PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pakan merupakan hal penting dalam usaha peternakan.Setiap ternak
membutuhkan pakan untuk menghasilkan produk hewani asal ternak.Pakan
terbagi atas hijauan dan konsentrat.Hijauan dibedakan menjadi empat kelas, yaitu
gramineae, leguminose, rambanan dan cyperaceae. Sedangkan konsentrat
umumnya berupa bijian dan butir hasil proses industri pangan.
Bahan pakan tersedia sangat banyak di alam. Penyebutan nama bahan
pakan pun menjadi berbeda-beda meskipun bahan yang dimaksud adalah sama.
Pemberian nama bahan pakan menjadi perlu untuk menyeragamkan penyebutan
suatu bahan pakan. Sehingga nomenklatur secara internasional dilakukan untuk
menanggulangi ketidaktepatan pemberian nama bahan pakan.
Setiap kegiatan ilmiah di laboratorium umumnya menggunakan peralatan
maupun bahan kimia.Penggunaan alat yang tidak sesuai prosedural, penggantian
alat seharusnya dengan alat yang memiliki bentuk yang hampir sama juga
menyebabkan kurangnya akurasi hasil yang diperoleh. Sehingga perlu dilakukan
pengenalan mengenai alat-alat yang akan digunakan ketika berada di
laboratorium.
Bahan pakan memiliki komposisi nutrisi penyusun dan bentuk fisik yang
berbeda-beda. Ada yang berbentuk biji-bijian, tepung, dan lain-lain sehingga cara
penanganan, pengolahan maupun penyimpanan menjadi berbeda. Uji fisik yang
dapat dilakukan pada suatu bahan pakan antara lain dengan cara menghitung
sudut tumpukan, berat jenis, daya ambang serta luas permukaan.
Kebutuhan nutrien setiap ternak berbeda-beda. Pemberian ransum pada
ternak harus diperhitungkan. Bahan pakan harus dianalisis kandungan nutriennya
sebelum diberikan pada ternak agar hasil yang didapatkan maksimal. Analisis
nutrien bahan pakan dapat dilakukan dengan analisis proksimat dan analisis Van
Soest. Analisis proksimat merupakan analisis perkiraan. Analisis proksimat
dilakukan karena mudah, murah serta cepat. Analisis proksimat meliputi
penetapan kadar air, kadar abu, serat kasar, lemak kasar, protein kasar dan bahan
ekstrak tanpa nitrogen (BETN).
2
2.1 Tujuan
Bahan makanan adalah bahan yang dapat dimakan, dicerna, dan digunakan
oleh hewan.Bahan makanan ternak terdiri dari tanaman, hasil tanaman dan
kadang-kadang juga bahan makanan yang berasal dari ternak atau hewan yang
hidup di laut (Tillman et. al., 1984). Pembagian bahan-bahan makanan menjadi 8
jenis, yaitu hijauan kering, hijauan segar (termasuk hijauan lapangan
penggembalaan/pastora), silase, bahan-bahan makanan sumber energi, sumber
protein, mineral, vitamin, dan bahan-bahan makanan tambahan (Prakkasi, 1986).
Pakan hijauan adalah semua pakan yang berasal dari tanaman dalam
bentuk daun-daunan. Termasuk kelompok pakan hijauan ini adalah bangsa rumput
(gramineae), leguminose, dan hijauan dari tumbuh-tumbuhan lain seperti daun
nangka, daun waru dan lain sebagainya. Hijauan sebagai bahan pakan ternak bisa
diberikan dalam bentuk segar dan kering. Hijauan segar antara lain rumput segar,
leguminosa segar dan silage. Sedangkan hijauan kering berasal dari hijauan yang
sengaja dikeringkan (hay) ataupun rumput kering (Rumiyati, 2008).
Konsentrat merupakan bahan pakan yang kaya akan zat-zat makanan
terutama protein dan energi, memiliki kadar serat kasar yang rendah sehingga
kecernaannya dalam saluran pencernaan cukup tinggi (Raharjo et. al., 2013).
Fungsi utama konsentrat adalah untuk mencukupi kebutuhan protein, karbohidrat,
lemak dan mineral yang tidak dapat dipenuhi oleh hijauan. Pemberian konsentrat
yang baik adalah dengan bahan baik diolah, setengah jadi atau bahan baku yang
kandungan protein kasar minimal 18% dan Total Digestible Nutrient (TDN) atau
bahan makanan yang dapat dicerna tidak kurang dari 75% (Laryska dan Nurhajati,
2013).
Istilah nomenklatur berasal dari bahasa latin yaitu Nomenklatural yang
berarti tata nama atau penamaan. Nomenklatur adalah penamaan yang merupakan
alat untuk melakukan komunikasi antara para ahli biologi. Nomenklatur dapat
dipakai secara meluas, maka penerapan harus pula secara luas. Oleh sebab itu
5
nomenklatur (utamanya nama ilmiah) harus mempunyai kata-kata dan arti yang
sama atau hakekatnya stabil dan seragam (Burhanuddin, 2014).
Sifat fisik merupakan sifat dasar yang dimiliki oleh suatu bahan yang
dapat dijadikan salah satu kriteria untuk menetapkan mutu dan keefisienan proses
produksi. Sifat fisik pakan penting diketahui karena berkaitan dengan proses
pengolahan, penanganan, penyimpanan dan perancangan alat-alat yang dapat
membantu proses produksi pakan, membantu industri pengolahan hasil pertanian
6
kadar abu (KAb), protein kasar (PK), lemak kasar (LK), serat kasar (SK) dan
bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN). Selanjutnya hasil analisis proksimat
digunakan untuk menghitung nilai estimasi total digestible nutrient (TDN)
(Fachrudin et. al., 2012).
Kadar air adalah persentase kandungan air suatu bahan yang dinyatakan
berdasarkan berat basah dan berat kering (Pujaningsih et. al., 2013). Kadar air
mempunyai peranan yang besar terhadap mutu suatu produk. Kandungan air
dalam bahan pakan menentukan acceptability, kesegaran dan sangat berpengaruh
terhadap masa simpan bahan pangan (Musfiroh et. al., 2006).
Jumlah abu dalam bahan pakan hanya penting untuk menentukan
perhitungan bahan ekstrak tanpa nitrogen (Soejono, 1990). Tingginya kadar serat
kasar dalam pakan hijauan dapat menurunkan daya rombak mikroba rumen
(Farida, 1998). Kandungan lemak kasar suatu bahan pakan dapat ditentukan
dengan metode soxhlet yaitu proses ekstraksi suaatu bahan dalam tabung soxhlet
(Soejono, 1990).
Jumlah protein dalam pakan salah satunya ditentukan dengan kandungan
nitrogen bahan pakan kemudian dikali dengan faktor protein 6,25. Angka 6,25
diperoleh dengan asumsi bahwa protein mengandung 16% nitrogen. Kelemahan
analisis proksimat untuk protein kasar itu sendiri terletak pada asumsi dasar yang
digunakan. Tidak semua nitrogen berasal dari protein dan kadar nitrogen protein
tidak selalu 16% (Soejono, 1990).
Penetapan asam lemak bebas berprinsip bahwa lemak bebas yang terdapat
paling banyak pada minyak tertentu. Analisis ini memperhitungkan banyaknya zat
yang larut dalam basa atau asam di dalam kondisi tertentu (Sutardi, 2011).
Analisis kimia untuk mengetahui asam lemak bebas pada bahan pakan dilakukan
dengan proses AOAC.
Lemak lipida adalah ester dari asam-asam lemak hydra alkohol yang di
dalamnya berupa zat-zat yang tidak larut dalam air (Tillman, 1984). Menurut
Citrawidi (2012), enzim lipase dapat memecahkan ikatan ester pada lemak dan
8
gliserol. Salah satu lemak yang ada pada tubuh adalah trigliserida. Trigliserida
akan dipecah oleh enzim lipasae menjadi gliserol dan asam lemak lepas ke dalam
pembuluh darah.
Asam lemak ditulis secara singkat dengan menyebutkan jumlah atom
karbon, jumlah ikatan rangkapnya dan porsi ikatan rangkap pertama dihitung dari
ujung metil. Asam lemak bebas adalah asam lemak yang sudah bebas dari ikatan
gliserol karena proses hidrolisis. Asam lemak bebas mengikuti sirkulasi darah,
berikatan dengan albumin, disimpan dan dikeluarkan dari timbunan lemak tubuh
menurut kondisi metabolism energi saat itu (Sandjaja, 2009).
IV. METODE
4.1 Materi
4.1.1 Nomenklatur Bahan Pakan
4.1.1.1 Nomenklatur Hijauan
Bahan:
1. Rumput gajah (Pennisetum purpureum)
2. Rumput raja (Pennisetum purpuroides)
3. Setaria lampung (Setaria splendida)
4. Setaria ancep (Setaria spachelata)
5. Rumput benggala (Panicum maximum)
6. Jerami padi (Oryza sativa)
7. Daun pisang (Musa paradisiaca)
8. Daun dadap (Eritrina lithospermae)
9. Daun rami (Boehmeria nivea)
10. Murbei (Morus indica L.)
11. Gamal (Gliricida maculata)
12. Daun waru (Hibiscus tileatheus)
13. Kaliandra (Calliandra calothyrsus)
14. Lamtoro (Leucaena glauca)
15. Papaya (Carica papaya)
16. Daun singkong (Manihot utillisima)
17. Daun nangka (Arthocarpus integra)
18. Jerami jagung (Zea mays)
Bahan:
1. Tembaga sulfat (CuSO4)
2. Molasses (Saccarum oficinale)
3. EM4
4. Tepung cangkang telur ayam (Gallus sp.)
5. Fortevit
10
Bahan : Alat :
1. Bahan pakan 1. Timbangan analitik
2. Gelas ukur 100 ml
Bahan : Alat :
1. Bahan pakan 1. Mistar siku-siku
2. Stopwatch
3. Nampan
Bahan : Alat :
1. Bahan pakan 1. Kertas milimeter blok
2. Spidol
5. Tang penjepit
Bahan : Alat :
1. Bahan pakan 1. Cawan porselin
2. Desikator
3. Tanur
4. Timbangan analitik
5. Tang penjepit
Bahan : Alat :
1. Bahan pakan 1. Alat ekstraksi soxhlet
2. Pelarut lemak 2. Oven
3. Desikator
4. Waterbath
5. Timbangan analitik
6. Kertas saring whatman 41
Bahan : Alat :
1. Bahan pakan 1. Labu erlenmeyer 250 ml
2. H2SO4 0,3 N 2. Cawan porselin
3. NaOH 1,5 N 3. Kertas saring whatman
4. Aceton 4. Corong tegak
5. Aquadest 5. Kondensor
6. Oven
7. Desikator
8. Tanur
9. Tang penjepit
10. Pompa vacum
13
Bahan : Alat :
1. Bahan pakan 1. Labu kjeldhal
2. H2SO4 pekat 2. Destruktor
3. Katalisator (0,5% Se; 3,5% CuSO4; 3. Destilator
dan 96% K2SO4) 4. Erlenmeyer 125 ml
4. NaOH 40% 5. Buret
5. HCl 0,1 N 6. Pipet 10 ml
6. Asam borat 7. Kompor listrik
7. Indikator methyl red 8. Timbangan
Bahan : Alat :
1. Bahan pakan 1. Erlenmeyer
2. Alkohol netral 96% 2. Buret
3. Indikator pp 3. Pipet tetes
4. Larutan NaOH 0,1 N 4. Kertas saring whatman
5. Waterbath
Bahan : Alat :
1. Bahan pakan 1. Bomb kalorimeter
2. Na2CO3 0,725 N 2. Kertas saring whatman
3. Asam benzene 3. Buret dan statif
4. Methyl orange 4. Pipet tetes
5. Kawat energi
6. Tabung O2
14
7. Beaker glass
8. Thermometer
9. Erlenmeyer
10. Gelas ukur
Dicatat
Difoto
Penutup corong dibuka, bahan pakan dibiarkan jatuh keluar dari corong
15
Sampel dimasukkan
± 1 gr sampel ditimbang
Waktu diukur mulai dari sampel dijatuhkan hingga butir terakhir menyentuh
nampan
± 1 gr sampel ditimbang
Ditimbang
Sampel diekstraksi selama 4-16 jam sampai jernih tidak berwarna kemudian
diangin-anginkan
Kertas saring dan sampel dioven 105o selama 4 jam kemudian didinginkan ke
dalam desikator selama 15 menit lalu ditimbang
Destilasi
Hasil destruksi didestilasi dan dicuci dengan aquadest. Erlenmeye 125 ml diisi
dengan 10 ml asam borat 2-3% dan indikator methyl red pada alat penyuling. 10
ml NaOH 40% dimasukkan ke dalam destilator, setelah didapatkan 60 ml cairan,
penyulingan diakhiri.
Titrasi
Hasil destilasi dititrasi dengan HCl 0,1 N sampai terjadi perubahan warna.
BETN = 100% - (kadar air + kadar abu + protein kasar + lemak kasar + serat
kasar)
18
Dititrasi dengan larutan NaOH 0,1 N sampai warna pink dan tidak hilang selama
30 detik
Sampel ditimbang 0,5 gram lalu dibungkus kertas whatman kemudian diikat
dengan kawat dan ditaruh di dalam cawan
Cawan dimasukkan kedalam bomb kalorimeter lalu bomb diisi dengan oksigen
sampai tekanan 25-350 atm lalu ditutup
Bomb dimasukkan dalam bucket, bucket diisi aquades agar termometer tercelup
Tepat 5 menit ditekan tombol combustone, setelah bunyi temperatur dicatat setiap
30 detik dari suhu 11-20
19
Dinamo dimatikan, bomb diangkat, cawan diambil dengan penjepit, dicuci bagian
dalam dengan aquades
Diambil 10 ml dari air cucian, dimasukkan kedalam becker glass, hitung sisa
kawat
rpus
integra)
Jerami Aerial Segar Dewasa - PK: Energi
Jagung 4,77%
(Zea SK:
mays) 30,5%
Setaria Aerial Segar Dewasa 40-60 hari PK: 12% Energi
Ancep SK: 14%
(Setaria
spachelat
a)
Setaria Aerial Segar Dewasa 40-60 hari PK: 10% Energi
Lampung SK: 14%
(Setaria
splendid
a)
Rumput Aerial Segar Dewasa 40-60 hari PK: Energi
Gajah 8,3%
(Penniset SK:
um 18,13%
purpureu
m)
Rumput Aerial Segar Dewasa 40-60 hari PK: Energi
Raja 13,5%
(Penniset SK: 30%
um
purpuroi
des)
Rumput Aerial Dilayuka Dewasa 40-60 hari PK: 4,9% Energi
Benggala n SK: 28-
22
(Pannicu 36%
m
maximu
m)
Daun Daun Dilayuka Dewasa - PK: 4-5% Energi
Pisang n SK: 23%
(Musa
parasidic
a)
Daun Daun Dilayuka Dewasa - PK: 26% Protein
Gamal n SK: 18%
(Glirisid
a
maculata
)
Daun Daun Dilayuka Dewasa - PK: Protein
Waru n 17,08%,
(Hibiscus SK:
tilliaceus 25,7%
)
Daun Daun Segar Dewasa - PK: Energi
Murbey 16,35%,
(Morus SK:
indica L) 10,52%
Vitamin - - - Vitamin
Destruktor Mendestruksi
Tinggi = 5,5 cm
Diameter = 17 cm
tan α = 2.t
d
tan α = 2.5,5
17
=0,65 => 32,90
Jarak =1m
Waktu = 2s
DA = Jarak
Waktu
DA = ½ = 0,5 m/s
6. Analisis Proksimat
= 13%
= 6,5%
1,22−1,21
Kadar lemak kasar = x 100% = 1%
1
= 2%
ml HCl = 4,58 ml
N HCl = 0,1 N
Berat sampel = 0,1 g
4,58 .0,1 .0,014 .6,25
Kadar protein kasar = x 100%
0,1
= 40,07%
= 0,59%
8. Energi Bruto
33
Tb = 0,6 x (5+5) = 6
T = (28,18 – 27,84) – 0,068 x |5 – 6|
= 0,34 – 0,068 x 1
= 0,272
E1 = 42/10 x 0 = 0
E2 = 0,17 g
E3 = (12 – 9) x 2,3 = 6,9
(2423 x 0,272) – 0 – 0,17 – 6,9
Hg = 0,5 𝑥 88
659,056 – 7,07 651,986
= = = 1481,78
0,44 0,44
5.2 Pembahasan
Bahan pakan hijauan adalah bahan pakan yang berasal dari tanaman dan
tidak mengganggu kesehatan ternak bila dimakan. Hijauan dibedakan menjadi
empat jenis, yaitu gramineae (rerumputan), leguminosa, rambanan dan
cyperaceae. Hal tersebut sesuai dengan Sanjaya (2014), jenis hijauan makanan
ternak dibedakan menjadi 4, yaitu rerumputan, leguminosa (legume herba, semak,
dan pohon), serta hijauan makanan ternak yang memiliki potensi dimanfaatkan
seperti limbah pertanian. Berdasarkan hasil praktikum, yang termasuk bahan
pakan hijauan antara lain rumput gajah, rumput raja, daun pisang, daun singkong,
dan sebagainya.
Hijauan pakan ternak diberikan dalam keadaan segar dan layu. Hijauan
yang diberikan dalam keadaan segar apabila tidak memiliki antinutrisi. Contoh
hijauan yang diberikan dalam keadaan segar antara lain jenis rerumputan seperti
rumput raja, rumput gajah dan lainnya. Sedangkan hijauan diberikan dalam
keadaan layu apabila di dalam hijauan tersebut mengandung antinutrisi.Daun
singkong (HCL), gamal (aclaloid hepatoxin), kaliandra (mimosin), dan lain
sebagainya. Hal tersebut dilakukan sesuai dengan pernyataan Sirait et. al. (2010),
bahwa kadar antinutrisi dalam suatu bahan pakan harus diperhatikan.
Konsentrat pakan secara umum diartikan sebagai campuran bahan pakan
untuk meningkatkan nilai gizi. Konsentrat biasanya digunakan sebagai sumber
energi, protein, mineral, vitamin dan feed additive. Bentuk umum konsentrat
adalah butiran kecil dan tepung. Hal tersebut didukung dengan pendapat Nawawi
dan Nurohmah (2015) yaitu untuk membuat tepung konsentrat bahan pakan
diperlukan proses pengeringan dan penggilingan.
Berdasarkan hasil praktikum, yang termasuk bahan pakan konsentrat
antara lain tembaga sulfat, molasses, EM4, tepung cangkang telur ayam, tepung
udang, bungkil kelapa, dan lain sebagainya. Bahan pakan konsentrat umumnya
terbuat dari limbah pertanian.Sebagian besar bahan pakan yang dipraktikumkan
merupakan sumber energi dan sumber protein. Hal tersebut sesuai dengan
Kusuma (2009) bahwa suatu jenis bahan pakan dikatakan sebagai sumber energi
apabila mengandung protein kasar <20% dan serat kasar >18%. Bahan pakan
35
dapat dikatakan sebagai sumber protein jika mengandung protein kasar (PK)
>20%.
kedelai adalah sebesar 1,46±0,07 g/ml. perbedaan berat jenis suatu bahan
dipengaruhi oleh karakteristik permukaan partikel, distribusi ukuran partikel dan
kandungan nutrisi setiap bahan (Khalil, 1999).
Sudut tumpukan adalah sudut yang dibenetuk oleh pakan yang dicurahkan
pada bidang datar. Sudut tumpukan diaplikasikan pada saat penuangan pakan di
perusahaan unggas menggunakan konfeier. Semakin tinggi sudut tumpukan maka
semakin efisien karena pakan tidak tercecer sehingga menyebabkan banyak pakan
yang tidak dimakan. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Retnani et. al. (2010),
sudut tumpukan mempengaruhi flowability atau daya alir suatu bahan terutama
akan berpengaruh terhadap kecepatan dan efisiensi proses pengosongan silo
secara vertikal pada saat pemindahan dan pencampuran bahan.
Berdasarkan hasil praktikum, sudut tumpukan bungkil kedelai (SBM)
adalah sebesar 32,90o.Besar sudut lancip (<45o) menunjukkan pemberian pakan
tersebut efisien karena ayam makan dengan satu arah. Hal tersebut sesuai dengan
Saenab et. al. (2010), bahan yang sangat mudah mengalir memiliki sudut
tumpukan berkisar antara 20 – 30o.
Sudut tumpukan tidak dipengaruhi oleh berat bahan pakan. Besar sudut
tumpukan dipengaruhi oleh besar partikel bahan pakan. Semakin kecil partikel
bahan pakan maka sudut tumpukan akan semakin besar. Hal tersebut sesuai
dengan Retnani (2011), besarnya sudut tumpukan sangat dipengaruhi oleh ukuran,
bentuk dan karakteristik partikel, kandungan air, berat jenis, dan kerapatan
tumpukan. Ukuran partikel mempengaruhi sudut tumpukan yaitu semakin kecil
ukuran partikel maka semakin tinggi sudut tumpukannya.
Prinsip daya ambang adalah jarak yang ditempuh suatu bahan pakan
apabila dijatuhkan dari atas ke bawah dari jarak tertentu dalam waktu tertentu.
Fungsi daya ambang antara lain efisiensi waktu, efisiensi pemasukan dalam silo
serta efisiensi dalam pengepakan pakan. Hal ini dikarenakan semakin tinggi daya
ambang maka akan semakin cepat waktu yang dibutuhkan dalam pengepakan
38
pakan. Hal ini dipengaruhi berat jenis, homogenitas dan kandungan air dalam
bahan (Putri, 2010).
Berdasarkan hasil praktikum, daya ambang SBM seberat 1 g yang
dijatuhkan dari ketinggian 1 meter adalah 0,5 m/detik. Hal tersebut berbeda
dengan Ali (2006), bungkil kedelai memiliki daya ambang sebesar 4,56 m/detik.
Perbedaan ini dapat terjadi bila pada saat penuangan bungkil kedelai dilakukan
dengan cara yang berbeda.
Daya ambang dipengaruhi oleh kadar air dan ukuran partikel. Semakin
tinggi kadar air maka daya ambang semakin kecil. Sedangkan semakin besar
ukuran partikel maka daya ambang juga semakin tinggi. Hal tersebut sesuai
dengan Krisnan (2008) yang menyebutkan bahwa daya ambang dipengaruhi kadar
air dan ukuran partikel.
Abu yang diperoleh dari proses pemanasan suhu tinggi oleh tanur.
Pemanasan pada suhu tinggi menyebabkan semua zat organik menguap menjadi
CO2, H2O dan zat lain yang tersisa adalah zat anorganik atau abu. Tidak semua
unsur utama pembentuk senyawa organik akan terbakar dan berubah menjadi gas,
tetapi ada O2 yang tertinggal dalam abu menjadi oksida dan karbon menjadi
karbonat. Hal tersebut sedikit berbeda dengan Hanum dan Yunasri (2011), dalam
proses pemanasan suhu tinggi yang tersisa adalah oksida mineral saja, sementara
bahan atau senyawa organiknya sudah menguap semua.
Abu atau mineral merupakan nutrient yang diperlukan tubuh sehingga
perlu dihitung kadarnya. Kadar abu sampel SBM adalah 6,5%. Kadar abu yang
40
baik adalah 1,5%. Hal tersebut berbeda dengan Zaenuri et. al. (2014), dalam
pakan ikan, kadar abu yang baik sebaiknya kurang dari 12%. Menurut Dani et. al.
(2005), perbedaan kadar abu pada pakan buatan dikarenakan persentase bahan
yang berlainan antara perlakuan satu dengan perlakuan lainnya.
Fungsi dari pengukuran kadar abu adalah pengukuran yang berkaitan
dengan kandungan mineral. Menurut Mutiara (2004), mineral merupakan nutrient
yang berfungsi sebagai kofaktor dalam reaksi metabolism, sebagai penyusun
hormone dan enzim, serta berfungsi dalam pergerakan substrat melalui membran
sel dan kontraksi otot. Pentingnya fungsi dari mineral inilah yang mendasar
perlunya penetapan kadar air.
Bahan pakan bebas air dan lemak dianalisis kandungan serat kasarnya
dengan direbus/dididihkan pada larutan asam basa kuat. Larutan asam basa kuat
yang digunakan adalah H2SO4 0,3N dan NaOH 1,5N. Tujuan perebusan dengan
larutan tersebut adalah untuk melarutkan bahan organik yang bersifat asam dan
basa.Chang (2005) menyebutkan bahwa H2SO4 dan NaOH merupakan asam dan
basa kuat yang dapat terionisasi sempurna di dalam air.
Alasan disebut serat kasar karena terdapat senyawa organik yang tergolong
dalam fraksi serat yang masih larut dalam asam basa encer sehingga menurunkan
kandungan seratnya. Contoh serat kasar adalah lignin, selulosa dan hemiselulosa.
Hal tersebut sesuai dengan Melati dan Sunarno (2016), serat kasar termasuk di
dalamnya lignin, selulosa dan hemiselulosa merupakan faktor utama penyebab
rendahnya kecernaan pakan, efisiensi pakan dan penurunan performan
pertumbuhan dari ternak.
Kadar serat kasar SBM berdasarkan analisis proksimat adalah 2%.Hal ini
berbeda dengan Sudarmono (2003) yang menyebutkan bahwa kandungan serat
kasar bungkil kedelai relatif rendah, yakni 6%. Menurut Suprio (2012), semakin
tinggi serat kasar, semakin rendah kualitas bahan pakan karena sulit dicerna,
khususnya pada konsentrat.
Asam lemak bebas ditentukan sebagai asam lemak terbanyak dalam bahan
pakan. Kadar asam lemak bebas menentukan kualitas dari suatu bahan pakan.
Asam-asam lemak yang ditemukan biasanya merupakan asam-asam
monokarboksilat dengan rantai yang tidak bercabang dan mempunyai atom
karbon genap. Asam-asam lemak ditemukan di dalam tubuh terbagi menjadi dua
golongan, yaitu asam lemak jenuh dan asam lemak tidak jenuh. Asam lemak
jenuh dalam bentuk cis karena itu molekul akan banyak pada ikatan rangkap
sedangkan asam lemak tidak jenuh berbentuk trans (Damanik, 2008).
Sampel ditimbang seberat 7,05 gram dan ditambahkan alkohol 96% yang
berguna untuk melarutkan lemak dari sampel. Hal tersebut sesuai dengan Salamah
43
Hasil praktikum penetapan kadar energi bruto dengan sampel SBM adalah
1153,44. Besar kecilnya kadar Gross Energy yang dianalisis berasal dari bahan
pakan itu sendiri atau adanya kesalahan prosedural. Hal tersebut sesuai dengan
Endri Musnandar (2011), kebutuhan energi dipengaruhi oleh bangsa, geografi,
daerah dan musim. Perhitungan energi bruto (efisiensi) dimaksud untuk
mengetahui penggunaan energi oleh ternak.
Analisis kadar Gross Energy berguna dalam penyusunan ransum pakan
bagi ternak. Selain itu, dominasi Gross Energy terhadap suatu bahan pakan juga
tidak mendominasi secara utuh. Hal tersebut didukung oleh pernyataan Guntoro
(2008) bahwa Gross Energy adalah energi yang terkandung dalam bahan pakan
44
berdasarkan nilai ekuivalen untuk karbohidrat 4,1 kkal/gr (17,2 kj/kg), lemak 9,5
kkal/gr (39,8 kj/kg) dan protein 5,6 kkal/gr (23,4 kj/kg).
Alat bomb kalorimeter digunakan dalam penentuan energi bruto dari
sampel makanan. Oksigen dimasukkan dengan tekanan dan bomb kalorimeter
dibenamkan dalam ruangan yang tertutup dan mengandung sejumlah air yang
telah diketahui beratnya. Temperature air tersebut dicatat dan sampel pakan
dipijarkan dengan aliran listrik. Panas yang dihasilkan, diabsorpsi oleh bomb
kalorimeter dan air. Setelah terjadi keseimbangan, temperature air dicatat
lagi.Jumlah panas yang dihasilkan dengan memakai kenaikan temperature air dan
berat serta panas spesifik dari air dan alat bomb kalorimeter. Bomb kalorimeter
digunakan untuk mengukur panas yang ditimbulkan.Hal tersebut sesuai dengan
Anggorodi (2004), bomb kalorimeter digunakan untuk mengukur panas yang
ditimbulkan oleh pembakaran tersebut yang terdiri dari suatu bejana yang ditutup
dimana bahan bakar digantung dengan kawat kalorimeter.
Energi bruto dalam bahan pakan sangat diperlukan, namun tidak semua
energi tersebut digunakan oleh ternak. Hal tersebut sesuai dengan Purbowati
(2008), energi dalam bahan pakan (energi bruto) tidak semua dapat digunakan
oleh ternak, sebab tidak semua nutrient yang dikonsumsi ternak dapat dicerna
seluruhnya. Masih ada sebagian yang terdapat di dalam feses dan energi ini
disebut sebagai energi feses dan energi tercerna atau Digestible Energy (DE).
Energi tercerna pada ternak adalah 57-62% dari Gross Energy setelah dikurangi
energi yang dikeluarkan melalui urine sebesar 35-40% dan GE merupakan Nett
Energy (NE) yang dipergunakan untuk pertumbuhan setelah dikurangi DE, NE
dan energi panas yang hilang.
45
VI. KESIMPULAN
6.1 Kesimpulan
1. Nomenklatur Bahan Pakan
a) Bahan pakan dibedakan menjadi pakan hijauan dan pakan konsentrat. Contoh
pakan hijauan antara lain rumput gajah, rumput raja, daun nangka, daun waru,
dan sebagainya. Sedangkan pakan konsentrat antara lain molasses, EM4,
SBM, CGF, CGM dan lain-lain.
b) Proses nomenklatur dilakukan melalui 6 faset, yaitu asal mula, bagian yang
dimakan ternak, proses, tingkat kedewasaan, defoliasi dan grade.
2. Pengenalan Alat
Peralatan yang terdapat pada Laboratorium Ilmu Bahan Makanan Ternak
merupakan alat-alat yang digunakan untuk analisis proksimat.
3. Uji Fisik Bahan Pakan
Hasil uji fisik bahan pakan SBM antara lain BJ 0,613 g/ml, sudut
tumpukan 32,90o, daya ambang 0,5 m/detik dan luas permukaan spesifik
(LPS) 17,5 cm2/g.
4. Analisis Proksimat
Hasil analisis proksimat bahan pakan SBM antara lain kadar air 13%,
kadar abu 6,5%, kadar lemak kasar 1%, kadar serat kasar 2%, kadar protein kasar
40,07% dan BETN 37,43%.
5. Free Fatty Acid
Kadar FFA pada adalah sebesar 0,59%.
6. Gross Energy
Energi bruto bahan pakan SBM adalah 1.153,44 kkal
6.2 Saran
1. Harus lebih hati-hati dalam menggunakan peralatan laboratorium.
2. Harus lebih teliti dalam pengukuran agar mendapatkan hasil yang tepat.
3. Alat dan bahan yang akan digunakan diperbaharui lagi
46
DAFTAR PUSTAKA
Adrianton. 2012. Aspek Fisiologis Rumput Gajah Terhadap Interval dan Tinggi
Pemangkasan Serta Pemberian Air yang Berbeda. Media Litbang Sulteng
4 (2).
Ali, A. J. 2006. Karakteristik Sifat Fisik Bungkil Kedelai, Bungkil Kelapa dan
Bungkil Sawit. Skripsi. Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor.
Bogor.
Damanik, A. 2008. Analisa Kadar Asam Lemak Bebas dari Crude Palm Oil
(CPO) pada Tangki Timbun di PT Sarana Agro Nusantara. Tugas Akhir.
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Univesitas Sumatera
Utara.
Endri, M. 2011. Efisiensi Energi pada Sapi Perah Holstein yang Diberi Berbagai
Imbangan Rumput dan Konsentrat. Jurnal Penelitian Universitas Jambi
Seri Sains 13 (2).
Hanum, Z., dan Yunasrini. 2011. Analisis Proksimat Amoniasi Jerami Padi
dengan Penambahan Isi Rumen. Agripet 11 (1).
Ilham, Itnawita, A. Dahliyati. 2014. Potensi Limbah Kulit Pisang Kepok (Musa
paradisiaca) Sebagai Bahan Baku Pembuatan Asam Asetat Menggunakan
Berbagai Macam Starter. JOM FMIPA 1 (2).
Khalil. 1999. Pengaruh Kandungan Air dan Ukuran Partikel Terhadap Sifat Fisik
Pakan Lokal: Sudut Tumpukan, Daya Ambang, dan Faktor Higroskopis.
Media Peternakan 22 (1).
Laryska, N. dan T. Nurhajati. 2013. Peningkatan Kadar Lemak Susu Sapi Perah
dengan Pemberian Pakan Konsentrat Komersil Dibandingkan dengan
Ampas Tahu. Agroveteriner 1 (2).
Melati, I., dan M. T. D. Sunarno. 2016. Pengaruh Enzim Selulase Bacillus subtilis
Terhadap Penurunan Serat Kasar Kulit Ubi Kayu Untuk Bahan Baku
Pakan Ikan. Widyariset 2 (1).
Prakkasi, A. 1986. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Monogastrik Vol. IB.
Jakarta: UI Press.
Rumiyati. 2008. Pengaruh Imbangan Jerami Kacang Tanah dengan Rumput Raja
dalam Ransum Terhadap Performan Sapi Peranakan Freisian Holstein
Jantan. Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret. Surakarta.
Saenab, A., E. B. Laconi, Y. Retnani, dan M. S. Mas’ud. 2010. Evaluasi Kualitas
Pellet Ransum Komplit yang Mengandung Produk Samping Udang. JITV
15 (1).
Sanjaya. 2014. Jenis Hijauan Pakan Ternak. [online]. diunduh dari: www.situs-
peternakan.com
Simpen, I. N. 2008. Isolasi Cashew Nut Shell Liquid dari Kulit Biji Jambu Mete
(Anacardium occidentale L.) dan Kajian Beberapa Sifat Fisiko-Kimianya.
Jurnal Kimia 2 (2).
Sirait, et. al. 2010. Tanaman Alfafa (Medicago sativa L.) Adaptif Dataran Tinggi
Iklim Basah Sebagai Sumber Pakan: Morfologi, Produksi dan
Palatabilitas. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner
Tahun 2010.
Syamsu, J. A. 2007. Karakteristik Fisik Pakan Itik Berbentuk Pellet yang Diberi
Bahan Perekat Berbeda dan Lama Penyimpanan yang Berbeda. Jurnal
Ilmu Ternak 7 (2).
Wahyudi, M. 2006. Proses Pembuatan dan Analisis Mutu Yoghurt. Buletin Teknik
Pertanian 11 (1).
Yatno. 2011. Fraksinasi dan Sifat Fisiko-Kimia Bungkil Inti Sawit. Agrinak 1 (1).