Anda di halaman 1dari 50

I.

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pakan merupakan hal penting dalam usaha peternakan.Setiap ternak
membutuhkan pakan untuk menghasilkan produk hewani asal ternak.Pakan
terbagi atas hijauan dan konsentrat.Hijauan dibedakan menjadi empat kelas, yaitu
gramineae, leguminose, rambanan dan cyperaceae. Sedangkan konsentrat
umumnya berupa bijian dan butir hasil proses industri pangan.
Bahan pakan tersedia sangat banyak di alam. Penyebutan nama bahan
pakan pun menjadi berbeda-beda meskipun bahan yang dimaksud adalah sama.
Pemberian nama bahan pakan menjadi perlu untuk menyeragamkan penyebutan
suatu bahan pakan. Sehingga nomenklatur secara internasional dilakukan untuk
menanggulangi ketidaktepatan pemberian nama bahan pakan.
Setiap kegiatan ilmiah di laboratorium umumnya menggunakan peralatan
maupun bahan kimia.Penggunaan alat yang tidak sesuai prosedural, penggantian
alat seharusnya dengan alat yang memiliki bentuk yang hampir sama juga
menyebabkan kurangnya akurasi hasil yang diperoleh. Sehingga perlu dilakukan
pengenalan mengenai alat-alat yang akan digunakan ketika berada di
laboratorium.
Bahan pakan memiliki komposisi nutrisi penyusun dan bentuk fisik yang
berbeda-beda. Ada yang berbentuk biji-bijian, tepung, dan lain-lain sehingga cara
penanganan, pengolahan maupun penyimpanan menjadi berbeda. Uji fisik yang
dapat dilakukan pada suatu bahan pakan antara lain dengan cara menghitung
sudut tumpukan, berat jenis, daya ambang serta luas permukaan.
Kebutuhan nutrien setiap ternak berbeda-beda. Pemberian ransum pada
ternak harus diperhitungkan. Bahan pakan harus dianalisis kandungan nutriennya
sebelum diberikan pada ternak agar hasil yang didapatkan maksimal. Analisis
nutrien bahan pakan dapat dilakukan dengan analisis proksimat dan analisis Van
Soest. Analisis proksimat merupakan analisis perkiraan. Analisis proksimat
dilakukan karena mudah, murah serta cepat. Analisis proksimat meliputi
penetapan kadar air, kadar abu, serat kasar, lemak kasar, protein kasar dan bahan
ekstrak tanpa nitrogen (BETN).
2

Beberapa bahan pakan yang diberikan dapat diubah seluruhnya menjadi


energi oleh ternak. Energi merupakan hasil konversi terbesar dari pakan yang
dikonsumsi oleh ternak. Jumlah energi yang terdapat dalam bahan pakan disebut
Energi Total atau Gross Energy. Penentuan Gross Energy dilakukan dengan
proses pembakaran menggunakan alat bomb kalorimeter. Gross Energy
menentukan baik atau tidaknya gizi suatu bahan pakan.
Lemak di dalam tubuh dipecah menjadi asam lemak oleh enzim lipase.
Berdasarkan ikatan rangkap, asam lemak dibedakan menjadi asam lemak jenuh
dan asam lemak tidak jenuh. Free Fatty Acid merupakan asam lemak tidak jenuh
yang akan diabsorpsi sebagai sumber energi. Lama simpan suatu bahan pakan
dilihat dari kadar FFA. Sehingga Free Fatty Acid merupakan penentu kualitas
bahan pakan berdasarkan lama simpan bahan pakan.

1.2 Waktu dan Tempat


Serangkaian acara praktikum ilmu bahan pakan dilaksanakan pada 15
September 2017 sampai 11 November 2017. Bertempat di Laboratorium Ilmu
Bahan Makanan Ternak, Fakultas Peternakan, Universitas Jenderal Soedirman,
Purwokerto.
3

II. TUJUAN DAN MANFAAT

2.1 Tujuan

1. Mengetahui proses pemberian nama (nomenklatur) pada bahan pakan


hijauan maupun pakan konsentrat
2. Mengetahui nama dan fungsi peralatan laboratorium yang digunakan
untuk praktikum ilmu bahan pakan
3. Mengetahui sifat fisik bahan pakan yang meliputi berat jenis, sudut
tumpukan, daya ambang dan luas permukaan spesifik
4. Mengetahui kandungan nutrient suatu bahan pakan berdasarkan
analisis proksimat
5. Menghitung Gross Energy suatu bahan pakan
6. Mengetahui kadar asam lemak bebas atau Free Fatty Acid dalam suatu
bahan pakan
2.2 Manfaat

1. Mengetahui nama dan macam-macam bahan pakan yang tergolong


bahan pakan hijauan maupun bahan pakan konsentrat
2. Dapat menggunakan peralatan yang ada di laboratorium sesuai aturan
3. Mampu melakukan proses pengemasan yang baik pada suatu bahan
pakan
4. Mengetahui prinsip, cara kerja dan mengapa disebut kadar air, kadar
abu, lemak kasar, serat kasar, protein kasar dan BETN
5. Mengetahui simulasi perhitungan Gross Energy
6. Dapat menyususun ransum yang baik agar produktivitas optimal
4

III. TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Nomenklatur Bahan Pakan

Bahan makanan adalah bahan yang dapat dimakan, dicerna, dan digunakan
oleh hewan.Bahan makanan ternak terdiri dari tanaman, hasil tanaman dan
kadang-kadang juga bahan makanan yang berasal dari ternak atau hewan yang
hidup di laut (Tillman et. al., 1984). Pembagian bahan-bahan makanan menjadi 8
jenis, yaitu hijauan kering, hijauan segar (termasuk hijauan lapangan
penggembalaan/pastora), silase, bahan-bahan makanan sumber energi, sumber
protein, mineral, vitamin, dan bahan-bahan makanan tambahan (Prakkasi, 1986).
Pakan hijauan adalah semua pakan yang berasal dari tanaman dalam
bentuk daun-daunan. Termasuk kelompok pakan hijauan ini adalah bangsa rumput
(gramineae), leguminose, dan hijauan dari tumbuh-tumbuhan lain seperti daun
nangka, daun waru dan lain sebagainya. Hijauan sebagai bahan pakan ternak bisa
diberikan dalam bentuk segar dan kering. Hijauan segar antara lain rumput segar,
leguminosa segar dan silage. Sedangkan hijauan kering berasal dari hijauan yang
sengaja dikeringkan (hay) ataupun rumput kering (Rumiyati, 2008).
Konsentrat merupakan bahan pakan yang kaya akan zat-zat makanan
terutama protein dan energi, memiliki kadar serat kasar yang rendah sehingga
kecernaannya dalam saluran pencernaan cukup tinggi (Raharjo et. al., 2013).
Fungsi utama konsentrat adalah untuk mencukupi kebutuhan protein, karbohidrat,
lemak dan mineral yang tidak dapat dipenuhi oleh hijauan. Pemberian konsentrat
yang baik adalah dengan bahan baik diolah, setengah jadi atau bahan baku yang
kandungan protein kasar minimal 18% dan Total Digestible Nutrient (TDN) atau
bahan makanan yang dapat dicerna tidak kurang dari 75% (Laryska dan Nurhajati,
2013).
Istilah nomenklatur berasal dari bahasa latin yaitu Nomenklatural yang
berarti tata nama atau penamaan. Nomenklatur adalah penamaan yang merupakan
alat untuk melakukan komunikasi antara para ahli biologi. Nomenklatur dapat
dipakai secara meluas, maka penerapan harus pula secara luas. Oleh sebab itu
5

nomenklatur (utamanya nama ilmiah) harus mempunyai kata-kata dan arti yang
sama atau hakekatnya stabil dan seragam (Burhanuddin, 2014).

3.2 Pengenalan Alat

Alat adalah suatu benda yang diperlukan dalam melakukan kegiatan


praktikum, eksperimen dan penelitian (Sugiyarto dan Ismawati, 2008). Bentuk
alat di dalam laboratorium beraneka ragam. Banyak alat yang bentuknya bundar,
alat ini harus disimpan sebaik mungkin jangan sampi terguling. Ada alat yang
harus disimpan dalam keadaan berdiri, misalnya hygrometer. Cara menyimpan
alat ini sebaiknya dalam keadaan tergantung (Budimarwanti, 2011).
Pengenalan alat dan pengetahuan cara pemakaian dari suatu alat harus
dipahami agar diperoleh hasil yang tepat. Alat yang digunakan untuk menetralkan
suhu adalah desikator yang di dalamnya terdapat zat yang bisa menyerap air.
Sehingga pengaruh uap air selama penyimpanan bisa diabaikan (Susmikanti,
2007). Sebagian besar peralatan-peralatan yang digunakan untuk analisis kimia
mulai dari persiapan sampi pengukuran terbuat dari porselin, besi dan karet.
Alat-alat kimia dibedakan menjadi alat ukur, alat pemanas, alat gelas, dan
alat bantu lainnya. Alat ukur digunakan untuk mengukur volume, keasaman
larutan, panas, dan lain sebagainya. Macam-macam alat ukur diantaranya labu
ukur, erlenmeyer, pipet ukur, gelas ukur, pH universal dan timbangan analitik.
Alat pemanas adalah alat yang digunakan untuk memanaskan bahan atau larutan
sebelum diteliti. Alat pemanas antara lain lampu bunsen dan hot plate. Alat gelas
terbuat dari kaca. Beberapa alat gelas yang sering digunakan adalah gelas arloji,
corong, pipet volume, tabung reaksi dan buret. Sedangkan alat bantu penunjang
lainnya antara lain spatula, statif, kaki tiga, dan bola karet (Andi, 2007).

3.3 Uji Fisik Bahan Pakan

Sifat fisik merupakan sifat dasar yang dimiliki oleh suatu bahan yang
dapat dijadikan salah satu kriteria untuk menetapkan mutu dan keefisienan proses
produksi. Sifat fisik pakan penting diketahui karena berkaitan dengan proses
pengolahan, penanganan, penyimpanan dan perancangan alat-alat yang dapat
membantu proses produksi pakan, membantu industri pengolahan hasil pertanian
6

serta berperan dalam menerapkan teknologi pengolahan lanjutan agar dapat


digunakan secara optimal sebagai pakan ternak. Sifat fisik yang perlu diperhatikan
dalam bahan pakan antara lain berat jenis, kerapatan tumpukan, kerapatan
pemadatan tumpukan dan sudut tumpukan, karena sifat-sifat tersebut sangat
terkait dengan proses penanganan dan pengolahan bahan pakan (Yatno, 2011).
Berat jenis adalah perbandingan antara massa bahan terhadap volumenya,
satuannya adalah g/ml. Berat jenis (BJ) memegang peranan penting dalam
berbagai proses pengolahan, penanganan dan penyimpanan. Berat jenis
memberikan pengaruh besar terhadap daya ambang dari partikel. Berat jenis
sangat mempengaruhi tingkat ketelitian dalam proses penakaran secara otomatis
pada pabrik pakan seperti dalam proses pengemasan dan pengeluaran dari dalam
silo untuk dicampur atau digiling (Wigati, 2009).
Sudut tumpukan adalah sudut yang dibentuk ketika bahan dicurahkan pada
bidang datar. Besarnya sudut tumpukan mencerminkan kebebasan bergerak
partikel bahan dalam suatu tumpukan dan kemudahan mengalir. Bahan dengan
ukuran partikel halus mempunyai sudut tumpukan diatas 40⁰ (Khalil, 1999).
Daya ambang adalah jarak suatu partikel bahan jika dijatuhkan dari atas ke
bawah selama waktu tertentu.Peran daya ambang sangat efisien penggudung dan
penyangkutan bahan dengan alat hisap. Daya ambang yang terlalu lama akan
menyulitkan dalam proses pencurahan bahan karena tidak efisiennya
penyimpanan bahan pakan (Syamsu, 2007).
Luas permukaan spesifik merupakan bahan pakan pada suatu berat tertentu
mempunyai luas permukaan tertentu pula. Peran luas permukaan spesifik adalah
untuk mengetahui tingkat kehalusan bahan pakan tanpa diketahui distribusi
ukuran komposisi partikel secara keseluruhan. Luas permukaan spesifik dilakukan
dengan cara bahan pakan diratakan pada millimeter blok kemudian dihitung
luasnya (Rahardjo et. al., 2002).
3.4 Analisis Proksimat

Analisis proksimat merupakan metode yang tidak menguraikan kandungan


nutrient secara rinci, namun berupa nilai perkiraan (Soejono, 1990). Analisis
proksimat dilakukan menggunakan metode Wendee yang meliputi kadar air (KA),
7

kadar abu (KAb), protein kasar (PK), lemak kasar (LK), serat kasar (SK) dan
bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN). Selanjutnya hasil analisis proksimat
digunakan untuk menghitung nilai estimasi total digestible nutrient (TDN)
(Fachrudin et. al., 2012).
Kadar air adalah persentase kandungan air suatu bahan yang dinyatakan
berdasarkan berat basah dan berat kering (Pujaningsih et. al., 2013). Kadar air
mempunyai peranan yang besar terhadap mutu suatu produk. Kandungan air
dalam bahan pakan menentukan acceptability, kesegaran dan sangat berpengaruh
terhadap masa simpan bahan pangan (Musfiroh et. al., 2006).
Jumlah abu dalam bahan pakan hanya penting untuk menentukan
perhitungan bahan ekstrak tanpa nitrogen (Soejono, 1990). Tingginya kadar serat
kasar dalam pakan hijauan dapat menurunkan daya rombak mikroba rumen
(Farida, 1998). Kandungan lemak kasar suatu bahan pakan dapat ditentukan
dengan metode soxhlet yaitu proses ekstraksi suaatu bahan dalam tabung soxhlet
(Soejono, 1990).
Jumlah protein dalam pakan salah satunya ditentukan dengan kandungan
nitrogen bahan pakan kemudian dikali dengan faktor protein 6,25. Angka 6,25
diperoleh dengan asumsi bahwa protein mengandung 16% nitrogen. Kelemahan
analisis proksimat untuk protein kasar itu sendiri terletak pada asumsi dasar yang
digunakan. Tidak semua nitrogen berasal dari protein dan kadar nitrogen protein
tidak selalu 16% (Soejono, 1990).

3.5 Free Fatty Acid

Penetapan asam lemak bebas berprinsip bahwa lemak bebas yang terdapat
paling banyak pada minyak tertentu. Analisis ini memperhitungkan banyaknya zat
yang larut dalam basa atau asam di dalam kondisi tertentu (Sutardi, 2011).
Analisis kimia untuk mengetahui asam lemak bebas pada bahan pakan dilakukan
dengan proses AOAC.
Lemak lipida adalah ester dari asam-asam lemak hydra alkohol yang di
dalamnya berupa zat-zat yang tidak larut dalam air (Tillman, 1984). Menurut
Citrawidi (2012), enzim lipase dapat memecahkan ikatan ester pada lemak dan
8

gliserol. Salah satu lemak yang ada pada tubuh adalah trigliserida. Trigliserida
akan dipecah oleh enzim lipasae menjadi gliserol dan asam lemak lepas ke dalam
pembuluh darah.
Asam lemak ditulis secara singkat dengan menyebutkan jumlah atom
karbon, jumlah ikatan rangkapnya dan porsi ikatan rangkap pertama dihitung dari
ujung metil. Asam lemak bebas adalah asam lemak yang sudah bebas dari ikatan
gliserol karena proses hidrolisis. Asam lemak bebas mengikuti sirkulasi darah,
berikatan dengan albumin, disimpan dan dikeluarkan dari timbunan lemak tubuh
menurut kondisi metabolism energi saat itu (Sandjaja, 2009).

3.6 Energi Bruto

Gross Energy didefinisikan sebagai energi yang dinyatakan dalam panas


bila suatu zat dioksidasi secara sempurna menjadi CO2 dan air. Tentu saja CO2
dan air ini masih mengandung energi, akan tetapi dianggap mempunyai tingkat
nol karena hewan sudah tidak bisa memecah zat-zat melebihi CO2 dan air. Gross
Energy diukur dengan alat bomb kalorimeter. Besarnya energi bruto bahan pakan
tidak sama, tergantung dari macam nutrient dan bahan pakan (Sutardi, 2011).
Energi total makanan adalah jumlah energi kimia yang ada di dalam
makanan dengan mengubah energi kimia menjadi energi panas dan diukur jumlah
panas yang dihasilkan. Panas ini diketahui sebagai sumber energi total atau panas
pembakaran dari makanan. Bomb kalorimeter digunakan untuk menentukan
energi total dan sampel makanan dipijarkan dengan aliran listrik. Metode ini
dipakai untuk energi total makanan dan produk ekskretori (Tillman et. al., 1993).
Bahan pakan yang digunakan sebagai sumber energi biasanya adalah
bahan dengan karbohidrat tinggi. Bahan tersebut adalah bahan yang mengandung
gula, pati, glikogen ataupun selulosa. Energi yang dikonsumsi dapat disimpan
dalam bentuk glukosa darah dan glikogen daging pada ternak (Sinaga, 2012).
9

IV. METODE
4.1 Materi
4.1.1 Nomenklatur Bahan Pakan
4.1.1.1 Nomenklatur Hijauan
Bahan:
1. Rumput gajah (Pennisetum purpureum)
2. Rumput raja (Pennisetum purpuroides)
3. Setaria lampung (Setaria splendida)
4. Setaria ancep (Setaria spachelata)
5. Rumput benggala (Panicum maximum)
6. Jerami padi (Oryza sativa)
7. Daun pisang (Musa paradisiaca)
8. Daun dadap (Eritrina lithospermae)
9. Daun rami (Boehmeria nivea)
10. Murbei (Morus indica L.)
11. Gamal (Gliricida maculata)
12. Daun waru (Hibiscus tileatheus)
13. Kaliandra (Calliandra calothyrsus)
14. Lamtoro (Leucaena glauca)
15. Papaya (Carica papaya)
16. Daun singkong (Manihot utillisima)
17. Daun nangka (Arthocarpus integra)
18. Jerami jagung (Zea mays)

4.1.1.2 Nomenklatur Konsentrat

Bahan:
1. Tembaga sulfat (CuSO4)
2. Molasses (Saccarum oficinale)
3. EM4
4. Tepung cangkang telur ayam (Gallus sp.)
5. Fortevit
10

6. Kapur dolomite (CaCO3)


7. Urea (NH3)
8. Tepung udang (Crustaceae sp.)
9. Bungkil kelapa (Coccos nuciferae)
10. Bungkil kedelai (Glycin max)
11. Fat soya (Glycin max)
12. Tepung jagung (Zea mays)
13. Millet (Pennisetum glaucum)
14. Onggok (Manihot utillisima)
15. Limbah soun (Manihot utillisima)
16. Corn Gluten Feed (CGF) (Zea mays)
17. Corn Gluten Meal (CGM) (Zea mays)
18. Meat Bone Meal (MBM)
19. Tepung ikan

4.1.2 Pengenalan Alat

1. Tabung CO2 19. Statif dan buret


2. Tanur 20. Corong
3. Pompa vakum 21. Corong Buchner
4. Labu didih 22. Erlenmeyer 1000 ml
5. Destilator 23. Cawan porselin
6. Labu kjeldahl 24. Tang penjepit
7. Destruktor 25. Beaker glass
8. Kompor listrik 26. Gelas ukur
9. Kondensor 27. Bomb kalorimeter
10. Labu soxhlet 28. Pipet seukuran
11. Waterbath 29. Pipet volume
12. Oven 30. Timbangan manual
13. Neraca ohauss 31. Pipet tetes
14. Bucket 32. Push push tinju
15. Timbangan analitik 33. Kamera
11

16. Desikator 34. Buku catatan


17. Filler roll
18. Filler karet

4.1.3 Uji Fisik Bahan Pakan

4.1.1 Sudut Tumpukan


Bahan : Alat :
1. Bahan pakan 1. Corong
2. Besi penyangga

4.1.2 Berat Jenis

Bahan : Alat :
1. Bahan pakan 1. Timbangan analitik
2. Gelas ukur 100 ml

4.1.3 Daya Ambang

Bahan : Alat :
1. Bahan pakan 1. Mistar siku-siku
2. Stopwatch
3. Nampan

4.1.4 Luas Permukaan Spesifik (LPS)

Bahan : Alat :
1. Bahan pakan 1. Kertas milimeter blok
2. Spidol

4.1.4 Analisis Proksimat

4.1.4.1 Penetapan Kadar Air


Bahan : Alat :
1. Bahan pakan 1. Cawan porselin
2. Desikator
3. Oven
4. Timbangan analitik
12

5. Tang penjepit

4.1.4.2 Penetapan Kadar Abu

Bahan : Alat :
1. Bahan pakan 1. Cawan porselin
2. Desikator
3. Tanur
4. Timbangan analitik
5. Tang penjepit

4.1.4.3 Penetapan Kadar Lemak Kasar

Bahan : Alat :
1. Bahan pakan 1. Alat ekstraksi soxhlet
2. Pelarut lemak 2. Oven
3. Desikator
4. Waterbath
5. Timbangan analitik
6. Kertas saring whatman 41

4.1.4.4 Penetapan Kadar Serat Kasar

Bahan : Alat :
1. Bahan pakan 1. Labu erlenmeyer 250 ml
2. H2SO4 0,3 N 2. Cawan porselin
3. NaOH 1,5 N 3. Kertas saring whatman
4. Aceton 4. Corong tegak
5. Aquadest 5. Kondensor
6. Oven
7. Desikator
8. Tanur
9. Tang penjepit
10. Pompa vacum
13

11. Timbangan analitik


12. Kompor listrik

4.1.4.5 Penetapan Kadar Protein Kasar

Bahan : Alat :
1. Bahan pakan 1. Labu kjeldhal
2. H2SO4 pekat 2. Destruktor
3. Katalisator (0,5% Se; 3,5% CuSO4; 3. Destilator
dan 96% K2SO4) 4. Erlenmeyer 125 ml
4. NaOH 40% 5. Buret
5. HCl 0,1 N 6. Pipet 10 ml
6. Asam borat 7. Kompor listrik
7. Indikator methyl red 8. Timbangan

4.1.5 Free Fatty Acid

Bahan : Alat :
1. Bahan pakan 1. Erlenmeyer
2. Alkohol netral 96% 2. Buret
3. Indikator pp 3. Pipet tetes
4. Larutan NaOH 0,1 N 4. Kertas saring whatman
5. Waterbath

4.1.6 Energi Bruto

Bahan : Alat :
1. Bahan pakan 1. Bomb kalorimeter
2. Na2CO3 0,725 N 2. Kertas saring whatman
3. Asam benzene 3. Buret dan statif
4. Methyl orange 4. Pipet tetes
5. Kawat energi
6. Tabung O2
14

7. Beaker glass
8. Thermometer
9. Erlenmeyer
10. Gelas ukur

4.2 Cara Kerja

4.2.1 Nomenklatur Bahan Pakan


Bahan pakan diamati

Dicatat

Difoto

4.2.2 Pengenalan Alat

Alat laboratorium diamati

Dicatat fungsinya, difoto

Masukan data pada hasil

4.2.3 Uji Fisik Bahan Pakan

4.2.3.1 Sudut Tumpukan


Alat dan bahan disiapkan

Corong penyangga dipasang pada besi penyangga

Bahan pakan ditimbang 200 g dan dimasukkan pada corong

Penutup corong dibuka, bahan pakan dibiarkan jatuh keluar dari corong
15

Diameter dan tinggi curahan diukur, kemudian hasilnya dicatat

4.2.3.2 Berat Jenis

Gelas ukur kosong (A) ditimbang

Sampel dimasukkan

Gelas ukur berisi sampel (B) ditimbang

4.2.3.3 Daya Ambang

± 1 gr sampel ditimbang

Sampel dijatuhkan dari ketinggian 1 m

Waktu diukur mulai dari sampel dijatuhkan hingga butir terakhir menyentuh
nampan

4.2.3.4 Luas Permukaan Spesifik (LPS)

± 1 gr sampel ditimbang

Sampel diratakan di kertas millimeter blok, kemudian digambar menggunakan


bolpoin/spidol

4.2.4 Analisis Proksimat

4.2.4.1 Penetapan Kadar Air


Cawan porselin dioven 105oC selama 1 jam

Dinginkan ke dalam desikator selama 15 menit kemudian ditimbang

Sampel 2 gram dimasukkan ke dalam cawan porselin kemudian dioven 105oC


selama minimal 8 jam

Dinginkan ke dalam desikator selama 15 menit kemudian ditimbang


16

4.2.4.2 Penetapan Kadar Abu

Sampel hasil kadar air ditanur 600oC selama 4-12 jam

Dinginkan dengan dioven hingga suhu 140oC kemudian didesikator selama 15


menit

Ditimbang

4.2.4.3 Penetapan Kadar Lemak Kasar

1 g sampel dibungkus kertas saring whatman 41

Dioven 105oC selama 14 jam

Dinginkan ke dalam desikator selama 15 menit kemudian ditimbang

Sampel dimasukkan ke dalam alat ekstraksi soxhlet kemudian ditambahkan ethyl


ether

Sampel diekstraksi selama 4-16 jam sampai jernih tidak berwarna kemudian
diangin-anginkan

Dioven 105oC selama 14 jam

Dinginkan ke dalam desikator selama 15 menit lalu ditimbang

4.2.4.4 Penetapan Kadar Serat Kasar

Sampel didihkan dengan 50 ml larutan H2SO4 0,3N selama 30 menit

Didihkan dengan 25 ml larutan NaOH 1,5N selama 30 menit

Kertas saring dioven 105oC selama 1 jam


17

Kertas saring dioven 105oC selama 1 jam

Sampel disaring sebanyak 4x berturut-turut dengan 50 ml H2O panas, 50 ml


H2SO4 0,3N, 50 ml H2O panas dan 25 ml aseton

Kertas saring dan sampel dioven 105o selama 4 jam kemudian didinginkan ke
dalam desikator selama 15 menit lalu ditimbang

Sampel ditanur 300oC selama 4 jam

Sampel dioven 105oC selama 1 jam kemudian didinginkan ke dalam desikator


selama 15 menit lalu ditimbang
4.2.4.5 Penetapan Kadar Protein Kasar
Destruksi
Sampel ditimbang 0,1 g, dimasukkan ke dalam labu kjeldahl. Ditambahkan
katalisator dan 1,5 ml H2SO4 pekat kemudian didestruksi sampai warna hijau
jernih.

Destilasi
Hasil destruksi didestilasi dan dicuci dengan aquadest. Erlenmeye 125 ml diisi
dengan 10 ml asam borat 2-3% dan indikator methyl red pada alat penyuling. 10
ml NaOH 40% dimasukkan ke dalam destilator, setelah didapatkan 60 ml cairan,
penyulingan diakhiri.

Titrasi
Hasil destilasi dititrasi dengan HCl 0,1 N sampai terjadi perubahan warna.

4.2.4.6 Penetapan Kadar BETN

BETN = 100% - (kadar air + kadar abu + protein kasar + lemak kasar + serat
kasar)
18

4.2.5 Free Fatty Acid

7,05 g sampel dimasukkan ke dalam erlenmeyer

Ditambahkan 25 ml alkohol netral 96%

Direfluk selama 15 menit di dalam waterbath

Disaring dengan kertas saring whatman, diambil 10 ml

Ditambahkan indikator pp 1-2 tetes

Dititrasi dengan larutan NaOH 0,1 N sampai warna pink dan tidak hilang selama
30 detik

4.2.6 Gross Energy

Sampel ditimbang 0,5 gram lalu dibungkus kertas whatman kemudian diikat
dengan kawat dan ditaruh di dalam cawan

Cawan dimasukkan kedalam bomb kalorimeter lalu bomb diisi dengan oksigen
sampai tekanan 25-350 atm lalu ditutup

Bomb dimasukkan dalam bucket, bucket diisi aquades agar termometer tercelup

Hubungkan pengaduk aquades dengan dinamo kemudian hubungkan dengan


listrik, lalu hubungkan bomb dengan listrik

Ditekan tombol agitator dan segnalator. Setelah bunyi ditunggu 5 menit.


Temperatur dicatat setiap 30 detik dari suhu 1-10

Tepat 5 menit ditekan tombol combustone, setelah bunyi temperatur dicatat setiap
30 detik dari suhu 11-20
19

Dinamo dimatikan, bomb diangkat, cawan diambil dengan penjepit, dicuci bagian
dalam dengan aquades

Diambil 10 ml dari air cucian, dimasukkan kedalam becker glass, hitung sisa
kawat

Dititrasi dengan larutan Na2CO3 dan indikator methyl orange


20

V. HASIL DAN PEMBAHASAN


5.1 Hasil
5.1.1 Nomenklatur Bahan Pakan
5.1.1.1 Nomenklatur Hijauan
Tabel 1. Nomenklatur Bahan Pakan Hijauan
Asal Bagian Proses Tingkat Defoliasi Grade Sumbe Gamba
mula kedewasa r r
an
Kaliandr Aerial Dilayuka Dewasa - PK: Protein
a n 22,4%
(Calliand SK:
ra 9,87%
calothyrs
us)
Lamtoro Aerial Dilayuka Dewasa - PK: Protein
(Leucaen n 23,7%
a glauca) SK:
11,5%
Daun Daun Dilayuka Dewasa - PK: Protein
Pepaya n 20,8%
(Carica SK: 9,8%
papaya)
Daun Daun Dilayuka Dewasa - PK: 51% Protein
Singkong n SK: 5-6%
(Manihot
utillisima
)
Daun Daun Dilayuka Dewasa - PK: 5,2% Energi
Nangka n SK: 16%
(Arthoca
21

rpus
integra)
Jerami Aerial Segar Dewasa - PK: Energi
Jagung 4,77%
(Zea SK:
mays) 30,5%
Setaria Aerial Segar Dewasa 40-60 hari PK: 12% Energi
Ancep SK: 14%
(Setaria
spachelat
a)
Setaria Aerial Segar Dewasa 40-60 hari PK: 10% Energi
Lampung SK: 14%
(Setaria
splendid
a)
Rumput Aerial Segar Dewasa 40-60 hari PK: Energi
Gajah 8,3%
(Penniset SK:
um 18,13%
purpureu
m)
Rumput Aerial Segar Dewasa 40-60 hari PK: Energi
Raja 13,5%
(Penniset SK: 30%
um
purpuroi
des)
Rumput Aerial Dilayuka Dewasa 40-60 hari PK: 4,9% Energi
Benggala n SK: 28-
22

(Pannicu 36%
m
maximu
m)
Daun Daun Dilayuka Dewasa - PK: 4-5% Energi
Pisang n SK: 23%
(Musa
parasidic
a)
Daun Daun Dilayuka Dewasa - PK: 26% Protein
Gamal n SK: 18%
(Glirisid
a
maculata
)
Daun Daun Dilayuka Dewasa - PK: Protein
Waru n 17,08%,
(Hibiscus SK:
tilliaceus 25,7%
)
Daun Daun Segar Dewasa - PK: Energi
Murbey 16,35%,
(Morus SK:
indica L) 10,52%

Daun Daun Segar Dewasa - PK: Protein


Rami 25,23%,
(Boehme SK: 20%
ria
nivea)
23

Daun Daun Segar Dewasa - PK: 29%, Protein


Dadap SK: 8-9%
(Erythrin
a
lithosper
mae)
Jerami Aerial Dikering Dewasa 3-4 bulan PK: 3-5% Energi
Padi kan SK:
(Oryza 30,9%
sativa)

5.1.1.2 Nomenklatur Bahan Pakan Konsentrat

Tabel 2. Nomenklatur Bahan Pakan Konsentrat


Asal Mula Bagian Proses Grade Sumber Gambar
Moalases Batang Dipres PK:0,4% Energi
(Sacharum SK:3,95%
officinae)

Tepung Cangkang Dikeringkan Kalsium: Mineral


cangkang telur ,digiling 19,2%
telur
(Gallus sp)
Kapur Batuan Dihancurkan, Kalsium:4 Mineral
Dolomit digiling 0%
(CaCO3)
Kalsium
Karbonat
Tembaga Batuan Dihancurka Cu: 18% Mineral
Sulfat n
(CuSO4)
24

Vitamin - - - Vitamin

EM4 Bakteri Fermentasi - Feed


(Effective Additive
Microorgan
ism 4)
SBM Biji Diekstraksi, PK: 42% Protein
(Soybean dikeringkn, SK: 10%
Meal)(Glyci digiling
n max)
Tepung Biji Dikeringka, PK:7,9 % Energi
Jagung (Zea digiling,dih SK: 23%
mays) aluskan

Jagung Biji Dikeringkan PK : 8% Energi


Giling (Zea ,digiling SK:11,2%
mays)
Urea - - N :46% Feed
(Co(NH2)2) Additive

Tepung Udang utuh Dikeringkan PK:45,29 Protein


Udang ,digiling,dih %
(Crustacea aluskan SK:17,69
sp) %
Bungkil Daging dan Dipres, PK:18,58 Protein
Kelapa buah dikeringkan %
(Cocos SK:15,38
nucifera) %
25

Onggok Umbi Dipres,diker PK:2-3% Energi


(Manihot ingkan,digil SK:14,9%
utillisima) ing

Tepung Biji Sisa PK: 5,3% Energi


Limbah pembuatan SK:
Soun soun 43,8%
(Triticum
sativum))
Tepung Utuh Dikeringkan PK: Protein
Ikan ,digiling,dih 53,4%
(Animal) aluskan SK:
4,48%

Millet Biji Dikeringkan PK: 8,6% Energi


(Pennicetu SK:11
mglaucum)

CGM (Corn Biji Dikeringkan PK: 22% Protein


Gluten ,digiling,dih SK: 1%
Meal) (Zea aluskan
mays)
CGF (Corn Biji Dikeringkan PK: Protein
Gluten ,digiling 20%SK:
Feed) (Zea 8%
mays)
MBM Daging dan Dikeringkan PK: Protein
(Meal Bone tulang ,digiling 21%SK:
Meat)(Anim 1,79%
al)
26

5.1.2 Pengenalan Alat


Tabel 3. Pengenalan Alat
Nama Alat Fungsi Gambar
Tanur Mengabukan bahan pakan

Pompa Vakum Menyedot larutan

Destilator Mendestilasi (Penyulingan)

Labu Didih Mendidihkan larutan

Destruktor Mendestruksi

Kompor Listrik Memanaskan larutan

Kondensor Mendinginkan uap air

Waterbath Merefluk sampel

Soxhlet Mengekstraksi lemak kasar


27

Oven Mengurangi kadar air bahan


pakan

Timbangan Menimbang sampel dengan


Analitik ketelitian 0,0001 Kg

Desikator Menstabilkan suhu

Silica Gel Menyerap panas

Buret dan Statis Mentitrasi dan sebagai


penyangga

Filler Karet Menyedot dan mengeluarkan


larutan

Filler Rol Menyedot dan mengeluarkan


larutan

Corong Memasukkan larutan

Corong Buchner Menyaring sampel pada analisis


SK

Erlenmeyer 1000 Menampung larutan


ml
28

Cawan Porselin Menampung sampel pada saat


dioven atau ditanur

Tang Penjepit Mengambil wadah

Becker Glass Menampung larutan

Gelas Ukur Mengukur larutan

Bomb Menganalisis Gross Energi


Kalorimeter

Cawan Krusibel Menampung sampel

Timbangan Menimbang sampel


Manual

Pipet Seukuran Mengambil sampel sesuai ukuran


yang ditentukan

Pipet Volume Mengambil sampel sesuai


kebutuhan
29

Pipet Tetes Mengambil sampel beberapa


tetes

Spatula Mengambil sampel dengan kadar


sedikit

Push Push Tinju Menampung dan mengeluarkan


aquadest

Tabung Gas Menampung O2

Neraca Ohauss Menimbang bahan pakan

Labu Kjedahl Menampung bahan pakan

5.1.3 Uji Fisik Bahan Pakan


5.1.3.1 Berat Jenis
Berat gelas (A) = 131 g
Sampel(B) = 192,3 g
BJ = Berat (B – A)
Volume
BJ = 192,3 – 131
100
= 0,613 g/ml
30

5.1.3.2 Sudut Tumpukan

Tinggi = 5,5 cm
Diameter = 17 cm
tan α = 2.t
d
tan α = 2.5,5
17
=0,65 => 32,90

5.1.3.3 Daya Ambang

Jarak =1m
Waktu = 2s
DA = Jarak
Waktu
DA = ½ = 0,5 m/s

5.1.3.4 Luas Permukaan Spesifik (LPS)

Luas = 17,5 cm2


Berat = 1 g
LPS = Luas
Berat
LPS = 17,5/1 = 17,5 cm2/g
31

6. Analisis Proksimat

Tabel 4. Analisis Proksimat


Kelompok / Analisis Proksimat
FFA GE
Bahan Pakan K. Air K. Abu SK PK LK
13 CGF 15,5% 5,5% 7% 23,1% 1% 0,56% 1153,45
14 SBM 14,5% 5,5% 4% 39,55% 0 0,63% 1153,45
15 Jagung
15,5% 0 0 18,22% 0 0,32% 1153,45
Giling
16 CGF 16,5% 6,5% 6% 16,27% 2% 0,52% 1174,69
17 SBM 13% 6,5% 2% 40,07% 1% 0,59% 1153,45
18 Jagung
15,5% 0 0 11,2% 0,2% 0,42% 1142,6
Giling

5.1.4.1 Penetapan Kadar Air

Berat cawan = 7,81 g


Berat sampel =2g
Berat setelah dioven = 9,55 g
7,81+2−9,55
Kadar air = x 100%
2

= 13%

5.1.4.2 Penetapan Kadar Abu

Berat cawan = 7,81 g


Berat setelah ditanur = 7,94 g
Berat sampel =2g
7,94−7,81
Kadar abu = x 100%
2

= 6,5%

5.1.4.3 Penetapan Kadar Lemak Kasar

Berat sampel =1g


Berat setelah dioven I = 1,22 g
Berat setelah dioven II = 1,21 g
32

1,22−1,21
Kadar lemak kasar = x 100% = 1%
1

5.1.4.4 Penetapan Kadar Serat Kasar

Berat sampel =1g


Berat kertas saring = 0,59 g
Berat setelah dioven = 9,05 g
Berat setelah ditanur = 8,44 g
9,05−8,44−0,59
Kadar serat kasar = x 100%
1

= 2%

5.1.4.5 Penetapan Kadar Protein Kasar

ml HCl = 4,58 ml
N HCl = 0,1 N
Berat sampel = 0,1 g
4,58 .0,1 .0,014 .6,25
Kadar protein kasar = x 100%
0,1

= 40,07%

5.1.4.6 Penetapan Kadar BETN

BETN = 100 – (KA + KAb + LK + SK + PK)


= 100 – (13 + 6,5 + 1 + 2 + 40,07)
= 37,43%
7. Free Fatty Acid

ml NaOH (titran) = 1,5 ml


Berat sampel = 7,05 g
Alkohol 96% = 25 ml
Berat molekul asam lemak nabati = 278
𝑚𝑙𝑁𝑎𝑂𝐻 .𝑁𝑡𝑖𝑡𝑟𝑎𝑛 .𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡𝑚𝑜𝑙𝑒𝑘𝑢𝑙𝑎𝑠𝑎𝑚𝑙𝑒𝑚𝑎𝑘𝑛𝑎𝑏𝑎𝑡𝑖
% FFA = x 100%
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 .1000
1,5 .0,1 .278
= x 100%
7,05 .1000

= 0,59%

8. Energi Bruto
33

Berat sampel GE = 0,5 g


Berat kertas = 0,17 g
Sisa kawat = 9 cm
Air cucian = 42 ml
ta = 27,84oC
tc = 28,18oC
28,18 – 27,84
r1 = = 0,068
5

Tb = 0,6 x (5+5) = 6
T = (28,18 – 27,84) – 0,068 x |5 – 6|
= 0,34 – 0,068 x 1
= 0,272
E1 = 42/10 x 0 = 0
E2 = 0,17 g
E3 = (12 – 9) x 2,3 = 6,9
(2423 x 0,272) – 0 – 0,17 – 6,9
Hg = 0,5 𝑥 88
659,056 – 7,07 651,986
= = = 1481,78
0,44 0,44

GE Kertas = 0,17 x 1800,632 = 306,11


GE Total = Hg x 0,985
= 1481,78 x 0,985 = 1459,55
GE Pakan = 1459,55–306,11 = 1153,44

5.2 Pembahasan

5.2.1 Nomenklatur Bahan Pakan


Nomenklatur adalah pemberian nama yang dilakukan berdasarkan enam
faset, yaitu asal mula, bahan yang dimakan oleh ternak, proses, tingkat
kedewasaan, defoliasi (bagi hijauan) dan grade. Nomenklatur pada bahan pakan
hijauan maupun konsentrat berbeda. Bahan pakan konsentrat umumnya tidak ada
tingkat kedewasaan dan defoliasi. Defoliasi adalah waktu tanaman ketika dipanen.
Hal tersebut sesuai dengan Adrianton (2011), defoliasi adalah pemangkasan.
34

Bahan pakan hijauan adalah bahan pakan yang berasal dari tanaman dan
tidak mengganggu kesehatan ternak bila dimakan. Hijauan dibedakan menjadi
empat jenis, yaitu gramineae (rerumputan), leguminosa, rambanan dan
cyperaceae. Hal tersebut sesuai dengan Sanjaya (2014), jenis hijauan makanan
ternak dibedakan menjadi 4, yaitu rerumputan, leguminosa (legume herba, semak,
dan pohon), serta hijauan makanan ternak yang memiliki potensi dimanfaatkan
seperti limbah pertanian. Berdasarkan hasil praktikum, yang termasuk bahan
pakan hijauan antara lain rumput gajah, rumput raja, daun pisang, daun singkong,
dan sebagainya.
Hijauan pakan ternak diberikan dalam keadaan segar dan layu. Hijauan
yang diberikan dalam keadaan segar apabila tidak memiliki antinutrisi. Contoh
hijauan yang diberikan dalam keadaan segar antara lain jenis rerumputan seperti
rumput raja, rumput gajah dan lainnya. Sedangkan hijauan diberikan dalam
keadaan layu apabila di dalam hijauan tersebut mengandung antinutrisi.Daun
singkong (HCL), gamal (aclaloid hepatoxin), kaliandra (mimosin), dan lain
sebagainya. Hal tersebut dilakukan sesuai dengan pernyataan Sirait et. al. (2010),
bahwa kadar antinutrisi dalam suatu bahan pakan harus diperhatikan.
Konsentrat pakan secara umum diartikan sebagai campuran bahan pakan
untuk meningkatkan nilai gizi. Konsentrat biasanya digunakan sebagai sumber
energi, protein, mineral, vitamin dan feed additive. Bentuk umum konsentrat
adalah butiran kecil dan tepung. Hal tersebut didukung dengan pendapat Nawawi
dan Nurohmah (2015) yaitu untuk membuat tepung konsentrat bahan pakan
diperlukan proses pengeringan dan penggilingan.
Berdasarkan hasil praktikum, yang termasuk bahan pakan konsentrat
antara lain tembaga sulfat, molasses, EM4, tepung cangkang telur ayam, tepung
udang, bungkil kelapa, dan lain sebagainya. Bahan pakan konsentrat umumnya
terbuat dari limbah pertanian.Sebagian besar bahan pakan yang dipraktikumkan
merupakan sumber energi dan sumber protein. Hal tersebut sesuai dengan
Kusuma (2009) bahwa suatu jenis bahan pakan dikatakan sebagai sumber energi
apabila mengandung protein kasar <20% dan serat kasar >18%. Bahan pakan
35

dapat dikatakan sebagai sumber protein jika mengandung protein kasar (PK)
>20%.

5.2.2 Pengenalan Alat

Praktikum pengenalan alat bertujuan untuk mengetahui peralatan yang


akan digunakan pada praktikum uji proksimat beserta kegunaannya. Penggunaan
alat-alat laboratorium antara lain sebagai alat penimbang, pengukur volume
cairan, melarutkan zat padat, penyaringan, pemijaran serta pengabuan. Menurut
Hartati (2002), penimbangan menggunakan timbangan, penyaringan
menggunakan kertas saring dan corong, pengaturan volume cairan menggunakan
gelas ukur, pipet ukur, pipet volume, labu ukur dan buret. Pemijaran
menggunakan tanur dan cara sederhana pengeringan menggunakan oven.
Beberapa alat digunakan spesifik pada uji proksimat, misal oven pada
analisis kadar air dan labu kjeldahl pada analisis protein kasar. Oven berfungsi
menguapkan kadar air yang terdapat dalam bahan pakan dan menurunkan suhu
setelah pengabuan di tanur. Hal tersebut sesuai dengan Dwinaningsih (2010)
bahwa oven digunakan dalam analisis kadar air dan kadar abu. Umumnya oven
digunakan pada seluruh analisis kandungan nutrient pakan.
Selain oven, labu kjeldahl, destruktor dan destilator juga digunakan secara
spesifik pada uji proksimat, yaitu analisis protein kasar. Destruktor berfungsi
meregangkan ikatan –N, sedangkan destilator berfungsi untuk proses penyulingan.
Hal tersebut sesuai dengan Wahyudi (2006), dalam analisis protein kasar
digunakan labu kjeldahl melalui tahap destruksi atau peregangan ikatan –N.
Kadar abu juga dianalisis dalam analisis proksimat. Untuk mengabukan
bahan pakan digunakan tanur pada suhu 600oC untuk mewadahi bahan masuk ke
tanur digunakan cawan porselin dan tang penjepit. Hal ini dilakukan agar tidak
mempengaruhi berat jenis bahan pakan. Menurut Dwinaningsih (2010), tanur,
oven dan desikator merupakan alat yang digunakan dalam analisis kadar abu.
Labu soxhlet dan waterbath digunakan dalam analisis lemak kasar. Labu
soxhlet berfungsi pada ekstraksi lemak kasar, sedangkan waterbath berfungsi
merefluks sampel. Penggunaan labu soxhlet dan waterbath sesuai dengan
36

pernyataan Dwinaningsih (2010), labu soxhlet digunakan untuk analisis kadar


lemak.
Analisis proksimat juga menganalisa jumlah energi bruto suatu bahan.
Peralaan yang dibutuhkan dalam analisa jumlah energi bruto, antara lain bomb
kalorimeter, penyangga dan cawan. Bomb kalorimeter berfungsi untuk
menganalisis gross energy. Cawan kruisible terdapat di dalam bomb kalorimeter
yang berfungsi menampung sampel. Hal tersebut sesuai dengan Ramli et. al.
(2008), bomb kalorimeter digunakan dalam menghitung kadar energi bruto pada
bahan bungkil isi sawit.

5.2.3 Uji Fisik Bahan Pakan


5.2.3.1 Berat Jenis
Berat jenis adalah perbandingan berat bahan dengan volume ruang yang
ditempati oleh bahan tersebut. Berat jenis suatu bahan akan menentukan kualitas
bahan pakan itu sendiri. Kualitas baik atau buruknya suatu bahan pakan
diindikasikan dari proses penanganan, pengolahan dan pengemasan. Hal tersebut
sesuai dengan Retnani (2011), berat jenis memegang peranan penting dalam
proses pengolahan, penanganan, dan penyimpanan.
Berat jenis memiliki fungsi menentukan kecernaan bahan pakan dengan
indikator berat jenis bahan pakan adalah berat jenis air yaitu 1 gr/ml. berat atau
tidaknya berat jenis bahan pakan dapat dilihat dari cairan rumen. Bila berat jenis
lebih kecil dari satu maka bahan pakan akan mengapung sehingga sulit dicerna
oleh mikroba rumen. Sedangkan sebaliknya, bila berat jenis lebih dari satu maka
bahan pakan akan tenggelam di rumen sehingga mudah dicerna oleh mikroba
rumen. Bahan pakan yang memiliki berat jenis diatas satu dapat dikatakan
kualitasnya baik. Hal tersebut sesuai dengan Toharmat et. al. (2006) yang
menyebutkan bahwa bahan yang mempunyai berat jenis besar diduga akan mudah
kontak dengan mikroba rumen dan enzim yang berada di dalam cairan rumen
sehingga menyebabkan kecernaan bahan tersebut menjadi besar.
Berdasarkan hasil praktikum, didapatkan berat jenis SBM sebesar 0,613
g/ml. hal ini sedikit berbeda dengan penelitian Yatno (2011), berat jenis bungkil
37

kedelai adalah sebesar 1,46±0,07 g/ml. perbedaan berat jenis suatu bahan
dipengaruhi oleh karakteristik permukaan partikel, distribusi ukuran partikel dan
kandungan nutrisi setiap bahan (Khalil, 1999).

5.2.3.2 Sudut Tumpukan

Sudut tumpukan adalah sudut yang dibenetuk oleh pakan yang dicurahkan
pada bidang datar. Sudut tumpukan diaplikasikan pada saat penuangan pakan di
perusahaan unggas menggunakan konfeier. Semakin tinggi sudut tumpukan maka
semakin efisien karena pakan tidak tercecer sehingga menyebabkan banyak pakan
yang tidak dimakan. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Retnani et. al. (2010),
sudut tumpukan mempengaruhi flowability atau daya alir suatu bahan terutama
akan berpengaruh terhadap kecepatan dan efisiensi proses pengosongan silo
secara vertikal pada saat pemindahan dan pencampuran bahan.
Berdasarkan hasil praktikum, sudut tumpukan bungkil kedelai (SBM)
adalah sebesar 32,90o.Besar sudut lancip (<45o) menunjukkan pemberian pakan
tersebut efisien karena ayam makan dengan satu arah. Hal tersebut sesuai dengan
Saenab et. al. (2010), bahan yang sangat mudah mengalir memiliki sudut
tumpukan berkisar antara 20 – 30o.
Sudut tumpukan tidak dipengaruhi oleh berat bahan pakan. Besar sudut
tumpukan dipengaruhi oleh besar partikel bahan pakan. Semakin kecil partikel
bahan pakan maka sudut tumpukan akan semakin besar. Hal tersebut sesuai
dengan Retnani (2011), besarnya sudut tumpukan sangat dipengaruhi oleh ukuran,
bentuk dan karakteristik partikel, kandungan air, berat jenis, dan kerapatan
tumpukan. Ukuran partikel mempengaruhi sudut tumpukan yaitu semakin kecil
ukuran partikel maka semakin tinggi sudut tumpukannya.

5.2.3.3 Daya Ambang

Prinsip daya ambang adalah jarak yang ditempuh suatu bahan pakan
apabila dijatuhkan dari atas ke bawah dari jarak tertentu dalam waktu tertentu.
Fungsi daya ambang antara lain efisiensi waktu, efisiensi pemasukan dalam silo
serta efisiensi dalam pengepakan pakan. Hal ini dikarenakan semakin tinggi daya
ambang maka akan semakin cepat waktu yang dibutuhkan dalam pengepakan
38

pakan. Hal ini dipengaruhi berat jenis, homogenitas dan kandungan air dalam
bahan (Putri, 2010).
Berdasarkan hasil praktikum, daya ambang SBM seberat 1 g yang
dijatuhkan dari ketinggian 1 meter adalah 0,5 m/detik. Hal tersebut berbeda
dengan Ali (2006), bungkil kedelai memiliki daya ambang sebesar 4,56 m/detik.
Perbedaan ini dapat terjadi bila pada saat penuangan bungkil kedelai dilakukan
dengan cara yang berbeda.
Daya ambang dipengaruhi oleh kadar air dan ukuran partikel. Semakin
tinggi kadar air maka daya ambang semakin kecil. Sedangkan semakin besar
ukuran partikel maka daya ambang juga semakin tinggi. Hal tersebut sesuai
dengan Krisnan (2008) yang menyebutkan bahwa daya ambang dipengaruhi kadar
air dan ukuran partikel.

5.2.3.4 Luas Permukaan Spesifik (LPS)

Bahan pakan tertentu memiliki luas permukaan spesifik tertentu pula.Luas


permukaan spesifik berfungsi untuk mengetahui seberapa halus bahan pakan serta
mengetahui kualitas bahan pakan secara fisik. Hal tersebut sesuai dengan Ramli
et. al. (2008), semakin kecil ukuran partikel maka nilai kerapatan semakin besar
sehingga mengurangi volume ruang penyimpanan. Selain itu bahan yang memiliki
kerapatan tinggi akan menghemat biaya pengeluaran untuk pengemasan dan
penyimpanan bahan.
Uji fisik luas permukaan spesifik dilakukan dengan menebar bahan pakan
di atas kertas millimeter blok dengan bentuk persegi panjang kemudian dihitung
luasnya. Berdasarkan hasil praktikum, luas permukaan spesifik SBM adalah 17,5
cm2/g. Menurut Raharjo (2002), jika nilai LPSnya kecil dalam tiap gramnya maka
sampel tersebut berbentuk butiran kasar.
LPS bahan yang halus menunjukkan kualitas pakan yang baik. Hal
tersebut dikarenakan pakan yang halus memiliki daya cerna yang tinggi, efisien
dalam pergudangan, pengepakan dan transportasi. Jaelani (2007), efisien suatu
proses penanganan, pengolahan dan penyimpanan dalam bahan pakan tidak hanya
butuh nilai gizi dan unsur kimianya saja, melainkan juga sifat fisik.
39

5.2.4 Analisis Proksimat

5.2.4.1 Kadar Air


Prinsip kadar air adalah air dalam bahan pakan akan menguap seluruhnya
bila dipanaskan 105o C selama minimal 8 jam. Alasan disebut kadar air karena
yang menguap tidak hanya air tetapi ada senyawa asam basa organik sederhana
lain yang memiliki molekul kecil, contohnya asetat, butirat, propionat. Hal
tersebut sesuai dengan Hanum dan Yunasri (2011), penetapan kadar air dengan
pemanasan pada suhu 100-105oC di dalam oven akan menghasilkan bahan kering
atau bebas air.
Kadar air dalam analisis proksimat disebut moisturebukan water. Hal
tersebut disebabkan karena pada saat proses pemanasan tidak hanya air yang
menguap. Hal tersebut sesuai dengan Sinaga (2012), asam karboksilat rantai
pendek (C<4) merupakan bahan yang larut dalam air.Itulah alasan C2, C3 dan C4
ikut menguap.
Kadar air sampel SBM adalah 13%. Kadar air maksimum bahan pakan
konsentrat adalah 14-15%. Hal tersebut berbeda dengan pendapat Dani et. al.
(2005), kadar air pakan sebaiknya lebih baik tidak lebih besar dari 10%. Menurut
Eddy (2005), kadar air tepung kulit kedelai tergolong baik karena cukup kering
dan dapat disimpan lama.

5.2.4.2 Kadar Abu

Abu yang diperoleh dari proses pemanasan suhu tinggi oleh tanur.
Pemanasan pada suhu tinggi menyebabkan semua zat organik menguap menjadi
CO2, H2O dan zat lain yang tersisa adalah zat anorganik atau abu. Tidak semua
unsur utama pembentuk senyawa organik akan terbakar dan berubah menjadi gas,
tetapi ada O2 yang tertinggal dalam abu menjadi oksida dan karbon menjadi
karbonat. Hal tersebut sedikit berbeda dengan Hanum dan Yunasri (2011), dalam
proses pemanasan suhu tinggi yang tersisa adalah oksida mineral saja, sementara
bahan atau senyawa organiknya sudah menguap semua.
Abu atau mineral merupakan nutrient yang diperlukan tubuh sehingga
perlu dihitung kadarnya. Kadar abu sampel SBM adalah 6,5%. Kadar abu yang
40

baik adalah 1,5%. Hal tersebut berbeda dengan Zaenuri et. al. (2014), dalam
pakan ikan, kadar abu yang baik sebaiknya kurang dari 12%. Menurut Dani et. al.
(2005), perbedaan kadar abu pada pakan buatan dikarenakan persentase bahan
yang berlainan antara perlakuan satu dengan perlakuan lainnya.
Fungsi dari pengukuran kadar abu adalah pengukuran yang berkaitan
dengan kandungan mineral. Menurut Mutiara (2004), mineral merupakan nutrient
yang berfungsi sebagai kofaktor dalam reaksi metabolism, sebagai penyusun
hormone dan enzim, serta berfungsi dalam pergerakan substrat melalui membran
sel dan kontraksi otot. Pentingnya fungsi dari mineral inilah yang mendasar
perlunya penetapan kadar air.

5.2.4.3 Lemak Kasar

Lemak kasar dalam analisis proksimat dilakukan dengan metode soxhlet.


Prinsip kerja metode ini adalah pelarutan lemak dengan eter atau pelarut lain
menurut soxhlet. Kadar lemak kasar ditetapkan dari selisih berat setelah dioven
pertama dengan berat setelah dioven yang kedua. Pelarut yang digunakan adalah
petroleum benzene. Hal tersebut sesuai dengan Ramli et. al. (2008) yang
menyebutkan bahwa proses ekstraksi harus menggunakan bahan yang dapat
melarutkan bahan tersebut, pada lemak kasar harus dilarutkan oleh pelarutnya
seperti ethyl ether, petroleum benzene, dan pelarut lemak lainnya.
Bahan yang larut pada analisis lemak kasar tidak hanya lemak. Terdapat
zat-zat lain yang dapat larut dalam pelarut lemak seperti vitamin A, D, E, K,
klorofil, pigmen dan sterol. Hal tersebut dibenarkan Sinaga (2012), lemak adalah
senyawa yang tidak larut dalam air tetapi larut dalam pelarut lemak. Semua
senyawa tersebut dikatakan lemak kasar karena ikut terlarut saat diekstraksi
dengan pelarut lemak.
Hasil analisis lemak kasar pada bahan pakan SBM adalah 1%. Kadar
lemak kasar yang baik pada SBM adalah 0,9%. Menurut Tillman et. al. (1993),
dalam bahan pakan dengan lemak kasar tinggi akan mudah mengalami penurunan
kualitas sehingga waktu simpannya tidak lama.

5.2.4.4 Serat Kasar


41

Bahan pakan bebas air dan lemak dianalisis kandungan serat kasarnya
dengan direbus/dididihkan pada larutan asam basa kuat. Larutan asam basa kuat
yang digunakan adalah H2SO4 0,3N dan NaOH 1,5N. Tujuan perebusan dengan
larutan tersebut adalah untuk melarutkan bahan organik yang bersifat asam dan
basa.Chang (2005) menyebutkan bahwa H2SO4 dan NaOH merupakan asam dan
basa kuat yang dapat terionisasi sempurna di dalam air.
Alasan disebut serat kasar karena terdapat senyawa organik yang tergolong
dalam fraksi serat yang masih larut dalam asam basa encer sehingga menurunkan
kandungan seratnya. Contoh serat kasar adalah lignin, selulosa dan hemiselulosa.
Hal tersebut sesuai dengan Melati dan Sunarno (2016), serat kasar termasuk di
dalamnya lignin, selulosa dan hemiselulosa merupakan faktor utama penyebab
rendahnya kecernaan pakan, efisiensi pakan dan penurunan performan
pertumbuhan dari ternak.
Kadar serat kasar SBM berdasarkan analisis proksimat adalah 2%.Hal ini
berbeda dengan Sudarmono (2003) yang menyebutkan bahwa kandungan serat
kasar bungkil kedelai relatif rendah, yakni 6%. Menurut Suprio (2012), semakin
tinggi serat kasar, semakin rendah kualitas bahan pakan karena sulit dicerna,
khususnya pada konsentrat.

5.2.4.5 Protein Kasar

Penetapan kadar protein kasar dilakukan berdasarkan prinsip destruksi,


destilasi dan titrasi. Destruksi dilakukan untuk meregangkan ikatan –N dengan
bantuan H2SO4 pekat. Setelah melalui tahap destruksi, bahan pakan didestilasi
atau disaring. Penambahan NaOH pada saat destilasi bertujuan memecah ikatan –
N. Setelah ikatan –N dipecah, hasil penyulingan masuk ke dalam tabung yang
sudah diisi dengan asam borat yang berfungsi menangkap –N hasil penyulingan.
Titrasi dilakukan untuk mengetahui berapa banyak asam borat yang terpakai
berlebih setelah didestilasi. Hal tersebut sesuai dengan Buwono (2000),analisis
kadar protein kasar secara semi-makro Kjeldahl meliputi proses destruksi,
destilasi dan titrasi. Ketiga proses ini dilakukan untuk memecah molekul-molekul
42

protein menjadi molekul terkecil (asam amino) yang mengandung unsure C, H, O,


dan N.
Alasan disebut protein kasar karena N dalam bahan pakan tidak hanya dari
protein. Senyawa tersebut juga berasal dari Non Protein Nitrogen (NPN) seperti
urea. Penetapan kadar protein kasar dilihat dari kandungan nitrogennya karena
protein terdiri atas asam amino. Hal tersebut dibenarkan oleh Chang (2005),
protein merupakan sebuah polimer yang tersusun atas asam amino sebagai
monomernya.
Kadar protein kasar SBM berdasarkan analisis proksimat adalah 40,07%.
Kadar protein kasar yang baik pada SBM adalah 42-48%, lebih tinggi dari CGF
dan jagung giling. Hal tersebut sesuai dengan Sidiq dan Wardani (2014) bahwa
rata-rata SBM mempunyai nilai protein kasar (PK) = 45,98%.

5.2.4.6 Bahan Ekstrak Tanpa Nitrogen (BETN)

Berdasarkan hasil praktikum, didapatkan BETN sampel bahan pakan


sebesar 37,43%. Hal tersebut berbeda dengan Martharini (2012) bahwa kadar
BETN bungkil kedelai adalah sebesar 32,9%. Nilai BETN tidak tetap dan
berubah-ubah. Menurut Hartadi et. al. (1999), ekstrak tanpa nitrogen mengandung
mono-, di-, tri-, dan tetra- sakarida ditambah pati dan beberapa zat yang termasuk
hemiselulosa.

5.2.5 Free Fatty Acid

Asam lemak bebas ditentukan sebagai asam lemak terbanyak dalam bahan
pakan. Kadar asam lemak bebas menentukan kualitas dari suatu bahan pakan.
Asam-asam lemak yang ditemukan biasanya merupakan asam-asam
monokarboksilat dengan rantai yang tidak bercabang dan mempunyai atom
karbon genap. Asam-asam lemak ditemukan di dalam tubuh terbagi menjadi dua
golongan, yaitu asam lemak jenuh dan asam lemak tidak jenuh. Asam lemak
jenuh dalam bentuk cis karena itu molekul akan banyak pada ikatan rangkap
sedangkan asam lemak tidak jenuh berbentuk trans (Damanik, 2008).
Sampel ditimbang seberat 7,05 gram dan ditambahkan alkohol 96% yang
berguna untuk melarutkan lemak dari sampel. Hal tersebut sesuai dengan Salamah
43

(2014), alkohol berfungsi untuk melarutkan lemak.Setelah ditambahkan alkohol,


larutan direfluk dengan waterbath yang berfungsi memisahkan supernatan dengan
residu. Hal tersebut sesuai dengan Heriyati (2014), dilakukan sentrifugasi untuk
memisahkan endapan dan supernatan. Endapan yang dimaksud adalah residu
sedangkan supernatan adalah dalam bentuk cair.
Indikator pp digunakan dalam proses titrasi untuk menghitung FFA. Hal
tersebut sesuai dengan Simpen (2008), bilangan asam untuk menentukan asam
lemak bebas dengan metode titrasi asam-basa menggunakan indikator pp untuk
menghasilkan warna pink. Ilham (2014) menyebutkan bahwa indikator pp
ditambahkan sebanyak 2 tetes ke dalam sampel lalu diaduk secara perlahan hingga
homogen. Sampel dititrasi dengan menggunakan larutan NaOH 0,1 N sampai
terjadi perubahan warna dari bening menjadi pink.
Kadar FFA SBM adalah 0,59%. Kadar FFA yang baik adalah lebih dari
2% karena palatabilitasnya menjadi tinggi. Hal tersebut berbeda dengan Sunarto
(2013), Free Fatty Acid (FFA) yang hanya diperbolehkan maksimum 2%. Selain
itu kadar air dan kontaminasinya tidak boleh lebih dari 0,1 dan 0,3%. Perhitungan
kadar FFA SBM telah sesuai dengan Susianto dan Ramayulis (2013), kadar asam
lemak bebas kedelai adalah 0,5%.

5.2.6 Gross Energy

Hasil praktikum penetapan kadar energi bruto dengan sampel SBM adalah
1153,44. Besar kecilnya kadar Gross Energy yang dianalisis berasal dari bahan
pakan itu sendiri atau adanya kesalahan prosedural. Hal tersebut sesuai dengan
Endri Musnandar (2011), kebutuhan energi dipengaruhi oleh bangsa, geografi,
daerah dan musim. Perhitungan energi bruto (efisiensi) dimaksud untuk
mengetahui penggunaan energi oleh ternak.
Analisis kadar Gross Energy berguna dalam penyusunan ransum pakan
bagi ternak. Selain itu, dominasi Gross Energy terhadap suatu bahan pakan juga
tidak mendominasi secara utuh. Hal tersebut didukung oleh pernyataan Guntoro
(2008) bahwa Gross Energy adalah energi yang terkandung dalam bahan pakan
44

berdasarkan nilai ekuivalen untuk karbohidrat 4,1 kkal/gr (17,2 kj/kg), lemak 9,5
kkal/gr (39,8 kj/kg) dan protein 5,6 kkal/gr (23,4 kj/kg).
Alat bomb kalorimeter digunakan dalam penentuan energi bruto dari
sampel makanan. Oksigen dimasukkan dengan tekanan dan bomb kalorimeter
dibenamkan dalam ruangan yang tertutup dan mengandung sejumlah air yang
telah diketahui beratnya. Temperature air tersebut dicatat dan sampel pakan
dipijarkan dengan aliran listrik. Panas yang dihasilkan, diabsorpsi oleh bomb
kalorimeter dan air. Setelah terjadi keseimbangan, temperature air dicatat
lagi.Jumlah panas yang dihasilkan dengan memakai kenaikan temperature air dan
berat serta panas spesifik dari air dan alat bomb kalorimeter. Bomb kalorimeter
digunakan untuk mengukur panas yang ditimbulkan.Hal tersebut sesuai dengan
Anggorodi (2004), bomb kalorimeter digunakan untuk mengukur panas yang
ditimbulkan oleh pembakaran tersebut yang terdiri dari suatu bejana yang ditutup
dimana bahan bakar digantung dengan kawat kalorimeter.
Energi bruto dalam bahan pakan sangat diperlukan, namun tidak semua
energi tersebut digunakan oleh ternak. Hal tersebut sesuai dengan Purbowati
(2008), energi dalam bahan pakan (energi bruto) tidak semua dapat digunakan
oleh ternak, sebab tidak semua nutrient yang dikonsumsi ternak dapat dicerna
seluruhnya. Masih ada sebagian yang terdapat di dalam feses dan energi ini
disebut sebagai energi feses dan energi tercerna atau Digestible Energy (DE).
Energi tercerna pada ternak adalah 57-62% dari Gross Energy setelah dikurangi
energi yang dikeluarkan melalui urine sebesar 35-40% dan GE merupakan Nett
Energy (NE) yang dipergunakan untuk pertumbuhan setelah dikurangi DE, NE
dan energi panas yang hilang.
45

VI. KESIMPULAN
6.1 Kesimpulan
1. Nomenklatur Bahan Pakan
a) Bahan pakan dibedakan menjadi pakan hijauan dan pakan konsentrat. Contoh
pakan hijauan antara lain rumput gajah, rumput raja, daun nangka, daun waru,
dan sebagainya. Sedangkan pakan konsentrat antara lain molasses, EM4,
SBM, CGF, CGM dan lain-lain.
b) Proses nomenklatur dilakukan melalui 6 faset, yaitu asal mula, bagian yang
dimakan ternak, proses, tingkat kedewasaan, defoliasi dan grade.

2. Pengenalan Alat
Peralatan yang terdapat pada Laboratorium Ilmu Bahan Makanan Ternak
merupakan alat-alat yang digunakan untuk analisis proksimat.
3. Uji Fisik Bahan Pakan
Hasil uji fisik bahan pakan SBM antara lain BJ 0,613 g/ml, sudut
tumpukan 32,90o, daya ambang 0,5 m/detik dan luas permukaan spesifik
(LPS) 17,5 cm2/g.

4. Analisis Proksimat
Hasil analisis proksimat bahan pakan SBM antara lain kadar air 13%,
kadar abu 6,5%, kadar lemak kasar 1%, kadar serat kasar 2%, kadar protein kasar
40,07% dan BETN 37,43%.
5. Free Fatty Acid
Kadar FFA pada adalah sebesar 0,59%.
6. Gross Energy
Energi bruto bahan pakan SBM adalah 1.153,44 kkal
6.2 Saran
1. Harus lebih hati-hati dalam menggunakan peralatan laboratorium.
2. Harus lebih teliti dalam pengukuran agar mendapatkan hasil yang tepat.
3. Alat dan bahan yang akan digunakan diperbaharui lagi
46

DAFTAR PUSTAKA

Adrianton. 2012. Aspek Fisiologis Rumput Gajah Terhadap Interval dan Tinggi
Pemangkasan Serta Pemberian Air yang Berbeda. Media Litbang Sulteng
4 (2).

Ali, A. J. 2006. Karakteristik Sifat Fisik Bungkil Kedelai, Bungkil Kelapa dan
Bungkil Sawit. Skripsi. Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor.
Bogor.

Andi. 2007. Alat-Alat Kimia. [online]. diunduh dari: http://jurnalk3.com

Anggorodi, R. 2004. Ilmu Makanan Ternak. Jakarta: PT Gramedia Pustaka


Utama.

Budimarwanti, C. 2011. Pengelolaan Alat dan Bahan Laboratorium Kimia.


[online]. diunduh dari: http://staff.uny.ac.id

Burhanuddin, A. I. 2014. Ikhtiologi Ikan dan Segala Aspek Kehidupannya.


Yogyakarta: Deepublish.

Buwono, I. D. 2009 Kebutuhan Asam Amino Esensial dalam Ransum Ikan.


Yogyakarta: Kanisius.

Chang, R. 2005. Kimia Dasar: Konsep-Konsep Inti Jilid I. Jakarta: Erlangga.

Citrawidi, T. A., W. Murningsih dan V. D. Y. B. Ismadi. 2012. Pengaruh


Pemeraman Ransum dengan Sari Daun Pepaya Terhadap Kolesterol Darah
dan Lemak Total Ayam Broiler. Animal Agriculture Journal 1 (1).

Damanik, A. 2008. Analisa Kadar Asam Lemak Bebas dari Crude Palm Oil
(CPO) pada Tangki Timbun di PT Sarana Agro Nusantara. Tugas Akhir.
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Univesitas Sumatera
Utara.

Dani, M. P., A. Budiharjo, S. Listyawati. 2005. Komposisi Pakan Buatan Untuk


Meningkatkan Pertumbuhan dan Kandungan Protein Ikan Tawes.
Biosmart 7 (2).

Dwinaningsih, E. A. 2010. Karakteristik Kimia dan Sensori Tempe dengan


Variasi Bahan Baku Kedelai atau Beras dan Penambahan Angkak Serta
Variasi Lama Fermentasi. Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Sebelas
Maret. Surakarta.

Eddy, A. 2005. Pakan Ikan dan Perkembangan. Yogyakarta: Kanisius.


47

Endri, M. 2011. Efisiensi Energi pada Sapi Perah Holstein yang Diberi Berbagai
Imbangan Rumput dan Konsentrat. Jurnal Penelitian Universitas Jambi
Seri Sains 13 (2).

Fachrudin, R., F. Fathul, Liman. 2012. Evaluasi Kandungan Zat-Zat Makanan


Kiambang (Salvinia molesta) di Waduk Batu Tegi Kecamatan Air
Naningan Kabupaten Tanggamus. Jurnal Ilmiah Peternakan Terpadu 1
(1).

Farida, W. R. 1998. Pengimbuhan Konsentrat dalam Ransum Penggemukan


Kambing Muda di Wamena, Irian Jaya. Media Veteriner 5 (2).

Guntoro, S. 2008. Membuat Pakan Ternak dari Limbah Perkebunan. Jakarta:


Agromedia Pustaka.

Hanum, Z., dan Yunasrini. 2011. Analisis Proksimat Amoniasi Jerami Padi
dengan Penambahan Isi Rumen. Agripet 11 (1).

Hartati. 2002. Nutrisi Ternak Dasar. Purwokerto: Unsoed.

Heriyati, T., D. Hartanto, dan D. Prasetyoko. 2013. Eksterifikasi Asam Lemak


Bebas dalam Minyak Jelantah Menggunakan Katalis H-ZSM-5 Mesopori
dengan Variasi Waktu Aging. [online]. diunduh dari: digilibs.its.ac.id

Ilham, Itnawita, A. Dahliyati. 2014. Potensi Limbah Kulit Pisang Kepok (Musa
paradisiaca) Sebagai Bahan Baku Pembuatan Asam Asetat Menggunakan
Berbagai Macam Starter. JOM FMIPA 1 (2).

Jaelani, A. 2007. Peningkatan Kualitas Bungkil Isi Sawit Oleh Kapang


Trichoderma reesei Sebagai Pendegradasi Polisakarida Mannan dan
Pengaruhnya Terhadap Penampilan Ayam Pedaging. Disertasi. Sekolah
Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Khalil. 1999. Pengaruh Kandungan Air dan Ukuran Partikel Terhadap Sifat Fisik
Pakan Lokal: Sudut Tumpukan, Daya Ambang, dan Faktor Higroskopis.
Media Peternakan 22 (1).

Krisnan, R. 2008. Perubahan Karakteristik Fisik Konsentrat Domba Selama


Penyimpanan. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner
2008.

Kusuma, K. J. 2009. Pengaruh Tingkat Penggunaan Ampas Tebu (Bagasse)


Fermentasi dalam Ransum Terhadap Kecernaan Bahan Kering dan Bahan
Organik pada Domba Lokal Jantan. Skripsi. Fakultas Peternakan
Universitas Sebelas Maret. Surakarta.
48

Laryska, N. dan T. Nurhajati. 2013. Peningkatan Kadar Lemak Susu Sapi Perah
dengan Pemberian Pakan Konsentrat Komersil Dibandingkan dengan
Ampas Tahu. Agroveteriner 1 (2).

Melati, I., dan M. T. D. Sunarno. 2016. Pengaruh Enzim Selulase Bacillus subtilis
Terhadap Penurunan Serat Kasar Kulit Ubi Kayu Untuk Bahan Baku
Pakan Ikan. Widyariset 2 (1).

Musfiroh, I., W. Indriyati, Muchtaridi, Y. Setiya. 2009. Analisis Proksimat dan


Penetapan Kadar ß-Karoten dalam Selai Lembaran Terung Belanda
(Cyphomandia betaceae Sendtn) dengan Metode Spektrofotometri Sinar
Tampak. [online]. diunduh dari: pustaka.unpad.ac.id

Mutiara, D. 2014. Variasi Bubur Susu Untuk Anak. Bandung: Agromedia.

Nawawi T. dan Nurohmah. 2015. Pakan Ayam Kampung. Jakarta: Penebar


Swadaya.

Prakkasi, A. 1986. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Monogastrik Vol. IB.
Jakarta: UI Press.

Pujaningsih, R. I., B. W. H. E. Prasetiyono, S. Mukodiningsih, B. I. M.


Tampoeboloen, C. S. Utama. 2013. Kajian Level Kadar Air dan Ukuran
Partikel Bahan Pakan Terhadap Penampilan Fisik Wafer. Agripet 13 (1).

Purbowati. 2008. Ilmu Peternakan. Yogyakarta: UGM Press.

Rahardjo. 2002. Ilmu Teknologi Bahan Pakan. Purwokerto: Unsoed.

Raharjo, A. T., W. Suryapratama, T. Widiyastuti. 2013. Pengaruh Imbangan


Rumput Lapang-Konsentrat Terhadap Kecernaan Bahan Kering dan Bahan
Organik Secara In Vitro. Jurnal Ilmu Peternakan 1 (3).

Ramli, N., Yatno, A. D. Hasjmy, Samiati, Rismawati dan R. Estiana. 2008.


Evaluasi Sifat Fisiko-Kimia dan Nilai Energi Metabolis Konsentrat Protein
Bungkil Inti Sawit pada Broiler. JITV 13 (4).

Retnani, Y., E. D. Putra, dan L. Herawati. 2011. Pengaruh Taraf Penyemprotan


Air dan Lama Penyimpanan Terhadap Daya Tahan Ransum Broiler
Finisher Berbentuk Pellet. Agripet 11 (1).

Retnani, Y., R. S. Rachman, H. A. Sukria. 2010. Pengaruh Pengurangan Jagung


Sebagai Sumber Pati Terhadap Laju Air Pellet pada Proses Produksi
Berkesinambungan. Agripet 10 (2).
49

Rumiyati. 2008. Pengaruh Imbangan Jerami Kacang Tanah dengan Rumput Raja
dalam Ransum Terhadap Performan Sapi Peranakan Freisian Holstein
Jantan. Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret. Surakarta.
Saenab, A., E. B. Laconi, Y. Retnani, dan M. S. Mas’ud. 2010. Evaluasi Kualitas
Pellet Ransum Komplit yang Mengandung Produk Samping Udang. JITV
15 (1).

Salamah, S. 2014. Kinetika Reaksi Eksterifikasi Minyak Biji Kapuk pada


Pembuatan Biodiesel. Jurnal Chemica 1 (1).

Sandjaja, A. 2009. Kamus Gizi: Pelengkap Kesehatan Keluarga. Jakarta:


Kompas.

Sanjaya. 2014. Jenis Hijauan Pakan Ternak. [online]. diunduh dari: www.situs-
peternakan.com

Sidiq, F. dan W. W. Wardani. 2014. Menghadapi Variasi Kualitas Bahan Pakan


yang Beredar di Indonesia. Trouw Add Science 1 (4).

Simpen, I. N. 2008. Isolasi Cashew Nut Shell Liquid dari Kulit Biji Jambu Mete
(Anacardium occidentale L.) dan Kajian Beberapa Sifat Fisiko-Kimianya.
Jurnal Kimia 2 (2).

Sinaga, E. 2012. Biokimia Dasar. Jakarta: PT ISFI Penerbitan.

Sirait, et. al. 2010. Tanaman Alfafa (Medicago sativa L.) Adaptif Dataran Tinggi
Iklim Basah Sebagai Sumber Pakan: Morfologi, Produksi dan
Palatabilitas. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner
Tahun 2010.

Soejono, M. 1990. Petunjuk Laboratorium Analisis dan Evaluasi Pakan.


Yogyakarta: UGM Press.

Sudarmono, A. S. 2003. Pedoman Pemeliharaan Ayam Ras Petelur. Yogyakarta:


Kanisius.

Sugiyarto, T. dan E. Ismawati. 2008. Ilmu Pengetahuan Alam Kelas VII


SMP/MTS. Jakarta: Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional.

Sunarto. 2013. Membangun Kebun Mini Kelapa Sawit di Lahan 2 Hektare.


Jakarta: Agromedia Pustaka.

Suprio, G. 2012. Petunjuk Praktis Meramu Pakan Ternak dari Limbah


Peternakan. Bandung: Agromedia.
50

Susianto, R. Rahmayulis. 2013. Fakta Ajaib Khasiat Tempe. Jakarta: Penebar


Plus.

Susmikanti, M. 2007. Pengenalan Pola Bahan Terkorosi Menggunakan Metoda


Pembelajaran Perceptron pada Sistem Jaringan Syaraf. Seminar Nasional
Aplikasi Teknologi Informasi.
Sutardi, T. R. 2011. Bahan Pakan dan Formulasi Ransum. Purwokerto: Unsoed.

Sutardi, T. R. 2011. Ilmu Bahan Pakan. Purwokerto: Unsoed.

Syamsu, J. A. 2007. Karakteristik Fisik Pakan Itik Berbentuk Pellet yang Diberi
Bahan Perekat Berbeda dan Lama Penyimpanan yang Berbeda. Jurnal
Ilmu Ternak 7 (2).

Tillman, A. D., H. Hartadi, S. Reksohadiprodjo, S. Prawirokusumo, S.


Lebdosoekojo. 1984. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Yogyakarta: UGM
Press.

Tillman, A.D., H. Hartadi, S. Reksohadiprodjo, S. Prawirokusumo, S.


Lebdosoekojo. 1993. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Yogyakarta: UGM
Press.

Toharmat, T., E. Nursasih, R. Nazilah, H. Hotimah, T. Q. Noerzihad, N. A. Sigit,


dan Y. Retnani. 2006. Sifat Fisik Pakan Kaya Serat dan Pengaruhnya
Terhadap Konsumsi dan Kecernaan Nutrien Ransum pada Kambing.
Media Peternakan Edisi Desember 2006.

Wahyudi, M. 2006. Proses Pembuatan dan Analisis Mutu Yoghurt. Buletin Teknik
Pertanian 11 (1).

Wigati, D. 2009. Pengaruh Jenis Kemasan dan Lama Penyimpanan Terhadap


Serangan-Serangan dan Sifat Fisik Ransum Broiler Starter Berbentuk
Crumble. Skripsi. Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Yatno. 2011. Fraksinasi dan Sifat Fisiko-Kimia Bungkil Inti Sawit. Agrinak 1 (1).

Anda mungkin juga menyukai