Anda di halaman 1dari 7

METODE FARMAKOLOGI DAN TOKSIKOLOGI

“RESUME ”

Fitratul Wahyuni (1921012017)

Dosen Pengampu : Prof.Dr Helmi Arifin, MS, Apt

FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2020
Resume Kuliah

A. Hewan percobaan
Hewan percobaan yang digunakan di laboratorium tidak ternilai jasanya dalam
penilaian efek, toksisitas dan efek samping serta keamanan dan senyawa bioaktif. Hewan
percobaan merupakan kunci di dalam pengembangan senyawa bioaktif dan usaha-usaha
kesehatan (Malole, 1989).
Penanganan hewan percobaan hendaklah dilakukan dengan penuh rasa kasih sayang
dan berprikemanusiaan. Di dalam menilai efek farmakologis suatu senyawa bioaktif dengan
hewan percobaan dapat dipengaruhi oleh berbagai fartor, yaitu :
1. Faktor internal pada hewan percobaan sendiri adalah umur, jenis kelamin, bobot
badan, keadaan kesehatan, nutrisi, dan sifat genetik.
2. Faktor–faktor lain yaitu faktor lingkungan, keadaan kandang, suasana kandang,
populasi dalam kandang, keadaan ruang tempat pemeliharaan, pengalaman
hewan percobaan sebelumnya, suplai oksigen dalam ruang pemeliharaan,dan cara
pemeliharaan. Keadaan faktor–faktor ini dapat merubah atau mempengaruhi
respon hewan percobaan terhadap senyawa bioaktif yang diujikan. Penanganan
yang tidak wajar terhadap hewan percobaan dapat mempengaruhi hasil
percobaan, memberikan penyimpangan hasil. Di samping itu, cara pemberian
senyawa bioaktif terhadap hewan percobaan tentu mempengaruhi respon hewan
terhadap senyawa bioaktif yang bersangkutan terutama segi kemunculan efeknya.
Cara pemberian yang digunakan tentu tergantung pula kepada bahan atau bentuk
sediaan yang akan digunakan serta hewan percobaan yang akan digunakan.
Sebelum senyawa bioaktif dapat mencapai tempat kerjanya, senyawa bioaktif
harus melalui proses absorpsi terlebih dahulu kemudian sifat fisiologi yang
berpengaruh.
a. Distribusi.
b. Absorpsi suatu senyawa bioaktif di samping ditentukan oleh sifat senyawa
bioaktifnya sendiri juga ditentukan oleh sifat/keadaan daerah kontak mula oleh
senyawa bioaktif dengan tubuh. Sifat–sifat fisiologis seperti jumlah suplai darah
dan keadaan biokimia daerah kontak mula senyawa bioaktif dengan tubuh
menentukan proses absorpsi senyawa bioaktif yang bersangkutan. Jumlah
senyawa bioaktif yang akan mencapai sasaran kerjanya dalam jangka waktu
tertentu akan berbeda.
c. Cara atau rute pemberian senyawa bioaktif menentukan daerah kontak mula
senyawa bioaktif dengan tubuh dan ini merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi efek senyawa bioaktif. Penanganan umum beberapa hewan coba
berbeda dengan bahan kimia yang merupakan bahan mati, percobaan dengan
hewan percobaan yang hidup memerlukan perhatian dan penganan/perlakuan
yang khusus (Malole, 1989).
Cara Penanganan Hewan Coba
Mencit (Mus musculus) adalah hewan percobaan yang sering dan banyak digunakan
di dalam laboratorium farmakologi dalam berbagai bentuk percobaan. Hewan ini mudah
ditangani dan bersifat penakut, fotofobik, cenderung berkumpul sesamanya dan bersembunyi.
Aktivitasnya di malam hari lebih aktif. Kehadiran manusia akan mengurangi aktivitasnya.
Cara Memegang Mencit
Mencit dapat dipegang dengan memegang ujung ekornya dengan tangan kanan,
biarkan menjangkau / mencengkeram alas yang kasar (kawat kandang). Kemudian tangan kiri
dengan ibu jari dan jari telunjuk menjepit kulit tengkuknya seerat / setegang mungkin. Ekor
dipindahkan dari tangan kanan, dijepit antara jari kelingking dan jari manis tangan kiri.
Dengan demikian, mencit telah terpegang oleh tangan kiri dan siap untuk diberi perlakuan
(Malole, 1989).
Bobot Badan hewan Coba yang Digunakan
Di dalam penggunaan, hewan percobaan yang digunakan dapat berdasarkan kriteria
bobot badannya di samping usianya. Farmakope Indonesia edisi III-1979 mengemukakan
kriteria bobot beberapa hewan percobaan yang digunakan dalam uji hayati.
Mencit : 17-25 gram
Kelinci : 15-20 kg
Tikus : 150-200 gram
Kucing : tidak <5kg
Marmot : 300-500 gram
Merpati : 100-200 gram

Cara Mengorbankan Hewan Percobaan


1. Pengorbanan hewan sering diperlakukan apabila keadaan rasa sakit yang hebat atau lama
akibat suatu percobaan atau apabila mengalami kecelakaan, menderita sakit atau
jumlahnya terlalu banyak dibandingkan dengan kebutuhan.
2. Etanasi atau cara kematian tanpa rasa sakit perlu dilakukan sedemikian sehingga hewan
akan mati dengan seminimal mungkin rasa sakit. Pada dasarnya cara fisik yaitu dengan
melakukan dislokasi leher adalah cara yang paling cepat, mudah dan berprikemanusiaan,
tetapi cara perlakuan kematian juga perlu ditinjau bila ada tujuan dari pengorbanan hewan
percobaan dalam rangkaian percobaan.
3. Cara pengorbanan hewan lain adalah dengan menggunakan gas karbondioksida dalam
wadah khusus atau dengan pemberian pentobarbital natrium pada takaran letalnya.

B. Aklimatisasi
Aklimatisasi merupakan suatu upaya penyesuaian fisiologis atau adaptasi dari
suatu organisme terhadap suatu lingkungan baru yang akan dimasukinya. Hal ini didasarkan
pada kemampuan organisme untukdapat mengatur morfologi, perilaku, dan
jalur metabolisme biokimia di dalam tubuhnya untuk menyesuaikannya dengan
lingkungan. Beberapa kondisi yang pada umumnya disesuaikan
adalah suhu lingkungan, derajat keasaman (pH), dan kadar oksigen. Proses penyesuaian ini
berlangsung dalam waktu yang cukup bervariasi tergantung dari jauhnya perbedaan kondisi
antara lingkungan baru yang akan dihadapi, dapat berlangsung selama beberapa hari hingga
beberapa minggu (Rittner,2005).
Aklimatisasi adalah sistem pelatihan atletik dimana tubuh dipaksa untuk mengkompensasi
tekanan dari kondisi iklim yang baru atau berbeda. Melalui kompensasi, tubuh mampu
mentoleransi tekanan fisik seperti dengan cara yang lebih efisien, dan atlet biasanya akan
mencapai kinerja fisik yang lebih baik. Toleransi dikembangkan untuk kondisi pelatihan
tertentu umumnya akan menghasilkan hasil yang lebih baik kompetitif, dalam kompetisi di
mana kondisi iklim yang ada pelatihan, serta di lingkungan atlet terbiasa.
Perubahan musiman merupakan satu konteks dimana penyesuaian fisiologis terhadap
kisaran baru suhu lingkungan menjadi penting. Penyesuaian fisiologis terhadap kisaran baru
suhu eksternal terdiri atas banyak tahap. Hal ini bisa melibatkan perubahan dalam mekanisme
yang mengontrol suhu seekeor hewan. Aklimatisasi juga bisa melibatkan penyesuaian
nditingkat seluler. Sebagai contoh, sel-sel bisa meningkatkan produksi enzim tertentu yang
membantu mengkompensasi rendahnya aktivitas masing-masing molekul enzim tersebut pada
suhu yang tidak optimum

C. Penyesuaian Diri
Penyesuaian diri merupakan suatu konstruksi/bangunan psikologi yang luas dan
komplek, serta melibatkan semua reaksi individu terhadap tuntutan baik dari lingkungan luar
maupun dari dalam diri individu itu sendiri. Dengan perkataan lain, masalah penyesuaian diri
menyangkut aspek kepribadian individu dalam interaksinya dengan lingkungan dalam dan
luar dirinya (Desmita, 2009:191).
D. METODE FARMAKOLOGI
 UJI FARMAKOLOGI :

1. UJI PRAKLINIK (Analisa secara Prospektif)

Uji praklinik: Uji Farmakologi menggunakan hewan uji untuk melihat efek farmakologi
dan toksisitas

2. UJI KLINIK (Analisa secara Retrospektif)

• Efek Farmakologi :

1. Blind screening = skrining buta = penapisan, penyaringan (efek farmakologi belum


diketahui

2. Plan screening = skrining terarah Memperjelas efek dari obat dimana informasi diambil
dari majalah, literatur dan masyarakat

 Macam-macam dosis :

1. Dosis terapi

2. Dosis lazim

3. Dosis efektif

4. Dosis maksimal

5. Dosis letal

6. Loading dose

7. Maintenance dose

8. Initial dose

a. Kelompok kontrol

Hewan uji hanya diberi larutan pembawa/ pensuspensi : tidak diberi obat, misalnya :

1. Sirup obat = sirup,


2. Infus = air
3. Ekstrak yang tidak larut dalam air dibuat suspensi dengan CMC menghasilkan larutan
CMC

b. Kelompok perlakuan

Kelompok hewan diberi sediaan obat :

Deret hitung : 5%, 10%, 15%, 20%, dst

c. Kelompok Pembanding
Diberi obat yang sudah teruji khasiatnya / digunakan di masyarakat, contoh:

- Analgetik = parasetamol

- Diabetes = glibenklamid

- Diare = loperamide

- Diuretik = lasix

- Candesartan = hipertensi

Jenis – jenis inducer yag sering digunakan :

1. Memberi makanan dengan kandungan purin yang tinggi  inducer asam urat
2. Memberi makanan dengan kandungan kolesterol murni  inducer kolesterol
3. Asam sitrat (diberikan dengan nebulizer)  inducer batuk
4. Plat besi yang dipanaskan  inducer luka bakar
5. Pemberian NaCl 8-10% continues  inducer hipertensi
6. Pemberian CCl4  inducer kerusakan hati
7. Pemberian alkohol secara per oral  tukak

Contoh metode percobaan:

I. PERCOBAAN AKTIVITAS OBAT SIMPATIK (MIOTIKA – MIDRIATIKA)


 Bahan Hewan coba : Kelinci
 Obat-obat yang digunakan

Homatropin 1%

Pilocarpin 2%

 Cara Kerja
1. Bulu-bulu di sekitar mata dipotong sependek mungkin (agar tidak mengganggu
pengamatan). Kelinci dimasukkan ke dalam kotak khusus untuk mempermudah
pekerjaan dan ketepatan pemeriksaan, sehingga hasil percobaan akan lebih mendekati
kebenaran. Kelinci dihadapkan ke arah yang tidak mendapat sinar secara langsung,
supaya pemeriksaan perubahan pupil dapat dilakukan dengan baik.
2. Periksalah denga teliti dan catatlah : o Lebar pupil kiri dan kanan (mm) o Reflek
cahaya (+/-) o Keadaan pembuluh darah konjungtiva (hyperemia/tidak)
3. Pemeriksaan pendahuluan ini, yang datanya akan dipakai sebagai
perbandingan/control, sebaiknya dilakukan tiga kali dengan jarak waktu masing-
masing 10 menit. Setelah data pembanding diperoleh, percobaan dapat dilanjutkan
dengan memberikan obat-obat yang akan diteliti.
4. Teteskanlah obat pada salah satu mata sedemikian rupa sehingga obat yang diteteskan
tidak keluar dari mata. Caranya ialah dengan menarik kelopak mata bagian bawah
sedikit keluar dan teteskanlah obat pada bagian dalam kelopak mata. Kemudian
tutuplah mata untuk beberapa saat. Penetesan obat dilakukan dengan pipet, dan
teteskanlah 2 – 3 tetes obat yang akan diteliti.
5. Lakukan pemeriksaan seperti di atas pada 10, 20, dan 30 menit setelah pemberian
obat, bandingkan juga dengan mata yang tidak ditetesi obat. Setelah selesai
pemeriksaan, mata yang ditetesi obat dicuci dengan larutan garam fisiologis (untuk
menghilangkan pengaruh obat). Lima menit kemudian percobaan dapat dilakukan lagi
dengan obat lain pada mata sebelahnya (sebelumnya sebagai pembanding/control).
Lakukan pemeriksaan lagi seperti di atas pada 10, 20, dan 30 menit setelah pemberian
obat
6. Demikian selanjutnya bergantian menggunakan mata yang sebelah untuk pemberian
obat, sedangkan sebelah lainnya sebagai pembanding sampai percobaan selesai.
7. Pada waktu melakukan pemeriksaan jangan sampai menyentuh bulu mata (bila masih
ada dibersihkan) dan jangan melakukan tindakan yang dapat menakutkan binatang
8. Pada pemeriksaan reflek cahaya selain memperlihatkan positif atau negatifnya reflek,
juga diperhatikan kecepatan atau kelambatan reflek

II. PERCOBAAN OBAT ANALGETIKA PADA TIKUS PUTIH


 Bahan Hewan coba : Tikus Putih
 Obat-obat yang digunakan

-Asam asetil salisilat (aspirin) 100 mcg/cc

-Asam asetat 0,6 %  Larutan CMC 1%

 Cara Kerja:
1. Obat dinilai kemampuannya dalam menekan atau menghilangkan rasa nyeri yang
diinduksi secara kimia. Rasa nyeri diperlihatkan dalam bentuk respon gerakan meliuk
pada binatang coba. Frekuensi gerakan dalam waktu tertentu menyatakan derajat
nyeri yang dirasakan.
2. Tikus ditimbang dan dikelompokkan sesuai jumlah obat yang dipergunakan.
Kelompok I (sebagai kontrol negatif) diberi CMC 1% dan Asam Asetat 0,6% secara
intra peritoneal. Setelah 5 menit amati dan catatlah jumlah liukan setiap 5 menit
selama 30 menit. Kelompok II diberi Asam Asetat 0,6% secara intra peritoneal,
ditunggu selama 5 menit. Setelah 30 menit, diberi Aspirin 100 mcg/cc secara per oral.
Setelah 5 menit amati dan catatlah jumlah liukan setiap 5 menit selama 30 menit.
3. Bandingkan hasil yang diperoleh dari kelompok I dan kelompok II

Anda mungkin juga menyukai