Anda di halaman 1dari 13

USULAN PENELITIAN

KANDUNGAN TSS PADA ZONA YANG BERBEDA DI


WADUK LIMBUNGAN KECAMATAN RUMBAI PESISIR
Disusun oleh:
ADYTIA EKO MAULANA
1404118092
MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN


UNIVERSITAS RIAU
PEKANBARU
2016
I.
I.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN

Waduk Limbungan memiliki luas kurang lebih 12 ha,


terletak dilkelurahan Lembah Sari Kecamatan Rumbai Pesisir,
Pekanbaru. Waduk ini dibangun dengan membendung Sungai
Ambang dan Sungai Merbau yang dahulunya digunakan untuk
keperluan irigasi pertanian dan perairan kolam ikan. Sejak tahun
1991

di

Wadul

Limbungan

dikembangkan

sebagai

daerah

pariwisata. Saat ini di waduk Limbungan telah mulai dilakukan


budidaya ikan di keramba jaring apung (Sembiring, 2012).
Berdasarkan sifat fisik, kimia dan biologinya waduk dibagi
menjadi tiga zona yaitu zona mengalir (riverin), transisi dan
tergenang

(lakustrin).

Bentuk

gradien

longitudinal

perairan

waduk. secara umum dibagi dalam zona mengalir (riverin), zona


transisi,dan zona tergenang (lakustrin) (Thornton et al.,1981
dalam Thornton et al.,1991).
Waduk Limbungan merupakan ekosistem perairan yang
berfungsi

sebagai

sumber

ekonomi

bagi

masyarakat

disekitarnya. Salah satunya sebagai lokasi budidaya Keramba


Jaring Apung (KJA). Pakan yang diberikan pada ikan budidaya
tidak selalu habis di makan oleh ikan, sehingga di indikasikan
sebagai penyebab menurunnya kualitas air di waduk Limbungan,
Rumbai Pesisir, Pekanbaru. Salah ssatu paremeter fisik kualitas
air adalah Total Suspended Solid (TSS).
Total Suspended Solid (TSS) adalah residu dari padatan
total yang tertahan oleh saringan dengan ukuran partikel
maksimal 2m atau lebih besar dari ukuran partikel koloid. Yang

termasuk TSS adalah lumpur, tanah liat, logam oksida, sulfida,


ganggang, bakteri dan jamur.
I.2. Rumusan Masalah
Waduk Limbungan merupakan waduk yang berada di
Rumbai Pesisir, Riau.

Di

awal

pembangunan

waduk

ini

diperuntukkan sebagai sumber air irigasi untuk wilayah di


sekitarnya. Saat ini Waduk Limbungan sudah dijadikan tempat
untuk budidaya ikan Keramba Jaring Apung (KJA), sehingga
berpotensi

menurunkan

kualitas

air

di

waduk

tersebut,

khususnya kandungan TSS di waduk tersebut.


Sampah sampah yang berasal dari limbah limbah
rumah tangga juga dapat mempengaruhi kualitas air di waduk.
Sampah sampah yang dibuang begitu saja waduk dan limbah
limbah rumah tanga yang dibuang ke sungai dan akhirnya masuk
ke waduk dapat memicu menurunkan kualitas air di waduk.
I.3. Tujuan dan Manfaat
Tujuan

dari

penelitian

ini

adalah

untuk

mengetahui

kandungan TSS (Total Suspended Solid) di zona yang berbeda


yaitu zona riverine, transisi, dan lakustrin di waduk Limbungan,
Rumbai Pesisir, Pekanbaru, Riau. Manfaat dari penelitian yaitu
sebagai data lanjutan kandungan TSS di waduk Limbungan,
sehingga dapat digunakan untuk keperluan lainnya.

II.

TINJAUAN PUSTAKA

II.1. Waduk
Waduk

didefinisikan sebagai perairan menggenang atau

badan air yang

memiliki ceruk, saluran masuk (inlet), saluran

pengeluaran (outlet) dan berhubungan langsung dengan sungai


utama yang mengairinya. Waduk umumnya memiliki kedalaman
16 sampai 23 kaki (5-7 m) (Cameron et al., 2004).
Menurut Perdana (2009) waduk merupakan badan air
tergenang (lentik) yang dibuat dengan cara membendung
sungai, umumnya berbentuk memanjang mengikuti bentuk awal
dasar sungai. Berdasarkan pada tipe sungai yang dibendung
dan

fungsinya, dikenal tiga tipe waduk, yaitu waduk irigasi,

waduk lapangan dan waduk serbaguna. Waduk irigasi berasal


dari pembendungan sungai yang memiliki luas antara

10500

ha dan difungsikan untuk kebutuhan irigasi. Waduk lapangan


berasal dari pembendungan sungai episodik dengan luas kurang
dari

10

ha,

dan

difungsikan

untuk

kebutuhan

sehari-hari

masyarakat di sekitar waduk.


Berdasarkan sifat fisik, kimia dan biologinya waduk dibagi
menjadi tiga zona yaitu zona mengalir (riverin), transisi dan
tergenang

(lakustrin).

Bentuk

gradien

longitudinal

perairan

waduk. secara umum dibagi dalam zona mengalir (riverin), zona


transisi,dan zona tergenang (lakustrin) (Thornton et al.,1981
dalam Thornton et al.,1991).

II.2. Kualitas Air


a. Suhu
Suhu dinyatakan dalam satuan derajat celcius (oC) atau
derajat Fahrenheit (oF). Cahaya matahari yang masuk ke
perairan akan mengalami penyerapan dan perubahan
menjadi energi panas. Proses penyerapan cahaya ini
berlangsung secara

lebih

lapisan

air.

permukaan

intensif
Hal

pada

bagian

tersebut menyebabkan

lapisan permukaan perairan memiliki suhu yang lebih


tinggi

(lebih

panas)

dan

densitas

yang

lebih

kecil

dibandingkan dengan suhu lapisan dalam perairan (Effendi,


2003). Peningkatan suhu air mengakibatkan peningkatan
viskositas, reaksi-reaksi kimia didalam air, evaporasi, dan
volatilisasi. Peningkatan suhu menyebabkan peningkatan
kecepatan metabolisme dan respirasi organisme air. Hal
tersebut mengakibatkan peningkatan konsumsi oksigen.
Peningkatan suhu juga menyebabkan penurunan kelarutan
gas dalam air, misalnya oksigen, karbondioksida, nitrogen,
dan metana Haslam (1995) cit. Effendi (2003).
b. Kecerahan
Kecerahan merupakan ukuran transparansi perairan yang
ditentukan secara visual dengan menggunakan secchi disk.
Pengambilan

sampel

air

secara

vertikal

dilakukan

berdasarkan kedalaman keping secchi (secchi disc). Nilai


kecerahan dinyatakan dalam satuan meter. Nilai kecerahan
perairan sangat dipengaruhi oleh keberadaan padatan

tersuspensi,

keadaan

cuaca,

waktu

pengukuran,

kekeruhan, zat-zat terlarut, partikel-partikel dan warna air


(Effendi,

2003).

Kecerahan

juga

berfungsi

untuk

mengetahui proses asimilasi dalam air, bagian air yang


tidak keruh, agak keruh, dan paling keruh (Kordi dan
Tancung,

2007).

Menurut

Hardiyanto

dkk.

(2012)

penurunan nilai kecerahan dipengaruhi oleh penurunan


volume air. Hal tersebut mengakibatkan proses fotosintesis
menjadi terganggu sehingga terjadi penurunan kecerahan.
c. TSS (Total Suspended Solid)
TSS (total suspended solid) adalah jumlah padatan
tersuspensi (mg) dalam satu liter air. Padatan tersuspensi
terdiri dari partikel-partikel yang bobot dan ukurannya
lebih kecil dari sedimen, tidak larut dalam air, dan
tidak

dapat langsung mengendap. Padatan tersuspensi

merupakan penyebab terjadinya kekeruhan air, seperti


tanah liat halus, berbagai jenis bahan organik, dan sel-sel
mikroorganisme.

Peningkatan

konsentrasi

TSS

(total

suspended solid) di perairan menunjukkan peningkatan


pencemaran suatu perairan (Manik, 2009). Menurut Fardiaz
(1992) padatan tersuspensi akan mengurangi penetrasi
cahaya

ke

regenerasi

dalam

perairan

oksigen

melalui

sehingga
proses

mempengaruhi

fotosintesis

menyebabkan kekeruhan air menjadi meningkat.


d. Kedalaman

dan

Kedalaman perairan berperan penting terhadap kehidupan


biota pada ekosistem tersebut. Peningkatan kedalaman
perairan menyebabkan terdapat zona-zona yang masingmasing memiliki kekhasan tertentu, seperti suhu, kelarutan
gas-gas dalam air, kecepatan arus, penetrasi cahaya
matahari dan tekanan hidrostatik. Perubahan faktor-faktor
fisik dan kimiawi perairan tersebut akibat perubahan
kedalaman sehingga

menyebabkan

respon

yang

berbeda pada biota akuatik di dalamnya (Hanif dkk.,


2011). Hasil penelitian Yuningsih dkk. (2014) menyebutkan
bahwa kedalaman perairan 324-345 cm cukup baik untuk
membudidayakan ikan menggunakan KJA.
e. Oksigen Terlarut (DO)
Oksigen terlarut dapat berasal dari proses fotosintesis
tanaman

air

dan

dari atmosfer (udara) yang masuk

kedalam air. Biota air sangat memerlukan oksigen terlarut


minimal 5 ppm. Konsentrasi oksigen terlarut minimal untuk
kehidupan biota tidak boleh kurang dari 5 ppm (Fardiaz,
1992). Menurut Connell dan Miller (1995) terdapat faktorfaktor yang mempengaruhi oksigen terlarut di dalam
badan

air.

Faktor-faktor

tersebut

adalah

pernafasan

organisme air, proses nitrifikasi, suhu air, kadar garam,


musim, dan fotosintesis. Menurut Peraturan Pemerintah No.
82 tahun 2001 tentang pengelolaan kualitas Air dan

pengendalian pencemaran air bahwa konsentrasi oksigen


terlarut (DO) golongan III adalah sebesar 3 mg/L.
f. Kekeruhan
Air dikatakan keruh apabila air tersebut mengandung
begitu banyak partikel bahan yang tersuspensi sehingga
memberikan warna atau rupa yang berlumpur dan kotor.
Bahan-bahan yang menyebabkan kekeruhan ini meliputi:
tanah liat, lumpur, bahan-bahan organik yang tersebar,
dan

partikel-partikel

Kebanyakan

kecil

bangunan

yang

tersuspensi

pengolahan

air

yang

lainnnya.
modern

menghasilkan air dengan kekeruhan 1 ppm atau kurang.


Menurut Clair N Sawyear, dkk (2003); dikatakan bahwa
kekeruhan pada air merupakan satu hal yang harus
dipertimbangkan

dalam

penyediaan

air

bagi

umum,

mengingat bahwa kekeruhan tersebut akan mengurangi


segi estetika, menyulitkan dalam usaha penyaringan dan
akan mengurangi efektifitas usaha desinfeksi.

III.
METODOLOGI PENELITIAN
III.1. Waktu dan Tempat
Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Juli - Agustus 2015 di waduk
Limbungan Kecamatan Rumbai Pesisir Pekanbaru. Analisis sampel dilaksanakan
di laboratorium Produktivitas Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,
Universitas Riau.
III.2. Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah formalin 4% dan 40%,
kertas label, ikan yang diamati, plastik, kertas pH, umpan (cacing, udang, ikan lais
dan kepuhung), MnSO4, NaOH KI, H2SO4, Na2S2O3, indicator amilum dan
indicator PP. Adapun alat yang digunakan dalam

peneltian

ini adalah

turbidimeter, kertas saring, kamera untuk dokumentasi, kunci identifikasi, botol


BOD, pipet tetes, gelas ukur, gelas Erlenmeyer, thermometer, botol aqua, kertas
pH, tali plastic dan stopwatch untuk mengukur kualitas air.
III.3. Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan ini adalah metode survei yaitu
melakukan pengamatan langsung ke lokasi penelitian untuk mengetahui
kandungan TSS di Waduk Limbungan Kec. Rumbai Pesisir. Data yang
dikumpulkan berupa data primer dan sekunder. Data primer berupa data kualitas
air terdiri dari parameter fisika, kimia dan biologi. Sedangkan data sekunder yang
berkaitan dengan penelitian diperoleh dari beberapa instansi terkait.

III.4. Prosedur Penelitian


III.4.1.Suhu

10

Pengukuran suhu dilakukan dengan cara mencelupkan Thermometer


ke dalam perairan. Thermometer diikat pada bagian pangkal dengan
menggunakan tali plastik. Kemudian Thermometer digantung pada
permukaan perairan beberapa menit, kemudian catat angka yang
ditunjukkan pada Thermometer.
III.4.2.Kecerahan
Kecerahan diukur dengan menggunakan Seccci disk yang diturunkan
ke dalam perairan secara perlahan-lahan sampai tidak kelihatan.
Setelah itu, diukur jarak panjang tali Secchi disk dari permukaan
perairan hingga kedalaman Secchi perairan dan ditarik ke atas sampai
Secchi disk tampak, kemudian diukur lagi sehingga mengetahui jarak
tampak. Untuk menghitung kecerahan digunakan rumus:
jarak hilang+ jarak tampak
Kecerahan=
2
III.4.3.TSS (Total Suspended Solid)
Sampel air di ambil menggunakan botol air mineral sebagai wadah,
usahakan pengambilan air sampel tanpa disertai terikutnya oksigen
kedalam wadah. Kertas saring di timbang sebelum tuang air saring
sebagai data B1. Diambil sebanyak 25ml contoh air dan disaring pada
kertas saring yang telah diketahui beratnya. Dibiarkan TDS pada kertas
benar-benar turun kedalam gelas ukur, sehingga TSS yang didapat
murni tanpa cairan. Padatan di keringkan yang disaring pada kertas
saring dengan oven pada oven suhu 100-105C selama 30 menit.
Rounded Rectangle: TDS (mg/L) = (B1-B2)/(ml Sampel) 1000
Setelah kertas saring didinginkan pada desikator selama 3 menit, lalu
timbang dan catat beratnya sebagai nilai B2
III.4.4.Kedalaman

11

Prosedur dalam menentukan kedalaman suatu perairan adalah pertamatama menyiapakan alat yang akan digunakan, yakni penggaris panjang,
menentukan lokasi perairan yang akan diukur kedalamannya. Setelah
lokasi didapatkan, dimasukkan meteran kedalam perairan hingga
mengenai dasar perairan dan catat kedalaman yang diperoleh.
III.4.5.Oksigen Terlarut (DO)
Air diambil menggunakan botol BOD, dan dijaga jangan sampai
timbul bubling, lalu ditambahkan 1 ml reagen MnSO 4 dan 1 ml NaOHKI, kemudian dikocok lalu didiamkan sampai terbentuk endapan
cokelat. Lalu, ditambahkan 1 ml H2SO4 kemudian dikocok lagi sampai
endapan hilang (warna menjadi kuning). Jika endapan masih belum
larut, ditambahkan H2SO4 sampai semua endapan larut. Lalu diambil
sampel air tersebut sebanyak 50 ml dan di masukkan kedalam botol
Erlenmeyer. Lalu dititrasi dengan Na2S2O3 5 H2O sampai warna
berubah menjadi kuning pucat. Lalu larutan atau ditambahkan 2 tetes
amilum sampai membentuk warna biru. Dititrasi kembali dengan
Na2S2O3 5 H2O sampai warna biru hilang. Menghitung oksigen yang
terlarut dengan rumus.
DO (mg/l) =

ml titran x N thiosulfat x 8000


ml sampel x ml botol BODml reagenterpakai
ml botol BOD

III.4.6.Kekeruhan
Botol di isi dengan air sampel secukupnya lalu bawa air tersebut ke
laboratorium untuk diukur kekeruhannya. Lalu air sampel tersebut
dipindahkan kedalam gelas piala dan bandingkan dengan standar air
yang menjadi patokan (standar). Masukkan air yang menjadi patokan
(standar)

kedalam

turbidimeter

sehingga

jarum

turbidimeter

12

menunjukkan angka standarnya. Setelah itu, keluarkan gelas piala yang


berisi air standar tadi lalu masukkan air sampel kedalam gelas piala
lainnya dan kocok. Setelah itu masukkan air sampel tersebut kedalam
turbidimeter dan atur sehingga turbidimeter menunjukkan angka
konstan. Catat hasil yang ditunjukkan oleh jarum turbidimeter.

13

DAFTAR PUSTAKA

Cameron, A.J., Shaw, J.E., Zimmet, P.Z., 2004. The metabolic syndrome:
prevalence in worldwide poplations. Endocrinol Metab Clin North Am; 33:
351-75.
CONNEL, D.W. and G. J. MILLER 1995. Kimia dan ekotoksikologi pencemaran.
Diterjemahkan oleh Yanti Koestoer. UI Press, Jakarta.
Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumber Daya dan
Lingkungan Perairan. Yogyakarta: Percetakan Kanisius.
Fardiaz, Srikandi. 1992. Mikrobiologi Pangan I. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka
Utama.
Haslam, S. M. 1995. Biological Indicators of Freshwater Pollution and
Enviromental Management. London: Elsevier Applied Science Publisher.
Kordi, K Ghufron dan Andi Baso Tancung. 2007. Pengelolaan Kualitas Air dalam
Budidaya Perairan. Rineka Cipta : Jakarta.
Manik, K.E.S. 2009. Pengelolaan Lingkungan Hidup. Edisi Revisi, Jakarta:
Djambatan.
Pemerintah Republik Indonesia, 2001. Peraturan Pemerintah Nomor 82 tahun
2001 Tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air,
Jakarta.
Perdana, Gustitia Putri. 2009. Paper Analisis dan Perancangan Perusahaan : Peran
Teknologi
Informasi
didalam
Perusahaan.
iniputri.blog.uns.ac.id/files/2010/05/paper-manajemen-dan-ti.pdf. diakses
tanggal 30 Mei 2016.
Sawyer, Clair dkk., 2003. Chemistry for Environtmental Engineering and Science.
New York: Mc Graw Hill Company.
Sembiring, E. P. 2012. Perbedaan Kelimpahan Fitoplankton Di Dalam Dan Di
Luar Keramba Jaring Apung Di Waduk Bandar Kayangan Kelurahan
Lembah Sari Kecamatan Rumbai Pesisir Kotamadya Pekanbaru. Skripsi.
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Riau. Pekanbaru.
Thornton RF. 1991. Report on Muscle Socers Trials. Australian Meat and
Livestock Corporation. Sydney.
Yuningsih. 2004. Keberadaan residu antibiotika dalam produk peternakan (susu
dan daging). Di Dalam: Lokakarya Nasional Keamanan Pangan Produk
Peternakan. Bogor: Balai Penelitian Veteriner. Hlm 48-55.

Anda mungkin juga menyukai