Anda di halaman 1dari 10

SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017

MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN


AGRIBISNIS TERNAK RIMUNANSIA

BAB II
TINGKAH LAKU TERNAK RIMINANSIA

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


DIREKTORAT JENDERAL GURU DAN TENAGA KEPENDIDIKAN
2017
2 TINGKAH LAKU TERNAK RUMINANSIA

A. Kompetensi Inti : Menguasai materi, stuktur konsep dan pola pikir


keilmuan yang mendukung mata pelajaran Agribisnis
Ternak Ruminansia
B. Kompetensi Dasar : Mengelola Tingkah Laku Ternak Ruminansia

C. Uraian Materi :

2.1 Deskripsi
Semua makhluk hidup, termasuk hewan memiliki ciri-ciri salah satunya yaitu
iritabilitas/menanggapi rangsang. Ternak akan bertingkah laku karena menanggapi
adanya rangsangan tersebut. Tingkah laku yang mudah diamati diantaranya adalah
tingkah laku makan dan minum, tingkah laku induk-anak, tingkah laku sexual, tingkah laku
berlindung, tingkah laku berkumpul. Ilmu yang mempelajari tingkah laku ternak disebut
ethologi. Tingkah laku ternak (Animal Behavior) didefinisikan sebagai ekspresi dari sebuah
usaha untuk beradaptasi atau menyesuaikan diri akibat kondisi internal maupun
eksternal. Dapat juga didefinisikan sebagai respons ternak/hewan terhadap stimulus/
rangsangan dari dalam maupun lingkungan.
Perilaku dasar (perilaku normal) pada hewan seperti makan, minum, istirahat,
aktivitas seksual, eksercise, tingkah laku anak menyusui, dan sebagainya sangat penting
untuk diketahui dalam rangka untuk memenuhi kebutuhan dan memberi rasa nyaman
serta aman terhadap ternak budidaya. Perilaku normal dapat berubah disebabkan oleh
situasi dan kondisi manajemen pemeliharaan yang tidak baik. Perubahan perilaku dapat
berdampak pada kinerja dan produktivitas ternak. Beberapa perilaku dapat merugikan
kesehatan dan produksi bahkan jika penyebab perubahan perilaku semakin meningkat
maka secara tidak langsung dapat menyebabkan kerugian. Oleh karena itu sangat penting
untuk memahami perilaku normal ternak budidaya sebagai indikator untuk mengetahui
respon perilaku. Berikut ini beberapa contoh tingkah laku sapi:

1
1. Ketersediaan pakan yang terbatas akan cenderung meningkatkan perilaku sapi yang
menyentuhkan bagian mulutnya ke benda seperti tempat air, memainkan lidahnya,
atau menggertakkan giginya.
2. Keadaan yang mengganggu atau mengancam mengakibatkan terjadi respon
pertahanan atau ingin melarikan diri dengan intensif yang ditandai dengan menendang
atau menyapukan ekor pada tiang penyangga secara terus menerus.
3. Pedet akan mengisap benda lain yang ada disekitarnya ketika tidak tersedia induk
untuk menyusuinya.
4. Ternak yang tidak dibiarkan keluar dari kandangnya untuk jangka waktu yang lama
akan jauh lebih antusias saat digembalakan untuk pertama kali dibandingkan dengan
yang digembalakan setiap hari.

2.2 Pola Perilaku Ternak


Pola perilaku (tingkah laku) ternak dapat dikelompokkan kedalam beberapa sistem
perilaku, antara lain :
1. Tingkah laku makan dan minum (ingestive)
2. Tingkah laku seksual atau reproduksi,
3. Tingkahlaku Induk dan Anak
4. Tingkah Laku Shelter seeking (mencari perlindungan), yaitu kecenderungan mencari
kondisi lingkungan yang optimum dan menghindari bahaya.
5. Perilaku agonistik, yaitu perilaku persaingan atau persaingan antara dua satwa sejenis,
biasanya terjadi selama musim kawin.

2.2.1 Perilaku makan dan minum (ingestive)


2.2.1.1 Perilaku Merumput (Grazing)
Pola merumput pada sapi dipengaruhi oleh: ras, spesies, daya adaptasi terhadap
iklim, kapasitas saluran pencernaan dan umur. Di Padang penggembalaan, sapi merumput
dengan cara : rumput dibelit dengan lidah, ditarik dan dipotong dengan gigi dibantu
dengan hentakan kepala. Kemudian rumput dikunyah lalu ditelan. Pada saat merenggut
rumput, hidung sapi selalu dekat dengan tanah dengan sikap tubuh berdiri dengan kepala
tunduk. Jarak jelajah selama satu kali 24 jam akan bertambah dua kali lebih panjang

2
apabila; cuaca jelek, padang penggembalaan becek, produksi rumput di padang
penggembalaan sedikit, banyak ektoparasit (kutu, caplak, tungau) hinggap di tubuh.
Dalam 24 jam, rata-rata merumput 4-5 periode merumput. Satu periode merumput
meliputi : merumput, istirahat, ruminasi, dan merumput lagi. Pengertian ruminasi akan
dijelaskan pada BAB 5, pada sub bab Anatami Fisiologis pencernaan. Aktivitas makan sapi
dan domba tertinggi pada waktu suhu udara lebih rendah yaitu pada pagi dan sore/senja
hari, dapat juga berlangsung pada malam hari. Pada daerah tropis dengan
penggembalaan bebas, ternak berhenti merumput bila kepanasan terutama ternak yang
berasal dari sub-tropis, periode merumput yang panjang terjadi pada malam hari. Secara
umum, sapi meluangkan waktunya 8-10 jam untuk merumput. Pada saat padang rumput
dalam keadaan kering, ternak meningkatkan waktu untuk merumput (bisa mencapai 14
jam/hari). Sapi menggunakan 40% dari waktu makannya untuk meranggas guna memilih
tanaman yang nilai gizinya tinggi. Ternak juga bisa mengatasi peningkatan kebutuhan
fisiologis pada periode akhir kebuntingan dan laktasi pada beberapa keadaan yang
berbeda.
Preferensi atau pemilihan pakan berbeda untuk setiap jenis ternak herbivora.
Tetapi semua jenis lebih suka memakan daun dari pada batang atau bahan dengan warna
hijau dari pada yang kering. Sapi lebih memilih daun-daun yang lebih panjang
dibandingkan dengan domba dan kambing dan hal ini mungkin disebabkan oleh lebih
besarnya ukuran rahang. Kambing yang diberi kesempatan memilih, lebih suka memakan
daun pucuk muda dan menguliti kayu-kayu tanaman atau gulma, sehingga di Seladia Baru
dan Australia kambing digunakan untuk mengontrol hutan belukar yang begitu banyak.

2.2.1.2 Perilaku makan di kandang


Pada sistem potong dan angkut (cut and carry), dimungkinkan untuk memberi
pakan dengan komposisi yang seimbang, memotong pakan menjadi potongan kecil untuk
menghindari terbuangnya pakan tersebut dan sebagainya. Meskipun demikian, tingkah
laku ingestive dipengaruhi oleh tingkah laku sosial. Pada saat ternak diberi makan dalam
kelompok, tingkah laku agonistik bisa mengurangi jumlah pakan yang dikonsumsi ternak
yang lemah. Cara yang disarankan untuk mengurangi pengaruh ini yaitu dengan
memanipulasi komposisi kelompok dan rencana kandang.

3
Waktu yang digunakan ternak untuk makan tergantung pada spesies ternak,
status fisiologi ternak (seperti pertumbuhan, periode akhir kebuntingan, laktasi dan
ternak dewasa), tipe pakan dan persediaan pakan. Iklim yang sangat ekstrim juga
berpengaruh. Pada keadaan cuaca dingin jumlah pakan yang dimakan meningkat
dibandingkan cuaca panas.
2.2.1.3 Perilaku minum
Perilaku minum pada ternak ruminansia dipengaruhi oleh dua daktor, yaitu faktor
dalam berupa rasa haus dan faktor luar yaitu karena melihat air. Jumlah air yang diminum
tergantung pada : temperatur lingkungan, kondisi makanan (kadar air bahan makanan,
kadar protein, kadar garam, dan komposisi ransum), umur kebuntingan, bangsa, tingkat
laktasi. Sebaiknya air diberikan secara ad libitum.

2.2.2. Tingkah Laku Reproduksi pada Ternak Ruminansia


Reproduksi adalah cara dasar mempertahankan diri yang dilakukan oleh semua
makhluk hidup. Setiap individu merupakan hasil dari suatu proses reproduksi oleh
tetuanya. Tingkah laku reproduksi sangat khusus pada setiap jenis ternak. Apabila suatu
kelompok ternak telah terbentuk, yang mana ternak yang berbeda mempunyai status dan
peringkat dalam susunan/hirarki tertentu disebut dengan dominasi. Signal kimia yang
merupakan alat komunikasi sesama angota jenis hewan yang sama, dikenal sebagai
feromon. Feromon dalam perilaku kawin dikenal sebagai sex feromon. Beberapa
pengamat menemukan bahwa sex feromon dapat mempertemukan hewan jantan dan
betina yang berada dalam jarak relative jauh. Kadang-kadang sampai dua km dalam
kondisi factor luar yang menguntungkan (Jacobson, Beroza., 1963). Satu diantara
beberapa respon yang sering diperlihatkan selama periode perangsangan seksual pada
ternak domba adalah flehmen.

Beberapa tingkah laku reproduksi ternak ruminansia.


2.2.2.1 Birahi
Birahi atau estrus atau heat, didefinisikan sebagai periode waktu dimana betina
mau menerima kehadiran jantan (kawin), dengan perkataan lain betina atau dara aktif
sexualitasnya. Dalam program perkawinan alami atau IB, seorang manager reproduksi

4
ternak harus mampu mengenali tanda-tanda berahi dan factor-faktor yang mendorong
berlangsungnya tingkah laku berahi yang normal. Kadar hormon estrogen yang tinggi
mempunyai kaitan denga pemunculan tanda-tanda berahi. Pemunculan tingkah laku
berahi secara sempurna merupakan pengaruh interaksi antara estrogen dan indera,
dalam hal ini terlibat satu gabungan inderan penciuman, pendengaran dan indera
penglihatan. Indera perasa/sentuhan pun penting pada sapi betina yang melangsungkan
perkawinan, melalui gigitan, jilatan, endusan merupakan bagian dari percumbuan
sebelum kopulasi terjadi. Pada umumnya, sapi betina induk dan dara aktif selama berahi.
Betina yang birahi akan menyendiri, menaiki temannya, bahkan mungkin juga menciumi
vulva dan seringkali mengangkat dan mengibas-ibaskan ekornya dan mungkin
meninggalkan kelompoknya mencari pejantan. Betina-betina yang berahi mempunyai
vulva yang lembab, lendir bening seringkali nampak keluar dari vulva. Jika betina diam
pada saat dinaiki, merupakan tanda tunggal yang kuat bahwa betina dalam keadaan
berahi. Betina birahi, berada dalam keadaan fertile, dimana betina ini berovulasi atau
melepas sel telur dari ovariumnya. Waktu terbaik untuk melakukan Inseminasi adalah jika
betina dalam keadaan standing heat, yaitu sebelum terjadi ovulasi. Kunci sukses dalam
deteksi berahi adalah lamanya waktu untuk mengamati betina-betina, memeriksa tanda-
tanda berahi, dan dianjurkan bagi operator meluangkan waktu selama minimal 30 menit
pada pagi hari dan 30 menit pada sore hari. Jadi, mempelajari dan mengenal tanda-tanda
berahi serta mengetahui betina-betina yang sedang berahi merupakan kunci sukses
program Inseminasi Buatan.
Tanda - tanda birahi pada sapi betina adalah :
1. Ternak gelisah.
2. Sering berteriak ( dalam bahasa jawa bengak bengok dalam suara emah emoh).
3. Suka menaiki dan dinaiki sesamanya.
4. Vulva : bengkak, berwarna merah, bila diraba terasa hangat (3 A dalam bahasa Jawa:
abang, abuh, anget, atau 3 B dalam bahasa Sunda: Beureum, Bareuh, Baseuh)
5. dari vulva keluar lendir yang bening dan tidak berwarna.
6. Nafsu makan berkurang
7. Jika dipalpasi perektal maka uterus terasa kontraksi, tegang, mengeras dengan
permukaan tidak rata, cervik relaksasi.

5
Selain itu perlu diketahui adanya Silent heat. Silent heat dapat didefinisikan
sebagai suatu keadaan pada hewan betina dimana hewan betina tersebut tidak
menunjukkan gejala birahi tetapi proses ovulasi tetap terjadi (aktivitas siklus ovarium
tetap normal) (Anonim c, 2004). Menurut Kidder et.al kasus silent heat pada sapi yang
terjadi pada rentang waktu antara melahirkan sampai 60 hari pasca melahirkan dapat
mencapai 44,3% dan antara hari ke-60 sampai 308 hari pasca melahirkan sebesar 11,0 %.
Pada hewan betina yang mengalami estrus maka secara umum pada pemeriksaan melalui
vagina dengan menggunakan spikulum atau vaginoskop akan terlihat adanya hyperemia
pada permukaan mukosa vagina, relaksasi dinding serviks, dan adanya sedikit lendir birahi
pada vagina. Eksercise pada pemeliharaan ternak ruminansia sangat bermanfaat untuk
mendeteksi silent heat.
2.2.2.2 Libido
Libido pada sapi jantan, dipengaruhi oleh ada tidaknya betina birahi, seks rasio,
dan Dominan/subordinan. Libido seksual jantan dapat menurun yang disebabkan oleh :
gangguan psikologis, penyakit, kekurangan nutrisi, dan perubahan iklim. Perilaku seksual
pada sapi jantan dipengaruhi oleh : penciuman, penglihatan, dan pendengaran.

2.2.3 Tingkah Laku Induk- Anak


Ternak mamalia pada saat lahir tergantung sepenuhnya pada perlindungan
induknyna dan produksi susu induk. Kebanyakan kematian anak terjadi beberapa hari
setelah kelahiran, dengan demikian sangat penting untuk menjalin ikatan antara induk-
anak secepat mungkin.
Pembentukan kontak antara induk dan anak dimulai dari hari pertama perlekatan
sel telur yang dibuahi pada uterus dan berlanjut sampai penyapihan. Kontak yang terjadi
5 menit setelah kelahiran akan menciptakan ikatan yang sangat kuat antara induk – anak.
Pemisahan sampai 5 jam sesudah lahir memberikan suatu kemungkinan 50% penerimaan
induk terhadap anaknya sendiri, dan pemisahan lebih dari 24 jam menyebabkan
penolakan secara permanen oleh induk.
Selama masa kebuntingan, induk memberikan makan kepada fetus melalui
saluran darah plasenta dan kemudian setelah lahir menyusui anak-anaknya. Induk yang
akan melahirkan anak cenderung untuk meninggalkan kelompoknya sebelum

6
melahirkan. Tingkat pemisahan diri dari kelompoknya tergantung kepada breed dan
keadaan lingkungan. Pemisahan diri lebih mudah terlihat pada ternak yang digembalakan
di padang rumput. Untuk ternak yang di pelihara dalam kandang terus menerus
pemisahan diri tidak mungkin, kecuali kalau induk yang akan melahirkan ditempatkan
didalam satu kandang terpisah.
Periode segera setelah kelahiran adalah suatu periode stimulasi timbal balik yang
intensif antara induk dan anak. Si induk menjilati membran dan cairan plasenta anaknya
segera setelah anak lahir. Selama periode menjilat, induk belajar untuk mengenal anak-
anaknya. Pengenalan induk oleh anak pada sapi sebagaimana ternak lainnya
membutuhkan waktu beberapa hari, dan bila lapar akan terus mendekati induk lainnya
sebelum mampu mengidentifikasi induknya. Perilaku menjilat ini sering diikuti dengan
bunyi atau suara induk yang bernada rendah dan berat. Penjilatan atau pengeringan bulu
anak biasanya dimulai dari kepala (mungkin untuk merangsang pernafasan) dan bergerak
kebagian punggung dan ekor. Kegiatan menjilat selain untuk melancarkan pernafasan,
membersihkan cairan amnion dan membentuk jalinan antara induk dan anak.
Pedet akan mulai berdiri setelah 45 menit dilahirkan, 2 sampai dengan 5 jam
kemudian akan mencari puting induknya, induk sudah harus pada posisi bisa berdiri
(karakter menyusui dengan berdiri). Pedet akan menyodok ambing dan putting induknya
untuk merangsang terjadinya mekaniasme laktasi. Mekanisme identifikasi anak – induk
dilakukan melalui vokalisasi, olfactory (penciuman) and vision. Induk dengan
permasalahan kelahiran membutuhkan waktu lebih lama untuk dapat berdiri, sehingga
anak sulit mengakses susu “butuh bantuan peternak”. Mekanisme menyusu biasa diawali
dengan menyusu pada puting bagian depan. Induk secara aktif menolak menyusui anak
sapi lain (sangat individualis).
Seekor induk domba dengan anak dua atau tiga, biasanya menjilati anak kelahiran
pertama lebih sering dari pada anak yang lahir kedua atau ketiga. Smith dkk (1966)
menyatakan bahwa periode sensitif atau kritis untuk jalinan seekor induk dan anak
berlangsung kira-kira 20-30 menit pertama setelah lahir, walaupun beberapa peneliti
mengatakan proses ini membutukan waktu sampai 4 jam. Induk-induk domba yang
dipisahkan dari anak mereka setelah kontak selama 30 menit dapat membedakan
anaknya dari anak lain jika mereka dikumpulkan kembali. Umumnya induk menolak untuk

7
menerima anaknya jika mereka dipisahkan segera setelah kelahiran. Penelitian pada sapi
perah oleh hudson dan Mullord (1977) menunjukkan bahwa kontak selama 3 menit
antara induk dengan anak segera setelah lahir sudah cukup untuk membangun jalinan
yang baik antara induk dan anak. Pada kambing liar, penjilatan atau pembersihan bulu
oleh induk terhadap anaknya yang baru lahir digunakan oleh induk untuk memberikan
tanda pada anaknya. Anak lain yang telah 8 jam kontak dengan induk mereka tidak akan
diterima oleh induk lain.

2.2.4 Tingkah laku Shelter seeking (mencari perlindungan).


Shelter seeking yaitu kecenderungan ternak mencari kondisi lingkungan yang
optimum dan menghindari bahaya.
Banyak perilaku yang ditunjukkan dengan keras sebagai sebuah respons menuju
stimulus fisik dan fisiologis, tapi pada kenyataannya pengaruh psikologis sama kuatnya
dengan pengaruh fisiologis atau fisik.
Sapi dalam evolusi kehidupannya selalu menjadi hewan yang dimangsa (prey
animal). Dengan mengandalkan indera penciuman dan penglihatan mereka mendeteksi
adanya bahaya dari predator, kemudian melakukan reaksi atau respon dengan cara
melarikan diri. Sapi selalu merasa khawatir terhadap segala sesuatu yang baru dan belum
mereka kenali. Hal ini merupakan dasar psikologis pertahanan diri sapi. Sapi baru akan
merasa tenang setelah mereka mengenali dan mengetahui bahwa hal tersebut tidak
berbahaya. Dilingkungan peternakan hal ini dapat berupa adanya orang baru yang
mendekati atau ada sesuatu hal yang berbeda dari biasanya pada lingkungan pertenakan
tersebut. Hal baru tersebut biasanya tidak disadari oleh peternak, yang terlihat hanyalah
sapi tersebut berperilaku lain dari biasanya, bisa berupa tidak mau segera makan,
berkumpul di sudut kandang, atau menjadi tidak penurut. Sapi yang lebih tenang biasanya
hanya akan menatap sesuatu yang mereka takuti dan hal ini dapat menjadi petunjuk
dimana sumber ketakutan dari sapi tersebut. Untuk sapi yang lebih liar, biasanya akan
secara langsung bereaksi dengan melarikan diri dari sesuatu yang ditakutinya.
Indera pendengaran sapi sangat sensitif, jauh lebih sensitive dibanding dengan
pendengaran manusia, terutama pada suara frekuensi tinggi. Indra penglihatan sapi
dengan letak yang berjauhan, memungkinkan masing-masing matanya bisa melihat ke

8
arah sudut yang berbeda, dapat melihat kebelakang tanpa menoleh, sehingga mereka
bisa tetap waspada terhadap predator yang datang dari belakang saat merumput.

Anda mungkin juga menyukai