Anda di halaman 1dari 62

1

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Bahan pakan adalah segala sesuatu yang dapat dimakan dan dapat dicerna

sebagian atau seluruh tanpa mengganggu kesehatan ternak yang memakannya.

Bahan pakan terdiri dari dua kelompok, yaitu bahan pakan asal tanaman dan non

tanaman (ternak atau ikan). Kualitas suatu bahan pakan ditentukan oleh kandungan

zat nutrien atau komposisi kimianya, serta tinggi rendahnya zat anti nutrisi yang

terkandung didalam bahan pakan tersebut.

Banyaknya bahan pakan yang di alam maka dibutuhkan pengklasifikasian

dan pemberian nama untuk mempermudah penyebutan dan memudahkan untuk

dipelajari dan menghindari adanya suatu bahan pakan yang memiliki nilai ganda.

Cara pemberian nama (nomenklatur) bahan pakan internasional untuk

menanggulangi ketidaktetapan dalam pemberian nama bahan pakan tersebut.

Penganalisaan bahan pakan perlu adanya pengetahuan tentang alat-alat yang akan

digunakan.

Pengenalan alat-alat praktikum penting dilakukan guna untuk keselamatan

kerja dalam melakukan proses penelitian. Selain itu juga pengenalan alat praktikum

bertujuan agar mahasiswa mengetahui nama dan fungsi dari alat-alat bahan

tersebut. Alat-alat praktikum sangat dibutuhkan dalam proses penelitian ataupun

praktikum terutama dalam proses praktikum kimia.

Pemahaman fungsi dan cara kerja peralatan serta bahan harus mutlak dikuasai

oleh praktikan sebelum melakukan praktikum di laboratorium. Sebelum memulai

melakukan kegiatan praktikum, alat-alat yang harus steril dari mikroba. Kita
2

sebagai praktikan harus mengenal alat-alat laboratorium dan semua fungsi peralatan

dasar yang biasa digunakan dalam laboratorium.

Bahan pakan memiliki kondisi fisik maupun kimia yang berbeda-beda

sehingga dalam penanganan, pengolahan, maupun penyimpanannya memerlukan

perlakuan yang berbeda pula. Tujuan dan mengetahui sifat-sifat suatu bahan pakan

adalah mempermudah penanganan dan pengangkutan, menjaga homogenesis, dan

stabilitas saat pencampuran menganalisis suatu bahan pakan, kandang dibutuhkan

untuk mengetahui kondisi, fisik dari bahan atau sampel tersebut.

Analisis proksimat merupakan pengujian kimiawi untuk mengetahui

kandungan nutrien suatu bahan baku pakan atau pakan. Metode analisa proksimat

pertama kali dikembangkan oleh Henneberg dan Stohman pada tahun 1860

disebutkan laboratorium penelitian di Weende, Jerman. Analisis proksimat dibagi

menjadi enam fraksi nutrient yaitu, kadar air, kadar abu, protein kasar, lemak kasar,

serat kasar, dan bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN).

Energy total atau gross energy makanan adalah jumlah energi kimia dalam

makanan. Energi ini ditentukan dengan mengubah energi kimia menjadi energi

panas dan diukur jumlah panas yang dihasilkan. Panas ini diketahui sebagai energi

total atau panas pembakaran dari makanan. Energi bruto suatu bahan dapat

ditentukan dengan membakar sejumlah sampel sehingga diperoleh hasil oksidasi

yang berubah H2 O, karbondioksida dan energi.

Asam lemak bebas atau disebut FFA ditentukan sebagai kandungan asam

lemak yang terdapat paling banyak dalam minyak tertentu. Lemak dan minyak

secara praktis dapat menunjukkan adanya FFA pada bahan yang sudah diekstraksi

dari bahan pakan tertentu. Sebagian besar asam lemak mempunyai gugus kalori dan
3

alifatik. Penguji asam lemak bebas dimaksudkan untuk mengetahui asam lemak

yang terdapat dalam bahan tersebut, sehingga dapat diketahui beberapa lama bahan

tersebut akan disimpan.

Kandungan asam lemak bebas suatu bahan pakan merupakan salah satu

contoh senyawa yang terkandung dalam bahan pakan yang bersifat berbahaya

khususnya bagi tubuh bila sering dikonsumsi. Asam lemak bebas akan terbentuk

karena adanya proses pemanasan bahan pakan pada suhu tinggi. Lemak dalam suhu

ruang berbeda dalam keadaan padat.

1.2 Waktu dan Tempat

Praktikum Nomenklatur Bahan Pakan dilaksanakan pada tanggal 25

September 2018, pukul 16.30 WIB. Praktikum Pengenalan Alat dan Uji Fisik

dilaksanakan pada tanggal 2 Oktober 2018 pukul 14.30-16.30 WIB. Praktikum

Analisis Proksimat, Gross Energy dan Free Fatty Acid dilaksanakan pada hari

Jumat, 23 November 2018, pukul 06.00-selesai di Laboratorium Ilmu Bahan

Makanan Ternak, Fakultas Peternakan, Universitas Jenderal Soedirman,

Purwokerto.
4

II. TUJUAN DAN MANFAAT

2.1 Tujuan.

1. Menanggulangi ketidaktetapan dalam pemberian nama bahan pakan.

2. Mengetahui cara penulisan nomenklatur hijauan dan konsentrat.

3. Mengetahui nama dan fungsi alat-alat laboratorium.

4. Mengetaui cara penggunaan beberapa alat-alat laboratorium.

5. Mengetahui sifat fisik suatu bahan pakan ternak.

6. Mengetahui cara uji fisik suatu bahan pakan ternak.

7. Mengetahui analisis proksimat berupa kadar air, kadar abu, protein kasar,

lemak kasar, dan serat kasar pada suatu sampel.

8. Mengetahui kandungan energi suatu bahan pakan.

9. Mengetahui kandungan asam lemak bebas suatu bahan pakan.

2.2 Manfaat.

1. Dapat mengerti dan memberikan kepastian nama suatu bahan pakan

sehingga tidak terjadi penggandaan dalam pemberian nama bahan pakan

tersebut.

2. Dapat menggunakan alat di laboratorium sesuai dengan fungsi dan

kegunaannya.

3. Dapat mengetahui kualitas suatu bahan pakan dengan uji fisik.

4. Dapat menerapkan analisis proksimat dalam suatu pakan untuk mengetahui

kandungan gizinya.

5. Dapat mengetahui nilai gross energy suatu bahan pakan.

6. Dapat mengetahui kadar asam lemak bebas pada suatu bahan pakan yang

diuji.
5

III. TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Nomenklatur Bahan Pakan

Pakan ternak ruminansia pada umumnya terdiri dari hijauan dan konsentrat.

Pakan hijauan adalah bahan yang berfungsi sebagai sumber serat atau sekaligus

sebagai sumber vitamin sedangkan pakan konsentrat adalah suatu bahan pakan

dengan nilai gizi tinggi yang dipergunakan bersama bahan pakan lain untuk

meningkakan keserasian gizi dari keseluruhan pakan. Pakan hijauan untuk ternak

ruminansia dapat berupa hijauan segar yang terdiri dari rumput dan daun-daunan

atau dapat berupa limbah pertainan baik yang segar maupun yang kering (Wijoyo

dkk, 2013).

Daun turi digunakan untuk makanan ternak dan pupuk hijau. Turi berpontensi

sebagai hijauan pakan yang berkualitas baik, karena kandungan proteinnya yang

tinggi. Produksi hijauan segar turi mencapai 27 kg/pohon/tahun. Produksi bahan

kering sekitar 2,5-3 ton/ha/tahun. Komposisi nutrisi daun berdasarkan bahan kering

masing-masing meliputi protein kasar, serat kasar, lemak, BETN, dan abu masing-

masing sebesar 23,48; 9,38; 3,51; 53,53; dan 10,1% (Fuskhah dkk, 2014).

Ampas tahu dapat dijadikan sebagai bahan pakan sumber protein karena

mengandung protein kasar cukup tinggi berkisar antara 23-29% dan kandungannya

zat nutrient lain adalah lemak 4,93% dan serat kasar 22,65%. Umumnya limbah

yang melimpah ini dapat dimanfaatkan langsung sebagai pakan ternak tetapi asam

amino yang rendah dan serat kasar yang tinggi biasanya menjadi faktor pembatas

dalam penggunaannya sebagai pakan. Menurunkan komponen yang mudah dicerna

juga menyebabkan penurunan aktivitas enzim pemecah zat-zat makanan, seperti

enzim yang membantu pencernaan karbohidrat, proten, dan lemak (Anjang, 2014).
6

3.2 Pengenalan Alat

Laboratorium adalah tempat riset ilmiah, eksperimen, pengukuran ataupun

pelatihan ilmiah dilakukan. Laboratorium biasanya dibuat untuk memungkinkan

dilakukannya kegiatan-kegiatan tersebut secara terkendali. Cara mengendalikann

segala macam kegiatan yang ada didalamnya, suatu laboratorium biasanya

dilengkapi denagn suatu tata tertib yang harus diikuti untuk menjaga keselamatan

dari para pekerja laboratorium (Pearce, 2014).

Laboratorium adalah tempat yang dilengkapi dengan peralatan untuk

melangsungkan eksperimen dalam sains atau melakukan pengujian dan analisis.

Berdasarkan definisi diatas dengan tegas menyatakan bahwa laboratorium kimia

merupakan benda yang digunakan dalam kegiatan di laboratorium kimia yang

berulang-ulang. Contoh alat laboratorium kimia yaitu, seperti pembakar spiritus,

termometer, tabung reaksi, gelas ukur, dan lain sebagainya. Alat yang digunakan

secara tidak langsung dalam praktikum merupakan alat bantu laboratorium, seperti

pemadam kebakaran dan kotak pertolongan pertama (Khamidihal, 2009).

Pada dasarnya setiap alat memiliki namun yang menunjukan kegunaan alat,

prinsip kerja atau proses yang berlangsung ketika alat digunakan. Beberapa

kegunaan alat dapat dikenali berdasarkan namanya. Penamaan alat-alat yang

berfungsi mengukur biasanya diakhiri dengan kata meter seperti thermometer,

bygrometer, dan spectrometer. Alat-alat pengukur yang disertai dengan informasi

tertulis biasanya diberi tambahan “graph” seperti thermograph, barograph

(Khamidinal, 2009).
7

3.3 Uji Fisik

Menurut Khalil (1999), daya ambang merupakan jarak yang dapat ditempuh

oleh suatu partikel bahan jika dijatuhkan dari atas kebawah selama waktu tertentu.

Daya ambang berperan terhadap efisiensi pemindahan atau pengangkutan yang

menggunakan alat penghisap (pneumatic conveyor), pengisian silo menggunakan

gaya gravitasi jika suatu bahan punya daya ambang berbeda akan terjadi pemisahan

partikel. Sudut tumpukan adalah sudut yang dibentuk oleh pakan yang dicurahkan

pada bidang datar. Sudut tumpukan merupakan kriteria kebebasan bergerak suatu

partikel pakan dalam tumpukan.

Menurut Raharjdo (2004), luas permukaan spesifik merupakan bahan pada

suatu berat tertentu, mempunyai luas permukaan tertentu pula. Bahan pakan pada

berat tertentu mempunyai luas permukaan disebut luas permukaan spesifik. Peran

LPS adalah untuk mengetahui tingkat kehalusan dari bahan pakan tanpa diketahui

distribusi ukuran komposisi partikel secara keseluruhan. Luas permukaan spesifik

satuan bahan pakan pada suatu berat tertentu selalu berbeda. Luas permukaan

spesifik dilakukan dengan cara bahan pakan (sampel) diratakan pada millimeter

blok kemudian dihitung luasnya.

Sudut tumpikan adalah sudut yang dibentuk oleh permukaan bidang miring

bahan yang dicurahkan membentuk garis dalam bidang horizontal. Sudut tumpukan

berfungsi untuk menentukan kemampuan mengalir suatu bahan efisiensi pada

pengangkutan secara mekanik, sudu tumpukan merupakan kriteria kebebasan

partikel untuk bergerak semakin berkurang (Noordyansyah, 2013).


8

3.4 Analisis Proksimat

Analisis proksimat mulai dikembangkan oleh Wihelm Heeneberg dan

asistennya Stohman pada tahun 1960 di laboratorium Wende di Jerman. Analisis

model ini dikenal juga dengan analisis Wendee. Prinsipnya bahan pakan terdiri atas

dua bagian yaitu air dan bahan kering yang dapat diketahui melalui pembakaran

dengan suhu 500%.

Analisis makronutrien analisis proksimat meliputi kadar abu total, air total,

lemak total, protein total dan karbohidrat total, sedangkan untuk kandungan

mikronutrien difokuskan pada provitamin A (β-karoten). Analisis vitamin A dan

provitamin A secara kimia dalam buah-buahan dan produk hasil olahan dapat

ditentukan dengan berbagai metode diantaranya kromatografi lapis tipis, kom

absorpsi cair kinerja tinggi, kolorimetri dan spektrofotometri sinar tampak. Bahan

organik dapat dipisahkan menjadi composes nitrogennya yang kemudian dihitung

sebagai protein dengan teknik kydahl dan bagian lainnya (Danuarsa, 2011).

Bahan pakan mengandung zat-zat kimia yang secara umum semua makanan

mengandung air yang lebih banyak dari kandungan lain. Tinggi rendahnya kadar

air mempengaruhi kebutuhan hewan akan air minum. Banyaknya air yang

terkandung pada suatu bahan pakan dapat diketahui jika bahan tersebut dipanaskan

atau dikeringkan pada temperature tertentu (Krishna, 1980).

3.5 Gross Energy

Gross energy didefinisikan sebagai energi yang dinyatakan dalam panas bila

suatu zat dioksider secara sempurna menjadi CO2 dan air. Tentu saja CO2 dan air

ini masih mengandung energi, akan tetapi dianggap mempunyai tingkat nol karena

hewan sudah tidak bisa memecahkan zat-zat melebihi CO2 dan air. Analisis kimia
9

untuk mendapatkan energi bruto bahan pakan menggunakan prosedur (AOAC,

1990).

Menurut Rasyaf (1994), tinggi rendahnya energi dipengaruhi oleh kandungan

protein, karena protein berperan sekali terhadap pertumbuhan, sehingga

mempengaruhi jumlah ransum yang masuk kedalam tubuh. Nilai energi bruto suatu

bahan pakan tergantung dari proporsi karbohidrat, lemak, dan protein yang

dikandung bahan pakan tersebut. Air dan mineral tidak menyumbang energi pakan

tersebut.

Sejumlah 4000 kkal energi bruto yang dikandung oleh ransum pada umunya

sebanyak 2900 kkal dapat dimetabolisir oleh ayam petelur dari jumlah 2300 kkal

akan digunakan untuk memenuhi kebutuhan pokok (Amrullah, 2003). Menurut

Rasyaf (1994) jumlah energi yang dapat dimanfaatkan sewaktu ransum masuk

dalam tubuh unggas tergantung pada komposisi bahan makanan dan zat makanan

dalam ransum, spesies, faktor generik, umur, dan kondisi lingkungan.

3.6 Free Fatty Acid

Minyak dan lemak terdiri dari trigliserida campuran yang merupakan ester

dari gliserol dan asam lemak rntai panjang. Trigliserida dapat berwujud padat dan

cair tergantung pada komposisi asam lemak penyusunnya. Sebagian lemak hewani

umumnya berbentuk padat pada suhu kamar karena banyak mengandung asam

lemak jenuh (Sutardi, 2003).

Lemak berfungsi sebagai sumber energi yang berdensitas tinggi. Asam lemak

akan menghasilkan energi yang lebih tinggi dibandingkan dengan nutrien lain

seperti karbohidrat atau protein ketika dimetabolisme dalam tubuh. nilai energi

lemak sedikitnya dua kali lebih besar daripada karbohidrat (Wina, 2013).
10

Pembentukkan asam lemak pada ternak ruminansia, dalam rumen akan

mengalami biohidrogenasi oleh mikroorganisme rumen sehingga, penyerapan

didominasi oleh asam lemak dalam rumen dapat diatasi dengan pemberian asam

lemak tidak jenuh. Salah satu pakan suplemen yang tinggi kandungan energinya

adalah minyak ikan. Minyak ikan juga mengandung asam-asam lemak tak jenuh

(Yurleni, 2016).
11

IV. MATERI DAN CARA KERJA

4.1 Materi

4.1.1 Nomenklatur Bahan Pakan

4.1.1.1 Alat :

1. Alat tulis

2. Kamera

4.1.1.2 Bahan :

1. Rumput gajah (Pennisetum 9. Daun rami (Boehmeria

purpureum) mivea)

2. Rumput raja (Pennisetum 10. Daun gamal (Gliricida

purpuroides) macullata)

3. Rumput odot (Pennisetum 11. Daun murbei (Morus indica

purpureum cv.mott) L)

4. Rumput benggala (Penicum 12. Daun indigofera (Indigofera

maximum) sp)

5. Setaria lampung (Setaria 13. Kaliandra (Caliandra

splendida) calothyrsus)

6. Setaria anceps (Setaria 14. Lamtoro (Leucaena glauca)

spachelata) 15. Daun pisang (Musa

7. Daun waru (Hibiscus parasidiaca)

tileaceus) 16. Daun singkong (Manihot

8. Daun dadap (Eritrina utilisima)

Lithospermae) 17. Daun nangka (Arthocarpus

integra)
12

18. Daun pepaya (Carica 30. Tepung Jagung (Zea mays)

papaya) 31. Pollard (Tritricum aestipum)

19. Jerami jagung (Zea mays) 32. Onggok (Manihot utilisima)

20. Jerami padi (Oryza sativa) 33. Millet (Pennisetum glaucum)

21. Bungkil Klenteng (Ceiba 34. Tepung Limbah Soun

pentandra) (Manihot utilisima)

22. Bungkil Sawit (Elaeis 35. Molases (Saccharum

guineensis) officinale)

23. Bungkil Nyamplung (Calo 36. Jagung Giling (Zea mays)

inophylum) 37. Gaplek (Manihot utilisima)

24. Bungkil Kelapa (Cocos 38. Dedak (Oryza sativa)

nucifera) 39. Tembaga (II) sulfat (Cu2SO4)

25. Tepung Ikan (Animal) 40. Kapur Dolomite (CaCO3)

26. Tepung Udang (Crustacea 41. Urea (CO(NH2)2)

sp.) 42. Vitamin

27. Soy Bean Meal (SBM) 43. EM4 (mikroorganisme)

(Glycine max) 44. Rumensin (monensin)

28. Corn Gluten Meal (CGM) 45. Heith Chrose

(Zea mays) 46. Mineral Feed Supleme

29. Corn Gluten Feed (CGF)

(Zea mays)
13

4.1.2 Pengenalan Alat

4.1.2.1 Alat :

1. Kamera

2. Alat tulis

4.1.2.2 Bahan :

1. Erlemeyer 17. Tang Penjepit

2. Beaker Glass 18. Filler

3. Gelas Ukur 19. Bomb Kalorimeter

4. Corong 20. Cawan Krusibel

5. Corong Buchner 21. Desikator

6. Labu Kjeldahl 22. Buret dan Statif

7. Labu Didih 23. Tabung Oksigen

8. Labu Soxhlet 24. Bucket

9. Pengaduk Kaca 25. Oven

10. Spatula 26. Waterbath

11. Timbangan Analitik 27. Kondensor

12. Pipet Tetes 28. Pure It

13. Pipet Seukuran 29. Kompor Listrik

14. Pipet Volume 30. Destruktor

15. Puspus Tinju 31. Destilator

16. Cawan porselin 32. Tanur


14

4.1.3 Uji Fisik

4.1.3.1 Sudut Tumpukan

4.1.3.1.1 Alat : 4.1.3.1.2 Bahan :

1. Mistar Siku-siku 1. Bungkil Kopra 200 gram

2. Corong

3. Besi Penyangga

4. Timbangan Analitik

4.1.3.2 Berat Jenis

4.1.3.2.1 Alat : 4.1.3.2.2 Bahan :

1. Timbangan Analitik 1. Bungkil Kopra 100 gram

2. Gelas Ukur 100 ml

4.1.3.3 Daya Ambang

4.1.3.3.1 Alat : 4.1.3.3.2 Bahan :

1. Stopwatch 1. Bungkil Kopra 1 gram

2. Nampan

3. Timbangan Analitik

4.1.3.4 Luas Permukaan Spesifik

4.1.3.4.1 Alat : 4.1.3.4.2 Bahan :

1. Kertas Millimeter Blok 1. Bungkil Kopra 1 gram

2. Spidol

3. Timbangan Analitik
15

4.1.4 Analisis Proksimat

4.1.4.1 Analisis Kadar Air

4.1.4.1.1 Alat :

1. Cawan porselin 4. Tang penjepit

2. Desikator 5. Timbangan analitik

3. Oven

4.1.4.1.2 Bahan

1. Bungkil Klenteng 2 gram

4.1.4.2 Analisis Kadar Abu

4.1.4.2.1 Alat :

1. Cawan porselin 4. Tanur

2. Desikator 5. Timbangan analitik

3. Tang penjepit 6. Oven

4.1.4.2.2 Bahan :

1. Bungkil Klenteng 2 gram

4.1.4.3 Analisis Serat Kasar

4.1.4.3.1 Alat :

1. Labu Erlenmeyer 250 ml 7. Tanur

2. Cawan porselin 8. Timbangan analitik

3. Kertas saring 9. Tang penjepit

4. Kondensor 10. Kompor listrik

5. Desikator 11. Gelas ukur

6. Oven
16

4.1.4.3.2 Bahan :

1. Bungkil Klenteng 1 gram 4. H2O panas

2. H2SO4 0,3 N 5. Aceton

3. NaOH 1,5 N

4.1.4.4 Analisis Lemak Kasar

4.1.4.4.1 Alat :

1. Timbangan analitik 5. Kondensor

2. Kertas saring 6. Desikator

3. Labu soxhlet 7. Oven

4. Waterbath

4.1.4.4.2 Bahan :

1. Bungkil Klenteng 1 gram 2. Diethyl ether.

4.1.4.4 Analisis Protein Kasar

4.1.4.5.1 Alat :

1. Labu kjeldahl 6. Pipet seukuran 10 ml

2. Destruktor 7. Kompor listrik

3. Desilator 8. Timbangan analitik

4. Erlenmeyer 250 ml 9. Oven

5. Buret dan statif 10. Tanur


17

4.1.4.5.2 Bahan :

1. Bungkil Klenteng 0,1 gram 5. Methyl red

2. Katalisator (0,5% Se, 3,5% 6. HCl 0,1 N

CuSO4, 96% K2SO4) 7. NaOH 40%

3. H2SO4 pekat

4. Asam borat 4%

4.1.5 Gross Energy

4.1.5.1 Alat :

1. Bomb calorimeter 5. Kertas saring

2. Kawat kalori (Ignition wire) 6. Timbangan analitik

3. Tabung oksigen 7. Termometer

4. Bucket

4.1.5.2 Bahan :

1. Bungkil Klenteng 0,5 gram 3. Aquadest

2. Methyl orange 4. Na2CO3 0,0725 N

4.1.6 Free Fatty Acid

4.1.6.1 Alat :

1. Erlenmeyer 4. Water bath

2. Buret 5. Kertas saring

3. Pipet tetes

4.1.6.2 Bahan :

1. Bungkil Klenteng 7,05 gram 3. Indikator Phenopthalein (PP)

2. Alkohol 96%. 4. NaOH 0,1


18

4.2 Cara Kerja

4.2.1 Nomenklatur Bahan Pakan

Disiapkan hijauan dan konsentrat.

Bahan pakan dilihat dan diamati.

Bahan pakan ditulis nomenklaturnya.

Diberi tanda, dicatat dan didokumentasikan.

4.2.2 Pengenalan Alat

Seperangkat alat praktikum disiapkan.

Seperangkat alat praktikum dilihat dan diamati.

Alat praktikum ditulis nama dan kegunaannya.

Diberi tanda, dicatat dan didokumentasikan.

4.2.3 Uji Fisik

4.2.3.1 Sudut Tumpukan

Bahan dan alat yang akan digunakan dalam pengukuran disiapkan.

Corong dipasang pada besi penyangga.

Bahan ditimbang sebanyak 200 g.


19

Bahan dituangkan melalui corong.

Diameter (curahan) bahan diukur.

Tinggi (curahan) bahan diukur.

2t
Perhitungan : tg ɑ= .
d

4.2.3.2 Berat Jenis

Gelas ukur 100 ml ditimbang untuk mengetahui berat kosong gelas ukur (A).

Sampel disiapkan, masukan kedalam gelas ukur sampai volume: 100 ml

jangan dipadatkan, cukup di ketuk-ketuk untuk meratakan bahan.

Gelas ukur yang berisi sampel ditimbang sebagai (B).

Berat (B−A)
Perhitungan : .
Volume

4.2.3.3 Daya Ambang

Bahan ditimbang 1 g.

Nampan dan stopwatch disiapkan.

Bahan dijatuhkan dari ketinggian tertentu (1 m).


20

Dicatat waktu yang ditempuh bahan hingga jatuh pada nampan.

jarak
Perhitungan : .
waktu

4.2.3.4 Luas Permukaan Spesifik

Ditimbang bahan 1 g.

Bahan diratakan pada kertas millimeter blok sehingga membentuk luasan

tertentu.

Diukur luas bahan pakan.

luas
Perhitungan : .
berat

4.2.4 Analisis Proksimat

4.2.4.1 Analisis Kadar Air

Cawan porselin dioven pada suhu 105oC selama 1 jam.

Didesikator selama 15-30 menit.

Cawan porselin ditimbang, lalu dicatat.

Sampel bahan pakan ditimbang sebanyak 2 gram, lalu dimasukan kedalam

cawan porselin.
21

Sampel dioven pada suhu 105oC selama minimal 8 jam.

Sampel didesikator selama 15-30 menit.

Sampel ditimbang, lalu dicatat.

4.2.4.2 Analisis Kadar Abu

Sampel hasil perhitungan kadar air ditanur pada suhu 600oC selama 4-12 jam.

Sampel dioven selama 30 menit, lalu didesikator selama 15-30 menit.

Sampel ditimbang, lalu dicatat.

4.2.4.3 Analisis Serat Kasar

Sampel ditimbang sebanyak 1 gram, lalu dimasukan kedalam erlenmeyer.

Sampel ditambahkan 50 ml H2SO4 0,3 N, lalu dididihkan selama 30 menit dan

kondensor disambungkan ke erlenmeyer.

Setelah 30 menit pendidihan larutan ditambahkan 25 ml NaOH 1,5 N,

dididihkan selama 30 menit.

Sampel disaring menggunakan kertas saring kedalam erlenmeyer 250 ml.

Kertas saring dicuci menggunakan H2O panas 50 ml.


22

Lalu dimasukan H2SO4 0,3 N sebanyak 50 ml.

Lalu dimasukan H2 O panas sebanyak 50 ml.

Lalu dimasukan aceton sebanyak 25 ml.

Kemudian sampel di oven pada suhu 105oC selama 4 jam.

Sampel dimasukan ke dalam desikator selama 15-30 menit, lalu ditimbang dan

dicatat hasilnya.

Kemudian sampel ditanur pada suhu 600oC selama 3 jam kemudian dioven

selama 30 menit.

Sampel dimasukan kedalam desikator selama 15-30 menit.

Sampel ditimbang dan dicatat hasilnya.

4.2.4.4 Analisis Lemak Kasar

Sampel ditimbang sebanyak 1 gram, lalu dibungkus dengan kertas saring lalu

diikat.

Sampel dioven pada suhu 105oC selama 8-14 jam.


23

Lalu dimasukan kedalam desikator selama 15-30 menit, lalu ditimbang dan

dicatat hasilnya.

Sampel diekstrasi dengan cara dimasukan kedalam labu soxhlet, lalu ditambah

diethyl ether sampai menggenangi sampel, proses ekstraksi berlangsung

selama 4-16 jam.

Sampel dikeluarkan lalu di angin-angin kan.

Sampel dioven pada suhu 105oC selama 2-4 jam.

Sampel didesikator selama 15-30 menit.

Sampel ditimbang dan dicatat hasilnya.

4.2.4.5 Analisis Protein Kasar

Sampel ditimbang sebanyak 0,1 gram, lalu dimasukan kedalam labu kjeldahl.

Ditambahkan H2SO4 pekat sebanyak 1,5 ml.

Ditambahkan katalisator sebanyak 2 sendok spatula.

Sampel didestruksi dengan destuktor hingga warna larutan berubah menjadi

bening atau hijau bening.


24

Dibuat larutan asam borat 4% 10 ml ditambahkan 2 tetes methyl red.

Setelah sampel bening, dimasukan kedalam desilator ditambahkan NaOH 40%

sebanyak 10 ml.

Selang dimasukkan kedalam erlenmeyer yang berisi larutan asam borat dan

methyl red. Ditunggu hingga volume 60 ml.

Pada saat desilasi, larutan asam borat pada erlenmeyer ditunggu sampai 60 ml.

Dititrasi menggunakan HCl 0,1 N hingga sampel berubah warna menjadi

merah muda atau pink, lalu dihitung volume HCl 0,1 N yang terpakai dan

dicatat hasilnya.

4.2.5 Gross Energy

Sampel ditimbang sebanyak 0,5 gram.

Kertas saring ditimbang dan dicatat hasilnya.

Sampel dibungkus menggunakan kertas saring.

Sampel dikaitkan ke kawat kalori.

Kawat kalori diikatkan pada bomb calorimeter.


25

Bomb calorimeter ditutup dan ditambahkan oksigen dengan tekanan 25-35

atm.

Bomb calorimeter dimasukan kedalam bucket.

Bomb calorimeter disambungkan ke katoda dan anoda, lalu bucket ditutup.

Lalu dipasang thermometer pada bucket.

Lalu ditekan tombol agitatore dan signalatore.

Dicatat suhunya setiap 10 detik sampai 10 kali dengan catatan suhu yang

dicatat adalah suhu yang lebih tinggi dari suhu sebelumnya.

Tombol combustion ditekan setelah 10 kali berbunyi untuk mulai pembakaran,

suhu mulai dicatat ketika terjadi perubahan suhu yang besar dari suhu awal.

Suhu dicatat sebanyak 10 kali setiap 10 detik.

Bomb calorimeter dicuci bagian dalamnya menggunakan aquadest.

Kawat kalori diambil untuk diukur panjang sisanya.

Air hasil cucian diambil sebanyak 10 ml lalu ditambahkan methyl orange

sebanyak 2 tetes.
26

Dititrasi menggunakan Na2CO3 0,0725 N sampai warnanya berubah menjadi

merah muda lalu dicatat ml yang terpakai.

4.2.6 Free Fatty Acid

Sampel ditimbang sebanyak 7,05 gram lalu dimasukan kedalam Erlenmeyer.

Ditambahkan 25 ml alkohol 96%.

Direfluks selama 15 menit dalam waterbath.

Disaring menggunakan kertas saring.

Diambil cairannya sebanyak 10 ml.

Ditambahkan indikator phenolpthalein sebanyak 2 tetes.

Dititrasi menggunakan NaOH 0,1 N sampai warnanya berubah menjadi merah

muda atau pink, lalu dicatat ml titran yang terpakai.


27

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Hasil

5.1.1 Nomenklatur Bahan Pakan

5.1.1.1. Nomenklatur Hijauan

Tabel 1. Nomenklatur Hijauan

No Asal Mula Bagian Proses Tingkat Defoliasi Grade Dokumentasi


Kedewasaan

Rumput
1 Gajah Aerial Segar Dewasa 40-60 PK 8,3%
(Pennisetum hari
purpureum)

2 Rumput Raja Aerial Segar Dewasa 40-60 PK 11%


(Pennisetum hari
purpuroides)

Odot
(Pennisetum
3 purpureum Aerial Segar Dewasa 35 hari PK 12-14%
civimat)

Jerima
4 Jagung Aerial Segar Dewasa 90 hari PK 8,6%
(Zea mays)

Setaria
5 Lampung Aerial Segar Dewasa 40 hari PK 7-8%
(Setaria
splendida)

Setaria
6 Anceps Aerial Segar Dewasa 40 hari PK 9,5%
(Setaria
spacelata)
28

Jerami Padi
7 (Oryza Aerial Diamoniasi/ Dewasa 90 hari PK 6,5%
sativa) Fermentasi

Rumput
8 Benggala Aerial Dilayukan Dewasa 40 hari PK 9,1%
(Panicum
maximum)

Daun Waru
9 (Hibiscus Daun Dilayukan Dewasa - PK 18,3%
tiliaceus)

Daun Dadap
10 (Ertrina Daun Dilayukan Dewasa - PK 2,9%
listospermae)

Daun Rami
11 (Boehmeria Daun Segar Dewasa - PK 22-24%
niven)

Daun Gamal
12 (Glirisida Daun Dilayukan Dewasa - PK >20%
maculate)

Daun Murbei
13 (Morus Daun Segar Dewasa - PK 23-26%
indica L)
29

Indigofera
14 (Indigofera Daun Segar Dewasa 60 hari PK 27%
sp.)

Daun Daun
15 Lamtoro dan Dilayukan Dewasa - PK 29,82%
(Leucaena Tangkai
glauca)

Daun Daun
16 Kaliandra dan Dilayukan Dewasa - PK 20-23%
(Caliandra Tangkai
calothyisus)

Daun Nangka
17 (Arthocarpus Daun Dilayukan Dewasa - PK 11,22%
integra)

Daun Pisang
18 (Musa Daun Dilayukan Dewasa - PK 10,97%
parasidica)

Daun Pepaya
19 (Carica Daun Dilayukan Dewasa - PK 16,77%
papaya)

Daun
20 Singkong Daun Dilayukan Dewasa - PK 20-27%
(Manihot
utillisima)
30

5.1.1.2 Nomenklatur Konsentrat

Tabel 2. Nomenklatur Konsentrat

No Asal Mula Bagian Proses Tingkat Defoliasi Grade Dokumentasi


Kedewasaan

Dikeringkan-
1 Tepung Ikan Daging Digiling- - - PK 40%
(Animalia) Dihaluskan

Tepung Udang Dikeringka-


2 (Crustacean Daging Digiling- - - PK 40%
sp) Dihaluskan

SBM/ Sisa ekstraksi


3 Bungkil Biji minyak - - PK 45%
Kedelai
(Glycin max)

CGM/ Sisa ekstraksi


4 Corn Gluten Biji minyak - - PK 44%
Meal
(Zea mays)

CGF/
5 Corn Gluten Biji Sisa ekstraksi - - PK 22-24%
Feed lembaga minyak
(Zea mays)

Bungkil
6 Nyamplung Biji Sisa ekstraksi - - PK 21-22%
(Calophylum minyak
ninophilum)
31

7 Bungkil Biji Sisa ekstraksi - - PK 27-30%


Klenteng minyak
(Ceiba
pentandra)

Bungkil Sawit
8 (Elaeis Daging Sisa ekstraksi - - PK 20%
guineensis) buah minyak

Bungkil Daging
9 Kelapa buah Sisa ekstraksi - - PK 21%
(Cocos kelapa minyak
nucifera)

Millet
10 (Penisetum Biji Dikeringkan - - PK 8,4%
glaucum)

Gaplek Umbi
11 (Manihot tanpa Dikeringkan - - PK 1-2%
utillisima) kulit

12 Pollard Biji Limbah hasil - - PK 14%


(Tristicum penggilingan
aesticum) gandum

Tepung Jagung Dikeringkan-


13 (Zea mays) Biji Digilling- - - PK 8,5%
Dihaluskan

Limbah hasil
Onggok pembuatan - - PK 1-2%
14 (Manihot Umbi tepung
utillisima) tapioca
32

Tepung Limbah hasil


15 Limbah Soun Umbi pembuatan - - PK 3%
(Manihot soun
utillisima)

Limbah hasil
16 Dedak Padi Kulit ari penggilingan - - PK 11,5%
(Oryza sativa) padi

17 Jagung Giling Biji Dikeringkan- - - PK 8,6%


(Zea mays) Digiling

18 Tembaga Batuan Dihancurkan - - KCU 34%


Sulfat
(𝐶𝑢𝑆𝑂4)

19 Kapur Dolomit Batuan Dihancurkan- - - Ca 40%


(𝐶𝑎𝐶𝑜3 ) Dihaluskan

20 Urea - - - - N 46%
(𝐶𝑜(𝑁𝐻2 )2 )

21 Molases Batang Sisa - - PK Relatif


(Sacharum pembuatan
officinale) gula

22 EM4 - - - - Feed
(Mikroorganis Addictive
me)

23 Vitamin - - - - Sumber
vitamin
33

24 Rumensin/ - - - - Feed
Monensin Addictive

25 Feed - - - - Feed
Supplement Supplement

26 Feed - - - - Feed
Supplement Supplement

5.1.2 Pengenalan Alat

5.1.2.1 Alat Dalam

Tabel 3. Alat-Alat Dalam

No Nama Alat Kegunaan Gambar

1 Tabung oksigen Menyimpan


oksigen

2 Bucket Menganalisis
gross energy

3 Oven Memanaskan
bahan
34

4 Water bath Merefluks atau


mempercepat
reaksi

5 Kompor listrik Memanaskan

6 Kondensor Menstabilkan
suhu

7 Pure it Menghasilkan
akuades

8 Destruktor Merenggangkan
ikatan

Untuk destilasi
9 Desilator menganalisis
protein kasar

10 Tanur Menganalisis
kadar abu
35

5.1.2.2 Alat Luar

Tabel 4. Alat-alat Luar

No Nama Alat Kegunaan Gambar

1 Buret dan Statif Titrasi larutan

2 Push Push Tinju Menampung


akuades

Mengambil
3 Pipet Tetes larutan dalam
jumlah tetes

Mengambil
4 Pipet Seukuran larutan dengan
volume yang
telah ditentukan

Mengambil
5 Pipet Volume larutan dengan
volume tertentu

6 Spatula Mengambil
sampel
36

7 Pengaduk Mengaduk
larutan

Menampung
sampel analisis
8 Labu Kjeldahl protein kasar
pada saat proses
destruksi

Labu Didih Menampung


9 larutan pada saat
mendidih

Menampung
sampel analisis
10 Labu Soxhlet lemak kasar pada
saat proses
ekstraksi

11 Tang Penjepit Menjepit

Menyedot dan
12 Filler mengeluarkan
larutan
37

13 Erlenmeyer Mencampur
larutan

14 Beaker Glass Menampung


larutan

15 Gelas Ukur Mengukur larutan

16 Corong Membantu
memasukkan
larutan

Menampung
17 Cawan Porslin sampel pada saat
ditanur/oven

Menyaring
18 Corong Buchner sampel analisis
serat kasar
38

19 Bom Kalorimeter Menganalisis


gross energy

Menampung
20 Cawan sampel pada
analisis gross
energy

21 Desikator Menurunkan
suhu.

Menimbang
22 Timbangan Analitik sampel dengan
ketelitian 0,0001
gram.
39

5.1.3 Uji Fisik

Tabel 5. Hasil Uji Fisik

Kelompok ST BJ DA LPS

Kelompok 1

(B. Sawit) 39,47o 0,4755 g/ml 2,13 m/dtk 15,68 cm2/g

Kelompok 2

(B. Kopra) 39,87o 0,353 g/ml 0,53 m/dtk 38 cm2/g

Kelompok 3

(B. Kedelai) 0,58o 0,5964 g/ml 0,59 m/dtk 20,25 cm2/g

Kelompok 4

(B. Sawit) 41,185o 0,53139 g/ml 1,61 m/dtk 14,4 cm2/g

Kelompok 5

(B. Kopra) 38,20o 0,3419 g/ml 0,67 m/dtk 27 cm2/g

Kelompok 6

(B. Kedelai) 32,82o 0,6 g/ml 1,43 m/dtk 13,68 m2/g

5.1.3.1 Sudut Tumpukan

Diketahui : a. Tinggi : 6,5 cm

b. Diameter : 19 cm

Perhitungan :

2t 2 x 6,5
tg α = = = 38,20o 𝑆𝑇𝑘𝑒𝑙.5 = 38,20 o
d 19

5.1.3.2 Berat Jenis

Diketahui : a. berat gelas ukur dan sampel (B) : 159,52 gram

b. berat gelas ukur kosong (A) : 125,33 gram

c. volume : 100 ml
40

Perhitungan :

Berat (B − A) (159,52 − 125,33)


BJKel.5 = = = 0,3419 g/ml
Volume 100

5.1.3.3 Daya Ambang

Diketahui : a. jarak :1m

b. waktu : 1,5 detik

Perhitungan :

jarak 1
DAKel.5 = = = 0,67 m/s
waktu 1,5

5.1.3.4 Luas Permukaan Spesifik

Diketahui : a. Luas permukaan : 27,04 𝑐𝑚2

b. Berat sampel : 1 gram

Perhitungan :

luas 27,04
LPSKel.5 = = = 27,04 cm2 /g
berat 1

5.1.4 Analisis Proksimat

Tabel 6. Hasil Analisis Proksimat

Kelompok Bahan Pakan K Air (%) K Abu (%) PK (%) SK (%) LK (%)

37 B. Klenteng 9,78% 6,54% 31,42% 8,07% 2,99%

38 B. Nyamplung 10,36% 8,84% 10,85% 14,06% 14,15%

39 B. Kelapa 11,30% 7,37% 20,76% 20,12% 0,89%

40 B. Klenteng 9,625% 6,39% 12,68% 6,72% 7,77%

41 B. Nyamplung 9,60% 8,10% 16,59% 29% 18,21%

42 B. Kelapa 11,304% 7,220% 25,36% 16,23% 3,05%


41

5.1.4.1 Kadar Air

Diketahui : a. Berat sampel : 2,0028 gram

b. Berat cawan : 38,3016 gram

c. Berat akhir : 40,1089 gram

Perhitungan :

berat cawan + berat sampel − berat akhir


K. AirKel.37 = x100%
berat sampel

(38,3016 + 2,0028) − 40,1089


= x 100% = 9,78%
2,0028

5.1.4.2 Kadar Abu

Diketahui : a. Berat sampel dan cawan akhir : 38,4325 gram

b. Berat cawan : 38,3016 gram

c. Berat sampel : 2,0028 gram

Perhitungan :

berat sampel dan cawan akhir − berat cawan


K. AbuKel.37 = x100%
berat sampel

38,4325 − 38,3016
= x100% = 6,54%
2,0028

5.1.4.3 Serat Kasar

Diketahui : a. Berat sampel : 1,0048 gram

b. Berat kertas saring : 0,64336 gram

c. Berat sampel setelah dioven : 39,1950 gram

d. Berat sampel setelah ditanur : 38,4705 gram


42

Perhitungan :

SK

(brt sampel stlh oven − brt sampel stlh tanur − brt kertas saring)
= x 100%
berat sampel

39,1950 − 38,4705 − 0,64336


= x100% = 8,07%
1,0048

5.1.4.4 Lemak Kasar

Diketahui : a. Berat sampel setelah dioven 1 : 1,0076 gram

b. Berat sampel setelah dioven 2 : 0,9413 gram

c. Berat sampel : 1,0076 gram

Perhitungan :

brt smpl stlh dioven I − brt smpl stlh dioven II


LK Kel.37 = x100%
berat sampel

1,0076 − 0,9413
= x100% = 2,99 %
1,0076

5.1.4.5 Protein Kasar

Diketahui : a. ml titran : 3,9 ml

b. N HCl : 0,1 N

c. Berat sampel : 0,1086 gram

Perhitungan :

ml titran x HCl x 0,014 x 6,25


PK Kel.37 = x100%
berat sampel

3,9 x 0,1 x 0,014 x 6,25


= x100% = 31,42 %
0,1084
43

5.1.5 Gross Energy

Tabel 7. Hasil Gross Energy

Kelompok Bahan Pakan Gross energy

37 Bungkil Klenteng 3767,65 kkal

38 Bungkil Nyamplung 3784,52 kkal

39 Bungkil Kelapa 3820,34 kkal

40 Bungkil Klenteng 3767,64 kkal

41 Bungkil Nyamplung 3749,092 kkal

42 Bungkil Kelapa 3834,03 kkal

Diketahui :

a. ta (suhu konstan) = 33⁰C f. E1 (vol air/10 x ml titran) = 0 ml

b. sisa kawat = 7 cm g. E2 (berat kertas saring) = 0,2413 g

c. tc (suhu tertinggi) = 34⁰C h. E3 (pjg kawat-sisa kawat x 2,3) =

d. Ta (waktu pembakaran) = 5 menit 18,4

e. Tc (1/2 jumlah pembakaran) = 15 i. Berat sampel = 0,5 g

j. BK = 90,22

Perhitungan :

tc − ta 34 − 33
r1 = = = 0,2
5 5

Tb = 0,6 x (Ta + Tc) = 0,6 x (5 + 5) = 6

T = (tc − ta) − r1 x |Ta − Tb| = (34 − 33) − 0,2 x|5 − 6| = 0,8

(2423 x T)−E1 −E2 −E3 (2423 x 0,8)−0−0,2413−18,4


Hg = = = 4266,13
Berat sampel x BK 0,5 x 90,22

GEkertas = berat kertas(0,2413) x 1800,632 = 614,375

GEtotal = Hg x koreksi Benzoat = 4266,13 x 0,985 = 4202,13

GEpakan = GEtotal − GEkertas = 4202,13 − 434,49 = 3767,64 kkal


44

5.1.6 Free Fatty Acid

Tabel 8 Hasil Free Fatty Acid

Kelompok Bahan Pakan Free fatty acid

37 Bungkil Klenteng 1,435 %

38 Bungkil Nyamplung 0,496 %

39 Bungkil Kelapa 0,638 %

40 Bungkil Klenteng 0,36 %

41 Bungkil Nyamplung 0,39 %

42 Bungkil Kelapa 0,315 %

Diketahui : a. ml titran : 3,64 ml

b. N titran : 0,1 N

c. Berat sampel : 7,0516 gram

d. Berat molekul asam lemak : 278 mg

Perhitungan :

ml Titran x N titran x berat molekul asam lemak


% FFA = x 100
berat sampel x 1000

3,64 x 0,1 x 278


= x 100 = 1,435
7,0516 x 1000
45

5.2 Pembahasan

5.2.1 Nomenklatur Bahan Pakan

5.2.1.1 Nomenklatur Hijauan

Hijauan adalah bagian tumbuhan yang dijadikan pakan bagi hewan. Hijauan

yang sering digunakan yaitu rumput Gajah dengan grade PK 8,3%. Hal ini hampir

mendekati dengan Sari dkk (2015) menyatakan bahwa grade PK yang terdapat

dalam tumput Gajah sebesar 9,11%.

Pakan yang dimanfaatkan sebagai sumber energy diantaranya gandum,

bekatul, molasses, dan jagung. Nomenklatur jerami jagung yaitu Zea mays, Aerial,

segar, dewasa, 3 minggu, SK=32% Mujanisa (2011). Pernytaan tersebut berbeda

dengan ditingkatan kedewasaan pada penjelasan di praktikum bahwa tingkat

kedewasaan jerami jagung adalah 90 hari.

Bahan pakan hijauan yang dimanfaatkan sebagai sumber protein diantaranya

kaliandra, lamtoro, dan gamal. Pernyataan tersebut sesuai dengan Marhaeniyanto

dan Susanti (2017) bahwa daun gamal (Gliricidia sepium), nangka (Artocarpus

heterophyllus), lamtoro (Leucaena leucocephala) dan daun kaliandra (Calliandra

calothrsus) memiliki kandungan protein yang cukup tinggi. Komposisi kimia

sampel daun tanaman menunjukan semakin bertambah ketinggian tempat semakin

meningkat kadar protein kasar sedangkan kadar serat kasar cenderung berkurang.

Hijauan yang baik untuk pakan ternak yaitu hijauan yang belum tumbuh

bunga. Hal tersebut dikarenakan kurang disukai ternak dan telah menurunkan nilai

gizi hijauan tersebut. Pernyataan tersebut sesuai dengan Hartadi (1990) yang

menyatakan bahwa munculnya bunga di hijauan ternak telah melampaui fase

vegetatif dan perbedaan nilai gizi hijauan terlihat pada umur pemotongan, sebab

semakin tua umur tanaman kandungan nutrisi khususnya protein semakin rendah,

sebaliknya kandungan karbohidrat (serat kasar) semakin tinggi.


46

5.2.1.2 Nomenklatur Konsentrat

Onggok merupakan limbah padat berupa ampas dari pegelolaan ubi kayu

menjadi tapioka dimana onggok sekitar 2/3 sampai 3/4 bagian dari bahan mentah

berupa singkong dan memiliki kandungan protein kasar 1,6-2,5% Yohanista dkk

(2013). Pernyataan tersebut sebanding dengan yang diterangkan dipraktikum

bahwa kandungan protein kasar onggok sekitar 1-2%. Onggok memiliki nilai nutrisi

yang rendah sebagai pakan ternak ayam.

Berdasarkan praktikum yang dilakukan, bahan pakan konsentrat yang

digunakan sebagai sumber energi yaitu millet, dedak, tepung jagung, onggok,

pollard dan tepung limbah soun. Menurut Siregar (1996) mengatakan bahwa

konsentrat sebagai bahan energy adala semua bahan pakan yang mengandung PK

kurang dari 20% bahan pakan tersebut banyak mengandung karbohidrat/gula yang

dapat digunakan sebagai sumber energy. Umumnya limbah pertaniaan berupa

hijauan banyak dimanfaatkan sebagai pakan serat untuk ternak ruminansia.

Konsentrat sumber protein dapat diperoleh dari hasil samping penggilingan

berbagai biji-bijian. Bahan pakan penguat ini meliputi bahan makanan yang berasal

dari biji-bijian seperti jagung giling, menir, bulgur, dedak, bekatul, bungkil kelapa,

tetes, dan berbagai umbi. Konsentrat dikatakan sumber protein karena mempunyai

kandungan protein lebih besar dari 20% Parakkasi (1999). Pernyataan tersebut

sebanding dengan apa yang dijelaskan dipraktikum bahwa rata-rata konsentrat yang

bersumber protein atau kandungan proteinnya diatas 20%.

5.2.2 Pengenalan Alat

Alat untuk memanaskan bahan pakan dan pengeringan bahan pakan dengan

suhu 105⁰C dikarenakan untuk diestimasikan yaitu, oven. Pernyataan tersebut

sesuai dengan Nayati dkk (2012) bahwa dalam prosedur untuk kadar air, oven

berperan untuk mengkeringkan cawan kosong dan tutupnya selama 15 menit.


47

Cawan yang dibersihkan sampel dimasukkan ke dalam oven dengan suhu 100-

102⁰C selama 6 jam.

Alat laboratorium yang digunakan untuk pencampuran larutan yaitu

Erlenmeyer. Pernyataan tersebut kurang sesuai dengan Hayati dkk (2012)

dikarenakan dalam uji larutan kafeinnya bahwa erlenmeyer digunakan untuk

menampung dan mengeluarkan larutan kafein dalam kloroform. Larutan kloroform

bagian bahwa dikeluarkan dan ditampung di erlenmeyer lainnya.

Buret dan statif digunakan untuk mentitrasi larutan. Pernyataan tersebut

sesuai dengan Goretto (2014) bahwa dalam penelitiannya menggunakan buret

sebagai alat dalam prosedur metode buret. Prosedurnya yaitu, dengan

menambahkan 1,8 ml reagen buret dan titrasikan ke dalam 200 ml sampel dalam

tabung reaksi, kocok hingga homogen.

Alat yang digunakan untuk menimbang sampel adalahtimbangan analitik.

Timbangan analitik bisa menimbang sampel dengan ketelitian 0,0001 gram.

Pernyataan tersebut sesuai dengan Afrianto dkk (2014) bahwa dalam penelitian

tersebut untuk mengetahui bobot awal, sampel filet dihitung dengan menggunakan

timbangan analitik.

Alat laboratorium tanur biasanya digunakan untuk menganalisis kadar abu

dan memanaskan bahan sampel sampai suhu tinggi. Pernyataan tersebut sesuai

dengan Sari dkk (2017) bahwa dalam proses pengujian kadar abu yang ditelitinya.

Pengujian kadar abu dengan cara cawan porselin yang telah dibersihkan dengan

diovenkan pada suhu 1050⁰C selama 2 jam. Mendinginkan dalam desikator selama

½ jam kemudian ditimbang kedalaman cawan porselin ditimbang lebih kurang 2

gram bahan, lalu ditanurkan pada suhu 650⁰C selama 3 jam, dinginkan dalam

desikator selama ½ jam kemudian ditimbang.


48

5.2.3 Uji Fisik

5.2.3.1 Sudut Tumpukan

Sudut tumpukan adalah sudut yang dibentuk ketika bahan dicurahkan pada

bidang datar. Besarnya sudut tumpukan mencerminkan kebebasan bergerak partikel

bahan dalam suatu tumpukan. Hasil dari kelompok 1 dan 4, sudut tumpukan pada

bungkil sawit masing-masing yaitu 39,47⁰ dan 41,85⁰. Penjelasan diatas hampir

mendekati dengan Budiansyah dkk (2011) bahwa nilai pada sudut tumpukan

bungkil sawit yaitu 35,44⁰.

Hasil dari kelompok 3 dan 6 sudut tumpukan pada bungkil kedelai memiliki

masing-masing 0,58⁰ dan 32,82⁰. Hasil tersebut perbandingannya sangat jauk,

dikarenakan nilai bungkil kedelai 0,58⁰ lebih kecil dibandingkan dengan kelompok

6 yaitu, 32,82⁰. Pernyataan tersebut hampir mendekati dengan Ramli dkk (2011)

bahwa bungkil inti sawit berprotein memiliki rataan sudut tumpukan yang paling

kecil (28,32⁰± 1,82) dibandingkan dengan bungkil inti sawit (33,38⁰± 0,83) dan

bungkil kedelai (32,89⁰±0,05)


2𝑡
Rumus untuk mengetahui sudut tumpukan yaitu, tgα = 𝑑 . Pernyataan tersebut

sesui dengan Yanto (2011) bahwa sudut tumpukan (tg α) bahan ditentukan dengan

mengukur diameter dasar (d) dan tinggi (t) tumpukan saat bahan memantul setelah

dijatuhkan. Besarnya sudut tumpukan dihitung dengan rumus sebagai berikut : tg α


𝑡 2𝑡
= 0,5𝑑 = 𝑑

5.2.3.2 Berat Jenis

Berat jenis adalah perbandingan antara berat bahan terhadap volumenya,

satuannya adalah kg/𝑚2 . Menurut Ali (2013) dalam penelitiannya bahwa pada berat

jenis bungkil sawit memiliki nilai 1574,3 kg/𝑚2 . Pernyataan tersebut tidak sesuai
49

dengan yang dipraktikumkan dikarenakan satuan uuntuk berat jenis adalah gram

per ml.

Praktikum uji fisik pada bungkil kedelai memiliki nilai 0,5964 dan 0,6.

Pernyataan tersebut tidak sesuai dengan Diaro (2011) bahwa berat jenis pada

bungkil kedelai yaitu, 1,46± 0,07. Bungkil inti sawit memilik berat jenis yang tidak

jauh berbeda yaitu 1,53± 0,08.

Perhitungan untuk mengetahui berat jenis pada pakan yaitu,

𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑔𝑒𝑙𝑎𝑠 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑖𝑠𝑖 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙−𝐵𝑒𝑠𝑎𝑟 𝑔𝑒𝑙𝑎𝑠 𝑘𝑜𝑠𝑜𝑛𝑔


BJ = g/ml. pernyataan tersebut
𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒

mampir mendekati dengan Riswandi dkk (2017) bahwa prosedur pengukuran berat

jenis yaitu dengan menggunakan prinsip hokum Archimedes berat jenis dinyatakan

dalam satuan gram/𝑐𝑚3 , dihitung dengan menggunakan rumus: BJ =

𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑏𝑎ℎ𝑎𝑛 𝑝𝑎𝑘𝑎𝑛 (𝑔)


𝑝𝑒𝑟𝑢𝑏𝑎ℎ𝑎𝑛 𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑎𝑘𝑢𝑎𝑑𝑒𝑠 (𝑚𝑙3 )

5.2.3.3 Daya Ambang

Daya ambang pada bungkilk sawit yang didapatkan dipraktikumkan yaitu,

2,13 dan 1,61. Pernyataan tersebut tidak sesuai dengan Syumsu (2010) bahwa daya

ambang pada bungkil sawit memiliki rata-rata sekitar 1,92. Daya ambang yaitu

jarak yang ditempuh oleh suatu partikel bahan jika dijatuhkan dari atas kebawah

dalam jangka waktu tertentu.

Daya ambang yang kita peroleh dari hasil partikum yaitu 0,59 dan 1,43.

Pernyataan tersebut hampir mendekati dengan Susanti dan Nurhidayat (2008)

bahwa rataan daya ambang pada keempat bukan yang diteliti dengan ukuran

partikel lolos saringan 1,5 mm dan 3,0 mm dengan nilai terendah adalah 1,53070

cm/detik bungkil kelapa 1,5 mm sedangkan nilai teringgi adalah 1,99363 cm/detik

pada kulit ari kedelai, 3,0 mm. analisis variasi jenis bahan pakan terhadap daya
50

ambangnya menunjukan tidak berbeda nyata, sedangkan ukuran partikel

berpengaruh sangat nyata.

Daya ambang berperan penting dalam efisiensi pengangkutan bahan dengan

alat penghisap, agar bahan tidak terpisah berdasarkan ukuran dan berat partikel.

Semakin pendek jarak jatuh partikel bahan yang dicapai per satuan waktu pada

jakrak yang telah ditetapkan maka daya ambangnya besar Tilman (1993). Partikel

yang mempunyai daya ambang besar akan lebih dahulu terhisap, sehingga bahan

dengan daya ambang kecil akan jatuh lebih cepat dan cenderung bertumpuk pada

bagian bawah.

5.2.3.4 Luas Permukaan Spesifik

Luas permukaan spesifik sangat besar pengaruhnya untuk keefisien suatu

proses penanganan seperti packaging, transportasi, dan penyimpanan. Apabila luas

permukaan spesifik besar atau tingkat kehaluasan tinggi maka dalam suatu

packaging akan memuat bahan pakan yang lebih banyak, hal ini berarti transportasi

dan penyimpanan akan menjadi menjadi berkurang. Hal ini sesuai dengan pendapat

Jaelani (2011) bahwa keefisienan suatu peroses penganan, pengolahan, dan

penyimpanan dalam industry pakan tidak hanya membutuhkan informasi tentang

komposisi kimia dan nilai nutrisi saja tetapi juga menyangkut sifat fisik sehingga

kerugian akibat kesalahan penanganan bahan pakan dapat dihindari.

Luas permukaan spesifik adalah luas permukaan spesifik bahan pakan dengan

berat tertentu. Luas permukaan spesifik berperan untuk mengetahui tingkat

kehalusan dari bahan pakan tanpa diketahui distribusi, ukuran komposisi partikel

secara keseluruhan Sutardi (2012). Pernyataan tersebut sesuai dengan yang

dipraktikumkan bahan luas permukaan spesifik adalah bahan pakan pada suatu

berat tertentu mempunyai luas permukaan tertentu pula.


51

Luas permukaan spesifik yang paling tinggi dipraktikum yaitu 27,04 𝑐𝑚3 /𝑔𝑟

untuk bungkil korpa. Pernyataan tersebut hampir mirip dengan Retnani (2011)

bahwa sampel korpa seberat 1,0008 gram, luas permukaan spesifik yang diperoleh

32,22 𝑐𝑚2 /𝑔𝑟. Sampel korpa kedua dengan berat sampel 1.000 gram menghasilkan

LPS sebesar 26,25 𝑐𝑚2 /𝑔𝑟. LPS rata-ratanya sebesar 29,235 𝑐𝑚2 /𝑔𝑟. Hasil LPS

berbeda karena berat sampel juga berbeda dari kurang tetap saat meratakan dan

menghitung luas sampel.

5.2.4. Analisis Proksimat

5.2.4.1 Analisis Kadar Air

Prinsip kadar air yaitu bahan pakan yang dipanaskan pada suhu 105⁰C selama

8 jam maka seluruh airnya akan menguap. Pernyataan tersebut sesuai dengan

Aventi (2015) bahwa prinsip dari metode oven pengering adalah bahwa air yang

terkandung dalam suatu bahan akan menguap bila bahan tersebut dipanaskan pada

suhu 105⁰C selama waku tertentu. Perbedaan antara berat sebelum dan sesudah

dipanaskan adalah kadar air.

Kadar air maksimal mencapai 14% dikarenakan semakin tinggi kadar air

maka pertumbuhan mikroorganisme juga semakin banyak. Air merupakan media

yang baik untuk pertumbuhan mikroba, sehingga bahan pakan cepat membusuk.

Pernyataan tersebut sesuai dengan Kusumanungrum dkk (2012) bahwa kadar air

media dapat mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme yang dihasilkan karena

air merupakan media untuk transport substrat sekaligus sebai pereaksi pada proses

metabolism mikroorganisme.

Hasil yang didapat kelompok 37 dengan sampel bungkil klenteng adalah 9,78.

Kadar air suatu bahan pakan dapat dihitung dengan rumus berat cawan ditambah

berat sampel dikurang berat akhir dibagi dengan berat sampel lalu dikali 100%.
52

Pernyataan tersebut tidak sesuai dengan Malangi (2015) bahwa penentuan kadar air

dilakukan dengan memasukkan sampel ke oven selama tiga jam, kemudian

ditambah lalu dihitung dengan rumus persentase kadar air sama dengan berat awal

dikurang berat akhir dibai berat sampel dikali 100%.

5.2.4.2 Analisis Kadar Abu

Prinsip kadar abu yaitu bahan pakan yang dipanaskan pada suhu 600⁰C maka

senyawa organiknya akan teroksidasi menjadi 𝐶𝑂2 dan 𝐻2 𝑂 yang tersisa yaitu

mineral atau abu. Pernyataan tersebut sesuai dengan Karra (2003) bahwa

pemanasan didalam tanur adalah sengan suhu 400-600⁰C dan zat organik yang

tertinggal didalam pemanasan dengan tanur disebut dengan abu (ash).

Hasil yang didapat kelompok 37 dengan sampel bungkil klenteng adalah

6,54% ada beberapa faktor yang mempengaruhi. Hal tersebut sesuai dengan Rasyak

(2000) bahwa perbedaan hasil kadar abu disebabkan karena faktor tertentu. Faktor

yang mempengaruhi yaitu pembakaran yang kurang sempurna.

Kadar abu adalah hasil dari pembakaran pada suhu 600⁰C. Disebut kadar abu

karena masih terdapat senyawa organik yang tidak teroksidasi yaitu oksigen dalam

bentuk oksida dan karbon dalam bentuk karbonat. Pernyataan tersebut sesuai

dengan Kartika (2012) bahwa kadar abu dapat menunjukkan total mineral dalam

suatu bahan pakan.

5.2.4.3 Analisis Serat Kasar

Disebut serat kasar dikarenakan masih terdapat golongan fraksi serat dalam

senyawa organik seperti selulosa, hemiselulosa, dan lignin, sehingga bahan pakan

cepat menguap/larut. Pernyataan tersebut tidak sesuai dengan Anggorodi (1994)

bahwa yang disebut serat kasar adalah semua zat organik yang tidak dapat larut

dalam H2 SO4 0,3N dan dalam NaOH 1,5N yang berturut-turut dimasak selama 30
53

menit (selulosa, lignin, sebagian dari pentose-pentosa). Serat kasar adalah bagian

dari pakan yang tidak dapat dihidrolisis oleh asam atau basa kuat.

Serat kasar adalah bahan pakan yang bebas lemak dan air yang larut dalam

asam dan basa kuat. Sebagian senyawa organic lain akan ditanur, kehilangan berat

setelah ditanur disebut serat kasar. Pernyataan tersebut berbeda dengan Sinurat

(2012) bahwa sampel yang dihidrolisis dengan asam kuat dan basa kuat encer,

sehingga karbohidrat, protein, dan zat lain terhidrolisis dan larut, kemudian disaring

dan dicuci dengan air panas yang mengandung asam dan alcohol, dan selanjutnya

dikeringkan dan ditimbang sampai bobot konstan.

Hasil yang didapat kelompok 37 dengan sampel bungkil klenteng adalah

8,07%. Pernyataan tersebut saat berbeda dengan Sari (2015) bahwa nilai rataan

serat kasar wafer rumput laut kumpai minyak dengan perekat keragian pada setiap

perlakuan penyimpanan yaitu, 17,99%-21,06%. Terjadinya penurunan serat kasar

pada setiap lama waktu penyimpanan wafer rumput kumpai minyak dengan pelarut

karagenan, disebabkan karena terjadinya penguraian serat kasar oleh aktivitas

mikrioorganisme pada wafer.

5.2.4.1 Analisis Lemak Kasar

Kadar lemak kasar, mengapa disebut demikian, karena tidak hanya lemak

yang larut dalam pelarut lemak tetapi juga terdapat vitamin A, D, E, K, pigmen,

klorofil, dan sterol. Pernyataan tersebut sesuai dengan Hernaman (2014) bahwa

lemak merupakan sekelompok besar molekul-molekul alam yang terdiri atas unsur-

unsur karbon, hydrogen, dan oksigen meliputi asam lemah malam, sterol, vitamin,

A, D, E, K, monogliserida, digliserida, fosfolipid, glikolipid, dan terpenoid. Lemak

menjadi sebutan bagi minyak hewani pada suhu ruang.

Macam-macam pelarut lemak yaitu, alcohol, aseton, dietil ether, ether,

petroleum benzene, dan kloroform. Pernyataan tersebut sesuai dengan Yunianto


54

(2011) bahwa beberapa jenis bahan pelarut yang sesuai untuk ekstraksi lemak yaitu,

senyawa trigliserida yang bersifat nonpolar, glikolipida yang polar, lesitra, dan

fosfolipida. Petroleum ether atau heksa adalah bahan pelarut lemak nonpolar yang

paling banyak digunakan karena harganya relative murah.

Hasil yang didapat kelompok 37 dengan sampel bungkil klenteng adalah

2,99%. Hasil tersebut sangat berbeda dengan Kamal (1998) bahwa lemak kasar

rata-rata bahan pakan yaitu 14,28%. Tinggi rendahnya kadar lemak pada tanaman

dipengaruhi oleh spesies, umur, dan perbedaan bagian yang digunakan untuk

sampel.

5.2.4.2 Analisis Protein Kasar

Disebut protein kasar dikarenakan nitrogen tidak hanya berasal dari protein

tetapi juga berasal dari NPN (Non Protein Nitrogen). Pernyataan tersebut sesuai

dengan Silalahi (1994) bahwa protein kasar tidak hanya mengandung true protein

saja tetapi juga mengandung nitrogen yang bukan berasal dari protein (Non Protein

Nitrogen). Nilai gizi protein adalah kemampuan protein untuk memenuhi

kebutuhan asam amino yang diperlukan.

Prinsip dasar dari kadar protein yaitu destruksi untuk merenggangkan ikatan

N, destilasi untuk memecahkan ikatan N dan atau menangkap ikatan N, dan titrasi

untuk mengetahui banyaknya ikatan N yang tertangkap. Pernyataan tersebut tidak

sesuai dengan Budimawaranti (2011) bahwa pengukuran kadar protein secara tidak

langsung dengan mengukur kadar N dalam sampel dengan cara destruksi, destilasi,

dan titrasi.

Hasil yang didapat kelompok 37 dengan sampel bungkil klenteng adalah

31,42%. Tahapan titrasi pada praktikum ini menggunakan HCl 0,1N sampai

berubah warna menjadi pink. Pernyataan tersebuttidak sesuai dengan Tilawati


55

(2016) bahwa titik akhir titrasi ditandai dengan perubahan warna dari ungu menjadi

hijau.

5.2.5 Gross Energy

Priinsip gross energy yaitu bila suatu nutrien organic dibakar secara

sempurna, maka akan menghasilkan CO2 , H2 O, dan zat lainnya. Panas yang

dihasilkan disebut energi bruto. Pernyataan tersebut sesuai dengan Danuarsa (2010)

bahwa gross energy didefinisikan sebagai yang dinyatakan dalam panas bila suatu

zat dioksider secara sempurna menjadi CO2 dan air.

Hasil yang didapat kelompok 37 dengan sampel bungkil klenteng adalah

3767,65 kkal. Menurut Rasyaf (1994) bahwa tinggi rendahnya energi dipengaruhi

oleh kandungan protein karena protein berperan sekali terhadap pertumbuhan

sehingga mempengaruhi jumlah ransum yang tergantung dari proporsi karbohidrat,

lemak, dan protein yang dikandung bahan pakan tersebut.

Hasil yang didapat dari kelompok 39 dan 42 dengan sampel bungkil kelapa

dengan rata-rata nilainya adalah 3.827,18 kkal. Hasil tersebut sangat berbeda

dengan Juliati (2016) bahwa pada penelitiannya nilai rataan energi metabolis ampas

kelapa berkisar 2.980,7 kkal. Nilai energy metabolis ransum lebih tinggi, karena

energi yang terdapat dalam bahan makanan merupakan nilai energi kimia yang

dapat diukur dengan merubahnya ke dalam energi panas.

5.2.6 Free Fatty Acid

Hasil yang didapat kelompok 37 dengan sampel bungkil klenteng adalah

1,435%. Hasil tersebut memiliki FFA yang sangat baik, karena jika melebihi dari

2% menyebabkan bahan pakannya mudah tengik. Pernyataan tersebut sesuai

dengan Mustari (2000) bahwa bau tengik misalnya disebabkan oksidasi dari asam-

asam lemak tidak jenuh yang terdapat pada minyak dan lemak, dan melebihi 2%

nilai FFA.
56

Asam lemak bebas atau nama lainnya free fatty acid adalah asam lemak yang

terdapat paling banyak pada suatu minyak tertentu. Pernyataan tersebut sesuai

dengan Sutardi (2012) bahwa asam lemak bebas yaitu nilai yang menunjukkan

jumlah asam lemak bebas yang ada didalam lemak atau jumlah yang menunjukkan

beberapa banyak asam lemak bebas yang terdapat dalam lemak setelah dihidrolisa.

Penetapan asam lemak bebas berprinsip bahwa lemak bebas yang terdapat paling

banyak minyak tertentu.

Hasil rata-rata FFA seluruh kelompok adalah 0,605%. Hal ini terjadi karena

adanya beberapa factor, salah satunya adalah suhu kamar, minyak, dan factor lemak

jenuh. Penryataan tersebut sesuai dengan Handayani (2012) bahwa trigliserida

dapat berbentuk padat atau cair, bergantung pada komposisi asam lemak yang

menyusunnya sebagian besar minyak nabati berbentuk cair karena mengandung

sejumlah asam lemak tidak jenuh, sedangkan lemak hewani pada umumnya

terbentuk padat pada suhu kamar karena banyak mengandung asam lemak jenuh.
57

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

1. Nomenklatur bahan pakan diberikan berdasarkan tatanama internasional

yang berdasarkan enam fase, yaitu : asal mula (origin); Bagian (part) yang

diberikan kepada ternak; proses yang dialami oleh bagian tadi; tingkat

kedewasaan; defoliasi; dan grade.

2. Konsentrat dikatakan sumber protein karena mempunyai kandung protein

diatas 20%.

3. Hasil praktikum kelompok kami menggunakan bahan pakan bungkil kopra

pada sudut tumpukan yaitu 38,20o, berat jenis sebesar 0,3419 g/ml, daya

ambang sebesar 0,67 m/s, dan luas permukaan sebesar 27,04 cm2/gr.

4. Perhitungan analisis proksimat bungkil klenteng kelompok 37 diperoleh

hasil kadar air yaitu, 9,78%.

5. Perhitungan analisis proksimat bungkil klenteng kelompok 37 diperoleh

hasil kadar abu yaitu, 6,54%.

6. Perhitungan analisis proksimat bungkil klenteng kelompok 37 diperoleh

hasil kadar lemak kasar yaitu, 2,99%.

7. Perhitungan analisis proksimat bungkil klenteng kelompok 37 diperoleh

hasil kadar serat kasar yaitu, 8,07%.

8. Perhitungan analisis proksimat bungkil klenteng kelompok 37 diperoleh

hasil kadar protein kasar yaitu, 31,42%.

9. Hasil gross energy yang didapat dari kelompok 37 yaitu, sebesar 3767,64

kkal.

10. Hasil FFA yang didapat kelompok 37 dengan sampel bungkil klenteng

adalah 1,435%.
58

6.2 Saran

1. Waktu penjelasan materi ketika praktikum ditambah supaya dapat lebih

memahami materi yang diberikan dan bisa leluasa bertanya.

2. Ketika praktikum proksimat, waktu kuis ditambah sedikit lagi agar dapat

menjawab semua pertanyaan dengan baik dan benar.


59

DAFTAR PUSTAKA

Afrianto, E., Evi L., otong S., dan Herman H. 2014. Pengaruh Suhu dan Lama
Blansing Terhadap Penurunan Kesegaran Filet Tagih Selama Penyimpanan
Pada Suhu Rendah. Jurnal Akuatika. 5(1) 45-54.

Ali, A. I.2013. Karakteristik Sifat Fisik Bungkil Kedelai, Bungkil Kelapa, dan
Bungkil Sawit. J. Agripet. 1(1): 1-6.

Amrullah, I. K. 2003. Nutrisi Ayam Petelur. Lembaga Satu Gunung Budi. Bogor.

Anjangan, M., Sri K., Arie F. M. 2014. Produksi Bahan Pakan Ternak dari Ampas
Tahu dengan Fermentasi Menggunakan EM4 (kajian pH awal dan lama waktu
Fermentasi. Media Peternakan.

AOAC. 1990. Official Methods of Analisis, Asosiation of Official Analitic Chemist.


Washington DC. USA.

Aventi. 2015. PENELITIAN PENGUKURAN KADAR AIR BUAH. Seminar


Nasional Cendekiawan. ISSN: 2460-8696.

Budiansyah, A., Resmi, Nahrowl, Komang G., Mggy T., dan Yantyati W. 2011.
Karakteristik Endapan Cairan Rumen Sapi Asal Rumah Potong Hewan
Sebagai Feed Supplement. Jurnal Ilmiah Ilmu-Ilmu Peternakan. 119(1).

Budimawaranti. 2011. Komposisi dan Nutrisi Pada Susu Kedelai. FMIPA UNY.
Yogyakarta.

Dairo, F. A. S. 2011. Evaluation of Fermented Palm Kernel Meal and Fermentation


Copra Meal Protein as Substitute for Soy Bean Meal Protein in Laying Hens
Diets. J. Cent. Euro. Agric. 9(2): 35-44.

Danuarsa. 2010. Analisis Proksimat dan Asam Lemak pada Beberapa Komoditas
Kacang-Kacangan. Buletin Teknik Pertanian. 11(1): 52-57.

Fuskhan, E., R. Djoko S., Syaiful A., dan Florentina K. 2014. Uji Asosiasi Bakteri
Rhizobium Terseleksi dengan Leguminosa Pakan dalam Kondisi Tercekam
Salin. Jurnal Agripet. 14(1): 65-70.

Goretti, M. P. 2014. Perbandingan Analisa Kadar Protein Terlarut Dengan Bebagai


Metode Spektoskopi U. V. VISIBLE. Jurnal Ilmiah Sains & Teknologi. 7(2):
1-71.

Handayani. 2012. Transerterifikasi Ester Asam Lemak Melalui Pemanfaatan


Teknologi Lipase. Biodiversitas. 6(8): 63-70.

Hartadi, H., S. Reksodiprodjo, dan Tillman A. D. 1990. Tabel Komposisi Pakan


untuk Indonesia. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
60

Hayati, R., Ainun M., dan Farnia R. 2012. Sifat Kimia dan Evaluasi sensori Bubuk
Kopi Arabika. J. Floratek. 7(1): 66-75.

Hernaman, I., Tanuwiria, dan Wiyatna. 2014. Pengaruh Penggemukan sapi Potong
Terhadap Fermentasi Rumen dan Kecernaan In Vitro. Bionatura. 7(1): 46-58.

Jaelani, A. 2011. Kualitas Sifat Fisik dan Kandungan Nutrisi Bungkil Inti Sawit dan
Berbagai Proses Pengolahan Trude Palm Iol (CPO). Jurnal Al-Ulum. 33(3).

Juliati, K., D. Sudrajat, dan D. Kardaya. 2016. Pengaruh Substitusi Tepung Ampas
Kelapa dalam Pakan Komersil Terhadap Energi Metabolis Ayam Kampung.
Jurnal Peternakan Nusantara. 1(10: 159-164.

Kamal, M. 1998. Bahan Pakan Dan Ransum Ternak. Gadjah Mada Press.
Yogyakarta.

Karra. 2003. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gadjah Mada University. Yogyakarta.

Kartika, E. Y. 2012. Penentuan Kadar Air dan Kadar Abu pada Biscuit. Jurnal
Kimia Analitik. 8(2): 1-15.

Khalil. 1999. Pengaruh kandungan Air dan Ukuran Partikel Terhadap Sifat Fisik
Pakan Lokal : Kerapatan tumpukan, Kerapatan Pemadatan Tumpukan, dan
Berat Jenis. Media PEternakan. 22(1).

Khamadinal. 2009. Teknik Laboratorium Kimia. Pustaka Pustaka. Yogyakarta.

Krishina G. and S. K. Ranjhan. 1980. Laboratory Manual For Nutrion Research.


Vikas Publising house PVTLtd. Sahibabadi. India.

Kusumaningrum, M., C. I. Sutrisno, dan B.W.H.E. Prasetiyono. 2012. KUALITAS


KIMIA RANSUM SAPI POTONG BERBASIS LIMBAH PERTANIAN
DAN HASIL SAMPING PERTANIAN YANG DIFERMENTASI
DENGAN Aspergillus niger. Animal Agriculture Journal. 1(2): 109-119.

Malangi, L. P. 2012. Penentuan kandungan Tonnin dan Uji Aktifis Antioksidan


Ekstrak Biji Buah Alpukat. Jurnal Unsrat. 1(1): 5-10.

Marhaneniyanto, E. dan Susanti S. 2017. Penggunaan Daun Gamal, Lamtoro,


Kaliandra, dan Nangka Dalam Konsentrat untuk Meningkatkan Penampilan
Kambing Pejantan Muda. Seminar Nasional Hasil Penelitian. Universitas
Kanjungan Malang.

Mujasina, A. 2011. Uji Fisik Jagung Giling pada berbagai Ukuran Partikel. Buletin
Nutrisi dan Makanan Ternak. 6(1).

Mustari. 2000. Pembuatan Pakan Ternak Unggas. Penerbit CV. Amisco. Jakarta.

Parakkasi, A. 1999. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Ruminan. Universitas


Indonesia Press. Jakarta.
61

Ramli, N., Yanto, Hasimy, sumiati, Kismawati, dan Estiana. 2011. Evaluasi Sifat
Fisika-Kimia dan Nilai Energi Metabolis Konsentrat Protein Bungkil Inti
Sawit Pada Broiler. JITV. 13(4).

Rasyaf, M. 1994. Pakan Ayam Broiler. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.

Rasyaf. 2000. Bahan Makanan Unggas. Kanisius. Yogyakarta.

Riswandi, Imsyah S., dan Putri. 2017. Evaluasi Kualitas Fisik Biskuit berbahan
dasar Rumput Kumpai Minyak dengan Level legium Rawa (Neptunia
Oleracea Lour) yang berbeda. Jurnal Peternakan Sriwijaya. 6(1): 1-11.

Sari, E. W., Yudi S., dan Hendra W. 2017. Briket Arang Berbahan Campuran
Ampas Daging Buah Kelapa dan Tongkol Jagung. Jurnal Teknik Mesin. 3(1).

Sari, M. L., A. I., M Ali, S. Sandi, dan A. Yolanda. 2013. Kualitas Serat Kasar,
Lemak Kasar, dan BETN terhadap Lama Penyimpanan Wafer Rumput
Kumpai Minyak dengan Perekat Karagian. Jurnal Peternakan Sriwijaya.
7(2): 35-40.

Silalahi, J. 1994. Kadar Protein yang Terdapat dalam Beberapa bahan Makanan.
Laporan Penelitian. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan. Universitas
Sumatera Utara. Medan.

Sinurat, A. P., T. Purwadaria, A. Habibie, T. Pasaribu, H. Hamid, J. Rusida, T.


Haryati, dan I. Sutikno. 2012. Nilai Gizi Bungkil Kelapa Terfermentasi
Dalam Ransum Itik Petelur Dengan Kadar Fosfor Yang Berbeda. Jurnal Ilmu
Ternak. 3(1): 22-32.

Siregar, M. E. 1996. Pengawetan Pakan Ternak. Penebar Swadaya. Jakarta.

Susanti, E. dan Nurhidayat. 2008. Pengaruh Ukuran partikel Yang Berbeda Pada
Bahan Limbah Agroindustri terhadap Kualitas Fisiknya. Seminar Nasional
Teknologi Peternakan dan Vetenner.

Sutardi, T. R. 2004. Ilmu Bahan Makanan Ternak. Fakultas Peternakan Universitas


Jenderal Soefirman. Purwokerto.

Sutardi, T. R. 2012. Ilmu Bahan Makanan Ternak. Fakultas Peternakan.


Universitas Jenderal Soedirman. Purwokerto.

Sutardi, T. R. dan S. Rahayu. 2003. Bahan Pakan dan Formulasi Ransum. Fakultas
Peternakan Universitas Jenderal Soedirman. Purwokerto.

Syamsu, J. 2015. Karakteristik Fisik Pakan Itik Bentuk Pellet Yang Diberi Bahan
Perekat Berbeda dari Lama Penyimpanan yang Berbeda. Jurnal Ilmu Ternak.
7(2): 128-134.

Tilman, A.D. 1993. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Universitas Gadjah Mada.
Yogyakarta.
62

Wijoyo, A. T. R., Wardhana S., dan Titra W. 2013. Pengaruh Rumput Lapang
Konsentrat Terhadap Kecernaan Bahan Kering dan Bahan Organik Secara In
Vitro. Jurnal Ilmiah peternakan. 1(3): 796-803.

Wina, E., S. IWR. 2013. Manfaat Lemak Terproteksi Untuk Meningkatkan


Produksi dan Reproduksi Ternak Ruminansia. Wartazoa. 23(4): 176-184.

Yanto. 2011. Fraksinasi dan Sifat Fisika-Kimia Bungkil Inti Sawit. Agrinak. 1(1):
11-16.

Yohismista, M., Osfar S., dan Eko W. 2013. Evaluasi Nutrisi campuran Onggok
dan Ampas Tahu Terfermentasi Aspergillus niger, Rizhopus oligosporus dan
Kombinasi Sebagai Bahan Pakan Pengganti Tepung Jagung. Jurnal Ilmu-
Ilmu Peternakan. 24(2): 72-83.

Yunianto dan Supriyatna. 2011. Peningkatan Nilai Kecernaan Protein Kasar dan
Lemak Kasar Produk Fermentasi Campuran Bungkil Inti Sawit dan Dedak
Padi pada Broiler. JITP. 1(3): 9-10.

Yurleni, R. Priyatno, dan K. G. Wiryawan. 2016. Pengaruh Penambahan Asam


Lemak dalam ransum terhadap Kualitas Karkas dan Irisan Komersial Karkas
Ternak Potong. Jurnal Ilmu-Ilmu Peternakan. 19(1): 35-45.

Anda mungkin juga menyukai