KELOMPOK 1:
1. Andik Nurrahmad
2. Carlos Nigel
3. Deni Triyatna
4. Elyza Megawati
5. Febriansyah
6. Feri Julianto
7. Fitriyani
8. Kuria Eka Resti
9. Muchlisul Amal Jr
10. Tiara Dwi Haviel
11. Yohana Roindah S
12. Yunita Paramita H
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas berkat Rahmat dan karunia-
Nya, penulis dapat menyelesaikan Paper yang berjudul “Pola Perikanan Budidaya
Lebak Pada Budidaya Ikan Betok (Anabas testudineus) Di Kolam Tanah ” tepat
pada waktu yang telah ditentukan. Penulis mengucapkan terima kasih yang
semua pihak.
Penulis
iii
DAFTAR ISI
Isi Halaman
I. PENDAHULUAN ........................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................ 1
1.2 Tujuan Dan Manfaat ................................................................... 2
1.3 Rumusan Masalah ....................................................................... 2
I.PENDAHULUAN
atas 1) lahan rawa pasang surut seluas 20.096.800 ha dan 2) rawa lebak seluas
13.296.770 ha, yang tersebar di pulau Sumatera seluas 2.766.000 ha, Kalimantan
seluas 3.580.500 ha, Sulawesi 644.500 ha, dan Papua seluas 6.305.770 ha
(Subagyo, 2006). Dari luasan rawa tersebut, total lahan rawa yang dikembangkan
pemerintah 1.314.870 ha terdiri dari 835.200 ha rawa pasang surut dan 479.670 ha
rawa lebak.
Rawa lebak adalah rawa yang terjadi karena adanya cekungan, tidak
tertutup oleh air secara tidak permanen, mengalami banjir pada musim hujan dan
kering pada musim kemarau. Perairan rawa lebak dicirikan oleh sifat musiman
(seasonality). Sifat musiman ini nampak pada perubahan tinggi air, luas
kepenangkapan ikan oleh nelayan. Menurut Ilyas et al, (1992) ciri-ciri perairan
rawa lebak, selama musim hujan perairan rawa lebak bersatu dengan sungai
induk, sedangkan pada musim kemarau sebagian besar perairan ini kering dan
hanya bagian tertentu yang berair, yaitu lebung karena bagian yang berupa
cekungan ini jauh lebih dalam, selalu berairan walaupun musim kemarau,
Padahal jenis-jenis ikan rawa mempunyai peluang pasar yang sangat besar dan
2
didukung potensi lahan yang masih luas untuk dikembangkan lokasi budi daya
dan sifat biologis dari ikan-ikan rawa. Pemanfaatan perairan rawa untuk kegiatan
perikanan budi daya masih belum optimal. Kegiatan perikanan rawa masih
2. Bagaimana cara persiapan wadah dan media budidaya ikan pada perairan lebak
di kolam tanah?
Adapun tujuan dari penulisan paper ini adalah agar mahasiswa mengetahui
II. PEMBAHASAN
Ekosistem rawa adalah salah satu ekosistem lahan basah alami baik yang
dipengaruhi air pasang surut maupun tidak dipengaruhi pasang surut, sebagian
kondisi airnya payau, asin, atau tawar dan memiliki vegetasi unik yang sesuai
Rawa adalah lahan genangan air secara alamiah yang terjadi terus menerus atau
Pemerintah Nomor 73 Tahun 2013 tentang Rawa. Rawa adalah wadah air beserta
air dan daya air yang terkandung di dalamnya, tergenang secara terus menerus
atau musiman, terbentuk secara alami di lahan yang relatif datar atau cekung
dengan endapan mineral atau gambut, dan ditumbuhi vegetasi, yang merupakan
suatu ekosistem.
Rawa lebak adalah rawa yang terjadi karena adanya cekungan, tidak
tertutup oleh air secara tidak permanen, mengalami banjir pada musim hujan dan
kering pada musim kemarau. Perairan rawa lebak dicirikan oleh sifat musiman
(seasonality). Sifat musiman ini nampak pada perubahan tinggi air, luas
kepenangkapan ikan oleh nelayan. Menurut Ilyas et al, (1992) ciri-ciri perairan
rawa lebak, selama musim hujan perairan rawa lebak bersatu dengan sungai
4
induk, sedangkan pada musim kemarau sebagian besar perairan ini kering dan
hanya bagian tertentu yang berair, yaitu lebung karena bagian yang berupa
cekungan ini jauh lebih dalam, selalu berairan walaupun musim kemarau,
sehingga rawa lebak juga disebut rawa lebak lebung. Karakteristik khas ekosistem
rawa lebak adalah secara periodik mengalami musim air dalam pada saat musim
hujan dan musim air dangkal pada saat musim kemarau. Fluktuasi kedalaman ini
akibat limpahan air dari sungai, danau dan/atau air hujan. Perubahan kedalaman
air musiman mempengaruhi kondisi kualitas air dan ritme kehidupan ikan.
Rawa ditetapkan sebagai rawa lebak apabila memenuhi kriteria (a) terletak
jauh dari pantai dan (b) tergenangi air akibat luapan air sungai dan/atau air hujan
mendeskripsikan keadaan wilayah lahan lebak, yaitu 1) Renah adalah bagian yang
paling tinggi dari tanggul sungai. Biasanya jarang kebanjiran. Oleh karena itu,
Talang adalah lahan darat atau lahan kering yang tidak pernah kebanjiran dan
batuan sedimen atau batuan volkan masam. Untuk lebaknya sendiri terdiri dari 3)
sebagian dari wilayah tanggul sungai dan sebagian wilayah dataran rawa
belakang. Lama genangan banjir umumnya kurang dari 3 bulan atau minimal satu
bulan dalam setahun. Tinggi genangan rerata kurang dari 50 cm. Oleh karena
genangan air banjir selalu dangkal, maka bagian lebak ini sering juga disebut
5
Lebak Dangkal. 4) Lebak tengahan adalah sawah yang lebih jauh lagi dari
perkampungan. Tinggi genangan lebih dalam, antara 50-100 cm, selama kurang
dari 3 bulan atau antara 3-6 bulan. Masih termasuk wilayah lebak tengahan, yaitu
kurang dari 3 bulan. 5) Lebak dalam, karena bentuknya mirip suatu cekungan,
kondisi airnya relatif masih tetap dalam walaupun dimusim kemarau. Tinggi air
genangan umumnya lebih dari 100 cm, selama 3-6 bulan atau lebih dari 6 bulan.
Masih termasuk lebak dalam, apabila genangannya lebih dangkal antara 50-100
cm, tetapi lama genangannya harus lebih dari 6 bulan secara berturut-turut dalam
setahun. Lebak dalam ini sesuai untuk budi daya perikanan air tawar. Sedangkan
lebak dangkal dan lebak tengahan hanya sesuai untuk pertanian tanaman pangan.
Lahan lebak sebenarnya lebih baik dari lahan pasang surut, oleh karena
tanah lahan lebak seluruhnya tersusun dari endapan sungai (fluviatil), yang tidak
lahan lebak dan lahan pasang surut, di lapisan bawah sekitar kedalaman 1 m,
endapan marin.
Rawa lebak dipengaruhi oleh curah hujan dan luapan air sungai, sehingga
selalu tergenang selama musim hujan dan kering dimusim kemarau. Rawa lebak
sehingga rawa lebak juga disebut rawa lebak lebung. Lebung merupakan bagian
ekosistem yang penting di rawa lebak karena merupakan tempat tinggal induk
ikan saat musim kemarau. Nilai pH rawa lebak tidak tetap sepanjang hari, hal ini
disebabkan oleh proses fotosintesis yang terjadi siang hari dan pernafasan pada
malam hari, pada rawa lebak yang berhutan galam (Malaleuca leucadendron)
6
terdapat potensi tanah sulfat masam dengan pH mencapai 3,5. Perairan rawa
selain merupakan daerah yang produktif bagi sumber daya perikanan juga
berfungsi sebagai pengendali banjir, sumber air bagi manusia, dapat mencegah
yang banyak dan berbagai tipe substrat. Makanan yang ada di rawa lebak berasal
dari 2 sumber, yaitu 1) dari dalam sistem itu sendiri (Autochthonous) dan 2) dari
(Welcomme, 1979).
Perairan rawa memiliki karakteristik fisik, kimia, dan biologi yang khas,
sebaliknya CO2 relatif tinggi, karena banyak terjadi proses dekomposisi. Jenis-
jenis ikan yang mendominasi perairan rawa adalah ikan-ikan yang mempunyai
dari udara. Ada organ labirin merupakan bentuk penyesuaian terhadap kondisi
jelek di suatu perairan, terutama pada kondisi oksigen rendah di saat musim
kemarau. Jenis-jenis ikan yang hidup di habitat perairan rawa, disebut ikan-ikan
hitaman (black fish) seperti betok, sepat siam, sepat rawa, tambakan, gabus,
Sistem budi daya ikan di lahan perairan rawa ada beberapa jenis. Secara
umum tipe sistem budi daya ikan yang dilakukan ada 4 jenis, yaitu 1) sistem
pen/hampang. Keempat sistem budi daya ikan ini mempunyai karakteristik sesuai
dengan kondisi lahan masing-masing daerah. Jenis ikan yang dipelihara harus
polikultur. Lokasi perkolaman harus memenuhi persyaratan antara lain sumber air
cukup, letak kolam bebas dari banjir dan pencemaran air, kondisi tanah kolam liat
berpasir, dan sarana lain seperti jalan sudah tersedia. Berikut merupakan tahap
Periapan Drainase
bangunan air yang berfungsi untuk mengurangi dan/atau membuang kelebihan air
dari suatu kawasan atau lahan, sehingga lahan dapat difungsikan secara optimal.
Drainase juga diartikan sebagai usaha untuk mengontrol kualitas air tanah dalam
membentuk dimensi yang ekonomis. Dimensi saluran yang terlalu besar berarti
permasalahan karena daya tampung yang tidak memadai. Adapun bentuk saluran
antara lain :
a. Persegi Panjang
b. Trapesium
Pada umumnya saluran terbuat dari tanah akan tetapi tidak menutup
kemungkinan dibuat dari pasangan batu dan coram beton. Saluran ini memerlukan
cukup ruang. Berfungsi untuk menampung dan menyalurkan limpasan air hujan,
air rumah tangga maupun air irigasi dengan debit yang besar.
Saluran air masuk dan keluar merupakan bagian vital dari kolam ikan.
Saluran ini bertugas menjaga kualitas air kolam. Bila saluran air terhambat,
kualitas air kolam akan turun dan bisa menyebabkan kematian pada ikan.
Saluran masuk dan keluar air untuk kolam ikan bisa dibuat lebih dari satu. Pada
kolam-kolam yang besar, biasanya dibuat 2-3 pasang saluran air. Pada kolam
Jarak antar saluran masuk dan keluar harus dibuat sejauh mungkin. Letak
saluran masuk dan keluar sebisa mungkin bersilangan jangan sejajar. Gunanya
9
agar terjadi sirkulasi air dalam kolam. Air yang masuk tidak langsung keluar,
a. Saluran masuk
Saluran masuk bisa dibuat dengan selongsong bambu atau pipa PVC. Pipa
diletakkan memotong dan menembus tanggul. Ketinggian pipa sejajar atau lebih
tinggi dari permukaan air kolam yang dikehendaki.Pipa dipasang mendatar, pada
bagian pangkal yang mengarah ke luar kolam dipasangi jaring agar tidak ada
b. Saluran keluar
Terdapat dua macam saluran keluar untuk kolam ikan, yakni saluran
keluar air kolam sebagai sistem sirkulasi dan saluran keluar air kolam untuk
terpisah.
permukaan kolam dan pipa pengeluaran air pemanenan dibuat di dasar kolam.
Pipa yang dibuat di permukaan, dipasang melintang pada tanggul. Bagian yang
menghadap kolam lebih rendah dari pada bagian yang ada di luar kolam.
10
Pipa pengeluaran untuk pemanenan dibuat di dasar kolam yang paling rendah.
Biasanya dibuat pada saluran kemalir. Pada ujung pipa yang ada di dalam kolam
Teknik kedua secara menyatu. Pipa pengeluaran air dan pemanenan dibuat
satu. Untuk membuatnya diperlukan pipa berbentuk “L”, atau pipa menyiku. Pipa
ini dibuat di dasar kolam. Pipa yang mengarah ke luar kolam membentuk huruf L
menengadah ke atas. Tinggi pipa yang berdiri vertikal sejajar dengan permukaan
air kolam. Dengan teknik ini ketinggian air kolam lebih mudah untuk diatur.
Pemupukan
уаng merupakan pakan alami bagi ikan. Fitoplankton аkаn menjadi makanan bagi
11
ikan ikan kecil. Ikan ikan kecil akhirnya menjadi makanan ikan уаng berukuran
lebih besar. Ketersediaan fitoplankton аkаn membuat rantai makanan pada kolam
tetap terjaga sehingga pakan bagi ikan уаng dipelihara pada kolam atau tambak
kekeruhan pada air. Hal іnі аkаn menghambat penetrasi sinar matahari kе dasar
mengganggu. Pada tahap awal pemeliharaan ikan, benih ikan аkаn ѕаngаt
kolam/tambak аkаn menyebabkan pakan bagi benih ikan уаng mаѕіh kecil іnі
tetap tersedia sehingga аkаn memberi dampak positif bagi tingkat kelangsungan
Pengapuran
kimia yang digunakan untuk pengapuran tanah dan air adalah oksida, hidroksida
dan kalsium silikat atau magnesium, karena ini yang mampu mengurangi
(CO3) 2]
dapat dimanfaatkan sebagai zat pengapuran yang kapur calcitic yang merupakan
kalsium karbonat murni dan kapur dolomit yang merupakan kalsium karbonat-
reaktif setidaknya dari tiga zat pengapuran. Sekarang, terutama dianjurkan untuk
terbakar dan kapur cepat. Sekarang diproduksi oleh kapur calcitic dipanggang di
tungku. Oksida kalsium dan kaustik higroskopis dan sering dianjurkan untuk
bahan pengapuran terhadap yang lainnya. Nilai penetralan CaCO3 adalah 100
persen dan untuk sampel murni dari bahan lain adalah sebagai berikut: CaMg
(CO3)2, 109 persen;Ca (OH)2, 136 persen, dan CaO, 179 persen.
Reaksi ini menunjukkan dolomit yang akan bersaing dengan fitoplankton untuk
CO2 dan mungkin mengurangi tingkat fotosintesis. Selain menghapus semua CO2
bebas awalnya di air, CaCO3 bereaksi dengan CO2 dilepaskan dari dekomposisi
bahan organik dan dengan CO2 yang berdifusi ke dalam air. Hasil akhirnya
13
lebih tinggi dari sebelumnya. Ini terjadi karena dolomit mengikat CO2 yang akan
setara kation dan anion sehingga peningkatan kesadahan total dan alkalinitas
2.3 Kegiatan Teknis Persiapan Budidaya Lebak Pada Budidaya Ikan Betok
di Kolam Tanah
Sebelum benih ikan ditebar dalam kolam, persiapan yang perlu dilakukan
adalah:
1) Pengeringan kolam selama 3-5 hari dengan maksud untuk menghilangkan gas-
mineral.
g/m2 dan pupuk organik atau pupuk kandang sebanyak 200-400 g/m2,
kemudian pintu pemasukan dan pengeluaran air ditutup dan kolam digenangi
air setinggi 10-20 cm. Tiga hari kemudian pupuk urea dan TSP disebar merata
sebanyak 4-5 g/m2 (Urea + TSP) atau perbandingan urea dan TSP sebanyak 2 :
air yang kuning kehijauan), selanjutnya tinggi air dalam kolam disesuaikan
dengan kebutuhan budi daya, yaitu 1-1,5 m. Persiapan ini dilakukan 2 minggu
5) Untuk ikan yang bersifat kanibal, kolam perlu diberi pelindung berupa tanaman
air yang mengapung seperti eceng gondok, daun-daun kelapa dan sebagainya.
2.4 Budidaya Lebak Pada Ikan Betok (Anabas testudineus) di Kolam Tanah
a. Benih betok diperoleh dari rawa-rawa, sungai, sawah atau hasil pembenihan.
aklimatisasi. Padat tebar yang digunakan untuk benih ukuran 3-5 cm adalah 50-
100 ekor/m2. Benih dipilih yang ukurannya seragam, sehat, dan tidak cacat.
Benih bisa juga didederkan terlebih dahulu sampai 5-8 cm sehingga waktu
pembesaran ikan betok sampai mencapai ukuran konsumsi tidak terlalu lama.
2) Pemberian pakan
air, dan sejenisnya yang dapat dimanfaatkan oleh ikan sebagai pakan alami.
b. Benih ikan betok yang berasal dari pembenihan dapat langsung dipelihara di
kolam sampai ukuran konsumsi dengan diberi pakan pellet. Jenis pellet yang
diberikan berupa pellet apung atau pellet tenggelam dengan kandungan protein
28-30%. Namun untuk lebih mudah mengetahui pakan tersebut habis dimakan
atau tidak lebih baik menggunakan pellet apung. Pakan pellet diberikan
sebanyak 5% dari bobot total ikan yang telah ditambahkan Cr organik dari
sebanyak 375 mg/kg dalam pakan dengan frekuensi 2 kali sehari, yakni pagi
hari dan sore hari (Akbar et al, 2010; 2011a; Akbar et al, 2011b).
c. Pembesaran ikan betok selama 6 bulan di kolam semi permanen dengan diberi
benih ikan mencapai ukuran 75-100 g/ekor dengan kelangsungan hidup > 80%.
A Biaya tetap
Kolam Induk 22.510,80
Kolam Pemijahan 625.000,00
Kolam Perawatan Larva 541.666,66
Kolam Pendederan I dan II 1.083.333,33
Kolam Pendedaran III 458.333,33
Penyusutan 1.305.128,23
Jumlah 4.035.972,35
Jumlah 3.978.300,00
A Biaya tetap
Kolam jaring 22.510,80
Penyusutan 63.194,64
Jumlah 85.705,44
Jumlah 3.331.176
Tabel 6. Biaya Investasi, Biaya Produksi dan Harga Benih Ikan Betok/ekor
.
3
.Waring 91.026
4
.Serukan 2.000
5
.Ember besar 5.770
6
.Pipa (m) 7000
7
.Selang (m) 12.800
8
.Timbangan 24.000
Jumlah 285.346
B Biaya sarana produksi
1
.Biaya tetap 85.705,44
2
.Biaya tidak tetap 3.331.176
Jumlah 3.416.881,44
C Produksi/tahun (kg) 436,8
D Harga pokok = (B:C) 7.822,53
E. Harga jual = D + (D x 14%) 8.917,
Tabel 10. Rata-rata R/C Ratio Usahatani Pembenihan dan Pembesaran Ikan
Betok
III. PENUTUP
3.1 Kesimpulan
indonesia masih sangat luas. Luasnya wilayah rawa lebak masih memungkinkan
sebagai peluang usaha budidaya ikan baik pembenihan maupun pembesaran ikan.
pengapuran.
3.2 Saran
Belum banyak spesies ikan yang dapat dibudidayakan pada lahan rawa
lebak. Sebaiknya dilakukan penelitian mengenai ikan apa yang cocok untuk
DAFTAR PUSTAKA
Akbar, Junius dan Syachradjad Fran., 2013. Manajemen Kesehatan Ikan. P3AI
Unlam, Banjarmasin.
Akbar, Junius., 2012a. Pertumbuhan dan kelangsungan hidup ikan betok (Anabas
testudineus) yang dipelihara pada salinitas berbeda. Jurnal Bioscieniae.
Vol 9, No 2, Juli 2012. Hal: 1-8.
Akbar, Junius., 2012b. Ikan Betok Budi Daya dan Peluang Bisnis. Eja Publisher,
Yogyakarta.
Akbar, Junius., 2012c. Pembentukan kelamin jantan ikan baung (Hemibagrus
nemurus) dengan nonsteroid akriflavin sebagai upaya untuk mengatasi
kelangkaan induk jantan. Jurnal Bioscientiae. Vol 9, No 1, Januari 2012.
Hal: 20-30.
Akbar, Junius; A. Mangalik; S. Fran, dan R. Ramli., 2014. Pengembangan
Perikanan Budi Daya Rawa dengan Pakan Buatan Alternatif Berbasis
Bahan Baku Gulma Air dalam Upaya Mendukung Ketahanan Pangan.
Laporan Hibah Penelitian Unggulan PT (Tahun ke-1).
Ilyas, S; E.S. Kartamihardja; F. Cholik; R. Arifudin; Krismono; D.W.
Hedrotjahjo; Z. Jangkaru; W. Ismail; A. Hardjamulia; E. Pratiwi; H.
Supriadi; Sutrisno, dan S. Hadiwigeno., 1992. Pedoman Teknis
Pengelolaan Perairan Umum Bagi Pengembangan Perikanan. Pusat
Penelitian dan Pengembangan Perikanan. Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian. 80 hal.
Subagyo H., 2006. Klasifikasi dan Penyebaran Rawa dalam Karakteristik
Pengelolaan Lahan Rawa. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan
Sumberdaya Lahan Pertanian, Departemen Pertanian.
Welcomme, R.L., 1979. Fisheries Ecology of Floodplain River. Longman,
London. 317 p.