Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH TINGKAH LAKU TERNAK

PENGENDALIAN TINGKAH LAKU DAN GANGGUAN TINGKAH LAKU

Dosen Pengampu : Ir. Farizal, M.P.

Oleh :
Nama : Firdo Manihuruk
NIM : E10020020
Kelas : A

FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS NEGERI JAMBI
2023
BAB I
PENDAHULUAN

1. LATAR BELAKANG
Tingkah laku atau etologi hewan praktis telah merupakan hal yang penting sejak
masa prasejarah. Tingkah laku ini dimanfaatkan oleh para pemburu dan kemudian oleh
masyarakat untuk menjinakkan hewan-hewan tersebut. Sampai pada pertengahan abad ini,
para ilmuwan di bidang pertanian tidak banyak mengenal ilmu tingkah laku hewan baik
secara praktis sebagai hal yang penting maupun sebagai hal yang dapat
dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
Banyak penelitian yang pada mulanya telah dilakukan memuat deskripsi mengenai
aspek-aspek tingkah laku yang telah didefinisikan dengan baik. Para ilmuwan yang
mempelajari hewan dalam lingkungan asalnya disebut ethologist. Beberapa sumbangan
pemikiran dibuat oleh para ilmuwan psikologi yang mempelajari hewan dalam lingkungan
laboratorium yang terkontrol, yang kemudian mengubah factor-faktor lingkungannya satu
demi satu dan mencatat pengaruh tersebut pada tingkah laku hewan.
Etogram merupakan catalog yang tepat dan terperinci yang memuat respons yang
membentuk tingkah laku hewan. Etogram sangat berguna untuk mengetahui hewann
mengatasi macam-macam lingkungan dan pengalaman. Perincian dapat dengan mudah
dikenal melalui film dan kaset video. Selanjutnya, etogram terbentuk dari tiap elemen pola
reaksi.

1.2 RUMUSAN MASALAH


Adapun rumusan masalah yang akan dibahas dalam makalah ini, antara lain:
1. Bagaimana tingkah laku normalhewan pada saat makan ?
2. Untuk mengetahui apa saja gangguan tingkah laku pada ayam, sapi dan domba

1.3 TUJUAN
Adapun tujuan penulisan dari makalah ini adalah sebagai berikut:
Untuk mengetahui tingkah laku atau animal behavior normal pada beberapa hewan dan
gangguan tingkah laku pada beberapa hewan
BAB II
PEMBAHASAN

PERILAKU NORMAL HEWAN


Perilaku dasar pada hewan seperti makan, minum, tidur, istirahat, aktivitas seksual,
eksplorasi, latihan, bermain, ekplorasi, aktivitas melarikan diri, pemeliharaan dan
sebagainya sangat penting untuk diketahui dalam rangka untuk memenuhi kebutuhan dan
memberi rasa nyaman serta aman terhadap diri mereka. Kondisi dimana perilaku dasar
tersebut tidak terpenuhi akan berdampak pada kinerja dan produktivitas dari hewan.
Beberapa perilaku dapat merugikan kesehatan dan produksi bahkan jika penyebab
perubahan perilaku semakin meningkat maka secara tidak langsung dapat menyebabkan
kerusakan sehingga kembali perlu ditekankan tentang pentingnya memahami perilaku
normal sapi sebagai indikator untuk mengetahui respon perilaku umum. Kondisi yang
menghambat perilaku dasar memaksa menciptakan suatu penggiatan atau intensifikasi
untuk mengatasi hal tersebut.
Beberapa contoh perilaku makan pada hewan :

1. PERILAKU MAKAN PADA HEWAN SAPI


Ketika ternak sapi diberi pakan dalam jumlah yang terbatas dalam waktu tertentu,
mereka tidak punya pilihan kecuali memakan semua pakan yang diberikan. Pada pemberian
pakan secara berlebihan, pola makan sehari-hari akan berkembang.
Pada sapi dengan penggembalaan sub-tropis, periode merumput terjadi paling banyak
ketika rumen diisi dengan rumput yang baru dan hal ini terjadi menjelang pagi sampai pagi,
senja sampai matahari terbenam dengan satu periode lebih singkat kira-kira tengah malam.
Periode 24 jam dibagi secara jelas menjadi periode merumput, mengunyah dan beristirahat.
Di daerah tropis, siklus merumput biasanya sebaliknya. Pada waktu tengah hari yang panas,
sapi beristirahat di bawah naungan atau dekat tempat air dan terdapat periode merumput
yang panjang pada malam hari. Sapi berhenti merumput pada saat dia kepanasan, terutama
bagi sapi yang berasal dari daerah sub-tropis. Di daerah tropis, sapi yang di tempatkan
dalam kandang tertutup pada malam hari tanpa persediaan pakan atau air, konsumsi
pakannya sering menurun secara nyata, terutama pada sapi yang mempunyai adaptasi yang
kurang baik yang berasal dari daerah sub-tropis seperti sapi Frisiean Holstein, yang tidak
diberi pakan selama hari panas.
Secara umum, sapi meluangkan waktu 8-10 jam untuk merumput, tetapi mempunyai
fleksibilitas yang cukup untuk menyesuaikan waktu merumput untuk mempertahankan
jumlah pakan yang dimakan pada periode banyak angin dan hujan, cuaca panas ketika
merumput terhenti. Mereka juga bisa mengatasi peningkatan kebutuhan fisiologis dari
periode akhir kebuntingan dan laktasi apda beberapa keadaan yang beda.
Dalam keadaan cuaca panas dan lembab, aktivitas makan sapi tertinggi pada waktu suhu
udara lebih rendah yaitu pada pagi hari. Terdapat suatu hal yang menarik tetapi tidak ada
pengamatan yang pasti yang menyatakan bahwa domba dan sapi bisa meramalkan keadaan
panas yang akan terjadi dan dengan demikian mereka merumput lebih dini dalam satu hari
di bandingkan dengan tipe Zebu yang mempunyai daya adaptasi yang lebih baik dalam
keadaan panas.
Waktu yang digunakan oleh sapi untuk makan tergantung pada spesies ternak itu sendiri,
status fisiologisnya (seperti pertumbuhan, periode akhir kebuntingan, laktasi dan juga
ternak yang tidak bunting, tidak laktasi dan ternak dewasa), serta tipe dan persediaan pakan.
Iklim yang sangat ekstrim juga berpengaruh. Sementara jumlah pakan yang dimakan
meningkat pada keadaan cuaca dingin.
Pada saat padang rumput dalam keadaan kering, sapi meningkatkan waktu untuk merumput
(contoh pada sapi biasanya merumput 12 jam tetapi dalam keadaan padang rumput kering
berubah menjadi 14 jam). Semua hewan bisa juga bervariasi dalam jumlah pakan yang
dimakannya dengan mengubah jumlah gigitan per menit dan meningkatkan besarnya
regutan tersebut.
Preferensi atau pemilihan pakan adalah berbeda di antara jenis ternak herbivora. Tetapi,
semua jenis lebih suka memakan daun daripada batang atau bahan dengan warna hijau
(muda) daripada bahan yang kering (tua). Bila jumlah pakan yang tersedia berkurang, maka
akan terdapat kecenderungan bahwa ternak menjadi kurang selektif, walaupun pakan yang
terletak sekitar kotoran dan kencing tidak dipilih sebisa mungkin terutama oleh ternak sapi.
Sapi lebih menyenangi daun-daunan yang lebih panjang dibandingkan dengan domba dan
kambing dan hal ini mungkin disebabkan oleh lebih besarnya ukuran rahang. Kambing
yang diberikan suatu pilihan lebih suka memakan daun pucuk muda dan menguliti kayu-
kayu tanaman atau gulma. Saat ini mere digunakan di Australia dan Selandia Baru untuk
mengontrol hutan belukar yang begitu banyak.
Pada system potong dan angkut, peternak mempunyai control yang lengkap terhadap pakan
apa yang dimakan oleh sapi piaraannya dan berapa banyak yang dimakan. Dimungkinkan
untuk memberi pakan dengan komposisi yang seimbang, memotong pakan menjadi
potongan kecil untuk menghindari terbuangnya pakan tersebut dan sebagainya. Tetapi,
walaupun dalam keadaan demikian, tingkah ingestif dipengaruhi oleh tingkah laku social.
Pada saat sapi diberi makan dalam kelompok, dua factor social bisa mempengaruhi jumlah
pakan yang dikonsumsi. Tingkah laku agonistic bisa mengurangi jumlah pakan yang
dikonsumsi oleh sapi yang tidak dominan dan kemudahan social bisa meningkatkan jumlah
pakan yang dimakan tersebut. Masalah yang berhubungan dengan sapi subordinat yaitu
tidak mendapatkan cukup pakan yang dimakan atau tidak cukup mendapat pakan dengan
kualitas baik yang tidak terkontaminasi oleh kotoran atau parasit. Cara yang disarankan
untuk mengurangi pengaruh ini, yaitu dengan memanipulasi komposisi kelompok dan
rencana kandang.
Dalam suatu penelitian, dimana para ahli genetika ingin menggunakan keadaan pemberian
pakan secara individu untuk memilih konversi pakan yang efisien atau dimana ahli
makanan ingin menggunakan kandang metabolism individu atau calorimeter untuk
mendapatkan pengukuran yang tepat untuk pertukaran metabolism, maka kemudahan social
makan harus diperhitungkan. Ternak sapi dalam kandang metabolism akan makan hanya
50%-60% dari jumlah yang dimakan sapi yang dipelihara dalam kelompok.
Seekor ternak dapat mengontrol jumlah pakan yang dimakan dengan cara lain, ia bisa
menolak untuk memakan satu pakan atau pakan lainnya. Ada kelompok pakan tradisional,
yang dapat dimakan ternak dengan enak, ada pula beberapa apkan lain yang bernilai gizi
tinggi dan harganya murah tetapi terbak tidak dapat merasakan enaknya selama memakan
pakan tersebut untuk pertama kalinya.
Kesenangan terhadap bermacam-macam prosduk pakan telah diuji dalam 20 jenis pakan.
Terlihat bahwa pakan dapat dibedakan menjadi 3 kelompok, yaitu:
 Pakan hijauan atau lebih dikenal sebagai pakan tradisional,
 Pakan yang telah diproses yang disukai oleh rata-rata ternak, dan
 Pakan yang tidak disenangi.
Akan tetapi, dalam beberapa keadaan (misalnya kekurangan garam), ternak akan lebih suka
memakan garam blok. Kilgour dan Dalton (1984) menyarankan bahwa skala ini dapat
digunakan sebagai suatu dasar terhadap pakan baru, murah dan potensi manfaatnya dapat
diuji. Ada cara yang efektif untuk membuat ternak dapat memakan pakan yang bernilai gizi
tinggi dan murah tetapi baunya tidak disukai ternak yaitu dengan menutup hidung ternak
tersebut. Lobato dan kelompok penelitinya dan juga Lynch dan kelompok penelitinya telah
mendapatkan bahwa ternak mampu belajar pada awal kehidupannya dan emmpunyai
ingatan yang baik dalam jangka waktu yang panjang. Melihat teman dalam kelompok yang
telah berpengalaman memakan pakan yang baru, dapat membantu ternak yang belum
berpengalaman untuk memakan pakan baru tersebut. Fenomena ini disebut sebagai
transmisi social dalam tingkah laku makan atau belajar berdasarkan pengalaman.
Memberikan masa perkenalan bagi ternak terhadap pakan atau suplementasi yang mungkin
diharapkan untuk dimakan dalam keadaan darurat merupakan hal yang sangat berguna.
Metode sederhana dapat digunakan untuk mengecek ternak yang mana yang memakan dan
tidak memakan pakan yang baru. Hal ini bisa dikerjakan denagn menggunakan satu tempat
pakan. Pada tempat pakan ini, ternak harus menempatkan kepalanya dan menekan sepotong
spons yang diisi pewarna atau menyentuh benang yang diwarnai. Dengan teknik ini ternak
yang cepat menangkap pelajaran dipindahkan untuk memberi kesempatan yang lebih lama
dan mengurangi persaingan bagi mereka yang lebih ,lambat belajar. Ternak yang lambat
menangkap pelajaran mendapatkan beberapa pakan yang disenanginya untuk tetap menjaga
fungsi rumennya, sementara ternak ini lambat memulai memakan pakan yang abru.
Masalah baru yang timbul adalah jika pakan tambahan yang mahal lebih disukai daripada
pakan dasar yang murah. Peternak mungkin menghendaki pakan tersebut sebagai
suplementasi, tetapi ternak itu sendiri memperlakukan pakan tersebut sebagai pakan
pengganti, misalnya pada saat kurangnya rumput lapangan atau rumput gajah yang
dipotong dan lebih banyak tambahan konsentrat yang harganya mahal.
Pencampuran antara pakan yang enak dan tidak enak yang kemudian menjadi sedikit enak,
pemberian pakan yang murah pertama kali, atau dan pemberian makan tambahan pada
waktu yang tidak teratur sehingga ternak tidak mempunyai pengharapan dan menunggu
untuk makan pada waktu tertentu adalah merupakan jalan pemecahan problem tersebut
diatas.

1.2 PERILAKU MAKAN PADA HEWAN KAMBING


Salah satu kemampuan yang tidak dimiliki ternak lain (domba, sapi) bahwa kambing dapat
mengkonsumsi daun-daunan, semak belukar, tanaman ramban dan rumput yang sudah tua
dan berkualitas rendah. Jenis pakan tersebut dapat dimanfaatkan secara efisien, sehingga
kambing dapat beradaptasi pada lingkungan yang kurang pakan (Devendra, 1978).
Kebanyakan orang percaya bahwa kambing akan makan hampir apa saja dan ini tidak
benar. Kambing memiliki bibir sangat sensitif dan rasa ingin tahu alami mereka dan
memberi mereka kebiasaan “mencium” dan “berbau” untuk makanan yang bersih dan lezat.
Kambing tidak akan makan makanan kotor (kecuali mereka didorong ke titik kelaparan –
sering memilih untuk kelaparan).
Rangkaian tingkah laku makan pada kambing diawali dengan mencium makanan. Jika
makanan cocok untuknya maka akan dimakan. Pada umumnya kambing menyukai berbagai
jenis hijauan, karenanya dapat membedakan antara rasa pahit, manis, asam dan asin
(Kilgour & Dalton, 1984).

Aktivitas makan pada kambing terdiri atas:


1) Aktivitas mencium hijauan yaitu awal aktivitas mencium hingga kambing mulai
melakukan aktivitas lainnya,
2) Aktivitas merenggut makanan yaitu awal perenggutan hijauan hingga diangkat untuk
dikunyah
3) Aktivitas mengunyah makanan yaitu aktivitas yang dimulai dari hasil perenggutan
hijuauan yang telah dikumpulkan di dalam mulut, hingga melakukan aktivitas menelan ,
4) Aktivitas menelan makanan yaitu aktivitas yang dimulai dari menelan hasil kunyahan
hingga aktivitas lainnya.

Aktivitas ruminasi terdiri atas:


1) Aktivitas mengeluarkan bolus yaitu aktivitas yang dimulai dari dikeluarkan bolus dari
rumen menuju ke mulut hingga kambing melakukan aktivitas mengunyah bolus,
2) Aktivitas mengunyah bolus, yaitu aktivitas yang dimulai dengan mengunyah bolus yang
telah dikeluarkan dari rumen ke mulut hingga aktivitas menelan beberapa bolus,
3) Aktivitas menelan bolus yaitu aktivitas yang dimulai dari bolus yang langsung ditelan
setelah dikeluarkan dari rumen ke mulut atau menelan bolus yang melalui proses
pengunyahan hingga aktivitas mengeluarkan bolus kembali.

Kambing merenggut dengan cara menarik dan mendorong mulut ke depan-atas atau
belakang-bawah. Jika daun-daunan terdapat pada tanaman yang tinggi, kambing
mempunyai kemampuan untuk meramban. Hewan ini meramban dengan cara mengangkat
kedua kaki depan pada batang tumbuhan dan bertumpu pada kedua kaki belakang.
Kepala dijulurkan ke daun tumbuhan yang dipilihnya. Menurut Devendra & Burns (1994),
kambing mempunyai kebiasaan makan yang berbeda dengan ruminansia lainnya. Bila tidak
dikendalikan, kebiasaan makan dapat mengakibatkan kerusakan. Bibirnya yang tipis mudah
digerakkan dengan lincah untuk mengambil pakan.
Kambing mampu makan rumput yang pendek, dan merenggut dedaunan. Disamping itu,
kambing merupakan pemakan yang lahap dari pakan yang berupa berbagai macam tanaman
dan kulit pohon. Setelah merenggut makanan ke dalam mulutnya, kambing akan memulai
aktivitas berikutnya yaitu mengunyah. Fungsi pengunyahan selama makan yaitu untuk
merusak bagian permukaan pakan sehingga ukuran partikel menjadi lebih kecil yang
memudahkan pakan untuk dicerna.
Jika aktivitas makan telah selesai, maka dilanjutkan dengan aktivitas ruminasi. Aktivitas
ruminasi diawali dengan mengeluarkan bolus yang disimpan sementara dalam rumen untuk
dikunyah dan ditelan kembali. Frekuensi aktivitas menelan bolus lebih banyak dilakukan
dibanding aktivitas menelan makanan sebelum ruminasi, hal ini diduga karena pakan yang
telah dikunyah kemudian di telan dan disimpan lama di dalam rumen. Menurut Wodzicka-
Tomaszewska et al. (1993),
Setelah kambing melakukan ruminasi, biasanya dilanjutkan dengan tingkah laku istirahat.
Tingkah laku ini adalah tingkah laku kambing pada saat tidak melakukan apa-apa. Posisi
yang dilakukannya saat istirahat ada tiga macam yaitu bersimpuh, berdiri dan berbaring
dengan meletakkan kepala ke atas tanah dengan mata terpejam atau terbuka.

1.3 PERILAKU MAKAN PADA HEWAN AYAM DAN ITIK


Ayam makan dengan cara mematuk, itik dengan cara menyudu. Anak ayam yang baru
menetas akan mematuk setiap objek, kemudian akan belajar dan mematuk makanan
saja Proses belajar yang paling efektif 30 jam setelah menetas pusat belajar pada
serebrum Ayam menunjukkan pilihan pada warna, bentuk dan rangsangan sentuhan
tertentu Menyukai biji-bijian (crumble) Ayam yang diasuh oleh induk lebih cepat belajar
makan Konsumsi ransum bergantung kepada kandungan energi

2.1. Gangguan Tingkah Laku Ternak


Gangguan tingkah laku yang sering terjadi pada ternak disebabkan karena
cekaman stress. Gangguan tingkah laku atau tingkah laku abnormal pada ternak
yaitu diantaranya mengurung ternak dalam kandang yang terbatas ruangnya yang
sering mengakibatkan perubahan habitat dan interaksi sosial karena spesies
bersangkutan telah baik beradaptasi selama evolusi ribuan tahun. Hal ini
disebabkan oleh keterlambatan daya genetik ternak tersebut.
a. Tingkah Laku Abnormal Pada Ayam
Dengan pengurungan atau pembatasan ruangan perkelompok ayammuncul
beberapa tingkah laku abnormal, yakni kanibalisme dan inilah tingkah laku
abnormal yang paling umum muncul akibat pengurungan ayam dikandang.

 Tingkah laku abnormal ini ditemui semua umur ayam, antara lain:
 Mematuk kaki : Tipe kanibalisme ini paling sering terjadi pada anak ayam,
hal ini mungkin disebabkan karena lapar.
 Mematuk lubang dubur : Mematuk lubang dubur atau dibawah dubur
adalah bentuk kanibalisme paling parah.
 Mematuk kepala : Tipe kanibalisme ini biasanya muncul apabila terdapat
luka pada pial atau jengger karena perkelahian.
 Memakan telur : Faktor-faktor pemancing dalam hal ini adalah telur yang
pecah, sarang dan bahan sarang yang tidak menyenangkan, telur yang tidak
sering diambil, dan kulit telur yang lunak atau tipis.
 Mematuk bulu : Salah satu sifat kanibalisme pada ayam adalah kebiasaan
mematuk bulu ayam temannya yang mengakibatkan kulit ayam menjadi
luka.
 Hysteria : Terkadang muncul kemerahan yang berlebihan diantara ayam
betina muda maupun petelur.
 Polidipsia : Polidipsia adalah perilaku ayam yang meminum air secara
berlebihan. Hal ini muncul pada ayam yang dikurung dalam sangkarkarena
jemu ia mempermainkan sumber air minumnya. Polidipsia ini akan
mengakibatkan ayam memuntahkan air dan makanan.

b. Tingkah Laku Abnormal Pada Domba


Tingkah laku abnormal pada domba banyak ragamnya, seperti mengunya
batang kayu atau metal, menubrukkan kepala, dan mencabut bulu wol.
c. Tingkah Laku Abnormal Pada Sapi
 Menendang : Sapi yang diperah terkadang menendang karena ia merasa
sakit, perih atau marah karena diperlakukan kurang baik.
 “Mean Bull” Complex : Terdapat perubahan karena stress dalam hal
temperamen sapi.
 Pica : Tingkah laku memakan sesuatu benda aneh pada saat merasa jenuh.
BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
Perilaku dasar pada hewan seperti makan, minum, tidur, istirahat, aktivitas seksual,
eksplorasi, latihan, bermain, ekplorasi, aktivitas melarikan diri, pemeliharaan dan
sebagainya sangat penting untuk diketahui dalam rangka untuk memenuhi kebutuhan dan
memberi rasa nyaman serta aman terhadap diri mereka. Kondisi dimana perilaku dasar
tersebut tidak terpenuhi akan berdampak pada kinerja dan produktivitas dari hewan.
Kambing dapat memanfaatkan secara efisien makanannya, sehingga dapat beradaptasi
pada lingkungan yang kurang pakan. kambing dapat memakan semua jenis rumput dan
tumbuhan hijau lainnya, namun tidak semua disukai. Cara makan antara ayam dan itik
memiliki perbedaan, jika ayam makan dengan cara mematuk, sedangkan itik dengan cara
menyudu.
Terdapat perbedaan tingkah laku pada kucing liar atau kucing jalanandengan kucing
yang dipelihara di rumah Tingkah laku yang hilang (tidak bisa ditunjukkan) pada kucing
rumahan berupa : mengejar, menyerang, menangkap, membunuh, membawa buruan ke
wilayahnya, mengoyak kulit, menggigit tulang dan menyembunyikan makanan yang
tersisa.
Gangguan tingkah laku yang sering terjadi pada ternak disebabkan karena cekaman
stress. Gangguan tingkah laku atau tingkah laku abnormal pada ternak yaitu diantaranya
mengurung ternak dalam kandang yang terbatas ruangnya yang sering mengakibatkan
perubahan habitat dan interaksi sosial karena spesies bersangkutan telah baik beradaptasi
selama evolusi ribuan tahun. Hal ini disebabkan oleh keterlambatan daya genetik ternak
tersebut.

3.2 KRITIK DAN SARAN


Kebanyakan orang percaya bahwa kambing akan makan hampir apa saja dan ini tidak
benar. Kambing memiliki bibir sangat sensitif dan rasa ingin tahu alami mereka dan
memberi mereka kebiasaan “mencium” dan “berbau” untuk makanan yang bersih dan lezat.
Kambing tidak akan makan makanan kotor (kecuali mereka didorong ke titik kelaparan –
sering memilih untuk kelaparan)
DAFTAR PUSTAKA

Abu Bakar. 2012. Pedoman Pelaksanaan Pengawalan Dan Koordinasi Perbibitan Tahun
2012. Direktorat Perbibitan Ternak Direktorat Jenderal Peternakan Dan Kesehatan
Hewan Kementerian Pertanian 2012.
Balai Besar Penelitian Veteriner Bogor Barat. 2010. Syarat Kesehatan Hewan Sapi Bibit
Ditinjau dari Penyakit Bakteri.
Dellmeier, G.R., et al. 1985.”Comparison of Four Methods of Calf Confinement:
II) Behavior.” Journal of Animal Science, 60(5):1102-1109.
Friend, T. 1991. “Behavioral Aspect of Stress.” Journal of Dairy Science, 74:292-303.
Tingkah laku makan kambing lokal persilangan yang digembalakan di lahan gambut: studi
kasus di Kalampangan, Palangkaraya, Kalimantan Tengah.
Krohn, C.C. 1994. “Behavior of Dairy Cows Kept in Extensive (loose housing/pasture) or
Intensive (tie stall) Environments:III) grooming, Exploration and Abnormal
Behavior.” Applied Animal Behavior Science.
Munksgaard, 1995. Conversation on Dairy-L electronic bulletin boars.
Vande, Nursholeh. 2011. Human Physiology. Company, Tanjung Jabung Timur. Unja
Nanda, 2012. Fakultas Peternakan Universitas Haluoleo.

Anda mungkin juga menyukai