COVER
DISUSUN OLEH :
Kenyataannya bahwa selama ini usaha perikanan laut Indonesia masih didominasi oleh
perikanan pantai, dimana pengelolaannya lebih banyak ditangani oleh para nelayan kecil.
Terdapat berbagai jenis alat penangkapan ikan seperti : pancing, jala, gillnet, bubu,
keiong dan lain sebagainya. Menurut laporan Dinas perikanan (1988), dinyatakan bahwa bubu
merupakan salah satu alat tangkap yang paling banyak terdapat di daerah Riau Kepulauan. Jenis
alat penangkapan ini bersifat statis, yang menunggu ikan-ikan tujuan penangkapan bergerak
mendekat alat tersebut.
Sebagai alat tangkap statis, bubu hams mampu menarik perhatian ikan sebanyak
mungkin dan mampu menjebaknya. Prinsip yang dipakai adalah memanfaatkan tingkah laku ikan
yang menjadi tujuan penangkapan. Hal ini terlihat dari bentuk bubu itu sendiri yang menyerupai
batang kayu berlubang dan terletak di dasar perairan yang dilengkapi dengan umpan, sehingga
ikan-ikan yang memiliki sifat suka berlindung dan menyukai umpan akan tertarik memasuki
bubu dan akhimya akan teijebak dan tidak bisa keluar lagi. Kerena alat penangkapan bubu ini
merupakan alat perangkap dengan prinsip mempermudah ikan masuk kedalam injabnya dan
mempersulit keluar.
Selain makanan, ikan juga mempunyai kebutuhan lain seperti bersembunyi, kawin
berkumpul atau bergerombol sesamanya. Dalam rangka melakukan aktifitas hidupnya ikan
melakukan ruaya atau perpindahan baik secara individual maupun kolektif yang sering disebut
fish school. Aktifitas ruaya ikan ini sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor lingkugan khususnya
Bulanin (1996) melaporkan bahwa hasil tangkapan bubu secara kuantitas relatif kecil
dan adakalanya jenis ikan yang tertangkap bukan jenis yang diinginkan nelayan karena
rendahnya nilai ekonominya. Hal ini terjadi karena kurangnya pengetahuan para nelayan
mengenai tingkahlaku dan biologi ikan karang itu sendiri,baik kedalaman maupun pola
distribusinya secara vertikal di dalam perairan. Hasil survai lapangan menunjukan bahwa ikan
karang lebih banyak tertangkap pada lapisan kedalaman 5 meter dibandingkan pada kedalaman
10 dan 15 meter
Pengamatan dan penelitian tentang tingkah laku ikan sebaiknya dilakukan di alam bebas
untuk melihat kontribusi dari berbagai faktor lingkungan terhadap tingkah laku ikan tersebut hal
ini sesuai dengan pendapat (Amrizal,1990) bahwa faktor lingkungan seperti suhu,salinitas
,kecepatan arus dan arah arus akan mempengaruhi tingkah laku ikan.
Tingkah laku ikan disebabkan karena berbagai macam faktor diantaranya, fisika lingkungan,
kimia lingkungan dan biologi lingkungan. Salah satu penyebab fisik lingkungan adalah arus air.
Bagaimanakah pengaruh arus air terhadap tingkah laku ikan tersebut.
Penelitian ini bertujuan untuk memahami tingkah laku dan interaksi ikan-ikan terhadap gerakan-
gerakan arus di perairan.
TINJAUAN PUSTAKA
Gambar 9. Ilustrasi konsep Comfort Maximation untuk model tingkah laku ikan
Bagaimana manfaat dari mempelajari dan mengetahui tingkah laku ikan adalah
mengetahui dimana ikan berkumpul dan terdistribusi berdasarkan ruang dan waktu yang dalam
implementasinya memungkinkan pengembangan fishing gear (alat tangkap) dan fishing methods
(metoda penangkapan ikan); marine tourism; conservation.
Ikan Ikan berenang tidur pada malam hari dengan cara miring di bebatuan; Ikan karper
eropa tidur malam hari di dalam “taman karang”; Ikan sidat gusi tidur di pasir pada siang hari
dengan kepala menyembul; Ikan kakaktua akan mengeluarkan lendir seperti jeli yang bentuknya
mirip kepompong transparan; Ikan hiu tidur sambil berenang. Prof. Emmanuel Mignot, profesor
psikiatri dan ilmu tingkah laku di Universitas Stanford, AS, menyatakan bahwa ikan bisa
mengalami kesulitan tidur atau insomnia pada malam hari, khususnya ketika kehidupan
biologinya dikacaukan.
Tanda-tanda ikan tidur, diantaranya
1. Ekornya lunglai,
2. Diam agak lama di dasar perairan/akuarium
3. Aktvitasnya menurun
4. Metabolismenya menurun/melambat
5. Respon terhadap rangsangan dari luar sangat lambat (mis, tidak makan)
Ikan bereaksi secara langsung terhadap perubahan lingkungan yang dipengaruhi oleh
arus dengan mengarahkan dirinya secara langsung pada arus. Arus tampak jelas dalam organ
mechanoreceptor yang terletak garis mendatar pada tubuh ikan. Mechanoreceptor adalah
reseptor yang ada pada organisme yang mampu memberikan informasi perubahan mekanis
dalam lingkungan seperti gerakan, tegangan atau tekanan. Biasanya gerakan ikan selalu
mengarah menuju arus. (Reddy, 1993).
Fishing ground yang paling baik biasanya terletak pada daerah batas antara dua arus
atau di daerah upwelling dan divergensi. Batas arus (konvergensi dan divergensi) dan kondisi
oseanografi dinamis yang lain (seperti eddies), berfungsi tidak hanya sebagai perbatasan
distribusi lingkungan bagi ikan, tetapi juga menyebabkan pengumpulan ikan pada kondisi ini.
Pengumpulan ikan-ikan yang penting secara komersil biasanya berada pada tengah-tengah arus
eddies. Akumulasi plankton, telur ikan juga berada di tengah-tengah antisiklon eddies.
Pengumpulan ini bisa berkaitan dengan pengumpulan ikan dewasa dalam arus eddi (melalui
rantai makanan). (Reddy, 1993).
2.4. Upwelling
Upwelling adalah penaikan massa air laut dari suatu lapisan dalam ke lapisan
permukaan. Gerakan naik ini membawa serta air yang suhunya lebih dingin, salinitas tinggi, dan
zat-zat hara yang kaya ke permukaan (Nontji, 1993). Menurut Barnes (1988), proses upwelling
ini dapat terjadi dalam tiga bentuk. Pertama, pada waktu arus dalam (deep current) bertemu
dengan rintangan seperti mid-ocean ridge (suatu sistem ridge bagian tengah lautan) di mana arus
tersebut dibelokkan ke atas dan selanjutnya air mengalir deras ke permukaan. Kedua, ketika dua
massa air bergerak berdampingan, misalnya saat massa air yang di utara di bawah pengaruh gaya
coriolis dan massa air di selatan ekuator bergerak ke selatan di bawah pengaruh gaya coriolis
Air laut di lapisan permukaan umumnya mempunyai suhu tinggi, salinitas, dan
kandungan zat hara yang rendah. Sebaliknya pada lapisan yang lebih dalam air laut mempunyai
suhu yang rendah, salinitas, dan kandungan zat hara yang lebih tinggi. Pada waktu terjadinya
upwelling, akan terangkat massa air dari lapisan bawah dengan suhu rendah, salinitas, dan
kandungan zat hara yang tinggi (Reddy 1993). Keadaan ini mengakibatkan air laut di lapisan
permukaan memiliki suhu rendah, salinitas, dan kandungan zat hara yang lebih tinggi jika
dibandingkan dengan massa air laut sebelum terjadinya proses upwelling ataupun massa air
sekitarnya. Sebaran suhu, salinitas, dan zat hara secara vertikal maupun horisontal sangat
membantu dalam menduga kemungkinan terjadinya upwelling di suatu perairan. Pola-pola
sebaran oseanografi tersebut digunakan untuk mengetahui jarak vertikal yang ditempuh oleh
massa air yang terangkat.
Upwelling di perairan Indonesia dijumpai di Laut Banda, Laut Arafura, selatan Jawa
hingga selatan Sumbawa, Selat Makasar, Selat Bali, dan diduga terjadi di Laut Maluku, Laut
Halmahera, Barat Sumatra, serta di Laut Flores dan Teluk Bone (Nontji, 1993). Upwelling
berskala besar terjadi di selatan Jawa, sedangkan berskala kecil terjadi di Selat Bali dan Selat
Makasar (Birowo dan Arief, 1983). Menurut (Nontji 1993), upwelling di perairan Indonesia
bersifat musiman terjadi pada Musim Timur (Mei-September), hal ini menunjukan adanya
hubungan yang erat antara upwelling dan musim.
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Berdasarkan penelitian, tingkah laku ikan disebabkan oleh 3 macam faktor yaitu : fisika
lingkungan, biologi lingkungan dan kimia lingkungan. Tingkah laku ikan yang disebabkan oleh
arus air, merespon ikan yang bereaksi secara langsung terhadap perubahan lingkungannya itu.
Pengumpulan ikan-ikan yang penting secara komersil biasanya berada pada tengah-tengah arus
eddies. Meningkatnya produksi perikanan di suatu perairan dapat disebabkan karena terjadinya
proses air naik (upwelling). Karena gerakan air naik ini membawa serta air yang suhunya lebih
dingin, salinitas yang tinggi dan tak kalah pentingnya zat-zat hara yang kaya seperti fosfat dan
nitrat naik ke permukaan
3.2. Saran
Untuk dapat mengetahui dengan baik tingkah laku ikan pada alat tangkap, maka perlu dilakukan
penelitian lanjut mengenai pola pergerakan arus air dan distribusi ikan terhadap alat tangkap, dan
hubungannya dengan musim serta periode bulan. Dalam penelitian hendaknya jenis ikan perlu
diketahui dengan jelas.
Amrizal,1990. Pengamh jenis Rumpon dan kecepatan Sampan terhadap hasil tangkapan Payang
di perairan T^luk di kecamatan Nan Sabaris.Kabupaten Padang Pariaman sumatera
Barat.skripsi Fakultas Perikanan. Universitas Riau.Pekanbaru, 46 hal. (tidak diterbitkan).
Bulanin. 1996. Pengaruh Kedalaman Terhadap Jenis Ikan Hias Air Laut. J. Fish Garing. 5(1) 57-
65.
Nontji, A. 1993. Pengolahan Sumberdaya Kelautan Indonesia Dengan Tekanan Utama Pada
Perairan Pesisir. Prosisig Seminar Dies Natalis Universitas Hang Tuah . Surabaya.
Reddy, M.P.M., 1993. Influence of the Various Oceanographic Parameters on the Abundance of
Fish Catch . Proceeding of International on workshop on Apllication of Satellite Remote
Sensing dor Identifying and Forecasting Potential Fishing Zones in Developing Countries.
India, 7-11 December 1993.
Zainuri, M. Modul Bahan Ajar Rekayasa dan Tingkah Laku Ikan. http://msp.trunojoyo.ac.id/wp-
content/uploads/2018/07/Rekayasa-dan-Tingkah-Laku-Ikan-Lengkap.pdf . Diakses tanggal
15 Oktober 2021.