Anda di halaman 1dari 12

1

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Perairan Indonesia kaya akan sumberdaya alamnya dan salah satu
kekayaan tersebut adalah terumbu karang, dimana di daerah ini belum banyak
dilakukan kegiatan untukmenggali informasi yang berkaitan dengan karang.
Meskipun kondisi karang yang sangat menarik ini kini cukup memprihatinkan
karena berbagai beban aktivitas manusia yang berlebihan dan kepadatan penduduk
di wilayah pesisir yang terus bertambah, namun berbagai informasi yang dapat
merubah lingkungan menjadi lebih baik sangatlah diperlukan.
Cingkuak adalah sebuah pulau yang berada di perairan Kabupaten Pesisir
Selatan yang berada didepan Pantai Cerocok, Sumatra Barat. Keindahan lautnya
yang sangat luar biasa dan melimpah ini membuat daerah merupakan salah satu
tempat wisata unggulan di Sumatera Barat.
Terumbu

karang adalah

sekumpulan

hewan

karang

yang

bersimbiosis dengan sejenis tumbuhan alga yang disebut zooxanhellae. Terumbu


karang

termasuk

dalam

jenis

filum Cnidaria kelas

Anthozoa

yang

memiliki tentakel. Kelas Anthozoa tersebut terdiri dari dua Subkelas yaitu
Hexacorallia (atau Zoantharia) dan Octocorallia, yang keduanya dibedakan secara
asal-usul, Morfologi dan Fisiologi.
Kondisi ekosistem karang pada saat ini telah mengalami kerusakan dan
penurunan yang disebabkan antara lain oleh pengeboman ikan, pengambilan
ikan dengan menggunakan bahan beracun serta pengambilan dan perdagangan
karang hias illegal. Berdasarkan hasil penelitian Pusat Penelitian Oseanografi

(P2O) - LIPI tahun 2002, dari 556 lokasi yang tersebar di perairan Indonesia
menunjukan bahwa 6,83 % dalam kondisi sangat baik, 25,72 % dalam kondisi
baik, 36,87 % dalam kondisi sedang, dan 30,58 % dalam kondisi rusak
(Suharsono & Gianto, 2003).

1.2.

Tujuan dan manfaat

Praktikum lapangan Koralogi ini bertujuan agar mahasiswa dapat


mempelajari praktek metoda penelitian karang pada rataan terumbu dengan
menggunakan metode Line Intersect Transect (LIT) dan dapat mengidentifikasi
jenis karang.
Manfaat yang akan diperoleh dari praktikum lapangan ini adalah agar
mahasiswa mengetahui teknik mengukur persentase tutupan karang dengan
metode Line Intersect Transect dan mengetahui beberapa jenis karang.

II. TINJAUAN PUSTAKA

Terumbu karang merupakan salah satu ekosistem khas perairan pesisir


tropik, yang memiliki peranan yang sangat penting baik secara ekologis maupun
ekonomis. Secara ekologis, terumbu karang menjadi tempat tinggal, berkembang
biak dan mencari makan ribuan jenis ikan, hewan dan tumbuhan yang hidup di
laut. Diperkirakan lebih dari 3.000 spesies biota laut dapat dijumpai pada
ekosistem terum karang. Terumbu karang juga berfungsi sebagai pelindung pantai
dari erosi dan abrasi, struktur karang yang keras dapat menahan gelombang dan
arus sehingga mengurangi abrasi pantai dan mencegah rusaknya ekosistim pantai
lain seperti padang lamun dan magrove. Secara ekonomis, terumbu karang
merupakan sumber perikanan yang tinggi. Dari 132 jenis ikan yang bernilai
ekonomi di Indonesia, 32 jenis diantaranya hidup di terumbu karang, berbagai
jenis ikan karang menjadi komoditi ekspor. Terumbu karang yang sehat
menghasilkan 3 10 ton ikan per kilometer persegi pertahun. Keindahan terumbu
karang sekaligus menjadi sumber devisa bagi negara dalam sektor wisata bahari
(Timotius, 2003).
Karang

dapat

dibedakan

menjadi

dua

kelompok

berdasarkan

kebutuhannya akan cahaya matahari. Karang hermatipik (hermatypic coral) adalah


kelompok karang yang tumbuh terbatas di daerah hangat dengan penyinaran yang
cukup karena adanya simbion alga (zooxanthellae) (Suharsono, 2004), karang tipe
ini merupakan pembentuk bangunan kapur atau terumbu karang (Supriharyono,
2000). Kelompok karang kedua adalah karang ahermatipik (ahermatypic coral)
yang tidak membentuk terumbu karang (Supriharyono, 2000). Karang ahermatipik

hidup di tempat yang lebih dalam. Karang hermatipik lebih cepat tumbuh dan
lebih cepat membentuk deposit kapur dibanding karang ahermatipik (Suharsono,
2004).
Menurut Timotius (2003), Akresi adalah pertumbuhan koloni dan terumbu
ke arah vertikal maupun horisontal. Karang melalui reproduksi aseksualnya
menghasilkan karang-karang baru yang berhubungan satu dengan lainnya.
Karang-karang tersebut membentuk koloni, yang kemudian tumbuh menjadi
bentuk yang khas. Ragam bentuk pertumbuhan koloni tersebut meliputi:
a. Bercabang
Koloni ini tumbuh ke arah vertikal maupun horisontal, dengan arah vertikal lebih
dominan. Percabangan dapat memanjang atau melebar, sementara bentuk cabang
dapat halus atau tebal. Karang bercabang memiliki tingkat pertumbuhan yang
paling cepat, yaitu bisa mencapai 20 cm/tahun. Bentuk koloni seperti ini, banyak
terdapat di sepanjang tepi terumbu dan bagian atas lereng, terutama yang
terlindungi atau setengah terbuka.
b. Padat
Pertumbuhan koloni lebih dominan ke arah horisontal daripada vertikal. Karang
ini memiliki permukaan yang halus dan padat; bentuk yang bervariasi, seperti
setengah bola, bongkahan batu, dan lainnya; dengan ukuran yang juga beragam.
Dengan pertumbuhan < 1 cm/tahun, koloni tergolong paling lambat tumbuh.
Meski demikian, di alam banyak dijumpai karang ini dengan ukuran yang sangat
besar. Umumnya ditemukan di sepanjang tepi terumbu karang dan bagian atas
lereng terumbu.

c. Lembaran
Pertumbuhan koloni terutama ke arah horisontal, dengan bentuk lembaran yang
pipih. Umumnya terdapat di lereng terumbu dan daerah terlindung. Dijumpai di
perairan
d. Seperti meja
bentuk bercabang dengan arah mendatar dan rata seperti meja. Karang ini
ditopang dengan batang yang berpusat atau bertumpu pada satu sisi membentuk
sudut atau datar.

III. METODE PRAKTIKUM

3.1 Waktu dan Tempat


Pelaksanaan praktikum ini diadakan pada hari Sabtu tanggal 6 Desember
2014, bertempat di Pantai Cingkuak Painan Kabupaten Pesisir Selatan Provinsi
Sumatera Barat.
3.2 Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan adalah beberapa jenis karang yang berada ditepi
pantai. Sedangkan alat yang digunakan adalah meteran, alat tulis, dan life form.
3.3 Metode Pencacahan Karang
Metode yang dilakukan pada rataan terumbu karang dengan menggunakan
Line Intersect Transect (LIT). Adapun prosedur kerjanya yaitu buat 4 stasiun
dengan tiap stasiun berukuran 5 m (500 cm) sejajar dengan garis pantai
menggunakan meteran. Setelah itu, pengamat mulai mengukur dari 0-500 cm
sesuai kategori pada life form dan langsung dicatat di kertas. Catat angka terakhir
pada tiap jenis yang ditemukan dan yang menyentuh meteran hingga jarak
terakhir yaitu pada 500 cm.
3.4 Analisis Data
Data yang diperoleh dikumpulkan serta ditabulasikan dalam bentuk tabel
dan

grafik,

selanjutnya

dianalisis

secara

deskriptif

perbandingan dari literatur-literatur lain yang mendukung.

dengan

melakukan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil
Tabel 1. Persentase Tutupan Stasiun 1

GRAFIK STASIUN 1
Persentase Tutupan

250.00
200.00
150.00
TUTUPAN

100.00

%
50.00
0.00
S

ACB

ACE

ACT

Jenis

Gambar 1. Grafik Persentase Tutupan Stasiun 1


Tabel 2. Persentase Tutupan Stasiun 2

Persentasse Tutupan

GRAFIK STASIUN 2
200.00
150.00
100.00

TUTUPAN

50.00

0.00
ACT

CHL

ACE

CE

Jenis

Gambar 2. Grafik Persentase Tutupan Stasiun 2


Tabel 3. Persentase Tutupan Stasiun 3

Persentase Tutupan

GRAFIK STASIUN 3
120.00
100.00
80.00
60.00
40.00
20.00
0.00

TUTUPAN
%
ACD

DC

ACB

CS

SP

ACS

SC

Jenis

Gambar 3. Grafik Persentase Tutupan Stasiun 3

Tabel 4. Persentase Tutupan Stasiun 4

GRAFIK STASIUN 4
Persentase Tutupan

140.00
120.00
100.00
80.00
60.00

TUTUPAN

40.00

20.00
0.00
ACB

ZO

CHL

SP

SC

TA

Jenis

Gambar 4. Grafik Persentase Tutupan Stasiun 4


Adapun kriteria baku kerusakan terumbu karang berdasarkan pada
persentase tutupan karang hidup yaitu:
Tabel 5. Kriteria Baku Kerusakan Terumbu Karang

10

4.2. Pembahasan
Pada stasiun 1 dapat dilihat bahwa tutupan karang hidup yaitu dengan nilai
55,00 %. Karang yang mendominasi ialah ACE yaitu dengan nilai persentase
tutupan karang sebesar 37,00 %. Nilai tutupan karang terbesar ialah S yaitu
dengan nilai 45,00 %.
Pada stasiun 2 dapat dilihat bahwa tutupan karang hidup yaitu dengan nilai
63,00 %. Karang hidup yang mendominasi yaitu ACT yaitu dengan persentase
nilai 32,00 %. Nilai tutupan yang terbesar yaitu S dengan nilai 37,00 %.
Pada stasiun 3 dapat dilihat bahwa tutupan karang hidup yaitu dengan nilai
79,00 %. Karang yang mendominasi yaitu ACD dengan persentase nilai 22,80 %.
Nilai tutupan yang terbesar ialah S yaitu dengan persentase nilai 11,80 % dan DC
dengan nilai 9,20 %.
Sedangkan Pada stasiun 4 dapat dilihat bahwa tutupan karang hidup yaitu
dengan nilai 56,60 %. Karang yang mendominasi adalah TA dengan persentase
dengan nilai 16,20 %. Nilai tutupan karang terbesar yaitu S dengan persentase
nilai 23,20 % dan R dengan nilai 20,20 %.
Berdasarkan baku mutu kerusakan terumbu karang (Kepmeneg LH No. 04
Tahun 2001) persentase kriteria baku kerusakan terumbu karang pada stasiun 1, 2,
dan 4 tersebut termasuk pada golongan kriteria yang baik dan pada stasiun 3
termasuk kriteria baik sekali.

11

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan
Pulau cingkuak memiliki karang yang dapat di kategorikan dalam kondisi
baik, hal ini dapat dilihat dari hasil persentase nilai tutupan karang pada masing masing stasiun.
5.2. Saran
Diharapkan agar laporan ini dapat menjadi penuntun dan berguna kepada
pembaca. Untuk mengetahui presentase nilai tutupan karang sebaiknya tidak
hanya menggunakan motode transek garis saja, tetapi juga menggunakan beberapa
metode lain seperti transek poin sehingga mahasiswa dapat mengetahui
penggunaan motode lainnya.

12

DAFTAR PUSTAKA

Kepmeneg LH. 2001. Kriteria Baku Kerusakan Terumbu Karang


Suharsono. 2004. Jenis-Jenis Terumbu Karang di Indonesia. Pusat Penelitian
Oseanografi LIPI. Cormap Program. Jakarta.
Supriharyono. 2000. Pelestarian dan Pengelolaan Sumber Daya Alam di Wilayah
Pesisir Tropis. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Timotius. 2003. Karakteristik terumbu karang. Makalah training course. Yayasan
Terumbu Karang Indonesia.
Wikipedia.2014. Terumbu Karang. http://id.wikipedia.org/wiki/Terumbu_karang.
diakses 16 Desember 2014

Anda mungkin juga menyukai