mengenal ayam lain selain ayam liar itu, dimana
orang sudah bisa membedakan antara ayam orang Belanda (karena pada sat itu Bangsa
Belanda menjajah Indonesia) dengan ayam liar di Indonesia. Ayam liar ini kemudian
dinamakan ayam lokal yang kemudian disebut ayam kampung karena keberadaan ayam itu
memang di pedesaan. Sementara ayam orang Belanda disebut dengan ayam luar negeri yang
kemudian lebih akrab dengan sebutan ayam negeri (pada saat itu masih merupakan ayam
negeri galur murni). Ayam semacam ini masih bisa dijumpai di tahun 1950-an yang
dipelihara oleh beberapa orang penggemar ayam.
Hingga akhir periode 1980-an, banyak orang Indonesia yang belum mengenal
klasifikasi ayam. Ketika itu, sifat ayam dianggap seperti ayam kampung saja, apabila telurnya
enak dimakan maka dagingnya juga enak dimakan. Namun, pendapat itu ternyata tidak benar.
Ayam negeri(panggilan untuk ayam ras petelur pada saat itu) ini ternyata bertelur banyak
tetapi dagingnya tidak enak dimakan.
Ayam yang pertama yang masuk dan mulai diternakkan pada periode itu adalah ayam
ras petelur white leghorn yang kurus dan umumnya setelah habis masa produktifnya, karena

6
dagingnya tidak ada dan kurang enak/ liat. Antipati orang terhadap daging ayam ras cukup
lama hingga menjelang akhir periode 1990-an. Ketika itu mulai merebak peternakan ayam
broiler yang memang khusus untuk daging, sementara ayam petelur dwiguna/ayam petelur
cokelat mulai menjamur pula. Disinilah masyarakat mulai sadar bahwa ayam ras mempunyai
klasifikasi sebagai petelur handal dan pedaging yang enak. Mulai terjadi pula persaingan
tajam antara telur dan daging ayam ras dengan telur dan daging ayam kampung. Sementara
itu telur ayam ras cokelat mulai diatas angin, sedangkan telur ayam kampung mulai terpuruk
pada penggunaan resep makanan tradisional saja. Persaingan inilah menandakan maraknya
peternakan ayam petelur.

b) Sejarah Ayam kampung petelur

Ayam kampung merupakan hasil domestikasi ayam hutan merah selama berabad-
abad. Ayam kampung yang ada di Indonesia morfologinya (bentuk fisik) sangat beragam,
sulit sekali dibedakan dan dikelompokkan ke dalam klasifikasi tertentu. Ayam kampung ini
tidak memiliki ciri yang khusus dan tidak adanya ketentuan tujuan dan arah usaha
peternakannya.
Ayam kampung boleh dikatakan sebagai ayam asli Indonesia yang sudah dipelihara
sejak jaman dahulu. Ayam ini memiliki potensi yang sudah terbukti, mampu memberi
kontribusi bagi pemenuhan kebutuhan keluarga, setidaknya sebagai penghasil daging dan
telur. Kebanyakan ayam kampung dimanfaatkan atau diternakkan untuk diambil dagingnya
atau untuk diambil telurnya, dan biasanya tergantung bagaimana tujuan peternak memelihara
ayam kampung. Walau ayam kampung memang bertelur dan dagingnya dapat dimakan,
tetapi tidak dapat diklasifikasikan sebagai ayam dwiguna secara komersial-unggul.
Alasannya, dasar genetis antara ayam kampung dan ayam ras petelur dwiguna ini memang
berbeda jauh.
Ayam kampung dinamakan juga sebagai ayam buras (bukan ras), hal ini dilakukan
untuk membedakan dengan ayam ras yaitu ayam yang sudah jelas tujuan dan arah usahanya,
misalnya khusus untuk menghasilkan telur disebut ayam ras petelur atau “layer” atau ayam
yang khusus menghasilkan daging disebut sebagai ayam ras pedaging atau “ broiler”
Pada umumnya Produksi telur ayam kampung masih rendah. Pada umumnya ayam
kampung dipelihara ala kadarnya tanpa memperhatikan kebutuhan pakan dan kesehatannya.
Cara ini sering diistilahkan sebagai pemeliharaan secara ekstensif. Produksi yang dihasilkan
tidak optimal yaitu sekitar 60 butir pe tahunnya. Namun dengan mulai berkembangnya

7
budidaya ayam kampung sekarang orang sudah mulai melirik untuk dibudidayakan dengan
benar untuk mencapai produksi yang optimal. Sistem pemeliharaan yang telah
memperhatikan faktor bibit, pakan dan manajemen pemeliharaan disebut sistem pemeliharaan
secara intensif. 
Hasil produksi cukup menggebirakan yaitu sampai 100 butir per tahun. Berat ayam
kampung juga tergolong rendah, dimana berat badan ayam jantan dewasa tidak melebihi dari
2 kg. Apalagi pada ayam betina dan ayam-ayam yang sudah tua maka berat badannya jauh
lebih rendah lagi. Ada beberapa kelebihan yang dimiliki ayam kampung, seperti cita rasa
telur maupun dagingnya lebih enak , mempunyai kemampuan beradaptasi yang lebih baik
dan lebih mudah dalam pemeliharaannya.
2. ITIK

Fillum Chordata
Subfillum Vertebrata
Kelas Aves
Ordo Anseriformes
Genus Cairina
Spesies C.Moschata (itik liar), Gallus
Domesticus

Itik dikenal juga dengan istilah Bebek. Itik pada awalnya berasal dari Amerika Utara
merupakan itik liar ( Anasmoscha) atau Wild mallard. Terus menerus dijinakkan oleh
manusia hingga jadilah itik yang diperlihara sekarang yang disebut Anas domesticus (itik
ternak) dan itik manil/entok (Anas muscovy).
Sejak zaman kerajaan, ternak itik sudah dikenal dalam dunia perdagangan sebagai
salah satu komoditi pertanian untuk memenuhi kebutuhan daging dan telur di Indonesia.

8
Salah satu bukti bahwa ternak ini sudah ada dan telah dibudidayakan pada zaman kerajaan
adalah prasasti Sangsang 907 Masehi yang ditemukan di propinsi Jawa Timur.
Dalam prasasti ini tertulis tentang berapa jumlah komoditi pertanian bebas pajak yang
dapat diperdagangkan pada masa itu. Ternak itik juga tercatat dalam prasasti Pucangan pada
masa pemerintahan raja Anak Wungsu yang berkuasa dikerajaan Bali 1049-1077. Dalam
prasati ini tertulis bahwa raja mengabulkan permintaan rakyat untuk memelihara anjing dan
itik.
Selain itu, bukti berupa prasasti Prameshvara Purba 1275 yang ditemukan di daerah
Probolinggo, provinsi Jawa Timur 2002 menyebutkan pesan raja Sri Kartanegara kepada
rakyat untuk memberikan sesajen seperti ayam, itik, telur dan uang.
Budidaya ternak ini terus berkembang hingga zaman pemerintahan Hindia Belanda, di
mana pada saat itu, itik impor sudah masuk ke Indonesia seperti khaki campbell dan peking.
Tetapi masuknya itik impor ini, tidak mempengaruhi kegiatan budidaya yang memanfaatkan
itik lokal Indonesia, lebih khusus peternak yang ada di pedesaan. Kegiatan ini terus
berkembang dan telah banyak dibudidayakan hampir di seluruh wilayah Nusantara.
Saat ini ternak itik banyak terpusat di beberapa daerah, seperti NAD, Sumatera (utara
dan selatan), pulau Jawa (Cirebon-Jabar, Brebes, Tegal-jateng, dan Mojosari Jateng),
Kalimantan (Alabio HSU-Kalsel), Sulawesi Selatan, serta Bali.
c) Itik Petelur

Itik atau lebih dikenal dengan istilah Bebek (bhs.Jawa), adalah salah satu jenis unggas
yang nenek moyangnya berasal dari Amerika Utara. Itik yang ada saat ini berasal dari jenis
itik liar (Anas moscha) atau Wild mallard. Kemudian secara terus menerus melalui
domestikasi dan persilangan-persilangan secara alam, akhirnya jadilah itik yang diperlihara
sekarang yang disebut Anas domesticus (ternak itik). penyebaran itik tergolong sangat luas
dibandingkan dengan jenis unggas lain, karena itik dapat hidup normal baik di daerah
subtropis maupun daerah tropis. Oleh karena itu, tidak mengherankan bila itik liar bisa
berimigrasi sampai ke Afrika Utara dan Asia seperti Indonesia, Malaysia, Filipina dan
Vietnam.
Sejak jaman kerajaan, itik sudah beredar dalam sejarah perdagangan dan pertanian di
Indonesia. Masuknya itik impor ke tanah air terjadi pada masa pemerintahan kolonial
Belanda. Itik pertama kali diperkenalkan oleh orang-orang India pada abat ke VII terutama di
wilayah pulau Jawa. Orang-orang India tersebut merupakan ahli bangunan yang sengaja
didatangkan oleh Raja Syailendra untuk membangun candi-candi Hindu dan Budha di

9
Indonesia. Ada yang mengatakan bahwa motivasi ritual keagamaan yang mendorong mereka
mengembangakan itik di Indonesia. Berbagai upacara keagamaan seperti saat ini yang masih
ada di Bali, itik dijadikan sebagai salah satu bahan pelengkan sesaji.
Dalam pustaka sejarah, tercatat bahwa penyebaran ternak itik sangat pesat, terutama
pada jaman keemasan Majapahit yang kemudian menjadi awal permulaan penyebaran dan
pengembangan ternak itik di wilayah lain Indonesia seperti Kalimantan Selatan, Sumatera,
Sulawesi dan Bali. Selain angsa India, pemerintah kolonial Belanda juga tercatat memiliki
andil dalam penyebaran itik di Indonesia yakni melalui kuli-kuli kontrak yang mereka
mukimkan di Sumatera pada tahun 1920, khususnya di Daerah Deli dan Lampung.
Budaya menggembalakan itik juga tercatat pada masa pemerintahan raja Anak
Wungsu 1049-1077 yang berkuasa di Kerajaan Bali. Prasasti Pucangan -salah satu prasasti
yang dibuat Anak Wungsu juga menyebutkan soal itik. Dalam bagian prasasti Pucangan yang
ada di Kabupaten Bangil, tertulis raja mengabulkan permohonan penduduk dengan
diperbolehkan memelihara anjing dan itik serta melakukan perniagaan ke desa lain. Saat itu
beternak sudah menjadi kebiasaaan masyarakat Bali.
Jenis itik yang ada di Indonesia pada umumnya adalah tipe petelur. Jenis itik ini
banyak dipelihara oleh masyarakat pantai, danau, atau persawahan. Hal ini disebabkan karena
itik suka hidup di air. Sumber makanan seperti biji-bijian, cacing, keong, ikan kecil yang
merupakan makanan itik sehari-hari terdapat di daerah pantai, danau atau persawahan.
Daerah-daerah tersebut merupakan sumber bahan makanan yang melimpah dan sudah
dilakukan secara turun temurun oleh masyarakat kita.
Di Indonesia selama ini jenis itik yang dikhususkan sebagi itik pedaging adalah itik
manila, yang lebih populer dengan nama entog. Jenis itik ini dalam waktu sepuluh minggu
bisa mencapai bobot sampai 3 Kg. Seiiring dengan meningkatnya permintaan akan daging
itik, sejak beberapa tahun yang lalu di Indonesia mulai dikembangkan peternakan itik
pedaging dari berbagai jenis seperti itik peking, itik serati, dan lain-lain.

3. PUYUH

10
Fillum Chordata
Subfillum Vertebrata
Kelas Aves
Ordo Galiformes
Genus Corturnix
Spesies Coturnix-coturnix Japonica

Puyuh yang dalam bahasa asing disebut “Quail” merupakan jenis burung yang tidak
dapat terbang, ukuran tubuh relatif kecil dan berkaki pendek. Burung Puyuh termasuk dalam
golongan aneka ternak hasil domestikasi, yang semula bersifat liar kemudian diadaptasikan
menjadi hewan yang dapat diternakkan. Burung Puyuh pertama kali diternakkan di Amerika
Serikat tahun 1870 dan terus dikembangkan ke berbagai penjuru dunia.
Pada saat ini kita baru mengenal beberapa jenis burung puyuh yang kita pelihara
untuk diambil telur maupun dagingnya. Sebenarnya banyak jenis puyuh yang tersebar di
seluruh dunia, termasuk Indonesia. Tetapi, tidak semua puyuh tersebut dapat dimanfaatkan
sebagai penghasil pangan.
 Sejarah dan ciri Puyuh

11
Beberapa ratus tahun yang lalu di Jepang telah diadakan penjinakan terhadap burung
puyuh, mula-mula ditujukan untuk hewan kesenangan dan untuk burung bernyanyi. Selain di
Jepang, penjinakan burung puyuh liar itu dilakukan juga di Korea, Cina dan Taiwan.
Beberapa hasil penjinakan itu dibawa ke Jepang. Pengembangbiakan dan seleksi yang
dilakukan secara seksama sehingga menjadi suatu strain tersendiri yang sekarang dikenal
dengan nama Coturnix coturnix japanica. Bibit ini sudah tersebar dibeberapa negara antara
lain: di Amerika, Eropa, beberapa negara Asia, juga di Indonesia. Burung puyuh ini menjadi
makin populer dan digemari karena telur dan dagingnya sebagai bahan makanan yang bergizi
dan lezat, juga baik sebagai hewan percobaan untuk berbagai penelitian dalam berbagai
bidang ilmu pengetahuan.

- Ciri karakteristik dari burung puyuh Coturnix coturnix japanica dapat dijelaskan sebagai


berikut:

1. Bentuk badannya lebih besar dari burung puyuh lainnya, panjang badannya sekitar 19
cm, badannya bulat, ekornya pendek, paruhnya lebih pendek dan kuat, jari kakinya
empat buah, tiga jari kakinya kemuka dan satu jari kakinya ke arah belakang, warna
kaki kekuning-kuningan.
2. Pertumbuhan bulunya menjadi lengkap setelah berumur dua sampai tiga minggu.
Kedua jenis kelaminnya dapat dibedakan berdasarkan warna bulunya, suaranya dan
beratnya.
3. Burung puyuh jantan dewasa: bulu pada kepala dan di atas mata pada bagian alis mata
ke belakang ada bulu berwarna putih berbentuk garis melengkung yang tebal; bulu
punggung berwarna campuran coklat gelap, abu-abu, dengan garis-garis putih;
sayapnya berwarna campuran coklat gelap, abu-abu, dengan garis-garis putih;
sayapnya berwarna campuran pula dengan bercak-bercak atau belang kehitam-
hitaman, sayapnya kira-kira 89 mm panjangnya; bulun daerah kerongkongan
bervariasi dari coklat muda (cinnamon) sampai coklat kehitam-hitaman; bulu dadanya
berwarna merah sawo matang tanpa adanya warna belang atau bercak kehitam-
hitaman.
4. Burung puyuh betina dewasa: warna bulunya sama dengan bulu yang jantan, kecuali
bulu dadanya berwarna merah sawo matang dengan garis-garis atau belang kehitam-
hitaman.
5. Suara yang jantan dewasa keras, sering sepanjang malam bersuara terus menerus,
sedangkan yang betina tidak bersuara keras.

12
6. Burung puyuh mencapai dewasa kelamin pada umur sekitar 42 hari atau enam
minggu. Berat badan burung puyuh betina dewasa adalah kira-kira 143 gram per ekor,
sedangkan yang jantan kira-kira 117 gram per ekor.
7. Burung puyuh betina dapat berproduksi sampai 200 – 300 butir setahun. Telur sekitar
10 gram beratnya per butir atau 7 – 8 persen dari berat badannya. Kerabang telur
berwarna tersifat oleh adanya variasi dari coklat tua, biru, putih dengan berisi bercak-
bercak hitam, biru atau coklat tersebar pada permukaan kerabangnya. Pigmen
kerabang telur
Fillum Chordata
berupa oop orphyrin 
Subfillum Vertebrata
dan biliverd in.
Kelas Aves
8. Lamanya Ordo Anseriformes periode
Genus Cairina
Spesies Gallus Domesticus

pengeraman telurnya antara 16 – 17 hari.

Burung puyuh liar yang khusus ada di Indonesia, biasanya disebut "gemak", termasuk
dalam genus TURNIX yang jauh berbeda dengan coturnix, perbedaan yang jelas adalah pada
jari-jari kakinya. Coturnix mempunyai 4 jari, tiga menghadap ke muka dan satu ke belakang,
sedangkan Turnix hanya mempunyai 3 jari yang menghadap ke muka.

4. ENTOK

13
Entok (C. muscovy) adalah unggas yang termasuk jenis bebek, banyak nama yang
diberikan untuk bebek ini diantaranya: entok (jawa), serati (sumatera), entong, bebek basur
dan dalam bahasa Indonesia disebut Itik Manila. Ciri-ciri fisik bebek entok ini diantaranya
bulu badan hitam kilau kebiruan biasanya bahagian leher berbulu putih dengan warna kulit
siekitar mata berwarna merah tua, bebek entok lebih besar dari bebek lain seperti itik petelur,
selain itu bebek entok ini mampu terbang lebih jauh dari bebek jenis lain. Entok dipelihara
untuk diambil dagingnya (entok pedaging/ potong). Entok cocok dipelihara di seluruh
wilayah Indonesia.

 Sejarah Entok datang ke Indonesia


Entok atau yang kita kenal dengan mentok atau itik manila atau itik serati adalah hew
an yang umum dipelihara di kampung. Nama species entok adalah Cairina moschata, di luar n
egeri entok biasa disebut Muscovy Duck. Entok ini bukan hewan asli Indonesia kawan, melai
nkan dari Benua Amerika Tropis.
Entok dapat masuk dan tumbuh di Indonesia karena dibawa oleh bangsa Portugis.
Orang yang pertama mengintroduksi Muscovy Duck dari benua Amerika ke Asia adalah bang
sa Portugis. Mereka membawanya ke Manila (Filipina). Baru kemudian Belanda mengintrodu
ksi itik ini ke Indonesia (Hindia Belanda), dari Manila. Itulah sebabnya entok ini juga populer
dengan sebutan itik manila padahal cuma mampir aja sih dari negeri asalnya.
Entok atau itik Muscovy adalah burung tropis, namun entok ini mampu beradaptasi de
ngan baik untuk iklim dingin, dan bisa berkembang biak dalam cuaca 12 ° C dan mampu bert
ahan hidup dalam kondisi lebih dingin. Itik atau Entok dalam dunia kuliner dikenal dengan B
arbary Duck adalah istilah yang digunakan untuk Chairina moschata.

5. ANGSA

14
Fillum Chordata
Subfillum Vertebrata
Kelas Aves
Angsa Ordo Natatores adalah
burung air Genus Olor berukuran
besar dari Spesies Olor Columbianus

genus Cygnus fa mily Anati
dae yang dapat terbang. Spesies terbesar dari angsa, yaitu Angsa Putih, Angsa Trompet, dan
Angsa Whooper dapat mencapai panjang 60 inci dan berat 50 pound. Bentangan sayap
mereka dapat mencapai panjang tiga meter.
Angsa berfungsi sebagai unggas air hias, unggas pedaging, penjaga rumah dan
pembasmi tanaman pengganggu di perkebunan maupun di halaman. Karena fungsi-fungsi
tersebut angsa banyak dipelihara. Tetapi di Indonesia jarang memanfaatkan daging angsa
untuk konsumsi keluarga, disebabkan karena tidak tega untuk memotong angsa yang banyak
fungsinya itu. Inilah sebabnya angsa tidak berkembang di  Indonesia sebagai unggas
pedaging komersial.
            Di Eropa, Afrika bagian utara, dan  Asia bagian barat, bebek lokal peliharaan  berasal
dari angsa greylag Anser anser. Di bagian timur Asia, bebek lokal berasal dari swan
angsa Anser cygnoides; ini dikenal sebagai bebek cina. Keduanya telah diperkenalkan secara
luas  belakangan ini, dan peternakan modern  di kedua daerah (dan di tempat lain,
seperti Australia dan Amerika Utara) dapat terdiri dari antara spesies,
dan/atau peranakan antara mereka. Bebek cina mungkin mudah dibedakan antara bebek
Eropa  oleh besar tombol di bagian bawah tagihan, meskipun hybrids mungkin pameran

15
setiap tingkat variasi di antara mereka. komentar  peternak lokal, seperti Charles
Darwin (Variasi dari Hewan dan Tumbuhan di bawah Domestication aku. 287), adalah sangat
kuno , dengan bukti arkeologi untuk menjinakkan angsa di Mesir lebih dari 4.000 tahun yang
lalu.  Mereka jauh lebih besar, dan mereka telah terpilih untuk yang ukuran lebih besar,
dengan peliharaan melahirkan dengan berat hingga 10 kilogram (22 lb), dibandingkan dengan
maksimum dari 3.5 kilogram (7.7 lb) untuk bebek liar, dan 4.1 kilogram (9.0 lb) untuk liar
angsa greylag.  Ini akan mempengaruhi tubuh ; sedangkan  angsa liar punya horizontal postur
dan ramping di bagian belakang belakang , angsa peternak berbadan besar gemuk tersimpan
di arah belakang ekor, banyak tersimpan  lemak  di bagian belakang sehingga postur bebek
menjadi lebih tegak . Ini juga mencegah  terbang  bebek lokal,(catatan yang diperlukan)
meskipun bebek akan lari dan kepakkan sayap mereka ketika kaget, walaupun kaki sudah
sempat terangkat keudara sebentar.
Mereka juga telah dipilih kuat untuk kesuburan, dengan betina bertelur sampai 50
butir telur per tahun, dibandingkan dengan 5-12 telur untuk bebek liar. Perubahan bulu adalah
variabel; banyak dipilih untuk menurunkan nada cokelat gelap burung  liar. Hasilnya adalah
hewan ditandai, atau benar-benar tertutup bulu putih. Lainnya mempertahankan bulu dekat
dengan alam; beberapa, seperti angsa Toulouse modern yang terlihat hampir identik dengan
greylag di bulu, hanya berbeda dalam struktur. angsa putih sering disukai karena mereka
terlihat lebih baik dipetik dan berpakaian, dengan bulu bawah kecil yang tersisa yang kurang
mencolok. Dari zaman Romawi, angsa putih telah diadakan di harga yang besar.

            Angsa menghasilkan telur yang  besar, berat 120-170 gram (4,2-6,0 oz). Mereka dapat
digunakan untuk memasak seperti telur ayam, meskipun mereka memiliki proporsional lebih
kuning, dan hasil dari masakan ini sedikit lebih padat. Rasanya sama seperti  telur ayam,
tetapi lebih kuat dan terasa

            Karena angsa memiliki panggilan keras dan sensitif terhadap gerakan yang tidak
biasa, mereka dapat berkontribusi terhadap keamanan properti. Pada akhir 1950-an Vietnam
Selatan, VNAF digunakan kawanan angsa untuk menjaga pesawat mereka diparkir di malam
hari karena suara mereka akan membuat di penyusup.

16
6. KALKUN

Fillum Chordata
Subfillum Vertebrata
Kelas Aves
Ordo Galliformes
Genus Meleagris
Spesies M. gallopavo, M. ocellata

Kalkun atau ayam kalkun adalah sebutan untuk dua spesies burung berukuran besar
dari ordo Galliformes genus Meleagris. Kalkun betina lebih kecil dan warna bulu kurang
berwarna-warni dibandingkan kalkun jantan. Sewaktu berada di alam bebas, kalkun mudah
dikenali dari rentang sayapnya yang mencapai 1,5-1,8 meter. Spesies kalkun asal Amerika
Utara disebut M. gallopavo sedangkan kalkun asal Amerika Tengah disebut M. ocellata.

Kalkun hasil domestikasi yang diternakkan untuk diambil dagingnya berasal dari
spesies M. gallopavo yang juga dikenal sebagai kalkun liar (Wild Turkey). Sedangkan spesies
M. ocellata kemungkinan adalah hasil domestikasi suku Maya. Ada orang yang berpendapat
kalkun yang diternakkan untuk diambil dagingnya berasal dari kalkun suku Maya. Alasannya
kalkun suku Maya lebih penurut dari kalkun liar asal Amerika Utara, tapi teori ini tidak
didukung bukti morfologis. Kalkun hasil domestikasi mempunyai pial (bagian bergelambir di
bawah paruh) sebagai bukti bahwa kalkun negeri berasal dari kalkun liar M. gallopavo.
Kalkun M. ocellata yang dipelihara orang Maya tidak memiliki pial.

17
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

Unggas merupakan jenis hewan bertulang belakang ( chordata ) masuk dalam kelas


aves (bersayap) yang telah mengalami domestikasi (diternak) untuk memenuhi kebutuhan
manusia seperti daging dan telur. Unggas masuk dalam ordo anseriformes ( entok, angsa, itik,
dan undan), serta galliformes ( puyuh, kalkun, ayam ).  
Unggas secara umum dapat diartikan sebagai ternak bersayap, yang dalam taksonomi
zoologinya termasuk golongan kelas Aves. Jenis unggas cukup banyak, diantaranya adalah
ayam, itik, kalkun, dan angsa.
Dalam sejarah perkembangan ungags ada 3 tahapan dalam sejarah perunggasan di
Indonesia yaitu :
1. Tahap Perintisan (1953–1960)
Pada tahap ini para pecinta ayam impor yang tergabung dalam wadah GAPUSI
(Gabungan Peternak Unggas Indonesia) mengimpor yang di peruntukkan untuk hiburan saja
tidak untuk tujuan komersil.
2. Tahap Perkembangan (1961–1970)

Pada tahap ini di tahun 1967 diadakan pameran ternak unggas nasional dan juga
dibarengi dengan kegiatan bimbingan masyarakatkan untuk memasyarakatkan unggas ke
peternak.
3. Tahap Pertumbuhan (1971–1980)
Pada tahap ini di tahun 1971 tepatnya tanggal 2 Maret diadakan pameran ternak ayam
di Istana Presiden. Tahun 1978 diadakan kembali sosialisasi atau bimbingan masyarakat
kepada peternak mengenai peternakan ayam broiler.

18
DAFTAR PUSTAKA
https://kirmanfaqih.blogspot.com/2016/10/asal-usul-unggas.html. Diakses tanggal 31 Januari
2021
https://www.academia.edu/33375052/Asal_Usul_dan_Sejarah_Perunggasan. Diakses tanggal
31 Januari 2021
Hafid, Iqbal Jalil.2015. Asal-Usul Dan Sejarah Perunggasan. Palu. Fakultas Peternakan Dan
Perikanan Universitas Tadulako

19

Anda mungkin juga menyukai