Anda di halaman 1dari 33

LAPORAN SEMESTER

PRAKTIKUM TEKNOLOGI PENGOLAHAN DAGING

PENGOLAHAN DAGING

OLEH
Firdo Manihuruk
E10020020
A.3

FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS JAMBI
2022
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas
berkat rahmat dan hidayah-Nyalah sehingga dapat terselesaikanya laporan mid
semester praktikum Teknologi Pengolahan Daging ini. Shalawat dan salam
penulis hanturkan kepada Nabi Muhammad saw yang telah membawa petunjuk
bagi kita semua. Didalam laporan ini penulis menyadari masih banyak kekurangan
dalam laporan ini, oleh karena itu penulis mengharapkan kritikan dan saran yang
bersifat membangun, agar laporan ini dapat lebih baik lagi untuk kedepannya.
Demikian, semoga laporan ini dapat memberikan manfaat, saya ucapkan
terimakasih.

Jambi, Oktober 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ............................................................................. i


DAFTAR ISI ........................................................................................... ii
DAFTAR TABEL ................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................ 1
1.1 Latar Belakang.......................................................................... 1
1.2 Tujuan ...................................................................................... 2
1.3 Manfaat .................................................................................... 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .............................................................. 3
2.1 Pembuatan Sosis ......................................................................... 3
2.2 Chicken Nugged ...................................................................... 3
2.3 Corned Beef ............................................................................... 3

BAB III MATERI DAN METODA ......................................................... 6


3.1 Tempat dan Waktu .................................................................... 6
3.2 Materi ....................................................................................... 6
3.3 Metoda...................................................................................... 6

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................. 9


4.1 Pembuatan Sosis ........................................................................ 9
4.2 Chicken Nugged ...................................................................... 10
4.3 Corned Beef ............................................................................... 11

BAB V PENUTUP ................................................................................. 16


5.1 Kesimpulan ................................................................................ 16
5.2 Saran........................................................................................... 16

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

ii
DAFTAR TABEL

Tabel Halaman
1. Hasil Pengukuran pH .......................................................................... 9
2. Hasil Uji Eber ..................................................................................... 10
3. Hasil Pengukuran Daya Ikat Air .......................................................... 11
4. Hasil Pengukuran Susut Masak ........................................................... 11
5. Hasil Perubahann Warna Setelah Pengolahan...................................... 12
6. Hasil Praktikum Daging Curing .......................................................... 13
7. Hasil PraktikumPembuatan Bakso....................................................... 14
8. Data Uji Organoleptik ......................................................................... 15

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Daging merupakan salah satu bahan pangan yang memiliki nilai gizi berupa
protein yang mengandung susunan asam amino yang lengkap. Daging tersusun
sebagian besar dari jaringan otot, ditambah dengan lemak yang melekat padanya,
urat, serta tulang rawan. Daging terbagi ke dalam dua jenis, yaitu daging ternak
besar seperti sapi dan kerbau, maupun daging ternak kecil seperti domba,
kambing, dan babi. Meski dengan adanya berbagai ragam jenis daging, produk
utama penjualan komoditi peternakan adalah daging sapi potong.
Daging sapi potong juga telah menjadi salah satu bahan pangan yang
dibutuhkan masyarakat. Hal ini ditunjukkan dengan banyaknya konsumsi daging
nasional yang harus dipenuhi. Pada dasarnya kualitas daging dan karkas
dipengaruhi oleh faktor sebelum dan setelah pemotongan. Faktor sebelum
pemotongan yang dapat mempengaruhi kualitas daging antara lain adalah genetik,
spesies, bangsa, tipe ternak, jenis kelamin, umur, pakan, termasuk bahan aditif
(hormon, anti biotik, dan mineral) dan stres. Faktor setelah pemotongan yang
mempengaruhi kualitas daging antara lain meliputi pelayuan, stimulasi listrik,
metode pemasakan, pH karkas, dan daging, bahan tambahan termasuk enzim
pengempuk daging, hormon, dan anti biotik, lemak intramuskular, dan metode
penyimpanan.
Selain faktor sebelum dan setelah pemotongan, kita juga dapat menguji
kualitas daging tersebut seperti melihat dari PH daging, daya ikat air, uji eber,
susu masak, serta perubahan warna setelah pengolahan, daging curing atau kita
dapat mengolah daging tersebut, sehingga daging tersebut memiliki daya tahan
yang lebih lama seperti mengolah daging menjadi bakso.
Daging telah menjadi salah satu bahan pangan yang dibutuhkan masyarakat.
Hal ini ditunjukkan dengan banyaknya konsumsi daging nasional yang harus
dipenuhi, Kebutuhan akan daging setiap tahun selalu meningkat sementara itu
pemenuhan akan kebutuhan selalu negatif.

1
1.2 Tujuan

Tujuan dilakukannya praktikum pembuatan sosis adalah untuk mengetahui


proses pengolahan daging sapi dan ayam menjadi sosis serta mengetahui susut
masak sosis.
Tujuan dilakukannya praktikum pembuatan chicken nugged yaitu untuk
mengetahui kualitas nugged secara organoleptik, susut masak dan rendemen pada
nugged.
Tujuan dilakukannya praktikum pembuatan corned beef yaitu untuk
mengetahui keadaan corned beef sebelum pemasakan dan sesudah pemasakan
serta susut masak dan rendemen dari corned beef.

1.3 Manfaat

Manfaat dari praktikum ini yaitu, mahasiswa dapat mengetahui pembuatan


sosis, chicken nugged dan corned beef serta dapat menghitung susut masak dan
rendemen dari pembuatan sosis, chicken nugged dan corned beef dan mampu
menentukan uji organoleptiknya

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pembuatan sosis

Daging merupakan salah satu komiditi peternakan yang menjadi andalan


sumber protein hewani dan sangat menunjang untuk memenuhi kebutuhan dasar
bahan pangan di Indonesia (Gunawan, 2013).
Sosis merupakan makanan yang dibuat dari daging yang telah di cincang
kemudian dihaluskan dan diberi bumbu – bumbu, dimasukkan dalam pembungkus
(selongsong) yang berbentuk bulat panjang dari usus hewan atau pembungkus
buatan Atma, Y (2015)

2.2 Pembuatan Chicken Nugged

Nugged adalah suatu bentuk produk olahan daging yang terbuat dari daging
giling yang di cetak dalam bentuk potongan empat persegi dan dilapisi dengan
tepung bumbu (battered dan breded). Nugged digoreng setengah matang dan
dibekukan untuk mempertahankan mutunya selama penyimpanan (Aswar, 2005).
Chicken Nugged dibuat dari daging ayam dengan penambahan pati dan
bumbu antara lain 1% garam, 0,6% bawang putih, 4% merica, dan 14% air
(Manullang, M dan Tannoto, E.1995). Selain itu chicken nugged juga sumber
mineral selenium, fosfor dan zinc (Amertaningyas, 2003).
Chicken nugged adalah produk olahan dengan bahan baku daging ayam.
Produk ini berupa restructed meat dengan bentuk bervariasi yang merupakan
bentuk diversifikasi dari produk olahan daging dengan nilai nutrisi masih baik.
Tujuan diversifikasi ini adalah meningkatkan pola ragam konsumsi protein
hewani guna memenuhi kebutuhan konsumsi protein hewani asal ternak
(Manullang, 1995).

2.3 Corned Beef

Penurunan DIA disebabkan karena perubahan dari pH protein aktin dan


miosin yang mendekati titik isoelektrik daging setelah postrigor sehingga
memperkecil jarak antara filamen-filamen protein maupun mengurangi
kemampuan dari protein untuk mengikat air dan akan menurunkan DIA daging

3
(Nurohim,2013). Kerusakan aktin dan miosin menyebabkan penurunan

4
kemampuan protein otot untuk mengikat air (Rosita,2019). Semakin tinggi daya
ikat air, maka semakin rendah kadar air daging sapi (Bahtiar, 2014). nilai daya
ikat air daging dari sapi yang diistirahatkan lebih rendah dari pada nilai daya ikat
air daging dari sapi yang tidak diistirahatkan. (Anamuli,2016)

2.4 Pengukuran Susut Masak

lama pengasapan pada daging dapat menyebabkan peningkatan jumlah


protein daging yang ter denaturasi, yang menyebabkan kemampuan daging
untuk mengikat airnya juga menurun (Djando, 2018). jumlah air yang terikat
(lapisan pertama dan kedua) adalah bebas dari perubahan molekul yang
disebabkan oleh denaturasi protein daging, sedangkan jumlah air terikat lebih
lemah, yaitu diantara molekul protein dan akan menurun bila protein daging
mengalami denaturasi (Rompis, 2015), Amertaningtyas, (2012) Perpedapat juga
bahwa jangka waktu kematian ternak mempengaruhi cooking loss daging.
persentase susut masak daging semakin lama penyimpanan maka nilai
semakin meningkat (Dina, 2017)

2.5 Perubahan Warna Setelah Pengolahan

Semakin lama penyimpanan warna daging semakin merah gelap,


disebabkan karena pertumbuhan mikroba pada daging dapat menyebabkan
perubahan warna menjadi merah gelap. Perubahan warna disebabkan oleh
perubahan atau destruksi pigmen daging. (Arizona, 2011). Perubahan warna
menjadi kecoklatan menunjukan bahwa terdapat H2S yang dibebaskan oleh
bakteri pembusuk daging. Gani, (2022) berpendapat bahwa Warna gelap pada
daging berhubungan tidak langsung dengan pH dan berhubungan erat dengan
respirasi mitokondrial, sehingga konsentrasi oksimioglobin merah terang tetap
rendah. (Kuntoro,2013). Kualitas daging dipengaruhi oleh beberapa faktor antara
lain warna, keempukan, aroma, kelembapan dan zat-zat yang dikandungnya
(Rosyidi et al., 2010).

2.6 Daging Curing

Proses curing dapat terjadi dari penggunaan garam curing yang terdiri dari
natrium nitrit (NaNO2), natrium nitrat (NaNO3), dan kalium nitrat (KNO3) yang

5
mampu memberikan karakteristik khas pada warna sosis sapi. (Syafani, 2013).
Hal ini selaras dengan Habibah, (2018) Natrium nitrit juga sering digunakan
dalam proses curing daging untuk memperoleh warna merah pinkalami daging
sehingga lebih menarik konsumen. proses penggaraman (kyuring)
mempengaruhi kadar air di dalam daging dimana natrium klorida yang bersifat
hidroskopis menyebabkan air bebas yang terdapat dalam interstisial sel daging
tertarik keluar (Widarti, 2012)
Konsumsi nitrit yang berlebihan dapat menimbulkan kerugian bagi
pemakainya, baik yang bersifat langsung yaitu keracunan, maupun yang bersifat
tidak langsung, yaitu nitrit bersifat karsinogenik. (Pulungan, 2018) Apabila nitrit
yang terkonsumsi jumlahnya banyak, maka NO yang terbentuk juga banyak. NO
yang terserap dalam darah, mengubah haemoglobin darah manusia menjadi
nitrose haemoglobin atau methaemoglobin yang tidak berdaya lagi mengangkut
oksigen. Kebanyakan penderita methaemoglobinemia menjadi pucat, cianosis
(kulit kebiru-biruan), akibatnya sesak nafas, muntah dan shock

2.7 Pembuatan Bakso

Bakso merupakan produk olahan daging, yaitu daging tersebut telah


dihaluskan terlebih dahulu dan dicampur dengan bumbu-bumbu, tepung, dan
kemudian dibentuk seperti bola-bola kecil lalu direbus dalam air panas (Chakim,
2013). Bawang putih sebagai bumbu yang dapat digunakan sebagai obat untuk
pencegahan dan pengobatan berbagai penyakit (Arief, 2012). Fungsi penambahan
bahan pengisi dan pengenyal adalah memperbaiki stabilitas emulsi, mereduksi
penyusutan selama pemasakan, memperbaiki sifat irisan meningkatkan citarasa
dan mengurangi biaya produksi (kecuali bahan pengisi) (Aulawi, 2009). Garam
dapur atau Natrium Klorida (NaCl) berfungsi mengekstraksi protein miofibril
daging untuk menentukan tekstur pada bakso. (Sari, 2015)

6
BAB III
MATERI DAN METODA

3.1 Tempat dan Waktu

Praktikum pengolahan daging ini dilaksanakan di Laboratorium Gedung C


Fakultas Peternakan Universitas Jambi pada hari sabtu tanggal 29 Oktober 2022
sampai 12 November 2022, pukul 13.00 s/d selesai.

3.2 Materi

Materi Yang digunakan Pada praktikum pembuatan sosis yaitu daging sapi
1000 gram, es batu 25gram, bawang merah 25gram, merica halus 30gram, susu
skim powder 100gram, tomato juice 50gram, dan sendawa (Na Nitrit) 25pprn.
Materi Yang digunakan Pada pratikum pembuatan chicken nugged yaitu
daging ayam 400gram, tepung 80gram, air 10jgrain, bawang putih 10gram, lada
hitam 6gram dan tepung panir secukupnya
Materi yang digunakan corned beef yaitu daging sapi 500gram, kaldu
60gram, bawang merah 25gram, garam 10gram, kentang 75gram, lada halus
4,5gram , natrium nitrit (sendawa) 150ppm.

3.3 Metoda

Metode yang digunakan pada pembuatan sosis yaitu bawang merah, garam,
merica dan tomato juice dicampur dan dihaluskan kemudian daging digiling
sampai halus lalu daging yang telah halus dicampur bumbu (1) dan es batu hingga
homogen dan tambah sedikit demi sedikit susu skim powder kemudian tambahkan
Na Nitrit dan aduk hingga homogen, setelah homogen masukkan dalam
cacing/usus kambing dan dikukus selama kurang lebih 15 menit kemudian setelah
masak, angkat dan tiriskan hingga dingin selanjutnya amati perubahan yang
terjadi secara fisik dan organoleptik kemudian hitung susut masak (cooking loss)
dan produksi (rendemen) sosis, bahas hasil.
Metode yang digunakan pada pembuatan chicked nugged yaitu daging
ayam dicacah searah serat daging, kemudian dipotong melintang lem kemudian
bumbu dihaluskan dan dicampur dengan tepung dan air, tambahkan daging ayam
yang telah dicacah dan diaduk sampai rata kemudian adonan di mixer selama 2

7
menit, lalu adonan kemudian dicetak dan ditaburi tepung panir kemudian
penggorengan dilakukan pada api yang sedang sampai permukaan berwarna
kuning kecoklatan lalu setelah masak, angkat dan tiriskan hingga dingin
selanjutnya amati perubahan perubahan yang terjadi secara fisik dan organoleptik,
hitung susut masak (cooking loss) dan produksi (rendemen) chicken nugged,
bahas hasilnya.
Metode yang digunakan corned beef yaitu daging dibersihkan dari jaringan
ikat dan lemak, dan selanjutnya daging dihancurkan/dicincang kemudian buat
kaldu dengan memanaskan daging dengan menambahkan air secukupnya pada
suhu 80 – 90o C selama 20 menit.Ambil kaldu dari daging tersebut (60gram)
kemudian kaldu yang diperoleh, tambahkan sendawa dan bumbu (garam dan
lada), lalu masukkan pula kentang dan bawang merah yang telah direbus dan
dihaluskan kedalam kaldu. Demikian pula dengan daging yang telah
dihancurkan/dicincang, lalu aduk semua bahan yang telah tercampur, hingga
terbentuk adonan yang homogen, adonan yang diperoleh masukkan dalam
wadah/alumunium kecil dan kukus selama 20 menit, amati perubahan fisik yang
terjadi. Hitung rendemen

8
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Pengukuran PH

Pada praktikum ini pengukuran PH Pada daging kambing sapi kerbau


diperoleh data sebagai berikut :
Tabel 1. Hasil Pengukuran PH

Jenis Daging Nilai PH


Kambing 4,8
Sapi 4,7
Kerbau 5,2

Pada pengukuran PH diperoleh hasil bahwa rata-rata PH berada di bawah


5,3. penurunan pH daging dengan cepat sampai mencapai pH akhir 5,3-5,6 telah
mengalami penurunan dengan pola Pale Soft and Exudative pH daging yang
tinggi akan mempengaruhi jumlah mikroorganisme juga semakin tinggi. (Haq et
al., 2015). Menurut Merthayasa, (2015) Tingkat keasaman (pH) adalah indikator
untuk menentukan derajat keasaman atau kebasaan dari daging segar ataupun
produk yang dihasilkan. Hai ini didukung oleh Suradi, (2006) Laju penurunan pH
otot yang cepat akan mengakibatkan rendahnya kapasitas mengikat air, karena
meningkatnya kontraksi aktomiosin yang terbentuk, dengan demikian akan
memeras cairan keluar dari dalam daging
Perbedaaan PH daging ini terjadi dikarenakan lama penyimpanan yang
dapat mempengaruhi pada PH yang mengakibatkan rendahnya kualitas daging.
Meningkatnya jumlah bakteri daging kerbau seiring dengan semakin lama
penyimpanan yang disebabkan daging kerbau mempunyai pH mendekati netral,
dan kaya akan zat nutris. (Suradi, 2012)

9
4.2 Uji Eber

Pada praktikum ini Uji Eber Pada daging kambing sapi kerbau diperoleh
data sebagai berikut :
Tabel 2. Hasil Uji Eber

Jenis Daging Keadaan Tabung


Mula-Mula Setelah Perlakuan
Kambing Tidak ada Embun 04:13 Terdapat Embun
Sapi Tidak ada Embun 03:45 Terdapat Embun
Kerbau Tidak ada Embun 04:23 Terdapat Embun

Pada praktikum objek yang berada diperoleh hasil bahwa Daging sudah
tidak segar Hal ini ditandai munculnya embun pada tabung reaksi Dalam uji
ember ini dilakukan untuk melihat kesegaran daging. Prinsip pengujian ini adalah
gas NH3 yang dihasilkan pada awal proses pembusukan daging akan bereaksi
dengan reagen eber membentuk senyawa NH4CL yang terlihat seperti awan putih.
(Wibisono, 2014). Aktivitas metabolisme bakteri yang mengakibatkan
terbentuknya amonia yang menyebabkan daging memiliki aroma busuk
(Yulistiani, 2010). Gas amonia merupakan gas hasil penguraian limbah
nitrogen berperan sebagai indikator pendeteksi kerusakan daging yang
disebabkan metabolisme mikroba seperti Bacillus subtilis, Bacillus cereus,
Bacillus thuringiensis, Escherichia coli, Lactobacillus acidophilus dan mikroba
lainnya (Bestari, 2022).
Sampel positif pada daging segar dapat di sebabkan banyak terkontaminasi
secara fisik maupun biologis, alat-alat yang di gunakan pada proses
penyembelihan bebek yang kurang steril dan lingkungan penyembelihan atau
pemotongan yang tidak SOP (Standar Operasional Prosedur) serta lingkungan
penjualan yang kurang terjaga kebersihanya yang dapat mempercepat proses
pembusukan daging. (Wirjatmadja, 2021).

10
4.3 Pengukuran Daya Ikat Air

Pada praktikum ini Pengukuran Daya Ikat Air Pada daging kambing sapi
kerbau diperoleh data sebagai berikut :
Tabel 3. Hasil Pengukuran Daya Ikat

Jenis Daging Luas daerah Basah Luas Area Sampel Luas Sebaran Air
Kambing 8,5 81,66 27,22
Sapi 7 65,8 21,93
Kerbau 9 86,93 28,97

ada praktikum daya ikat air diperoleh hasil bahwa terikat rata-rata berkisar
20% yang berarti daya ikat air normal pada kambing daya air 27,22% sapi 21,93%
dan pada kerbau 28,97%. Daya ikat air (DIA)/water holding capacity merupakan
suatu indikator untuk mengukur kemampuan daging mengikat air maupun air
yang ditambahkan selama ada pengaruh kekuatan dari luar (Suada, 2015). Daya
ikat air dapat dipengaruhi oleh laju dan besarnya nilai pH, semakin rendah pH
maka semakin rendah pula daya ikat air daging (Risnajati, 2010). Faktor lain yang
dapat menyebabkan daya ikat air menurun yaitu penggunaan suhu tinggi.
(Kusnadi, 2012).
Dari data yang diperoleh, menunjukan daya ikat air masih diambang normal
dimana daya ikat air daging sekitar 20% sampai 60%. Lapase, (2016) berpendapat
bahwa Kemampuan daging untuk menahan air merupakan suatu sifat penting
karena dengan daya ikat air yang tinggi, maka daging mempunyai kualitas yang
baik.
4.4 Pengukuran Susut Masak

Pada praktikum ini Pengukuran Susut Masak Pada daging sapi kerbau
diperoleh data sebagai berikut :
Tabel 4. Pengukuran Susut Masak
Jenis Daging Bobot Awal Bobot Setelah Perebusan (30 Menit )
Kerban I 35,22 22,87
Kerbau II 32,7 20,146
Sapi 40,69 24,34

11
Dari data diatas dapat dilihat susunan massa Pada daging kerbau lebih kecil
bila dibandingkan dengan daging sapi gimana susut daging kerbau berkisar 0,35
sampai 0,37 sedangkan pada sapi adalah 0,40 hal ini dapat terjadi karena bobot
awal yang berbeda-beda. Selain bobot awal yang mempengaruhi PH juga
mempengaruhi susut masak. Hal ini selaras dengan Dewi, (2012) Nilai pH akhir
daging juga berhubungan dengan susut masak daging, dimana pada pH daging
yang rendah mempunyai susut masak yang rendah. daging dengan nilai susut
masak rendah mempunyai kualitas daging relatif lebih baik dari pada daging
dengan nilai susut masak tinggi, karena kehilangan nutrisi selama pemasakan akan
lebih sedikit Suradi, (2006). Hal ini selaras dengan Prayitno, (2020) Nilai susut
masak daging yang baik adalah memiliki nilai yang rendah. Susut masak pada
daging menunjukkan kemampuan daging untuk mempertahankan kandungan
airnya. (Hafid, 2018)

4.5 Perubahan Warna Setelah Pengolahan

Pada praktikum ini Pengukuran Susut Masak Pada daging sapi kerbau
diperoleh data sebagai berikut :
Tabel 5. Hasil uji Perubahan Warna Setelah Pengolahan

Jenis Daging Ulangan Warna Tabung Pelarut


A B C D
Mula-Mula Daging Kerbau I I 6 6 6 6
II 6 6 6 6
Daging Sapi I 5 5 5 5
II 5 5 5 5
Setelah pengolahan Daging Kerbau I I 2 2 1 6
II 1 1 1 6
Daging Sapi I 2 3 1 -
II 2 3 1 -

Dari data tersebut dapat dilihat bahwa perubahan warna setelah pengolahan
Pada daging kerbau sesudah dan sebelum mengalami perubahan warna yang awal
mulanya merah pekat setelah dilakukan pengolahan berubah warnanya menjadi
putih, Begitupun dengan daging sapi Setelah mengalami perubahan warna yang
awalnya merah berubah menjadi merah muda. Hal ini terjadi karena pengaruh
suhu akan mengakibatkan zat warna mengalami dekomposisi dan berubah

12
strukturnya, sehingga dapat terjadi pemucatan. (Atma, 2015 ). Selain suhu pH
juga dapat mempengaruhi warna daging Afrianti, (2013) berpendapat bahwa Jika
pH akhir daging tinggi, maka warna daging akan terlihat gelap. Hal ini disebabkan
karena kandungan air intraseluler yang tinggi menyebabkan kemampuan untuk
memantulkan cahaya akan turun sehingga warna akan terlihat gelap.
Warna daging sapi yang baik adalah berwarna merah cerah, tidak pucat,
tekstur halus, beraroma khas daging sapi (Nurwantoro et al., 2012). Warna daging
yang baik untuk daging sapi adalah jika daging tersebut berasal dari sapi dewasa,
warna daging yang baik adalah merah terang. Sedangkan untuk daging sapi muda,
warna daging yang baik adalah kecokelatan merah muda. (Gunawan, 2013).

4.6 Daging Curing

Pada praktikum ini Pada pengolahan daging curing pada daging sapi
kerbau diperoleh data sebagai berikut :
Tabel 6. Hasil prkatikum daging curing

Jenis Daging Warna daging Tektur daging


Cur. kering Cur. basah Cur. kering Cur. Basah
Sapi 8 ( coklat ) Keras
Kerbau I 9 (gelap ) Keras
Kerbau II 9 ( gelap ) Lembek

Berdasarkan data di atas dapat diketahui bahwa pada daging curing sapi
memiliki warna daging coklat sedangkan Pada daging kerbau memiliki warna
daging yang lebih gelap. Sedangkan untuk tekstur daging curing kering memiliki
tekstur yang keras sedangkan pada juring basah memiliki tekstur yang lembek.
Kita ketahui bahwa daging merupakan bahan pangan yang memiliki nilai
gizi yang tinggi, berkat nilai gizi yang tinggi tersebut daging memiliki daya
simpan yang rendah. Menurut Sugiarti, (2017) daging merupakan salah satu
makanan yang dibutuhkan karena kandungan proteinnya yang tinggi. Dalam
daging mentah terkandung jutaan mikroba yang dapat berkembang biak dengan
kecepatan tinggi,Mikroba tersebut akan mengkontaminasi daging sehingga daging
akan cepat membusuk. (Kastalani, 2016). Dengan cepat membususk nya daging

13
itu tentunya daging memerlukan suatu pengolahan atau pengawetan yang mampu
memperpanjang umur simpan daging tersebut, salah satunya adalah daging curing.
Daging curing adalah Salah satu cara pengawetan daging dengan melakukan
pemberian bahan preservatif seperti garam (NaCl), Na-nitrit, Na-nitrat dan bahan
lain yang dapat menambah cita rasa. (Ermawat, 2014 ). Daging curing dibagi
menjadi dua yaitu curing kering dan curing basah, Curing kering adalah cara
curing tanpa penambahan air, dimana air hanya berasal dari daging. Curing basah
adalah cara curing dengan penambahan air untuk merendam daging dan bahan-
bahan. ( Jade, 2017).
4.7 Pembuatan Bakso

Pada praktikum ini Pada pembuatan bakso diperoleh data sebagai berikut :
Tabel 7. Hasil prkatikum pembuatan bakso

Keadaan bakso
Sebelum pemasakan Setelah pemasakan
Warna Coklat Coklat Pucat
Bau Amis Bau daging
Tekstur Lembek Kenyal

Hasil yang diperoleh dari praktikum ini adalah bakso sebelum pemasakan
berwarna coklat, berbau amis, dan teksturnya lembek atau muda hancur.
sedangkan pada setelah pemasakan daging memiliki warna coklat pucat, berbau
daging, serta memiliki tekstur yang kenyal. Aroma dan warna bakso sangat
dipengaruhi oleh bahan baku dan bumbu bakso yang digunakan, rasa dipengaruhi
oleh daya ikat dan PH yang tinggi, sedangkan untuk tektur dipengaruhi oleh daya
pengikat air yang tinggi pada daging (Kunaepah, 2016 ). Untuk tekstur daging
selain faktor yang mempengaruh adalah daya ikat yang tinggi ternyata jumlah
penggunakan STPP juga dapat berpengaruh pada tektur, hal ini selaras dengan
Lukman, (2019) kemampuan polifosfat dalam meningkatkan nilai pH yang
berperan dalam pembentukan gel. Akan tetapi penggunaan polifosfat pada produk
olahan daging diharapkan tidak lebih dari 0,6 %. Zahiruddin, (2008) berpendapat

14
bahwa Jumlah penggunaan STPP yang diizinkan adalah 3 gram untuk setiap
kilogram daging atau 0,3 % dari berat daging.
Pemberian atau pencampuran bumbu pada bakso ternyata selain sebagai
penyedap pemberian bumbu pada bakso dapat menghambat pembususkan awal
pada bakso. Penambahan bahan dan bumbu saat proses pembuatan bakso akan
sangat berpengaruh terhadap masa kebusukan awal pada bakso. (Rahmi, 2022)
Pada hasil data uji organoleptic yang kami lakukan pada setiap kelompok
dari warna, bau, rasa dan tektur terdapat pada tabel berikut:
Tabel 8. Data Uji Organoleptik

Skala Numerik Skala Hedonik Warna Bau Rasa Tekstur


1 Sangat suka 4
2 Suka 5 4
3 Biasa 12345 34 5
4 Tidak suka 12 1235 123
5 Sangat tidak suka

Hasil yang didapat pada praktikum uji organoleptik dalam pengolahan bakso
setiap individu memiliki penilaian yang berbeda-beda mulai dari warna, bau, rasa,
dan tekstur. dengan skala hedonik sangat suka, suka, biasa, tidak suka, dan sangat
tidak suka.

15
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan praktikum yang telah dilaksanakan pada praktikum pengujian


kualitas bahwa daging yang kami praktikum kan itu Mengalami penurunan
kualitas Hal ini dapat dilihat dari pengukuran pH, uji eber, pengukuran daya ikat
air, pengukuran susut masak, perubahan warna setelah pengolahan.Untuk
praktikum pengolahan kesimpulan yang didapat adalah bahwa dengan pengolahan
atau penanganan yang tepat pada daging yang umumnya daging memiliki daya
Simpan yang rendah, kita dapat meningkatkan daya simpannya yaitu dengan cara
pengolahan menjadi bakso atau daging Curing.

5.2 Saran

Saran dari praktikum yang te;ah dilaksanakann adalah dalam melakukan


prakatikum di laboratorium sebaiknya dilakukan dengan hati – hati hal ini berguna
untuk mencegak kerusakan pada alat-alat laboratorium, serta sebelum melakukan
praktikum sebaiknya mahasiswa membaca tuntunan prkatikum yang akan
dilaksanakan agar prkatikum berjalan dengan lanca.

16
DAFTAR PUSTAKA

Afrianti, M., Dwiloka, B., & Setiani, B. E. (2013). Perubahan warna, profil
protein, dan mutu organoleptik daging ayam broiler setelah direndam
dengan ekstrak daun senduduk. Jurnal aplikasi teknologi Pangan, 2(3).
Afrianti, M., Dwiloka, B., & Setiani, B. E. (2013). Total bakteri, pH, dan kadar air
daging ayam broiler setelah direndam dengan ekstrak daun senduduk
(Melastoma malabathricum L.) selama masa simpan. Jurnal Pangan dan
gizi, 4(1).
Agustina KK, Sari PH & Suada IK. 2017. Pengaruh perendaman pada
infusa daun salam terhadap kualitas dan daya tahan daging babi.
Bulletin Veteriner Udayana, 9(1), 34–41
Amertaningtyas, D. 2012. Kualitas Daging Sapi Segar di Pasar Tradisional
Kecamatan Poncokusumo Kabupaten Malang. Jurnal Ilmu dan Teknologi
Hasil Ternak. Universitas Brawijaya. Malang. 7(01):42-47
Anamuli, E. R. B., Detha, A. I., & Wuri, D. A. (2016). Pengaruh faktor
pengistirahatan ternak sebelum pemotongan terhadap kualitas daging sapi
di rumah potong hewan oeba berdasarkan nilai pH dan daya ikat air. Jurnal
Veteriner Nusantara, 1(1), 21-33.
Arief, H. S., Pramono, Y. B., & Bintoro, V. P. (2012). Pengaruh edible coating
dengan konsentrasi berbeda terhadap kadar protein, daya ikat air dan
aktivitas air bakso sapi selama masa penyimpanan. Animal Agriculture
Journal, 1(2), 100-108
Arizona, R., Suryanto, E., & Erwanto, Y. (2011). Pengaruh konsentrasi asap cair
tempurung kenari dan lama penyimpanan terhadap kualitas kimia dan fisik
daging. Buletin Peternakan, 35(1), 50-56.
Atma, Y. (2015). Studi penggunaan angkak sebagai pewarna alami dalam
pengolahan sosis daging sapi. Jurnal Teknologi, 7(2), 76-85.
Aulawi, T., & Ninsix, R. (2009). Sifat fisik bakso daging sapi dengan bahan
pengenyal dan lama penyimpanan yang berbeda. Jurnal Peternakan, 6(2)..
Bahtiar, B., & Abustam, E. (2014). PENGARUH KONSENTRASI ASAP CAIR
DAN LAMA PENYIMPANAN TERHADAP DAYA IKAT AIR DAN
DAYA PUTUS DAGING. Jurnal Ilmu dan Industri Peternakan, 1(3), 191-
200.
Bestari, Z., Aziz, I. R., & Safiah, A. S. (2022). Uji cemaran Escherichia coli pada
punggung (back) dan paha atas (thigh) daging ayam broiler. Filogeni:
Jurnal Mahasiswa Biologi, 2(1), 27-35.
Chakim, L., Dwiloka, B., & Kusrahayu, K. (2013). Tingkat Kekenyalan, Daya
Mengikat Air, Kadar Air, dan Kesukaan pada Bakso Daging Sapi dengan
Substitusi Jantung Sapi. Animal Agriculture Journal, 2(1), 97-104.
Dewi, S. H. C. (2012). Korelasi antara kadar glikogen, asam laktat, ph daging dan
susut masak daging domba setelah pengangkutan. Jurnal AgriSains, 3(5).
Dina, D., Soetrisno, E., & Warnoto, W. (2017). Pengaruh Perendaman Daging
Sapi dengan Ekstrak Bunga Kecombrang (Etlingera elatior) terhadap Susut
Masak, pH dan Organoleptik (Bau, Warna, Tekstur). Jurnal Sain
Peternakan Indonesia, 12(2), 199-208.
Djando, Y. A. S., & Beyleto, V. Y. (2018). Pengaruh lama pengasapan
menggunakan daun kosambi (Schleichera oleosa) terhadap keempukan,
susut masak, pH, dan daya ikat air daging babi pedaging. JAS, 3(1), 8-10.
ERMAWATI, D., Andriani, M. A. M., & UTAMI, R. (2014). Pengaruh ekstrak
jeruk nipis (Citrus aurantifolia) terhadap residu nitrit daging curing selama
proses curing. Asian Journal of Natural Product Biochemistry, 12(1), 18-
26.
Gani, V. G., Swacita, I. B. N., & Agustina, K. K. (2022). Ketahanan Daging
Kambing yang Disimpan pada Suhu Ruang. Buletin Veteriner Udayana
Volume, 14(5), 491-501.
Gunawan, L. (2013). Analisa perbandingan kualitas fisik daging sapi impor dan
daging sapi lokal. Jurnal Hospitality dan Manajemen Jasa, 1(1), 146-166.
Habibah, N., Dhyanaputri, I. G. S., Karta, I. W., & Dewi, N. N. A. (2018).
Analisis Kuantitatif Kadar Nitrit dalam Produk Daging Olahan di Wilayah
Denpasar Dengan Metode Griess Secara Spektrofotometri. International
Journal of Natural Science and Engineering, 2(1), 1-9.
Hafid, H., Napirah, A., & Meliana, L. (2018). Efek pencairan kembali terhadap
pH, susut masak dan warna daging sapi bali yang dibekukan. Prosiding
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner.
Haq, A. N., Septinova, D., & Santosa, P. E. (2015). Kualitas fisik daging dari
pasar tradisional di Bandar Lampung. Jurnal Ilmiah Peternakan
Terpadu, 3(3).
Irmayani, I., Rasbawati, R., Novieta, I. D., & Nurliani, N. (2019). Analisis
cemaran mikroba dan nilai pH daging ayam broiler di pasar tradisional
lakessi kota parepare. Jurnal Galung Tropika, 8(1), 1-8.
Jane Nathania, Sicilia Sishi Liem, Lia Anagustina, Ivan William, Thomas Indarto
Putut Suseno. 2017. Curing. Seri Teknologi Pengolahan Hasil
HewaniFakultas Teknologi PertanianUniversitas Katolik Widya Mandala
Surabaya. Vol 2
Kastalani, K., Yemima, Y., & Winata, A. (2016). Pengaruh lama perebusan dan
tingkat konsentrasi bahan kyuring: garam, gula merah, jahe dan serai
terhadap kualitas uji hedonik abon ayam broiler. Jurnal Ilmu Hewani
Tropika (Journal Of Tropical Animal Science), 5(2), 68-71.
Kunaepah, U., & Muis, A. A. (2016). Penggunaan Chitosan Dan Sodium Tri
Poliphospat Pada Jajanan Bakso. Media Informasi, 12(2), 70-76
Kuntoro, B., Maheswari, R. R. A., & Nuraini, H. (2013). Mutu fisik dan
mikrobiologi daging sapi asal rumah potong hewan (RPH) Kota
Pekanbaru. Jurnal Peternakan, 10(1).
Kusnadi, D. C., Bintoro, V. P., & Al-Baarri, A. N. (2012). Daya ikat air, tingkat
kekenyalan dan kadar protein pada bakso kombinasi daging sapi dan daging
kelinci. Jurnal Aplikasi Teknologi Pangan, 1(2).
Lapase, O. A. (2016). Kualitas fisik (daya ikat air, susut masak, dan keempukan)
daging paha ayam sentul akibat lama perebusan. Students e-Journal, 5(4).
Lukman, H., Wiyanto, E., & Faizal, F. (2019, November). Pengaruh Penyimpanan
Dingin Dan Penambahan STPP (Sodium Tri Polyphospate) Terhadap Sifat
Fisik Bakso Ikan Tenggiri (Scomberomus Commerson). In Seminar
Nasional Pembangunan Pertanian Berkelanjutan Berbasis Sumber Daya
Lokal (pp. 343-353).
Merthayasa, J. D., Suada, I. K., & Agustina, K. K. (2015). Daya ikat air, pH,
warna, bau dan tekstur daging sapi bali dan daging wagyu. Indonesia
medicus veterinus, 4(1), 16-24.
Nurohim, N., Nurwantoro, N., & Sunarti, D. (2013). Pengaruh metode marinasi
dengan bawang putih pada daging itik terhadap pH, daya ikat air, dan total
coliform. Animal Agriculture Journal, 2(1), 77-85.
Nurwantoro., V.P. Bintoro, A.M. Legowo dan A. Purnomoadi. 2012. Pengaruh
Metode Pemberian Pakan terhadap Kualitas Spesifik Daging. Jurnal
Aplikasi Teknologi Pangan. 1(3):54-58.
Prayitno, S. S., Sumarmono, J., & Rahardjo, A. H. D. (2020). Pengaruh lama
perendaman daging itik afkir pada ekstrak kulit buah carica (Carica
Candamarcensis) terhadap keempukan dan susut masak daging. Jurnal
Peternakan Nusantara, 6(1), 15-20.
Prihharsanti, A. H. T. (2009). Populasi bakteri dan jamur pada daging sapi dengan
penyimpanan suhu rendah. Sains Peternakan: Jurnal Penelitian Ilmu
Peternakan, 7(2), 66-72
Pulungan, A. F. (2018). PENETAPAN KADAR SENYAWA NITRIT YANG
TERDAPAT PADA DAGING OLAHAN SOSIS DENGAN
MENGGUNAKAN METODE SPEKTROFOTMETRI UV-VIS. JIFI
(Jurnal Ilmiah Farmasi Imelda), 2(1), 8-10.
Rahmi, M. (2022). UJI KEBUSUKAN BAKSO DAGING SAPI YANG
DIBERIKAN PERSENTASE TEPUNG KACANG MERAH (Phaseolus
vulgaris L.) YANG BERBEDA. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Pertanian, 7(1),
269-276.
Risnajati, D. (2010). Pengaruh lama penyimpanan dalam lemari es terhadap pH,
daya ikat air, dan susut masak karkas broiler yang dikemas plastik
polyethylen. Jurnal Ilmiah Ilmu-Ilmu Peternakan, 309-315.
Rompis, J. E. (2015). Daya mengikat air dan susut masak daging sapi blansir yang
dikeringkan dalam oven dan dikemas vakum. Zootec, 35(1), 131-137.
Rosita, A. H., Riyanti, R., & Septinova, D. (2019). PENGARUH
PERENDAMAN DAGING SAPI DALAM BERBAGAI KONSENTRASI
BLEND JAHE (Zingiber officinale Roscoe) TERHADAP PH, DAYA
IKAT AIR, DAN SUSUT MASAK. Jurnal Riset dan Inovasi Peternakan
(Journal of Research and Innovation of Animals), 3(1), 31-37.
Rosyidi, D., A. Susilo dan I. Wiretno. 2010. Pengaruh Bangsa Sapi terhadap
Kualitas Fisik dan Kimiawi Daging. Jurnal Ilmu dan Teknologi Hasil
Ternak. 5(1):11-17.
Sari, H. A., & Widjanarko, S. B. (2015). KARAKTERISTIK KIMIA BAKSO
SAPI (KAJIAN PROPORSI TEPUNG TAPIOKA: TEPUNG PORANG
DAN PENAMBAHAN NaCl)[IN PRESS JULI 2015]. Jurnal pangan dan
Agroindustri, 3(3).
Sigit, M., Dawa, L. D., Nussa, O. R. P. A., & Rahmawat, I. (2021).
EFEKTIVITAS EKSTRAK BAWANG PUTIH (Allium Sativum L)
TERHADAP UJI EBER DAN ORGANOLEPTIK PADA PENGAWETAN
DAGING KAMBING (Capra Aegagrus Hircus). VITEK: Bidang
Kedokteran Hewan, 11(2), 47-57..
Suantika, R., Suryaningsih, L., & Gumilar, J. (2017). Pengaruh Lama Perendaman
dengan Menggunakan Sari Jahe Terhadap Kualitas Fisik (Daya Ikat Air,
Keempukan, dan pH) Daging Domba. Jurnal Ilmu Ternak Universitas
Padjadjaran, 17(2), 67-72.
Sugiarti, M. (2017). Gambaran Kadar Nitrit pada Beberapa Produk Daging
Olahan di Bandar Lampung Tahun 2014. Jurnal Analis Kesehatan, 4(1),
376-382.
Suradi K. 2006. Perubahan Fisik Daging Ayam Broiler Postmortem Selama
Penyimpanan Temperatur Ruang. Jurnal Ilmu Ternak. 6(1): 23-27.
Suradi, K. (2012). Pengaruh Lama Penyimpanan Pada Suhu Ruang Terhadap
Perubahan Nilai pH, TVB dan Total Bakteri Daging Kerbau (Effect of
Storage Length in the Room Temperature on pH, TVB, and Total Bacteria
Changes of Buffalo Meat). Jurnal Ilmu Ternak Universitas
Padjadjaran, 12(2).
SYAFANI, T. A. A. (2013). Pengaruh Formula Angkak Bubuk Dan Rumput Laut
(Eucheuma Cottonii) Terhadap Mutu Organoleptik Sosis Sapi. Jurnal Tata
Boga, 2(1).
Wibisono, F. J. (2014). Pengujian Kualitas Daging Sapi dan Daging
Ayam. VITEK: Bidang Kedokteran Hewan, vol 4.
Wibisono, F. J., Candra, A. Y. R., Widodo, M. E., Mardijanto, A., & Yanestria, S.
M. (2022). Uji Kualitas (Organoleptis, Eber) dan Identifikasi Cemaran
Salmonella Sp. Pada Daging Ayam Dari Pasar Tradisional di Surabaya.
Jurnal Ilmu Peternakan dan Veteriner Tropis (Journal of Tropical Animal
and Veterinary Science), 12(1), 99-106.
Widarti, S. S., Purnomo, H., & Rosyidi, D. (2012). Studi Tentang Preferensi
Konsumen, Sifat Fisiko Kimia dan Nilai Organoleptik Sei Daging Babi asal
Kupang (Nusa Tenggara Timur). Sains Peternakan: Jurnal Penelitian Ilmu
Peternakan, 10(1), 23-29.
Wirjatmadja, R., Setyonugroho, A., Restijono, E. H. M., & Sari, D. A. K. (2021).
ANALISIS KUALITAS DAGING BEBEK DENGAN MENGGUNAKAN
UJI pH, DAYA IKAT AIR DAN UJI EBER DI PASAR TRADISIONAL
KABUPATEN KEDIRI. VITEK: Bidang Kedokteran Hewan, 11(2), 26-31.
YulistianiR. 2010. Studi Daging Ayam Bangkai : Perubahan Organoleptik
Dan Pola Pertumbuhan Bakteri Study of Un-slaughtered Chicken
Carcass : Organoleptic Changes and Bacterial Growth Pattern. Jurnal
Teknologi Pertanian, 11(1), 27–36
Zahiruddin, W., Erungan, A. C., & Wiraswanti, I. (2008). Pemanfaatan karagenan
dan kitosan dalam pembuatan bakso ikan kurisi (Nemipterus nematophorus)
pada penyimpanan suhu dingin dan beku. Buletin Teknologi Hasil
Perikanan, 11(1), 40-52.
LAMPIRAN

A. Pengukuran pH

1. Pengukuran pH daging menggunakan pH meter

B. Daya Ikat Air

1. Daging ditimbang

2. Daging diberi beban 35 kg

3. Daging dan sample airnya


C. Susut masak (cooking loss)

1. Hasil Perebusan

2. Pengecekan suhu daging

3. Penimbangan sempel
D. Uji Eber

1. Menunggu reaksi NH3 dengan NH4Cl

E. Perubahan Warna Setelah Pengolahan pada Daging

1. Cincang daging

2. Pembuatan larutan curing

3. Persiapan tabung reaksi dan daging


4. Penambahan larutan

5. Pemanasan daging

6. Menunggu perubahan warna

F. Daging Curing
1. penimbangan Garam
2. Pembalutan daging dengan garam

3. pembungkusan curing

4. hasil curing selama 1minggu didiamkan di refrigerator

G. Pembuatan Bakso

1. Daging dihaluskan
2. Daging Dimasukkan beserta bumbu kedalam food proccesor

3. Daging direbus sampai mengapung

4. Tiriskan bakso
HITUNGAN

1. Daya Ikat
Air:
 Kambing – 8,0
7
MgH2O =
0,0948
= 65,8
65,8
% MgH2O = x 100%
300
= 0,21%
= 21%
 Kerbau
8,5
MgH2O =
0,0948 – 8,0
= 81,66
81,66
% MgH2O = x 100%
300
= 27,22%
 Sapi
9
MgH2O =
0,0948 – 8,0
= 86,93
86,93
% MgH2O = x 100%
300
= 28,97%

2. Pengukuran Susut Masak


 Kerbau I
Susut Masak = 32,7−20,46 x 100%
32,7
= 12,24 x 100%
32,7
= 0,37%
 Kerbau II
Susut Masak = 35,22−22,87 x 100%
35,22
12,35
= x 100%
35,22
= 0,35%
 Sapi
Susut Masak = 40,69−24,34 x 100%
40,69
16,35
= x 100%
40,69
= 0,40%

Anda mungkin juga menyukai