Anda di halaman 1dari 43

LAPORAN PRAKTIKUM PRODUKSI TERNAK UNGGAS

EGG GRADING

Disusun Oleh :
Kelompok 3
Kelas B

ALIATUL KHASANNA 200110170037


ANNITA NUR SILVIANY 200110170038
RINTO 200110170039
PUTRI RIZKY AMALIA 200110170040
AHMAD SAFIRA F 200110170042
RAMDHAN HAMIDI 200110170043

LABORATORIUM PRODUKSI TERNAK UNGGAS


FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
SUMEDANG
2019

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena

dengan rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya penulis dapat

menyelesaikan Laporan Praktikum Produksi Ternak Unggas yang berjudul “Egg

Grading” ini dengan baik. Laporan ini mengamati kualitas interior dan eksterior

yang terdapat pada praktikum. Tujuan praktikum adalah memperluas ilmu dan

memperdalam pengetahuan mengenai egg grading.

Penulis mengucapkan terima kasih pada Ir. Dani Garnida, MS. dan

Indrawati Yudha Asmara, S.Pt., M.Si., Ph.,D selaku dosen mata kuliah Produksi

Ternak Unggas Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran yang telah

membimbing kami dalam praktikum ini. Kami juga berterima kasih kepada Iwan

Hadiana, S.Pt sebagai teknisi laboratorium produksi ternak unggas serta Arezah

Febryanti F. dan Dedi Yusuf sebagai assisten laboratorium yang telah

membimbing kami dalam penyelesaian laporan praktikum ini.

Semoga laporan praktikum ini dapat memberikan informasi yang

bermanfaat begi pembaca umumnya dan penulis khususnya. Kritik dan saran

yang sifatnya membangun dari semua pihak sangat penulis harapkan guna

perbaikan dimasa mendatang.

Sumedang, April 2019

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

Bab Halaman

KATA PENGANTAR ......................................................... i

DAFTAR ISI ........................................................................ ii

DAFTAR TABEL ................................................................ iv

DAFTAR LAMPIRAN ........................................................ v

I PENDAHULUAN................................................................. 1
1. 1 Latar Belakang ........................................................... 1
1. 2 Identifikasi Masalah ................................................... 2
1. 3 Maksud dan Tujuan .................................................... 2
1. 4 Manfaat Praktikum ..................................................... 2
1. 5 Waktu dan Tempat ..................................................... 3

II KAJIAN KEPUSTAKAAN ................................................ 4


2. 1 Kualitas Telur Ayam.................................................. 4
2. 2 Berat Telur................................................................. 5
2. 3 Bentuk Telur.............................................................. 6
2. 4 Tekstur Telur............................................................... 6

2. 5 Keutuhan Telur.......................................................... 4
2. 6 Kebersihan Telur........................................................ 5
2. 7 Rongga Udara Telur................................................... 6
2. 8 Haugh Unit.................................................................. 6

2. 9 Kondisi Albumen....................................................... 4
2. 10 Kebersihan, Bentuk, dan Besar Yolk......................... 5
2. 11 Tebal Kerabang.......................................................... 6
2. 12 Bobot Bagian-bagian Telur......................................... 6

2. 13 Indeks Yolk................................................................ 4
iii
2. 14 Indeks Albumen......................................................... 5
III ALAT, BAHAN DAN PROSEDUR KERJA ..................... 8
3. 1 Alat ............................................................................ 8
3. 2 Bahan ......................................................................... 8
3. 3 Prosedur Kerja ........................................................... 8

IV HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN .............. 10


4. 1 Hasil Pengamatan ....................................................... 10
4. 2 Pembahasan ................................................................ 13

V KESIMPULAN DAN SARAN ............................................ 20


5. 1 Kesimpulan ................................................................ 20
5. 2 Saran .......................................................................... 20

DAFTAR PUSTAKA ........................................................... 21

LAMPIRAN ......................................................................... 23

iv
DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1 Prosedur Percobaan Kualitas Telur Sebelum

Dipecahkan……………….................................................................... 34

2 Pengamatan Tambahan ......................................................................................

3 Pengamatan Specific Gravity .............................................................................

4 Pengamatan Interior dan Eksterior

Telur……………….................................................................... 34

5 Tambahan Hasil

Pengamatan ......................................................................................

6 Pengamatan Specific Gravity .............................................................................

7 Shape Index……………….................................................................... 34

8 HU ......................................................................................

9 Kebersihan Telur .............................................................................

v
DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1 Distribusi Tugas……………….................................................................... 34

vi
1

I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Telur merupakan salah satu bahan pangan yang mudah didapatkan dan

memiliki harga yang ekonomis. Bahan pangan yang satu ini yaitu telur merupakan

sumber protein hewani yang sangat baik dan penting dibutuhkan oleh tubuh.

Dewasa ini, banyak sekali masyarakat yang menjadikan telur sebagai bagian dari

setiap menu makanan yang terhidang di meja makan setiap harinya. Selain kaya

akan nutrisi, telur juga banyak dimanfaatkan dalam berbagai macam pengolahan

makanan.

Kandungan protein yang tinggi di dalam telur sehingga membuat telur

mempunyai nilai gizi yang tinggi & nilai fungsional yang tinggi dalam proses

pengolahan makanan yang berbahan dasar dari telur. Namun demikian, yang

perlu diketahui yaitu telur juga merupakan bahan pangan yang mudah rusak dan

rentan terkontaminasi oleh mikroorganisme merugikan, terutama bakteri

pathogen.
Sehingga penanganan dan pengetahuan mengenai kualitas interior dan

eksterior telur sebagai bahan pangan ataupun sebagai telur tetas menjadi sangat

penting sebelum telur itu dikonsumsi ataupun ditetaskan. Oleh karena itu, butuh

pengetahuan dan juga pemahaman dalam memilih telur yang berkualitas.

1.1 Identifikasi Masalah

(1) Ciri-ciri kualitas telur.

(2) Kualitas telur berdasarkan ciri-cirinya.


2

(3) Menentukan kualitas dan kelas (grade) telur.

(4) Bagaimana sistem kerangka pada unggas.

1.2 Maksud dan Tujuan

(1) Mengetahui ciri-ciri kualitas telur.

(2) Mengetahui kelas telur berdasarkan ciri-cirinya tersebut.

(3) Mampu menentukan kualitas dan kelas (grade) telur.

1.3 Manfaat Praktikum

(1) Memahami ciri-ciri kualitas telur.

(2) Memahami kelas telur berdasarkan ciri-cirinya tersebut.

(3) Memahami cara menentukan kualitas dan kelas (grade) telur.

1.4 Waktu dan Tempat

Hari, Tanggal : Selasa, 9 April 2019

Waktu : Pukul 15.00-17.00 WIB


Tempat : Laboratorium Produksi Ternak Unggas, Fakultas

Peternakan Universitas Padjadjaran


3

II

KAJIAN KEPUSTAKAAN

2.1 Kualitas Telur Ayam

Telur sebagai bahan biologi merupakan sumber nutrien kompleks yang

lengkap bagi pertumbuhan sel yang dibuahi (Santoso dan Wijanarko, 1982). Telur

secara alami disiapkan untuk menunjang kehidupan serta perkembangan embrio

dengan sempurna. Telur selain dibungkus dengan kulit keras yang berfungsi

sebagai pelindung, juga dilengkapi dengan bahan makanan yang lengkap

(Muchtadi dkk., 2010). Telur merupakan bahan makanan yang bernilai gizi tinggi,

hal ini ditandai dengan rendahnya zat yang tidak dapat diserap setelah telur

dikonsumsi (Mulyantini, 2010). Dalam telur protein lebih banyak terdapat pada

kuning telur yaitu sebanyak 16,5% sedangkan pada putih telur sebanyak 10,9%

(Zulfikar, 2008). Bentuk telur berbagai jenis unggas pada umumnya memiliki

bentuk oval atau lonjong. Setiap induk bertelur berurutan dengan bentuk yang

sama yaitu bulat, panjang, dan lonjong (Suprijatna dkk., 2005).

Struktur telur terdiri atas empat bagian penting, yaitu selaput membran,

kerabang (shell), putih telur (albumen), dan kuning telur (yolk) (Hartono dan

Isman, 2010). Komponen kimia telur tersusun atas air (72.8% - 75.6%), protein

(12,8% - 13,4%), dan lemak (10,5% - 11,8%) (Panda, 1996). Nilai pH putih telur

segar yang baru keluar dari tubuh induk yaitu 7.6 sedangkan pH kuning telur yaitu

6.0 (Romanoff dan Romanoff, 1963). Saat telur baru keluar dari induknya, pH

telur sekitar 7,6 (Charley, 1982).

Kualitas merupakan ciri-ciri dari suatu produk yang menentukan derajat

kesempurnaan yang akan mempengaruhi penerimaan konsumen. Mutu telur utuh


4

dapat dinilai dengan cara candling yaitu meletakkan telur dalam jalur sorotan

sinar yang kuat sehingga memungkinkan penemuan keretakan pada kulit telur,

ukuran serta gerakan kuning telur, ukuran kantung udara, bintik-bintik darah,

bintik-bintik daging, kerusakan oleh mikroorganisme dan pertumbuhan benih

(Romanoff, 1963).

Kualitas telur dapat digolongkan menjadi dua macam yaitu kualitas telur

bagian luar dan kulitas bagian dalam. Kualitas telur bagian luar meliputi bentuk,

warna, tekstur, keutuhan dan kebersihan kerabang, sedangkan kualitas telur

bagian dalam meliputi kekentalan putih telur, warna kuning telur, posisi kuning

telur serta ada tidaknya bintik darah pada kuning dan putih telur (Sarwono, 1994).

Keadaan fisik telur mencakup hal ukuran (berat, panjang, dan lebar),

warna (putih, agak kecoklatan, coklat), kondisi kulit telur (tipis dan tebal), rupa

(bulat dan lonjong) dan kebersihan kulit telur (Winarno dan Koswara, 2002).

Bentuk telur yang baik adalah berupa elips yang asimetris atau yang disebut

berbentuk oval cossini dengan ujung yang satu harus lebih tumpul dari ujung yang

lain (Djanah, 1990). Telur yang panjang dan sempit relative akan mempunyai

indeks yang lebih rendah, sedangkan telur yang pendek dan luas walaupun

ukurannya kecil atau besar akan mempunyai indeks yang lebih besar (Romanoff,

1963).

2.2 Berat Telur

Bentuk telur dipengaruhi oleh bentuk oviduct pada masing-masing induk

ayam, sehingga bentuk telur yang dihasilkan akan berbeda pula. Bentuk telur

biasanya dinyatakan dengan suatu ukuran indeks bentuk atau shape index yaitu

perbandingan (dalam persen) antara ukuran lebar dan panang telur. Ukuran indeks
5

untuk telur yang baik adalah sekitar 70-75 (Jazil. N, dkk 2013). Klasifikasi

standar berat telur yaitu jumbo (> 76 g), extra large (70--77 g), large (64--70 g),

medium (58--64 g), medium small (52--58 g), small (< 52 g) (Sumarni dan

Djuarnani, 1995). Berat telur dalam ounces/dozen jumbo >30, extra large >27,

large >24, medium >21, small >18 dan peewe >15 dan jika dalam gram akan

dikonversikan ke dalam ounces/dozen, yaitu dengan BT (berat telur dalam gram)

x 12 / 28,349 (Kurtini, dkk., 2011).

2.3 Bentuk Telur / Shape Index (SI)

Bentuk telur dipengaruhi oleh faktor genetik, umur induk ketika bertelur

serta sifat fisiologi didalam tubuh induk.

Berdasarkan jenis ternak unggas maka  bentuk telur yang dihasilkan juga

berbeda-beda, bentuk telur yang biasanya dinyatakan dalam indeks telur yaitu

perbandingan antara sumbu lebar dengan sumbu panjang dikalikan 100% (Joseph,

N. S. dkk, 1999). Indeks telur bervariasi antara 65 – 82 %. Apabila telur oval

memanjang maka indeks telur berkisar 65 %. Apabila telur oval bulat mencapai

indeks 82% (Abbas, M. H. 1989). Standar bentuk telur ayam ras yaitu bulat >77,

Normal 69-77 dan lonjong <69 (Sirait, C. H. 1986).

2.4 Tekstur Telur

Tekstur telur bersifat kuat, halus, berkapur. Kulit telur terdiri dari empat

lapisan yaitu lapisan kutikula yang merupakan lapisan paling luar yang

menyelubungi seluruh permukaan telur, lapisan bunga karang yang terletak

dibawah kutikula, lapisan mamila yang merupakan lapisan ketiga dan sangat tipis,
6

dan lapisan membran yang terletak paling dalam. komposisi dari kulit telur adalah

98,2% kalsium, 0,9 % magnesium dan 0,9 % fosfor. 

Pori-pori per butir telur berkisar antara 7.000 – 17.000 dan menyebar di

seluruh permukaan telur  Kulit telur pada bagian tumpul memiliki jumlah pori-

pori per satuan luas lebih banyak dibandingkan dengan pori-pori bagian yang lain

(Sirait, 1986). Pada telur segar, permukaan kulit dilapisi oleh lapisan tipis kutikula

yang segera mengering setelah peneluran dan menutup pori-pori telur sehingga

mengurangi hilangnya air dan gas-gas serta invasi oleh mikroorganisme. Lapisan

kutikula mengandung 90 % protein yang kebanyakan terdiri dari tirosin, glisin,

lisin dan sistein (Yamamoto, T, dkk . 1997).

Klasifikasi telur dibagi atas empat kualitas, yaitu :

a. Kualitas AA

Kulit telur untuk kualitas ini harus bersih, tidak retak atau berkerut, bentuk

kulit normal dan halus. Rongga udara di dalam telur sepanjang 0,32 cm.

Rongga udara berada di bagian tumpul dan tidak bergerak-gerak. Putih telur

harus bersih dan encer. Kuning telurnya dan tanpa kotoran.

b. Kualitas A

Kulit telur juga harus bersih, tidak retak atau berkerut, mulus dan normal.

Rongga udara 0,48 cm dan terdapat bagian tumpul dari telur. Putih telur

bersih dan agak encer. Kuning telur normal dan bersih.

c. Kualitas B

Kulit telur bersih, tidak pecah/retak dan agak tidak normal, misalnya sedikit

lonjong. Rongga udara sebesar 0,95 cm. Putih telur bersih dan lebih encer.

Kuning telur normal tetapi ada bercak yang normal.

d. Kualitas C
7

Kulit telur bersih dan sedikit kotor, kulit tidak normal. Rongga udara sebesar

0,95 cm. Putih telur sudah encer, ada telur yang berbentuk tidak normal.

Kuning telur sudah mengandung bercak-bercak, bentuk telur tidak normal

atau piph. (Winarno dkk, 2002).

2.5 Keutuhan Telur / Sound

Keutuhan telur yang ditetaskan harus utuh, apabila retak bibit penyakit

dapat dengan mudah masuk melalui bagian yang retak tersebut, apabila untuk

telur ayam ras maka akan berdampak pada interior dan kualitas telur baik

eksterior maupun interior. Kerabang yang retak juga dapat menyebabkan isi telur

ke luar (Rasyaf, 1991). Keutuhan telur secara eksterior ditentukan oleh faktor dari

kualitas kerabangnya itu sendiri, apabila kualitas kerabang itu bagus maka akan

berdampak bagus untuk interior telur namun sebaliknya jika kualitas kerabang

atau eksterior telur tidak bagus, seperti ada retakan maka akan berdampak pada

interior yang akan terganggu (Balnave, D. 1996).

Kerabang telur mempunyai dua lapisan yaitu spongy layer dan mamillary

layer yang terbungkus oleh lapisan lendir berupa kutikula. Lapisan luar terbentuk

dari kalsium, fosfor dan vitamin D yang merupakan lapisan paling keras yang

berfungsi melindungi semua bagian telur. Tebal tipisnya kerabang telur

tergantung pada jumlah kalsium yang terdapat pada pakan. (Stadellman dkk.,

1995).

2.6 Kebersihan Telur

Kebersihan telur dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu secara kering dan

secara basah. Pembersihan telur dapat dilakukan dengan air hangat yang

mengandung desinfektan. Kebersihan telur sangat mempengaruhi kualitas telur


8

ayam konsumsi tersebut. Pengaruh telur ayam yang tanpa dilap ini akan terlihat

agak kasar dengan kebersihan yang kurang bersih dari kotoran yang menempel

atau noda pada kulit telur sehingga terjadi kerusakan isi telur disebabkan adanya

CO2 yang terkandung di dalamnya sudah banyak yang keluar, sehingga derajat

keasaman meningkat. Penguapan yang terjadi juga membuat bobot telur

menyusut, dan putih telur menjadi lebih encer. Serta masuknya mikroba ke dalam

telur melalui pori-pori kulit telur juga akan merusak isi telur (Djamal, 1988).

2.7 Rongga Udara Telur

Rongga udara telur berguna sebagai tempat memberi udara sewaktu

embrio bernafas. Semakin lama kantong udara, umur telur relatif semakin lama,

membesarnya rongga udara disebabkan oleh menguatnya air di dalam isi telur

(Sarwono, 1994). Bertambah besarnya rongga udara dipengaruhi oleh beberapa

faktor antara lain tekstur kerabang, temperatur serta kelembaban lingkungan

(Indratiningsih, 1996).  Kantung udara terbentuk setelah ditelurkan oleh ayam

betina karena adanya perbedaan suhu di dalam tubuh ayam (41ºC) dengan

suhu lingkungan (28 ºC) yang lebih rendah. Kantung udara semakin bertambah

besar karena adanya penguapanatau penyusutan berat telur (Romanoff, 1963).

Kedalaman kantung udara dapat dilihat melalui peneropongan (candling)

sehingga bagian luar dan di dalam telur dapat dilihat dengan jelas. Kedalaman

kantung udara diukur dari diameter dan tinggi kantung udara. Kantung udara

dipengaruhi oleh suhu penyimpanan, kelembaban dan perubahan internal dari

telur (Yuwanta, 2010). Suhu yang tinggi dan kelembaban yang rendah dapat

menyebabkan kantung udara cepat membesar akibat adanya penguapan air di

dalam telur (Romanoff, 1963).


9

2.8 Haugh Unit (HU)

Haugh unit dapat digunakan untuk menghitung kualitas putih telur yaitu

dengan menggunakan egg quality slide rule atau dengan menggunakan rumus

haugh unit (Stadelman dan Cotteril, 1995). Nilai Haugh unit merupakan nilai

yang mencerminkan keadaan albumen telur yang berguna untuk menentukan

kualitas telur. Nilai Haugh unit ditentukan berdasarkan keadaan putih telur, yaitu

korelasi antara bobot telur dan tinggi putih telur. Faktor-faktor yang

mempengaruhi nilai haugh unit diantaranya adalah umur unggas dan

penyimpanan telur. Semakin lama penyimpanan telur maka nilai haugh unit akan

semakin menurun dan nilai haugh unit akan menurun dengan bertambahnya umur

unggas (Muchtadi dan Sugiyono, 1992). Penurunan nilai Haugh unit selama

penyimpanan terjadi karena penguapan air dalam telur dan kantung udara yang

bertambah besar (Muchtadi dan Sugiyono, 1992).

Nilai haugh unit dipengaruhi umur ayam, dengan pertambahan umur

ayam maka akan menurunkan nilai haugh unit, karena kemampuan fungsi

fisiologis alat reproduksi ayam semakin menurun (Izat dkk., 1986). Nilai haugh

unit yang tinggi menunjukkan kualitas telur tersebut juga tinggi (Sudaryani,

2000). Nilai haugh unit lebih dari 72 dikategorikan sebagai telur berkualitas

AA, nilai haugh unit 60-72 sebagai telur berkualitas A, nilai haugh unit 31-60

sebagai telur berkualitas B dan nilai haugh unit kurang dari 31 dikategorikan

sebagai telur berkualitas C (Mountney, 1976).

2.9 Kondisi Albumen


10

Albumen atau putih telur terdiri 40% berupa bahan padat yang terdiri dan

empat lapisan yaitu lapisan putih telur tipis, lapisan tebal, lapisan tipis bagian

dalam clan (Sarwono dkk., 1985). Kualitas albumen berdasarkan kebersihan dan

kekentalan dapat dibagi menjadi 3 kelas yaitu kelas AA kebersihan albumen bebas

noda dan kekentalannya kental. Kelas A kebersihannya bebas noda dan sedikit

encer. Kelas B kebersihannya sedikit noda dan kekentalannya encer tapi belum

tercampur dengan yolk (Abustam dkk., 2005).

2.10 Kebersihan, Bentuk, dan Besar Yolk

Beberapa karakter kuning telur mempengaruhi kualitas, seperti pada

warna, kekuatan membran, kondisi dan bentuk kuning telur (Stadelman dan

Cotterill, 1995). Kualitas yolk berdasarkan warna, posisi dan kebersihan yolk

dapat dibagi menjadi 3 yaitu kelas AA warna yolnya kuning jernih, posisinya

terpusat dan kebersihannya bebas noda. Pada kelas A warnanya kuning jernih,

posisi terpusat, dan kebersihannya ada sedikit noda. Pada kelas B warna yolk

kurang jernih, posisi tidak terpusat dan banyak noda (Abustam dkk., 2005).

2.11 Tebal Kerabang

Kerabang telur merupakan bagian terluar yang membungkus isi telur dan

berfungsi mengurangi kerusakan fisik maupun biologis, serta dilengkapi dengan

pori-pori kerabang yang berguna untuk pertukaran gas dari dalam dan luar

kerabang telur (Sumarni dan Djuarnani, 1995). Komposisi kerabang telur terdiri

atas 98,2% kalsium, 0,9% magnesium dan 0,9% fosfor (Stadelman dan Cotteril,

1963). Pada bagian kerabang telur ditemukan dua selaput (membran), yaitu

membran kerabang telur (outer shell membrane) dan membran albumen (inner
11

shell membrane) yang berfungsi melindungi isi telur dari infiltrasi bakteri dari

luar (Kurtini dkk., 2011).

Pori-pori pada kerabang telur ayam ras berkisar antara 7.000--17.000

digunakan untuk pertukaran gas. Pori-pori tersebut berukuran 0,01--0,07 µm dan

tersebar di seluruh permukaan telur. Kerabang telur pada bagian tumpul memiliki

jumlah pori-pori per satuan luas lebih banyak dibandingkan dengan pori-pori

bagian yang lain (Kurtini dkk., 2011). Tebal kerabang telur ayam ras berkisar

antara 0,330--0,350 mm. Tebalnya kerabang telur dipengaruhi beberapa faktor

yaitu: umur, tipe ayam, zat-zat makanan, peristiwa faal dari organ tubuh, stres,

dan komponen lapisan kerabang telur. Kerabang yang tipis relatif berpori lebih

banyak dan besar, sehingga 13 mempercepat turunnya kualitas telur akibat

penguapan dan pembusukan lebih cepat (Steward dan Abbott, 1972).

2.12 Bobot Bagian-bagian Telur

Telur ayam ras memiliki fisik terdiri dari 10% kerabang (kulit telur,

cangkang), 60% putih telur dan 30% kuning telur (Sarwono, 1994). Telur terbagi

atas tiga komponen pokok, yaitu kulit telur atau cangkang (11% dari bobot tubuh),

putih telur (57% dari bobot tubuh) dan kuning telur (32% dari bobot tubuh)

(Suprapti, 2002)

Putih telur atau albumen mempunyai proporsi yang tinggi dalam

komposisi telur mencapai 60% dari total berat telur (Stadellman, 1995),.

Presentasi putih telur pada ayam dan umur dari telur. Kuning telur merupakan

bagian paling penting bagi isi telur, karena pada bagian inilah terdapat dan tempat

tumbuh embrio hewan, khususnya pada telur yang telah dibuahi.


12

2.13 Index Yolk (IY)

Kuning telur merupakan bagian terpenting telur karena banyak

mengandung zat-zat gizi yang berfungsi menunjang kehidupan embrio (Stevenson

dan Miller, 1986). Kuning telur merupakan bagian telur dengan zat gizi yang

paling lengkap dengan komponen terbanyak berupa air yang diikuti dengan lemak

dan protein (Winarno dan Koswara, 2002). Kuning telur memiliki komposisi gizi

yang lebih lengkap dibandingkan puith telur, yang terdiri dari air, protein, lemak

karbohidrat, vitamin dan mineral (Sarwono, dkk., 1985).

Indeks kuning telur adalah perbandingan antara tinggi kuning telur dengan

garis tengahnya, dimana indeks kuning telur segar beragam antara 0,33 dan 0,55

dengan nilai rata-rata 0,42, dengan bertambahnya umur telur, indeks kuning telur

akan menurun akibat bertambahnya ukuran garis tengah kuning telur sebagai

akibat perpindahan air (Buckle, dkk 1987).

Berat dan bentuk telur ayam ras relatif lebih besar dibandingkan dengan

telur ayam buras. Telur ayam ras yang normal mempunyai berat 57,6 g per butir

dengan volume sebesar 63 cc (Rasyaf, 2004). Bentuk telur dipengaruhi oleh

bentuk oviduct pada masing-masing induk ayam, sehingga bentuk telur yang

dihasilkan akan berbeda pula. Bentuk telur biasanya dinyatakan dengan suatu

ukuran indeks bentuk atau shape index yaitu perbandingan (dalam persen) antara

ukuran lebar dan panjang telur. Ukuran indeks telur yang baik adalah sekitar 70-

75 (Djanah, 1990).

2.14 Index Albumen (IA)


13

Putih telur terdiri dari empat lapisan, yaitu lapisan luar yang encer (23%)

merupakan bagian putih telur yang langsung dibawah selaput kulit, lapisan luar

yang kental banyaknya 57% dengan konsentrasinya lebih tebal dan kental, lapisan

dalam yang encer banyaknya 19% dengan konsistensi encer, dan lapisan dalam

kalaza banyaknya 11% yang berfungsi untuk menahan posisi kuning telur

(Djamal, 1988).

Indeks putih telur merupakan perbandingan antara tinggi putih telur

dengan rata-rata garis tengah panjang dan pendek putih telur. Dalam telur yang

baru ditelurkan nilai ini berkisar antara 0,050 dan 0,174, meskipun biasanya

berkisar antara 0,090 dan 0,120. Indeks putih telur jugan menurun karena

penyimpanan dan pemecahan ovomucin yang di percepat pada pH yang tinggi

(Winarno dan Koswana, 2002).


14

III

ALAT, BAHAN, DAN PROSEDUR KERJA

3.1 Alat
(1) Kaca, berfungsi untuk meja hasil pengamatan

(2) Baki Plastik, berfungsi untuk menampung alat dan bahan

(3) Pisau, berfungsi untuk alat bantu dalam memecahkan telur dan

memisahkan yolk dengan albumen

(4) Ember, berfungsi untuk menampung air yang sudah diberi garam dengan

konsentrasi yang berbeda

(5) Hydrometer, berfungsi untuk mengukur berat jenis

(6) Egg yolk colour fan, berfungsi sebagai alat untuk mengukur grade telur

sesuai dengan warna yolk

(7) Official air cell gauge, berfungsi untuk mengukut rongga udara telur

(8) Jangka sorong, berfungsi sebagai alat bantu dalam pengukuran

(9) Kantong plastik, berfungsi sebagai tempat penampung yolk saat ditimbang

3.2 Bahan
(1) Telur ayam ras segar, berfungsi sebagai bahan yang diamati

(2) Garam, berfungsi sebagai bahan untuk pengamatan Spetific gravity

(3) Air

3.3 Prosedur Kerja


(1) Uji Spetific Gravity (SG)

Membuat larutan :

1. Mengisi ember dengan air sampai ¾-nya


15

2. Memasukkan garam sesuai kebutuhan

3. Mengukur berat jenisnya dengan hydrometer sesuai ukuran pada setiap

ember, yaitu 1,075; 1,080; 1,085; 1,090; 1,100

4. Menandai ember sesuai dengan nilai SG-nya.

Pengujian pada telur:

 Memberi tanda/nomor pada setiap telur yang akan diuji

 Memasukan masing-masing telur pada keranjang

 Memasukkan keranjang ke dalam larutan yang telah dibuat (dari yang

terendah berurut sampai tertinggi konsentrasinya) sambil diperhatikan

posisi telur dalam air, tenggelam, melayang atau mengambang

 Mencatat nomor telur pada table sesuai hasil pengamatan (telur yang

mengambang, pada larutan yang mana).

(2) Kualitas Telur

a. Pengamatan Kualitas Telur sebelum dipecahkan

Tabel 2. Prosedur Percobaan

No Pengamatan Prosedur

1. Berat Telur 1. Ditimbang telur dengan timbangan

dalam satuan gram

2. Dikonversikan berat dalam gram

kepada ons/dozen, dengan cara : BT x

12/28,349 = … ons/dozen. BT = berat

telur (gram)

2. Bentuk Telur/Shape 1. Digunakan jangka sorong, diukur

Index (SI) panjang (P) dan lebar (L) telur,


16

ditentukan 2 digit dibelakang koma

2. Dihiting SI, dengan rumus : L/P x 100

= ..

3. Tekstur Telur 1. Seluruh permukaan diraba, kemudian

ditentukan : Areal kasar/pengapuran

tidak merata, bitnik-bintik (Thin Spot)

dan keriput

2. Disesuaikan dengan standar penilaian

4. Keutuhan Telur/Sound 1. Ditempatkan telur diatas lubang

candler/senter

2. Dinyalakan candler/senter

3. Diamati kerabang telur, dengan cara

diputar telur diatas lubang cahaya,

apakah ada keretakan atau tidak

4. Disesuaikan dengan standar penilaian

5. Kebersihan Telur 1. Diamati seluruh permukaan telur,

apakah ada noda atau kotoran atau tidak

2. Disesuaikan dengan standar penilaian

6. Rongga Udara Telur a. Kedalaman rongga udara, dengan

menggunakan candler

1. Ditempatkan bagian runcing telur

diatas lubang candler/senter

2. Dinyalakan candler/senter

3. Pada bagian tumpul akan terlihat

ruang rongga udara


17

4. Diukur dengan menggunakan offial

air cell gauge, dengan cara

ditempelkan alat tersebut pada

bagian yang ada rongga udaranya

tadi

5. Disesuaikan dengan standar

penilaian

6. Dicatat hasil pengamatan pada table

b. Pergeseran rongga udara

1. Apabila ada pergeseran, diukur

berapa cm pergeseran tersebut

dengan cara dikur pergeseran antara

titik pusat lingkaran rongga udara

2. Diamati pula apakah rongga udara

masih utuh atau sudah pecah

3. Disesuaikan dengan standar penilaian

4. Dicatat hasil pengamatan pada table

7. Bayangan Yolk Dengan menggunakan candler/senter:

1. Ditempelkan telur diatas lubang

candler/senter

2. Dinyalakan candler/senter

3. Diamati apakah yolk kelihatan atau


18

tidak

4. Disesuaikan dengan standar penilaian

5. Dicatat hasil pengamatan pada table

8. Haugh Unit (HU) 1. Dipecahkan telur diatas permukaan

kaca yang rata

2. Digunakan jangka sorong untuk

mengukur tinggi putih telur dengan

cara dimasukkan alat tersebut ke

bagian putih telur dekat yolk, tetapi

tiak dekat kalaza

3. Prosedur no. 2 dilakukan 2 kali,

sehingga mendapat 2 tinggi putih

telur, kemudiaan dirata-ratakan

4. Dibaca skala yang ditunjukkan alat

(mm) dan ditulis pada table.

Untuk menghitung nilai HU-nya gunakan

rumus: HU = 100 log(H+7,57-1,7 W0,37),

H adalah tinggi putih telur (mm) dan W

adalah berat telur.

b. Pengamatan Kualitas Telur setelah dipercahkan

9. Kondisi Albumen 1. Setelah pengamatan 8 dilaukkan,

diamati kondisi albumen apakah ada

noda/kototan atau tidak


19

2. Disesuaikan dengan standar penilaian

3. Dicatat hasil pengamatan pada table

10. Kebersihan, bentuk, 1. Dipisahkan bagian kuning telur dari

dan besar yolk albumen

2. Diamati bentuknya apa ada perubahan

atau tidak

3. Diamati pula apakah ada noda/kotoran

atau tidak

4. Disesuaikan dengan standar penilaian

5. Dicatat hasil pengamatan pada table

c. Pengamatan Tambahan

No Pengamatan Prosedur

1. Tebal Kerabang Diambil sebagian kerabang dari ujung

tumpul, ujung runcing dan bagian tengah

telur kemudian ukur dengan

menggunakan millimeter skrup

2. Bobot bagian-bagian 1. Ditimbang kerabang

telur 2. Ditimbang kuning telur (yolk)

3. Untuk mengetahui bobot putih telur

(albumen), dengan cara dikurangi

bobot telur oleh bobot kerabang dan

yolk

4. Ketiga hasil perhitungan diatas

dipersentasekan terhadap bobot telur


20

3. Index Yolk 1. Bersamaan dengan pengamatan no 10

pada kualitas telur ukur diameter yolk

(w) dan tingginya (h) dengan jangka

sorong

2. Dihitung nilai indeknya dengan rumus:

IY = h/w

4. Index Albumen (IA) 1. Bersamaan dengan pengamatan no 8

pada kualitas telur, ukur rataan lebar

putih telur (Av) dan tingginya (h)

dengan jangka sorong

2. Dihitung nilai indeknya dengan rumus:

IA = h/Av
21

IV

HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Pengamatan

4.1.1 Tabel Hasil Pengamatan Spesific Grafity


No Telur Spesific Grafity
1,075 1,080 1,085 1,090 1,095 1,100
1 - - - x
2 - - - x
3 - - - x
4 - - - x
5 - - X
6 - - - x
Keterangan :

x : Terapung

- : Tenggelam

4.1.2 Tabel Hasil pengamatan kualitas telur secara ekstrerior dan Interior
No Pengamatan Nomer Telur
1 2 3 4 5 6
1 Berat telur 26.75 24.55 25.91 25.06 31.45 24.32
(ons/Dozen)
2 Bentuk telur / 81.56 84.44 90.54 84.47 80.94 80.22
Shape Indesx
(SI)
3 Tekstur Telur AA A A AA AA AA
4. Keutuhan AA AA AA AA AA AA
Telur/ sound
5 Kebersihan AA B AA B B A
Telur
6 Rongga Udara AA A A A AA AA
Telur
7 Bayangan C C C C AA C
Telur
8 Haught Unit AA AA AA AA AA AA
(HU)
9 Kondisi AA AA AA AA AA AA
Albumen
22

10 Kebersihan AA AA A AA AA AA
Yolk
11 Kesimpulan C C C C B C

4.1.3 Tabel Hasil Pengamatan Tambahan


No Pengamatan Nomer Telur
1 2 3 4 5 6
……………..%.........................
1 % Kerabang 13.29 11.89 12.25 12.5 11.3 12.71
2 % Yolk 25 22.4 28.92 30.74 22.6 24.9
3 % Indek yolk 0.425 0.407 0.42 0.34 0.43 0.39
4 % HI 0.047 0.05 0,06 0.05 0.05 0.05
5 % Albumen 61.70 65.68 58.82 56.75 66.08 62.36

4.2 Pembahasan

Pada praktikum kali ini, dalam penentuan kualitas telur, ada beberapa

faktor yang perlu diperhatikan.  Pada dasarnya ada dua cara penentuan kualitas

telur yaitu penentuan kualitas telur secara eksterior dan penentuan secara interior.

Kualitas yang dilihat adalah kualitas telur sebelum dipecahkan dan sesudah

dipecahkan. Untuk kualitas telur sebelum dipecahkan, yang dinilai adalah tekstur

telur, bentuk telur, kebersihan, bayangan yolk, berat telur, dan spesifik gravity.
Sedangkan untuk kualitas telur sesudah dipecahkan, yang dinilai adalah tinggi

yolk, tinggi albumen, lebar yolk, lebar albumen, berat yolk, berat albumen, tebal

kerabang, nilai haugh unit, index yolk, bobot putih telur, % bobot putih telur, %

bobot kerabang, dan % bobot yolk.

4.2.1 Penentuan Kualitas Telur Secara Eksterior

Penentuuan kualitas telur secara eksterior dapat dilihat dari berat telur,

tekstur telur dan keutuhan telur yang akan diamati.

(1) Berat Telur


23

Berat telur dari nomor 1 samapai 6 memiliki berat yang berbeda. Berat

telur dapat dipengaruhi oleh faktor genetik, genetik merupakan faktor utama yang

mempengaruhi ukuran telur, tapi dengan teknik menejemen, kita bisa

mempengaruhi ukuran telur tersebut. Selain faktor genetik, berat telur dapat

dipengaruhi oleh berat badan saat periode stater – grower, nutrisi, suhu

lingkungan dan penambahan cahaya yang terlalu awal membuat ayam terlalu

cepat bertelur dan ukurannya kecil. Protein kasar (asam amino esensial seperti

methionin) dan lemak/fat (asam linoleat) dan level energi adalah faktor penting

dalam perkembangan ukuran telur. Penimbangan berat telur dapat dilakukan

dengan menggunakan timbangan analitik, tetapi untuk membuat berat telur dalam

ouncea/ dozen digunakan rumus sebagai berikut:

A. Tekstur Telur

Tekstur telur dari nomor 1 sampai 6 memiliki tekstur yang berbeda-beda.

Pada telur nomor 1,4,5,6 memiliki bentuk telur yang bagus dimana bentuk kulit

normal dan halus, tidak retak /berkerut serta bersih sesuai dengan literature

(Yamayato, T, dkk. 1997 dengan Grade AA sedangkan pada nomer 2 dan 3

bergrade A disebabkan rongga udara diantara 0.48 cm serta terdapat bagian

tumpul pada telur

Dalam menentukan bentuk telur dapat dilakukan dengan cara mengukur

panjang dan lebar telur dengan menggunakan jangka sorong, setelah panjang dan

lebar diketahui, lalu kita menghitung shape index, dengan rumus sebagai berikut :

Shape Index = Lebar Telur x 100%

Panjang Telur

Setelah itu, bandingkan dengan tabel dibawah ini:


Shape Index Keterangan
24

Kurang dari 69 Lonjong


69-77 Normal
Lebih besar dari 77 Bulat

Rata – rata bentuk telur yang telah diamati memiliki bentuk yang bulat. Bentuk

telur yang bulat dapat dilihat dari shape index nya. Contoh pada telur 2 : diketahui

panjang telur 5.27 cm, dan lebar telur 4.45 cm, maka perhitungan shape indexnya

sebagai berikut :

Shape Index = 4.45 x 100% = 84.44

5,27

Shape index telur 2 sebesar 82,68 artinya telur 1 termasuk telur yang berbentuk

bulat, karena diatas 77. Perhitungan shape index tersebut digunakan pada kelima

telur yang lainnya. Untuk mengetahui kualitas tekstur telur, dilakukan dengan

mengamati permukaan kulit telur apakah terdapat areal kasar, bintik-bintik coklat

atau pigmentasi yang tidak merata, dan keriput.

B. Keutuhan Telur

Keutuhan telur dilakukan dengan mengamati telur dengan cermat apakah

ada retak atau tidak. Dengan hati-hati memeriksa retak yang sangat kecil yang

tidak terlihat oleh mata dengan cara Candling. Untuk menilai kebersihan telur

yaitu dengan mengamati telur apakah ada noda atau kotoran yang menempel.

4.2.2 Penentuan Kualitas Telur Secara Interior

Penampakan luar tidak bisa menjadi indikasi yang akurat terhadap apa

yang dijumpai di dalam cangkang.  Oleh karena itu untuk mengukur kualitas

interior dilakukan dengan candling (peneropongan) dan pemecahan telur.


25

A. Candling (Peneropongan)

Pengamatan melalui candling dilakukan dengan cara telur disimpan diatas

candler, lalu amati apakah terlihat ruang udaranya (diujung tumpul telur) kalau

tidak terlihat mencari di bagian lain. Dari Pengamatan yang dilakukan dapat

diketahui bahwa pada telur 1,5,6 bergrade AA dan pada telur 2,3,4 Bergrade A.

Pengamatan tersebut dilakukan melalui cangkang, rongga udara, yolk, albumen

dan blastoderm.  Dengan candling memungkinkan untuk mendeteksi retak-retak

pada cangkang, ukuran rongga udara, ukuran dan mobolitas yolk, blood spot, meat

spot, cacat-cacat mikrobiologis dan germinasi (ada tidaknya perkembangan

embrio). Telur yang bercangkang tipis, sangat berpori-pori atau retak dengan

mudah terdeteksi.  Pada bagian ujung yang tumpul terdapat kantung udara.

Menurut Gary dkk (2009), kantung udara merupakan indikator umur atau mutu

telur, karena ukurannya akan membesar dengan meningkatnya umur simpan.

Perubahan suhu lingkungan dalam telur ketika berada dalam tubuh induk (sekitar

40°C) dan suhu luar (sekitar 27°C) akan mengakibatkan lapisan membran bagian

luar dan dalam tidak melekat satu sama lain. Penguapan air meningkat diantara

membran luar yang menempel pada kerabang sedangkan membran dalam

penempel pada albumen yang mengkerut dan menyebabkan kantung udara

membesar.

B. Kondisi Albumen

HU (Haugh Unit) adalah satuan yang dipakai untuk mengukur kualitas

telur dengan melihat kesegaran isinya. Semakin tinggi nilai HU (Haugh Unit)

telur,semakin bagus kualitas telur tersebut.Penentuan kualitas albumen dapat


26

ditentukan dengan indeks putih telur dan dengan nilai Haugh Unit. Penilaian HU

(Haugh Unit) dilakukan untuk mengukur kualitas albumin, dengan rumus sebagai

berikut :

HU = 100 log ( H + 7,57-1,7 W 0,37 )

Dimana :

H = Tinggi albumin (mm)

W = Berat Telur (gram)

Kemudian bandingkan dengan penilaian kualitas yang diukur pada temperature

antara 45 0- 60 0 F:
Kelas Keterangan
AA Kental, tebal, teguh. Nilai HU > 72
A Yolk mulai mendekati kulit karena albumen kurang teguh. HU= 60-72
B Albumen kurang kental. Niali HU = 31-59
C Albumen tipis/encer dan lemah. Nilai HU<31

Misal, pada telur 4 diketahui tinggi albumin ....mm dan berat telur ...gram, maka

perhitungan HU nya sebagai berikut:

HU = 100 log (....+ 7,57) –(1,7 (.....)0,37 )

= ....HU

Kualitas albumen telur 4 sebesar HU, nilai tersebut tergolong kelas AA.

Perhitungan tersebut digunakan pada telur yang lainnya. Haugh Unit dipengaruhi

oleh :

1. Hereditas

2. Suhu dan kelembaban

3. Penyakit

4. Produksi tinggi
27

5. Pemberian preparat sulfa akan menyebabkan encernya albumen.

6. Ranch management akan meningkatkan HU

Kondisi albumen merupakan problem utama dari pengukuran kualitas

putih telur.Beberapa faktor yang mempengaruhi adalah:

1. Kondisi albumen telur yang baru ditelurkan tergantung pada umur

ayam.Terdapat kecendrungan kualitas albumen turun dengan lanjutnya

umur peneluran.

2. Kondisi albumen telur baru tidak tergantung kepada suhu selama

pembentukan telur terjadi.

3. Selama penyimpanan telur terjadi penurunan tinggi albumen akibat bagian

tipis albumen.Kejadian ini cepat berlangsung antara 24 – 48 jam setelah

telur keluar,sehingga untuk penentuan Haugh Unit haruslah sebelum telur

berumur 24 jam.

4. Penurunan kualitas albumen selama penyimpanan tergantung pada suhu

penyimpanan.Suhu yang tinggi sangat merugikan.

 Albumen Index (Index Putih Telur)

Albumen index merupakan perbandingan tinggi putih telur kental dengan

rata-rata garis tengahnya.Pengukuran dilakukan setelah kuning telur dipisdahkan

dengan hati-hati.Telur yang baik mempunyai IPT antara 0.050 – 0.174, tetapi

biasanya berkisar antara 0.090 – 0.120. Index putih Telur menurun selama

penyimpanan,karena pemecahan ovomucin yang dipercepat naiknya pH. Kondisi

albumen telur yang telah diamati memiliki kondisi yang bersih.

C. Kebersihan Telur

Kebersihan telur dilakukan dengan memeriksa apakah terdapat noda-noda,

blood spot dan lain-lain, kemudian bandingkan dengan tabel di bawah ini:
Kelas Keterangan
28

AA Bersih, tidak ada noda


A Noda ringan
B Ada noda-noda tapi tidak serius
C Mempunyai bintik-bintik darah dan noda jelas, tapi bukan
perkembangan bakal anak.
Loss Bila ada blood spot

Pada telur nomor 1 dan 3 kebersihan telur Cukup bersih, Noda ringan

Kurang dari ¼ bagian telur, bebas dari kotoran yang menempel, telur nomor 2,4,5

Agak bersih, bebas dari kotoran yang menempel,noda berkumul <1/32, noda

tersebar <1/16 bagian telur, pada telur nomor 6 Bersih, boleh ada noda yang

sangat ringan dan sedikit berminyak sedangkan pada telur nomor 4 sampai 5 telur

kotor dan terdapat benda asing.

Rongga Udara Telur

Rongga udara dapat terlihat dengan cara candling. Rongga udara biasanya

terletak di ujung telur yang tumpul (besar).  Rongga udara yang besar merupakan

indikasi lamanya umur telur dan lemahnya membran kulit telur atau karena

penanganan yang kasar.  Sedangkan rongga udara yang bergerak bebas pada

beberapa bagian telur adalah akibat pecahnya membran kulit telur dalam. Rongga
udara pada telur nomor 1 sampai 6 memiliki rata-rata rongga udara yang kecil

sekitar 1/8 inchi atau sekitar 0,31 cm.

D. Bayangan Yolk

Bayangan yolk pada telur nomor 5 tidak terlihat sama sekali.


29

4.2.3 Pengamatan Tambahan

Pengamatan tambahan ini terdiri dari tebal kerabang, persentase kerabang,

persentase yolk, persentase albumen, index yolk dan index albumin.

A. Tebal Kerabang

Tebal kerabang pada telur nomor 1 – 6 memiliki tebal yang berbeda. Pada

telur nomor 1 memiliki tebal kerabang 0,44, pada telur nomor 2 memiliki tebal

kerabang 0,43, pada telur nomor 3 memiliki tebal keranag 0,37, pada telur nomor

4 memiliki tebal kerabang 0,46, pada telur nomor 5 memiliki tebal kerabang 0,45,

dan pada telur nomor 6 memiliki tebal kerabang 0,43. Untuk kualitas kerabang,

banyak faktor yang berkaitan dengan kualitas kerabang meliputi kecukupan gizi

ternak, masalah kesehatan ternak, manajemen pemeliharaan, serta kondisi

lingkungan peternakan. Gary (2009) mengatakan bahwa kerabang telur

mengandung sekitar 95% kalsium dalam bentuk kalsium karbonat dan sisanya

seperti magnesium, fosfor, natrium, kalium, seng, besi, mangan, dan tembaga.

B. Persentase Kerabang

Persentase kerabang telur pada telur nomor 1 – 6 memiliki hasil yang

berbeda – beda. Telur nomor 1 memiliki persentase sebanyak 13,29%, telur

nomor 2 sebanyak 11,89%, telur nomor 3 sebanyak 12,25%, telur nomor 4

sebanyak 12,5%, telur nomor 5 sebanyak 11,3% dan telur nomor 6 memiliki

persentase sebanyak 12,71%. Hasil dari persentase kerabang yang berbeda – beda

didapat dari berat telur serta jumlah kandungan yang berbeda. Hal ini sesuai

dengan pernyataan Yuwanta (2010) bahwa persentase kerabang telur berjumlah

sekitar 10% dari berat telur yang tersusun dari 95,1 % mineral, 3,3 % protein, dan

1,6 % air.
30

C. Persentase Yolk

Persentase yolk dapat dihitung dengan cara Berat Yolk x 100% / Berat

Telur. Pada telur nomor 1 – 6 memiliki persentase yolk yang berbeda.


a. Telur 1 = 25%
b. Telur 2 = 22,4%
c. Telur 3 = 28,92%
d. Telur 4 = 30,74%
e. Telur 5 = 22,6%
f. Telur 6 = 24,9%
15,9 x 100/ 78,2= 20,33 %
Telur yang memiliki persentase yolk tertinggi memiliki kadar lemak yang
tertinggi pula, dikarenakan kandungan terbesar yang dimiliki yolk adalah
lemak. Hal ini sesuai dengan pernyataan Romanoff dan Romanoff Suhara
(1963) yang menyataka bahwa yolk tersusun atas 44,8 % air, 17,7 %
protein, 35,2 % lemak, 1,1 % karbohidrat dan 1,2 % abu.

D. Persentase Albumen

Persentase albumen pada tiap telur yang telah diamati memiliki persentase

yang berbeda – beda. Persentase albumen dapat dihitung dengan cara Berat

Albumen x 100% / Berat Telur. Pada telur nomor 1 memiliki persentase

albumen sebesar 61,70 %, telur nomor 2 memiliki persentase albumen sebesar

65,68 %, telur nomor 3 memiliki persentase albumen sebesar 58,82 %, telur

nomor 4 memiliki persentase albumen sebesar 56,75 %, telur nomor 5 memiliki

persentase albumen sebesar 66,08 %, dan telur nomor 6 memiliki persentase

albumen sebesar 62,36 %. Adanya perbedaan persentase albumen dari setiap telur

dikarenakan beberapa faktor yaitu perbedaan bobot telur dan umur unggas. Hal ini

sesuai dengan pernyataan Romanoff dan Romanoff dalam Suhara (1963).


31

Menurut Izat dkk (1986), persentase albumen akan menurun dengan

bertambahnya umur dan pada akhir periode produksi relatif konstan.

E. Index Yolk

Index yolk pada telur nomor 1 – 6 memiliki hasil akhir yang berbeda.

Pada telur nomor 1 memiliki index yolk sebesar 0,425 cm, pada telur

nomor 2 memiliki index yolk sebesar 0,407 cm, telur nomor 3 memiliki index

yolk sebesar 0,42 cm, telur nomor 4 memiliki index yolk sebesar 0,34 cm, telur

nomor 25 memiliki index yolk sebesar 0,43 cm, dan telur nomor 6 memiliki index

yolk sebesar 0,39 cm. Menurut Yuwanta (2010), pengukuran indeks yolk relatif

lebih mudah dibandingkan dengan putih telur karena kuning telur relatif stabil

dibanding putih telur. Indeks kuning telur  pada saat telur dikeluarkan adalah 0,45

kemudian akan menurun menjadi 0,30 apabila telur disimpan selama 25 hari

(25oC).

G. Index Albumin

Index albumin pada telur yang telah diamati memiliki hasil yang berbeda –

beda antara telur nomor 1 sampai 6. Pada telur nomor 1 memiliki index albumin

sebesar 0,047 cm, telur nomor 2 memiliki index albumin sebesar 0,05 cm, telur

nomor 3 memiliki index albumin sebesar 0,06 cm, telur nomor 4 memiliki index

albumin sebesar 0,05 cm, telur nomor 5 memiliki index albumin sebesar 0,05 cm,

dan telur nomor 6 memiliki index albumin sebesar 0,05 cm. Kisaran yang

direkomendasikan menurut Warsono dan Rumetor (1989) adalah 0.05-0.12

sedangkan menurut Buckle dkk., (1987) berada pada kisaran 0.09-0.12. Perbedaan

ini mungkin dipengaruhi dalam  pengukuran sehingga nilainya jauh dari yang

direkomendasikan.
32

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Telur sebagai bahan biologi merupakan sumber nutrien kompleks yang

lengkap bagi pertumbuhan sel yang dibuahi (Santoso dan Wijanarko, 1982).

Struktur telur terdiri atas empat bagian penting, yaitu selaput membran, kerabang

(shell), putih telur (albumen), dan kuning telur (yolk) (Hartono dan Isman, 2010).

Komponen kimia telur tersusun atas air (72.8% - 75.6%), protein (12,8% -

13,4%), dan lemak (10,5% - 11,8%) (Panda, 1996). Nilai pH putih telur segar

yang baru keluar dari tubuh induk yaitu 7.6 sedangkan pH kuning telur yaitu 6.0

(Romanoff dan Romanoff, 1963).

Kualitas telur dapat digolongkan menjadi dua macam yaitu kualitas telur

bagian luar dan kulitas bagian dalam. Kualitas telur bagian luar meliputi bentuk,

warna, tekstur, keutuhan dan kebersihan kerabang, sedangkan kualitas telur

bagian dalam meliputi kekentalan putih telur, warna kuning telur, posisi kuning

telur serta ada tidaknya bintik darah pada kuning dan putih telur (Sarwono, 1994).

Pada praktikum ini, dilakukan penilaian eksterior yang terdiri atas

penilaian bentuik, tekstur, kebersihan kerabang, serta keutuhan telur. Serta

penilaian interior meliputi candling, kebersihan albumen dan yolk, kondisi

albumen, kondisi yolk, persentase albumen dan yolk, dan indeks albumen. secara

keseluruhan dari keenam sample telur didapatkan grade AA pada penilaian yang

berarti keenam telur tersebut memiliki kualitas yang baik untuk dikonsumsi. Dari

penilaian.
33

5.2 Saran

Dalam menjalankan praktikum ini dibutuhkan ketelitian tinggi serta

kecekatan dalam efisiensi waktu. Oleh karenanya, penulis menyarankan agar

dilakukan pembagian tugas dalam mengerjakan setiap indicator penilaian.


34

DAFTAR PUSTAKA

Abbas, M. H. 1989. Pengelolaan Produksi Unggas. Jilid ke 1. Universitas


Andalas, Padang.

Abustam, E. Ratmawati Malaka. Hikma M. Ali. Muh. Irfan Said. 2005. Penuntun
Praktikum Dasar Teknologi Hasil Ternak. Fakultas Peternakan Universtas
Hasanuddin. Makassar.

Balnave, D. and J. N. Bird. 1996. Relative efficiencies of yellow carotenoids of


egg yolk pigmentation. Asian Australian Journalis of Animal Science.
Australia.

Buckle,K, A., R. A. Edwards, G. H. Fleet, and M Wotton. 1987. Ilmu Pangan.


Terjemahan : H. Purnomo dan Adiono. Universitas Indonesia Press.
Jakarta.

Charley, Helen, 1982. Food Science. 2nd ed.John Willey and Sons, New York

Djamal, R. 1988. Tumbuhan Sebagai Sumber Bahan Obat. Pusat Penelitian.


Universitas Negeri Andalas

Djanah, D. 1990. Beternak ayam. CV. Yasaguna, Cetakan kedua. Surabaya.

Gary D, Butcher DVM, dan Richard Miles. 2009. Ilmu Unggas. Jasa Ekstensi
Koperasi. Lembaga Ilmu Pangan dan Pertanian Universitas Florida.
Gainesville.

Hartono. T dan Isman. 2010. Kiat Sukses Menetaskan Telur Ayam. PT. Agro
Media Pustaka.Jakarta.

Indratiningsih, R.A. dan Rihastuti. 1996. Dasar Teknologi Hasil Ternak. Susu dan
Telur. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta

Izat, A.I., F.A. Gardner and D.B. Meller. 1986. The effect of egg of bird and
season of the year on egg quality. II. Haugh Unit and compositional
attributes. J. Poult. Sci.

Jazil, N., A. Hintono., dan S.Mulyani. 2012. Penurunan Kualitas Telur Ayam Ras
dengan Intensitas Warna Cokelat Kerabang Berbeda selama Penyimpanan.
35

Jurnal Penelitian. Fakultas Peternakan dan Pertanian. Universitas


Diponegoro. Semarang.

Joseph, N. S., N. A. Robinson, R. A. Renema, dan F. E. Robinson. 1999. Shell


Quality and Color Variation in Broiler Eggs. J. Appl. Poult. Res. 8:70-74.

Kurtini, T., K. Nova., dan D. Septinova. 2011. Produksi Ternak Unggas.


Universitas Lampung, Bandar Lampung.

Mountney, G.I. 1976. Poultry Technology. 2nd Edit. The AVI Publishing Inc.
Westport.

Muchtadi, T. R. dan Sugiyono. 1992. Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan.


Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jendral Pendidikan
Tinggi Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. Institut Pertanian Bogor.
Bogor.

Muchtadi, T. R. dan Sugiyono. 2010. Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan.


Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jendral Pendidikan
Tinggi Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. Institut Pertanian Bogor.
Bogor.

Mulyantini, N. G. A. 2010. Ilmu Manajemen Ternak Unggas. Yogyakarta: Gadjah


Mada University Press. Hal: 33; 151; 163; 168-169.

Rasyaf, M. 1991. Pengelolaan Penetasan. Edisi ke-2. Kanisius. Yogyakarta.

Rasyaf, M. 2004. Penyajian Makanan Ayam Petelur. Kanisius. Yogyakarta.

Romanoff., A.L., Romanoff. 1963. The Avian Egg. New York : John Wiley and
Sons, Inc. New York.

Santoso, Paulus Bambang Wijanarko. 1982. Mutu Telur Ayam Ras Segar Pada
Berbagai Tingkat Pemasaran di Daerah Bogor, Bogor: Skripsi Sarjana,
Jurusan Pangan dan Gizi, Fakultas Teknologi Pertanian, IPB.

Sarwono. B., B.A. Murtidjo dan A . Daryanto . 1985 . Telur Pengawetan dan
Manfaatnya .Seri Industri Kecil. Cetakan I. Penebar Swadaya. Jakarta

Sarwono, B. 1994. Pengawetan dan Pemanfaatan Telur. PT. Swadaya, Jakarta

Sirait, C.H. 1986. Telur dan Pengolahannya.Pusat Penelitian dan Pengembangan


Peternakan. Bogor.
36

Stademan, W. E., O. J. Cotterill, and E. M. Funk. 1963. Factors affecting heat


coagulation of egg white. Poultry Sci. 42: 406—417

Stadellman, W.J. dan O.J. Cotteril. 1995. Egg Science and Technology. 4th ed.
The Avi Publishing Co. Inc. New York.

Stevenson, G.T. and C. Miller. 1986. Introduction to Foods and Nutrition. John
Wiley and Sons Inc. London

Steward, G.F. and J. C. Abbott.1972. Marketing Eggs and Poultry. Third Printing.
Food and Agricultural Organization (FAO) the United Nation, Rome.

Sudaryani, T. 2000. KualitasTelur. PenebarSwadaya. Jakarta.

Sumarni dan N. Djuarnani. 1995.Diktat Penanganan


PascapanenUnggas.Departemen Pertanian. Balai Latihan
Pertanian.Ciawi.Bogor.

Suprapti, L.M. 2002. Pengawetan Telur, Telur Asin Tepung Telur, dan Telur
Beku. Kanisius. Yogyakarta.
Suprijatna, E. U, Atmomarsono. R, Kartasudjana. 2005. Ilmu Dasar Ternak
Unggas. Penebar Swadaya, Jakarta.

Winarno, F.G dan Koswana, S. 2002. Telur : Komposisi, Penanganan dan


Pengelolaan, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Yamamoto, T., L. R. Juneja, R. Hatta, and M. Kim. 1997. Hen Eggs. CRC Press,
New York.

Yuwanta,T. 2010. Telur dan Kualitas Telur. Gadjah Mada Press. Yogyakarta.

Zulfikar, 2008. Sifat Fisik dan Organoleptik Telur Ayam Ras Hasil
Perendamanan dalam Campuran Larutan Garam Dengan Ekstrak Jahe
yang Berbeda. Institut Pertanian Bogor. Skripsi.
37

*Lampiran

DISTRIBUSI

NAMA NPM KETERANGAN

Aliatul Khasanna 200110170037 editing

Annita nur s 200110170038 Kajian, alat bahan &

prosedur

Putri Rizky A 200110170040 Hasil dan pembahasan

Rinto 200110170039 COVER, Pendahuluan

Ahmad Safira 200110170041 Hasil dan pembahasan

Ramdhan Hamidi 200110170042 Saran dan kesimpulan

Anda mungkin juga menyukai