KORALOGI
Oleh :
KELOMPOK 9
Ismu Rizal 141511133105
Umi Hafidloh 141511133023
Zainul Nur Arifiina 141511133033
Neina Aulia Maghfira 141511133047
Dewi Eka Wulandari 141611133002
Yolanda Graciela Budiman 141611133013
Eri Suyanti 141611133014
Becca Varra Raharjo 141611133038
Desenta Panca Kharisma 141611133052
Windi Andhini 141611133111
1.2 Tujuan
Tujuan dari karya tulis ilmiah ini adalah :
1. Untuk mengetahui apa saja penyakit yang dapat menyerang terumbu
karang/koral
2. Untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi adanya penyakit pada terumbu
karang/koral
3. Untuk mengetahui nilai ekonomis dari terumbu karang/koral
1.3 Manfaat
Manfaat dibuatnya karya tulis ilmiah ini adalah sebagai sumber informasi dan
data bagi pembaca mengenai penyakit terumbu karang/koral, serta diharapkan
dengan adanya karya tulis ilmiah ini masyarakat dapat lebih menjaga kelestarian
dari terumbu karang.
II TINJAUAN PUSTAKA
2.2 Reproduksi
Karang merupakan kelompok organisme yang sudah mempunyai sistem saraf,
jaringan otot dan reproduksi sederhana, akan tetapi telah berkembang dan berfungsi
secara baik. Organ-organ reproduksi karang berkembang di antara mesenteri filamen
dan pada saat-saat tertentu organ tersebut terlihat nyata sedang pada waktu lain
menghilang, terutama untuk jenisjenis karang di wilayah subtropis. Sebaliknya, untuk
karang yang hidup di daerah tropis, organ reproduksi dapat ditemukan sepanjang
tahun karena siklus reproduksi berlangsung sepanjang tahun dengan puncak
reproduksi dua kali dalam setahun (Sorokin, 1993).
Hewan karang dapat melakukan reproduksi baik secara seksual maupun
aseksual. Reproduksi aseksual dapat berlangsung dengan cara fragmentasi, pelepasan
polip dari skeleton dan reproduksi aseksual larva. Kecuali reproduksi aseksual larva,
produk dari yang lainnya menghasilkan pembatasan sacara geografi terhadap asal-
usul terumbu karang dan sepanjang pembentukan dan pertumbuhan koloni dapat
melangsungkan reproduksi seksual. Dalam hal reproduksi secara seksual,
gametogenesis akan berlangsung di dalam gonad yang tertanam dalam mesenterium.
Kejadian ini dapat berlangsung secara tahunan, namun dapat juga musiman, bulanan
atau tidak menentu. Konsekuensi dari cara reproduksi ini adalah pemijahan gamet-
gamet untuk fertilisasi eksternal dan perkembangan larva planula, atau pengeraman
larva planula untuk dilepaskan setelah berlangsung fertilisasi internal (Nontji, 1987).
Reproduksi aseksual umumnya dilakukan dengan cara membentuk tunas yang
akan menjadi individu baru pada induk dan pembentukan tunas yang terusmenerus
merupakan mekanisme untuk menambah ukuran koloni, tetapi tidak untuk
membentuk koloni baru (Nybakken, 1992).
Pertunasan ada dua macam yaitu pertunasan intratentakuler dan pertunasan
ekstratentakuler. Pertunasan intratentakuler ialah pembentukan individu baru di
dalam individu lama yaitu dimana mulut baru terbentuk di dalam lingkar tentakel
individu lama melalui invaginasi lempeng oral, sedangkan pertunasan
ekstratentakuler ialah pembentukan individu baru di luar individu lama yaitu dimana
koralit baru tumbuh di-coenosarc diantara koralit dewasa (Nontji, 1987).
Cara lain dari reproduksi aseksual pada karang ialah dengan fragmentasi yaitu
dimana bagian dari koloni karang yang terpisah dari induk disebabkan oleh faktor
fisik (arus dan gelombang) atau faktor biologi (predator) dapat beradaptasi di
lingkungan yang baru hingga tumbuh dan membentuk koloni yang baru. Patahan-
patahan karang yang terpisah dari koloninya tidak selalu diikuti dengan kematian
pada jaringannya, tetapi dapat hidup dan tumbuh pada substrat yang baru, dan jika
kondisinya cocok, dari patahan-patahan karang tersebut bisa terbentuk koloni yang
baru (Dahuri, 1999).
Proses reproduksi karang secara seksual dimulai dengan pembentukan calon
gamet sampai terbentuknya gamet masak, proses ini disebut sebagai gametogenesis.
Selanjutnya gamet yang masak dilepaskan dalam bentuk telur atau planula. Masing-
masing jenis karang mempunyai variasi dalam melepaskan telur atau planulanya.
Karang tertentu melepaskan telur yang telah dibuahi dan pembuahan terjadi di luar.
Sedang karang yang lain pembuahan terjadi di dalam induknya dierami untuk
beberapa saat dan dilepaskan sudah dalam bentuk planula. Planula yang telah
dilepaskan akan berenang bebas dan bila planula mendapatkan tempat yang cocok ia
akan menetap di dasar dan berkembang menjadi koloni baru (Nybakken, 1992).
Karang dapat bersifat gonokhoris atau hermaprodit, dan ia mempunyai segala macam
bentuk variasi reproduksi, termasuk juga adanya variasi-variasi di dalam dan antar
famili, genera dan spesies (Veron, 1995).
Penyakit karang didefinisikan sebagai semua perusakan dari suatu sistem atau
fungsi penting organisme, mencakup gangguan (interruption), perhentian (cessation),
perkembang biakan (proliferation), atau kegagalan lain (other malfunction) Penyakit
karang (coral disease) tidak hanya disebabkan oleh mikroorganisme, namun masih
banyak penyebab lainnya. Berdasarkan penyebabnya, penyakit karang dapat
digolongkan menjadi dua, yakni infeksi pathogen dan noninfeksi. Pathogen
dibedakan menjadi dua, yaitu mikro dan makro parasit. Sedangkan noninfeksi dapat
berupa mutasi genetik, kekurangan nutrisi, meningkatnya suhu air laut, radiasi
ultraviolet, sedimenasi dan polutan (Santavy & Peters, 1997).
Hingga saat ini, telah ditemukan sekitar 30 penyakit karang. Namun
demikian, masih sedikit yang diketahui tentang penyebab dan efek dari penyakit
karang antara lain penyakit karang yang disebabkan oleh bakteri, jamur alga dan
cacing (worm). Berikut ini adalah jenis-jenis penyakit karang yang umum dijumpai
dan masih terus dilakukan pengamatan. antara lain:
1. Black-band Disease
Penyakit bintik hitam muncul sebagai pigmen gelap, warna coklat atau warna
ungu yang menyerang pada karang scleractinian. Jaringan karang yang tertinggal
terlihat tetap utuh, walaupun terkadang mengakibatkan kematian jaringan karang
dalam pusat bintik (Gil-Agudelo & Garzon-Ferreira, 2001). Warna ungu gelap ke
coklatan atau kelabu dari jaringan tersebut sering melingkar pada permukaan, tapi
kadangkadang dijumpai juga bentuk yang tidak beraturan pada permukaan koloni
(bercak warna ungu terang terlihat pada pemutihan koloni). Penyebab penyakit ini
belum diketahui, namun diduga disebabkan oleh adanya akumulasi sedimen pada
suatu bintik hitam.
3. Red-band Disease
4. White-band Disease
Ditemukan pada tahun 1977 di Teluk Tague, St. Croix, Kepulauan Virgin,
Amerika dan umumnya terjadi pada jenis karang bercabang. Hilangnya jaringan
tersebut, akan mengakibatkan suatu garis pada koloni karang, oleh karena itu
penyakit ini disebut whiteband disease atau WBD (Green & Bruckner, 2000).
Berbeda dengan kasus BBD, pada penyakit WBD tidak ditemukan adanya kumpulan
jasad renik yang konsisten yang menyebabkan ditemukan pengelupasan pada jaringan
dan rangka karang yang kosong.
5. White Plague
6. White Pox
Penyakit karang White Pox telah ditemukan oleh Craig Quirolo dan Jim
Porter di barat Florida pada tahun 1996. Penyakit ini ditandai dengan munculnya
tambalan (bercak) pada rangka karang berwarna putih kosong yang berbentuk
irregular. Tambalan (bercak) dapat terjadi pada permukaan atas atau bagian bawah
percabangan. Jaringan karang terlihat mengelupas, namun tidak rata, sedangkan laju
penghilangan jaringan karang terjadi sangat cepat.
4.1 Kesimpulan
Karang adalah hewan tak bertulang belakang yang termasuk dalam Filum
Coelenterata (hewan berongga) atau Cnidaria, berbentuk tabung, memiliki mulut
yang dikelilingi oleh tentakel. Ekosistem terumbu karang adalah ekosistem yang
hidup di dasar perairan laut dangkal di daerah tropis dan subtropis yang dibentuk oleh
kegiatan biologis dari hewanhewan karang Anthozoa. Penyakit yang menyerang
karang diantaranya Black-band Disease, Dark Spot Disease, Red-band Disease,
White-band Disease, White Plague, White Pox dan Yellow-blotch atau Yellow-band
Disease. Adapun faktor yang mempengaruhi penyakit pada karang yaitu kecerahan
perairan, kedalaman, suhu, salinitas, arus, nutrien (fosfat dan nitrat).
4.2 Saran
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam menjaga ekosistem karang,
ekosistem pantai dan ekosistem mangrove yaitu dibangun suatu konsep pengelolaan
yang berbasis berkelanjutan (sustainable), membangun Kawasan hutan lindung,
Melakukan Kegiatan rehabilitasi hutan, Pembangunan renstra pengelolaan pada
ekosistem yang dapat mengurangi tekanan masyarakat terhadap hutan mangrove
diantaranya dilakukan pengalihan mata pencaharian masyarakat, dan mengadakan
political will untuk Mempertahankan ekosistem mangrove sebagai upaya untuk
menjaga keberadaan pulau-pulau kecil dan gugus pulau.
DAFTAR PUSTAKA
Bakosurtanal, 2003, Inventarisasi Data Dasar Survei Sumberdaya Alam Pesisir dan
Laut, Sumberdaya Terumbu Karang Kepulauan Kangean, Sumenep, Madura,
Jawa timur, Pusat Survei Sumberdaya Alam Laut, Cibinong.
Boyett, H.V. 2006. The Ecology and Microbiology of Black Band Disease and
Brown Band Sydrome on The Great Barrier Reef. [Thesis]. James Cook
University, Townsville.
BRUCKNER, A.W. 2001. Coral health and mortalit : Recognizing signs of coral
diseases and predators. In : Humann and Deloach (eds.), Reef Coral
Identification. Jacksonville, FL: Florida Caribbean Bahamas New World
Publications, Inc. : 240-271.
Burke, L., Reytar, K., Spalding, M., Perry, A. 2012. Menengok Kembali Terumbu
Karang yang Terancam di Segitiga Terumbu Karang. World Resources
Institute.
Coral Reef Rehabilitation and Management Project. 2010. Laporan Akhir Monitoring
Kondisi Terumbu Karang Berbasis Masyarakat. Program Rehabilitasi dan
Pengelolaan Terumbu Karang Tahap II ( Coremap Phase II Kab. Pangkep)
Tahun Anggaran 2009 Bekerja Sama dengan CV Aquamarine, Makassar.
Dahuri, R. 1999. Keanekaragaman Hayati Laut, Aset Pembangunan Berkelanjutan.
PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
GIL-AGUDELO, D.L. and J. GARZONFERREIRA 2001. Spatial and seasonal
variation of dark spots disease in coral communities of the Santa Marta area
(Columbian Caribbean). Bull Mar Sci. 69 : 619-630
GREEN, E. and A.W. BRUCKNER 2000. The significance of coral disease
epizootiology for coral reef conservation. Biological Conservation 96 : 347-
361.
Guntur. 2011. Ekologi Terumbu Karang pada Terumbu Buatan. Ghalia, Malang.
Harvel, D.,Smith, G., Azam, F,. Jordan, E,. Raymundo, L,. Weil, I.E,. and Willis, B.
2004. Coral Reef Targeted Research and Capacity Building Management.
Queensland: The University of Queensland.
Miller, M.W. 1995. Growth of a temperate coral: effects of temperature, light, depth,
and heterotrophy. Marine Ecology Progress Series. 217-225.
Nontji, A. 1987. Laut Nusantara. Penerbit Djambatan. Jakarta.
Nybakken, J. W. 1992. Biologi Laut Suatu Pendekatan Biologis. PT Gramedia.
Jakarta
Raymundo, L.J., Maypa, A.P., Rosell, K. B,. Cadiz, P.L., Rojas, P.T.A. 2006. A
Survey of Coral Disease Prevalence in Marine Protected Areas and Fished
Reefs of the Central Visayas, Philippines. University of Guam: Filipina.
RICHARDSON, L.L. 1992. Red band disease: A new cyanobacterial infestation of
corals. Proc. 10th Ann. Amer. Acad. Underw. Sci. : 153-160.
Ritchie, K.B. 2006. Regulation of microbial populations by coral surface mucus and
mucus-associated bacteria. Marine Ecology Progress Series 322: 1–14
SANTAVY, D.L. and E.C. PETERS 1997. Microbial pests: Coral disease research in
the western Atlantic. Proc. 8th Int. Coral Reef Symp. 1 : 607-612.
Sinaga, L.C. 2010. Keamanan di Selat Makassar sebagai ALKI II: Tantangan dan
Peluang. Jakarta: Lembaga ilmu Pengetahuan Indonesia.
Smith, J.E. 2006. Indirect Effects of Algae on Coral: Algae-Mediated, Microbe
Induce Coral Mortality. Ecology Letters 9: 835-845
Sorokin, Y. I. 1993. Coral Reef Ecology. First Edition. Springer, Berlin
Suharsono. 2010. Buku Petunjuk Bagi Pengajar Pelatihan Metodologi Penilaian
Terumbu Karang. Jakarta: Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia.
Thamrin. 2006. Karang, Biologi Reproduksi dan Ekologi. Minamandiri Pres, Riau.
Veron, J. E. N. 1986. Corals of Australia and the Indo-Pacific. Angus and Robertson
Publishers, Australia.
Veron, J. E. N. 1995. Corals in Space and Time. The Biogeography and Evolution of
Scleractinian. UNSW Press, Sydney, Australia
VERON, J.E.N. 2000. Coral of the world. Australian Institute of Marine Science,
PMB 3, Townsville MC, Qld 4810 Australia. Vol. 1 : 463 pp.
Viehman, T.S, and Richardson, L.L. 2002. Motility patterns of Beggiatoa and
Phormidium corallyticum in black band disease. In Prosiding 9th Int.Coral
Reef Symp, Bali 2:1251–1255
Willis, B.L., Page, C.A., Dinsdale, E, A. 2004. Coral Disease on the Great Barrier
Reef In Rosenberg E, Loya Y (eds) Coral Disease and Health. 69-104.
Australia: James Cook University.