Anda di halaman 1dari 24

MANAJEMEN BUDIDAYA RAWA

POLA PERIKANAN BUDIDAYA LEBAK PADA BUDIDAYA IKAN

BETOK (Anabas testudineus) DI KOLAM TANAH

KELOMPOK 1:

1. Andik Nurrahmad
2. Carlos Nigel
3. Deni Triyatna
4. Elyza Megawati
5. Febriansyah
6. Feri Julianto
7. Fitriyani
8. Kuria Eka Resti
9. Muchlisul Amal Jr
10. Tiara Dwi Haviel
11. Yohana Roindah S
12. Yunita Paramita H

JURUSAN BUDIDAYA PERAIRAN


FAKULTAS PERIKANAN DAN KELAUTAN
UNIVERSITAS RIAU
PEKANBARU
2019
ii

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas berkat Rahmat dan karunia-

Nya, penulis dapat menyelesaikan Paper yang berjudul “Pola Perikanan Budidaya

Lebak Pada Budidaya Ikan Betok (Anabas testudineus) Di Kolam Tanah ” tepat

pada waktu yang telah ditentukan. Penulis mengucapkan terima kasih yang

sebanyak-banyaknya kepada dosen mata kuliah Manajemen budidaya rawa.

Dalam penyusunan Paper ini penulis telah berusaha semaksimal mungkin,

namun tidak menutup kemungkinan masih banyak kekurangan atau kesalahan.

Oleh karena itu, penulis mengharapkan masukan yang membangun demi

kesempurnaan laporan praktikum ini selanjutnya sehingga dapat bermanfaat bagi

semua pihak.

Pekanbaru, 4 Maret 2019

Penulis
iii

DAFTAR ISI

Isi Halaman

KATA PENGANTAR ....................................................................... ii

DAFTAR ISI ...................................................................................... iii

I. PENDAHULUAN ........................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................ 1
1.2 Tujuan Dan Manfaat ................................................................... 2
1.3 Rumusan Masalah ....................................................................... 2

II. PEMBAHASAN ............................................................................ 3


III. PENUTUP .................................................................................... 20
3.1 Kesimpulan .................................................................................. 20
3.2 Saran ............................................................................................ 20

Daftar Pustaka .................................................................................... 21


1

I.PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Indonesia memiliki potensi luas rawa sekitar 33.393.570 ha yang terdiri

atas 1) lahan rawa pasang surut seluas 20.096.800 ha dan 2) rawa lebak seluas

13.296.770 ha, yang tersebar di pulau Sumatera seluas 2.766.000 ha, Kalimantan

seluas 3.580.500 ha, Sulawesi 644.500 ha, dan Papua seluas 6.305.770 ha

(Subagyo, 2006). Dari luasan rawa tersebut, total lahan rawa yang dikembangkan

pemerintah 1.314.870 ha terdiri dari 835.200 ha rawa pasang surut dan 479.670 ha

rawa lebak.

Rawa lebak adalah rawa yang terjadi karena adanya cekungan, tidak

tertutup oleh air secara tidak permanen, mengalami banjir pada musim hujan dan

kering pada musim kemarau. Perairan rawa lebak dicirikan oleh sifat musiman

(seasonality). Sifat musiman ini nampak pada perubahan tinggi air, luas

permukaan air, perubahan lingkungan akuatik ke terrestrial dan sebaliknya, juga

produksi organisme makanan ikan, pemijahan ikan sampai dengan

kepenangkapan ikan oleh nelayan. Menurut Ilyas et al, (1992) ciri-ciri perairan

rawa lebak, selama musim hujan perairan rawa lebak bersatu dengan sungai

induk, sedangkan pada musim kemarau sebagian besar perairan ini kering dan

hanya bagian tertentu yang berair, yaitu lebung karena bagian yang berupa

cekungan ini jauh lebih dalam, selalu berairan walaupun musim kemarau,

sehingga rawa lebak juga disebut rawa lebak lebung.

Saat ini, masih sedikit masyarakat yang membudidayakan ikan-ikan rawa.

Padahal jenis-jenis ikan rawa mempunyai peluang pasar yang sangat besar dan
2

didukung potensi lahan yang masih luas untuk dikembangkan lokasi budi daya

dan sifat biologis dari ikan-ikan rawa. Pemanfaatan perairan rawa untuk kegiatan

perikanan budi daya masih belum optimal. Kegiatan perikanan rawa masih

didominasi kegiatan penangkapan di areal rawa, sedangkan kegiatan perikanan

budi daya belum banyak.

1.2 Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah yang didapatkan yaitu :

1. Bagaimana pola perikanan lebak?

2. Bagaimana cara persiapan wadah dan media budidaya ikan pada perairan lebak

di kolam tanah?

3. Bagaimana cara budidaya ikan betok?

1.3 Tujuan dan manfaat

Adapun tujuan dari penulisan paper ini adalah agar mahasiswa mengetahui

pola budidaya perikanan lebak pada ikan betok di kolam tanah.

Sedangkan manfaat yang bisa didapatkan yaitu mahasiswa bisa

mengaplikasikan ilmu-ilmu yang didapat di dalam kegiatan perikanan.


3

II. PEMBAHASAN

2.1 Rawa Lebak

Ekosistem rawa adalah salah satu ekosistem lahan basah alami baik yang

dipengaruhi air pasang surut maupun tidak dipengaruhi pasang surut, sebagian

kondisi airnya payau, asin, atau tawar dan memiliki vegetasi unik yang sesuai

dengan kondisi airnya.

Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1991 tentang Rawa.

Rawa adalah lahan genangan air secara alamiah yang terjadi terus menerus atau

musiman akibat drainase alamiah yang terhambat serta mempunyai ciri-ciri

khusus secara fisik, kimiawi, dan biologis. Sedangkan menurut Peraturan

Pemerintah Nomor 73 Tahun 2013 tentang Rawa. Rawa adalah wadah air beserta

air dan daya air yang terkandung di dalamnya, tergenang secara terus menerus

atau musiman, terbentuk secara alami di lahan yang relatif datar atau cekung

dengan endapan mineral atau gambut, dan ditumbuhi vegetasi, yang merupakan

suatu ekosistem.

Rawa lebak adalah rawa yang terjadi karena adanya cekungan, tidak

tertutup oleh air secara tidak permanen, mengalami banjir pada musim hujan dan

kering pada musim kemarau. Perairan rawa lebak dicirikan oleh sifat musiman

(seasonality). Sifat musiman ini nampak pada perubahan tinggi air, luas

permukaan air, perubahan lingkungan akuatik ke terrestrial dan sebaliknya, juga

produksi organisme makanan ikan, pemijahan ikan sampai dengan

kepenangkapan ikan oleh nelayan. Menurut Ilyas et al, (1992) ciri-ciri perairan

rawa lebak, selama musim hujan perairan rawa lebak bersatu dengan sungai
4

induk, sedangkan pada musim kemarau sebagian besar perairan ini kering dan

hanya bagian tertentu yang berair, yaitu lebung karena bagian yang berupa

cekungan ini jauh lebih dalam, selalu berairan walaupun musim kemarau,

sehingga rawa lebak juga disebut rawa lebak lebung. Karakteristik khas ekosistem

rawa lebak adalah secara periodik mengalami musim air dalam pada saat musim

hujan dan musim air dangkal pada saat musim kemarau. Fluktuasi kedalaman ini

akibat limpahan air dari sungai, danau dan/atau air hujan. Perubahan kedalaman

air musiman mempengaruhi kondisi kualitas air dan ritme kehidupan ikan.

Perubahan kedalaman air merupakan faktor utama yang menentukan struktur

komunitas ikan di rawa lebak.

Rawa ditetapkan sebagai rawa lebak apabila memenuhi kriteria (a) terletak

jauh dari pantai dan (b) tergenangi air akibat luapan air sungai dan/atau air hujan

yang menggenang secara periodik atau menerus. Terdapat 5 istilah untuk

mendeskripsikan keadaan wilayah lahan lebak, yaitu 1) Renah adalah bagian yang

paling tinggi dari tanggul sungai. Biasanya jarang kebanjiran. Oleh karena itu,

umumnya dimanfaatkan untuk rumah-rumah dan perkampungan penduduk. 2)

Talang adalah lahan darat atau lahan kering yang tidak pernah kebanjiran dan

merupakan bagian dari wilayah berombak sampai bergelombang, terdiri atas

batuan sedimen atau batuan volkan masam. Untuk lebaknya sendiri terdiri dari 3)

Lebak pematang adalah berupa sawah di belakang perkampungan dan merupakan

sebagian dari wilayah tanggul sungai dan sebagian wilayah dataran rawa

belakang. Lama genangan banjir umumnya kurang dari 3 bulan atau minimal satu

bulan dalam setahun. Tinggi genangan rerata kurang dari 50 cm. Oleh karena

genangan air banjir selalu dangkal, maka bagian lebak ini sering juga disebut
5

Lebak Dangkal. 4) Lebak tengahan adalah sawah yang lebih jauh lagi dari

perkampungan. Tinggi genangan lebih dalam, antara 50-100 cm, selama kurang

dari 3 bulan atau antara 3-6 bulan. Masih termasuk wilayah lebak tengahan, yaitu

kurang dari 3 bulan. 5) Lebak dalam, karena bentuknya mirip suatu cekungan,

kondisi airnya relatif masih tetap dalam walaupun dimusim kemarau. Tinggi air

genangan umumnya lebih dari 100 cm, selama 3-6 bulan atau lebih dari 6 bulan.

Masih termasuk lebak dalam, apabila genangannya lebih dangkal antara 50-100

cm, tetapi lama genangannya harus lebih dari 6 bulan secara berturut-turut dalam

setahun. Lebak dalam ini sesuai untuk budi daya perikanan air tawar. Sedangkan

lebak dangkal dan lebak tengahan hanya sesuai untuk pertanian tanaman pangan.

Lahan lebak sebenarnya lebih baik dari lahan pasang surut, oleh karena

tanah lahan lebak seluruhnya tersusun dari endapan sungai (fluviatil), yang tidak

mengandung bahan sulfidik/pirit. Terkecuali tentunya pada zona peralihan antara

lahan lebak dan lahan pasang surut, di lapisan bawah sekitar kedalaman 1 m,

mungkin masih ditemukan adanya lapisan bahan sulfidik yang merupakan

endapan marin.

Rawa lebak dipengaruhi oleh curah hujan dan luapan air sungai, sehingga

selalu tergenang selama musim hujan dan kering dimusim kemarau. Rawa lebak

pada umumnya mempunyai bagian-bagian yang dalam berupa cekungan (lebung),

sehingga rawa lebak juga disebut rawa lebak lebung. Lebung merupakan bagian

ekosistem yang penting di rawa lebak karena merupakan tempat tinggal induk

ikan saat musim kemarau. Nilai pH rawa lebak tidak tetap sepanjang hari, hal ini

disebabkan oleh proses fotosintesis yang terjadi siang hari dan pernafasan pada

malam hari, pada rawa lebak yang berhutan galam (Malaleuca leucadendron)
6

terdapat potensi tanah sulfat masam dengan pH mencapai 3,5. Perairan rawa

selain merupakan daerah yang produktif bagi sumber daya perikanan juga

berfungsi sebagai pengendali banjir, sumber air bagi manusia, dapat mencegah

erosi dan abrasi, dan juga sebagai penyerap limbah pertanian.

Kekayaan dan varibilitas habitat rawa lebak menyediakan variasi makanan

yang banyak dan berbagai tipe substrat. Makanan yang ada di rawa lebak berasal

dari 2 sumber, yaitu 1) dari dalam sistem itu sendiri (Autochthonous) dan 2) dari

luar sistem (Allochthonous). Namun, sumber yang dominan berasal dari

Allochthonous yang tersimpan dalam bentuk lumpur dasar (sekitar 7% deposit

dasar cocok untuk makanan), nutrien terlarut, dan produk dekomposisi

(Welcomme, 1979).

Perairan rawa memiliki karakteristik fisik, kimia, dan biologi yang khas,

pada umumnya banyak terdapat tumbuhan air, kandungan DO dan pH rendah,

sebaliknya CO2 relatif tinggi, karena banyak terjadi proses dekomposisi. Jenis-

jenis ikan yang mendominasi perairan rawa adalah ikan-ikan yang mempunyai

alat pernafasan tambahan (labirin), sehingga dapat mengambil oksigen langsung

dari udara. Ada organ labirin merupakan bentuk penyesuaian terhadap kondisi

jelek di suatu perairan, terutama pada kondisi oksigen rendah di saat musim

kemarau. Jenis-jenis ikan yang hidup di habitat perairan rawa, disebut ikan-ikan

hitaman (black fish) seperti betok, sepat siam, sepat rawa, tambakan, gabus,

gurami, belut, dan lain-lain.


7

2.2 Teknologi Budi Daya Ikan Rawa

Sistem budi daya ikan di lahan perairan rawa ada beberapa jenis. Secara

umum tipe sistem budi daya ikan yang dilakukan ada 4 jenis, yaitu 1) sistem

kolam, 2) sistem karamba, 3) sistem jaring tancap, dan 4) sistem fish

pen/hampang. Keempat sistem budi daya ikan ini mempunyai karakteristik sesuai

dengan kondisi lahan masing-masing daerah. Jenis ikan yang dipelihara harus

memiliki persyaratan sebagai berikut: 1) mempunyai harga pasaran yang cukup

tinggi, 2) tahan terhadap penyakit, 3) benih tersedia dan mudah didapat, 4)

tumbuh relatif cepat, 5) makanan tersedia dan mudah didapat.

2.2.1 Teknologi Budi Daya Ikan Sistem Kolam

Kolam merupakan tempat yang paling ideal untuk pemeliharaan ikan.

Pemeliharaan ikan dalam kolam dapat dilakukan secara monokultur dan

polikultur. Lokasi perkolaman harus memenuhi persyaratan antara lain sumber air

cukup, letak kolam bebas dari banjir dan pencemaran air, kondisi tanah kolam liat

berpasir, dan sarana lain seperti jalan sudah tersedia. Berikut merupakan tahap

kegiatan dalam persiapan budidaya sistem kolam :

 Periapan Drainase

Drainase mempunyai arti mengalirkan, menguras, membuang, atau

mengalihkan air. Secara umum, drainase didefinisikan sebagai serangkaian

bangunan air yang berfungsi untuk mengurangi dan/atau membuang kelebihan air

dari suatu kawasan atau lahan, sehingga lahan dapat difungsikan secara optimal.

Drainase juga diartikan sebagai usaha untuk mengontrol kualitas air tanah dalam

kaitannya dengan sanitasi.


8

Bentuk-bentuk untuk drainase tidak jauh berbeda dengan saluran irigasi

pada umunnya. Dalam perancangan dimensi saluran harus diusahakan dapat

membentuk dimensi yang ekonomis. Dimensi saluran yang terlalu besar berarti

kurang ekonomis, sebaliknya dimensi yang terlalu kecil akan menimbulkan

permasalahan karena daya tampung yang tidak memadai. Adapun bentuk saluran

antara lain :

a. Persegi Panjang

Saluran Drainase berbentuk empat psersegi panjang tidak banyak

membutuhkan ruang.Sebagai konsekuensi dari saluran bentuk ini saluran harus

terbentuk dari pasangan batu ataupun coran beton.

b. Trapesium

Pada umumnya saluran terbuat dari tanah akan tetapi tidak menutup

kemungkinan dibuat dari pasangan batu dan coram beton. Saluran ini memerlukan

cukup ruang. Berfungsi untuk menampung dan menyalurkan limpasan air hujan,

air rumah tangga maupun air irigasi dengan debit yang besar.

 Membuat saluran air

Saluran air masuk dan keluar merupakan bagian vital dari kolam ikan.

Saluran ini bertugas menjaga kualitas air kolam. Bila saluran air terhambat,

kualitas air kolam akan turun dan bisa menyebabkan kematian pada ikan.

Saluran masuk dan keluar air untuk kolam ikan bisa dibuat lebih dari satu. Pada

kolam-kolam yang besar, biasanya dibuat 2-3 pasang saluran air. Pada kolam

lebih kecil cukup dibuat satu pasang saluran.

Jarak antar saluran masuk dan keluar harus dibuat sejauh mungkin. Letak

saluran masuk dan keluar sebisa mungkin bersilangan jangan sejajar. Gunanya
9

agar terjadi sirkulasi air dalam kolam. Air yang masuk tidak langsung keluar,

melainkan menggantikan air lama.

a. Saluran masuk

Saluran masuk bisa dibuat dengan selongsong bambu atau pipa PVC. Pipa

diletakkan memotong dan menembus tanggul. Ketinggian pipa sejajar atau lebih

tinggi dari permukaan air kolam yang dikehendaki.Pipa dipasang mendatar, pada

bagian pangkal yang mengarah ke luar kolam dipasangi jaring agar tidak ada

binatang apapun yang bisa keluar masuk kolam. Berikut gambarnya.

b. Saluran keluar

Terdapat dua macam saluran keluar untuk kolam ikan, yakni saluran

keluar air kolam sebagai sistem sirkulasi dan saluran keluar air kolam untuk

pemanenan. Teknik pembuatan kedua saluran tersebut bisa disatukan atau

terpisah.

Teknik pertama secara terpisah. Pipa pengeluaran air sirkulasi dibuat di

permukaan kolam dan pipa pengeluaran air pemanenan dibuat di dasar kolam.

Pipa yang dibuat di permukaan, dipasang melintang pada tanggul. Bagian yang

menghadap kolam lebih rendah dari pada bagian yang ada di luar kolam.
10

Pipa pengeluaran untuk pemanenan dibuat di dasar kolam yang paling rendah.

Biasanya dibuat pada saluran kemalir. Pada ujung pipa yang ada di dalam kolam

dipasangi katup yang bisa dibuka-tutup.

Teknik kedua secara menyatu. Pipa pengeluaran air dan pemanenan dibuat

satu. Untuk membuatnya diperlukan pipa berbentuk “L”, atau pipa menyiku. Pipa

ini dibuat di dasar kolam. Pipa yang mengarah ke luar kolam membentuk huruf L

menengadah ke atas. Tinggi pipa yang berdiri vertikal sejajar dengan permukaan

air kolam. Dengan teknik ini ketinggian air kolam lebih mudah untuk diatur.

 Pemupukan

Kegiatan pemupukan dalam bidang perikanan dilakukan untuk membantu

media pemeliharaan seperti kolam tanah dalam menyediakan nutrien secara

langsung bagi kesuburan kolam. Pupuk merupakan bahan untuk meningkatkan

konsentrasi nutrient tertentu dalam kolam/tambak.

Pemberian pupuk pada kolam atau tambak budidaya ikan аkаn

meningkatkan kandungan nitrogen dan fosfor sehingga merangsang pertumbuhan

plankton. Fitoplankton merupakan dasar dаrі rantai makanan dі kolam/tambak

уаng merupakan pakan alami bagi ikan. Fitoplankton аkаn menjadi makanan bagi
11

hewan mikroskopis (zooplankton) dan insekta уаng merupakan makanan bagi

ikan ikan kecil. Ikan ikan kecil akhirnya menjadi makanan ikan уаng berukuran

lebih besar. Ketersediaan fitoplankton аkаn membuat rantai makanan pada kolam

tetap terjaga sehingga pakan bagi ikan уаng dipelihara pada kolam atau tambak

јugа tetap tersedia.

Keberadaan fitoplankton pada kolam/tambak јugа аkаn menimbulkan

kekeruhan pada air. Hal іnі аkаn menghambat penetrasi sinar matahari kе dasar

kolam sehingga bermanfaat untuk menghambat pertumbuhan tanaman air уаng

mengganggu. Pada tahap awal pemeliharaan ikan, benih ikan аkаn ѕаngаt

membutuhkan pakan alami pada tahap awal perkembangannya. Pemupukan pada

kolam/tambak аkаn menyebabkan pakan bagi benih ikan уаng mаѕіh kecil іnі

tetap tersedia sehingga аkаn memberi dampak positif bagi tingkat kelangsungan

hidup dan pertumbuhan benih уаng dipelihara.

 Pengapuran

Sejumlah zat yang berbeda digunakan sebagai bahan pengapuran, bahan

kimia yang digunakan untuk pengapuran tanah dan air adalah oksida, hidroksida

dan kalsium silikat atau magnesium, karena ini yang mampu mengurangi

keasaman. Unsur dari jenis kapur meliputi:

 Kalsium (CaCO3) dan Dolomit (Kalsium-Magnesium Karbonat) [CaMg

(CO3) 2]

Karbonat terjadi secara luas di alam. Di antara bentuk-bentuk umum yang

dapat dimanfaatkan sebagai zat pengapuran yang kapur calcitic yang merupakan

kalsium karbonat murni dan kapur dolomit yang merupakan kalsium karbonat-

magnesium dengan proporsi yang berbeda-beda kalsium dan magnesiumnya.


12

Kalsium karbonat komersial dikenal sebagai kapur pertanian. Karbonat adalah

reaktif setidaknya dari tiga zat pengapuran. Sekarang, terutama dianjurkan untuk

menggunakan dolomit [CaMg (CO3) 2] selama periode kultur.

 Kalsium Oksida (CaO)

Ini adalah satu-satunya senyawa yang kapur istilah dapat diterapkan

dengan benar. Kalsiumoksida adalah dikenal sebagai kapur unsulated, kapur

terbakar dan kapur cepat. Sekarang diproduksi oleh kapur calcitic dipanggang di

tungku. Oksida kalsium dan kaustik higroskopis dan sering dianjurkan untuk

menerapkan kapur ini untuk tanah asam saja.

 Kalsium Hidroksida (Ca (OH)2)

Kalsium hidroksida dikenal sebagai kapur dipipihkan, kapur terhidrasi

atau kapur pembangun. Sekarang disiapkan oleh hydrating kalsium oksida.

Semuanya adalah serbuk putih keabu-abuan. Bahan pengapuran yang berbeda

dalam kemampuan untuk menetralkan asam.CaCO3 Murni adalah ukuran standar

bahan pengapuran terhadap yang lainnya. Nilai penetralan CaCO3 adalah 100

persen dan untuk sampel murni dari bahan lain adalah sebagai berikut: CaMg

(CO3)2, 109 persen;Ca (OH)2, 136 persen, dan CaO, 179 persen.

Tapi dolomit (‘Neosparks PearlSpar-Aqua) adalah contoh yang baik untuk

didiskusikan. Karbondioksida dalam air bereaksi dengan dolomit sebagai berikut:

CaMg (CO3)2 + H2O + CO2 «Ca2+ + Mg2+ + 2HCO3- + CO32-

Reaksi ini menunjukkan dolomit yang akan bersaing dengan fitoplankton untuk

CO2 dan mungkin mengurangi tingkat fotosintesis. Selain menghapus semua CO2

bebas awalnya di air, CaCO3 bereaksi dengan CO2 dilepaskan dari dekomposisi

bahan organik dan dengan CO2 yang berdifusi ke dalam air. Hasil akhirnya
13

adalah bahwa beberapa hari setelah pengapuran, kesetimbangan konsentrasi CO2

lebih tinggi dari sebelumnya. Ini terjadi karena dolomit mengikat CO2 yang akan

dinyatakan telah hilang ke atmosfer. Dolomit akan memberikan jumlah kontribusi

setara kation dan anion sehingga peningkatan kesadahan total dan alkalinitas

pengapuran berikut total akan sama.

2.3 Kegiatan Teknis Persiapan Budidaya Lebak Pada Budidaya Ikan Betok

di Kolam Tanah

Sebelum benih ikan ditebar dalam kolam, persiapan yang perlu dilakukan

adalah:

1) Pengeringan kolam selama 3-5 hari dengan maksud untuk menghilangkan gas-

gas beracun dan mempermudah penguraian bahan-bahan organik menjadi

mineral.

2) Pengolahan tanah dasar sambil membalik dan meratakan.

3) Perbaikan pematang untuk menutup kebocoran dan penyempurnaan pintu air.

4) Pemupukan dan pengapuran masing-masing dengan dosis kapur tohor 200

g/m2 dan pupuk organik atau pupuk kandang sebanyak 200-400 g/m2,

kemudian pintu pemasukan dan pengeluaran air ditutup dan kolam digenangi

air setinggi 10-20 cm. Tiga hari kemudian pupuk urea dan TSP disebar merata

sebanyak 4-5 g/m2 (Urea + TSP) atau perbandingan urea dan TSP sebanyak 2 :

1. Biarkan sampai terjadi pertumbuhan pakan alami (dicirikan dengan warna

air yang kuning kehijauan), selanjutnya tinggi air dalam kolam disesuaikan

dengan kebutuhan budi daya, yaitu 1-1,5 m. Persiapan ini dilakukan 2 minggu

sebelum benih ditebar.


14

5) Untuk ikan yang bersifat kanibal, kolam perlu diberi pelindung berupa tanaman

air yang mengapung seperti eceng gondok, daun-daun kelapa dan sebagainya.

6) Bila pemeliharaan sudah berjalan dua bulan,dapat dilaksanakan pemupukan

susulan I dengan menebarkannya di permukaan air sebanyak 1/4 dari jumlah

pemupukan dasar. Pemupukan susulan II sebulan setelah pemupukan susulan I

dengan cara dan dosis yang sama dengan pemupukan susulan I.

2.4 Budidaya Lebak Pada Ikan Betok (Anabas testudineus) di Kolam Tanah

1) Benih dan padat tebar

a. Benih betok diperoleh dari rawa-rawa, sungai, sawah atau hasil pembenihan.

b. Penebaran benih hendaknya dilakukan dengan sebaik mungkin, melalui proses

aklimatisasi. Padat tebar yang digunakan untuk benih ukuran 3-5 cm adalah 50-

100 ekor/m2. Benih dipilih yang ukurannya seragam, sehat, dan tidak cacat.

Benih bisa juga didederkan terlebih dahulu sampai 5-8 cm sehingga waktu

pembesaran ikan betok sampai mencapai ukuran konsumsi tidak terlalu lama.

2) Pemberian pakan

a. Di kolam banyak dijumpai berbagai organisme, seperti zooplankton, serangga

air, dan sejenisnya yang dapat dimanfaatkan oleh ikan sebagai pakan alami.

b. Benih ikan betok yang berasal dari pembenihan dapat langsung dipelihara di

kolam sampai ukuran konsumsi dengan diberi pakan pellet. Jenis pellet yang

diberikan berupa pellet apung atau pellet tenggelam dengan kandungan protein

28-30%. Namun untuk lebih mudah mengetahui pakan tersebut habis dimakan

atau tidak lebih baik menggunakan pellet apung. Pakan pellet diberikan

sebanyak 5% dari bobot total ikan yang telah ditambahkan Cr organik dari

Rhyzopus oryzae sebanyak 3 mg/kg pakan dan penambahan vitamin C


15

sebanyak 375 mg/kg dalam pakan dengan frekuensi 2 kali sehari, yakni pagi

hari dan sore hari (Akbar et al, 2010; 2011a; Akbar et al, 2011b).

c. Pembesaran ikan betok selama 6 bulan di kolam semi permanen dengan diberi

pakan pellet sebanyak 5% dari bobot biomassa, menghasilkan pertumbuhan

benih ikan mencapai ukuran 75-100 g/ekor dengan kelangsungan hidup > 80%.

2.5 Analisa Usaha

Tabel 1. Asumsi Teknis Usaha Budidaya Pembenihan dan Pembesaran Ikan


Betok

No Uraian Nilai Satuan

1 Umur ekonomis proyek 3 Tahun

2 Luas lahan rawa 3250 m2


3 Jumlah kolam 260 Unit
4 Ukuran kolam perbesaran 5 x 2,5x1 m (p x l x t)
5 Ukuran kolam induk 2x3 m (p x l x t)
6 Ukuran kolam pemijahan 1x2 M
7 Ukuran kolam perawatan larva 1,5 x 2 M
Ukuran kolam pendederan I, dan
8 II 1,5 x 2 M
9 Ukuran kolam pendederan III 2x3 M
10 Ukuran benih ikan 8-12 Cm

11 Kepadatan tebar 240 ekor/m3 air


12 Jumlah benih ikan disebar 780.000 Ekor
13 Tingkat mortalitas 5 Persen
14 Umur benih dipanen 45 Hari
15 Umur dipanen 6 Bulan
16 Harga benih ikan betok 200 Rp/ekor
17 Harga jual ikan betok 18000 Rp/kg
16

18 Tingkat suku bunga 14 Persen


19 Jumlah skala usaha pembenihan 5 Unit
20 Produksi benih betok 116.000 Ekor

Tabel 2. Biaya Tetap dan Tidak Tetap Pembenihan


Ikan betok/m3

No Uraian Biaya Jumlah (Rp)

A Biaya tetap
Kolam Induk 22.510,80
Kolam Pemijahan 625.000,00
Kolam Perawatan Larva 541.666,66
Kolam Pendederan I dan II 1.083.333,33
Kolam Pendedaran III 458.333,33
Penyusutan 1.305.128,23

Jumlah 4.035.972,35

B Biaya tidak tetap


Pakan Indukan 1.125.000
Pakan Benih :
Cacing sutera 1.050.000
Pelet serbuk 300.000
PF 99 atau PF 100 862.500
Tenaga kerja 640.800

Jumlah 3.978.300,00

Total (A+B) 8.014.272,35


17

Tabel 3. Biaya Tetap dan Tidak Tetap Perbesaran Ikan Betok/ m3

No Uraian Biaya Jumlah (Rp)

A Biaya tetap
Kolam jaring 22.510,80
Penyusutan 63.194,64

Jumlah 85.705,44

B Biaya tidak tetap


Benih 624.000
Pupuk 24.960
Pakan 2.041.416
Tenaga kerja 640.800

Jumlah 3.331.176

Total (A+B) 3.416.881,44

Tabel 4. Rata-Rata Produksi, Harga Jual, Biaya Produksi, Penerimaan dan


Pendapatan yang diperoleh Satu Peride pembenihan Betok / 5
Indukan

No. Uraian Nilai

1. Produksi (ekor) 116.000


2. Harga Jual (Rp/ekor) 200
3. Biaya Produksi (Rp) 8.014.272,35
4. Penerimaan (Rp) 23.200.000
5. Pendapatan (Rp) 15.185.727,65
18

Tabel 5. Rata-Rata Produksi, Harga Jual, Biaya Produksi, Penerimaan dan


Pendapatan pembesaran ikan betok /m3/tahun

No. Uraian Nilai


1. Produksi (Kg) 436,8
2. Harga Jual (Rp/Kg) 18.000
3. Biaya Produksi (Rp) 3.416.881,44
4. Penerimaan (Rp) 7.862.400,00
5. Pendapatan (Rp) 4.445.518,56

Tabel 6. Biaya Investasi, Biaya Produksi dan Harga Benih Ikan Betok/ekor

No Uraian Biaya Jumlah (Rp)


3
A Biaya investasi per m
1. Iduk Betok (5 ekor) 625.000
2. Kolam Induk Betok 120.250
3. Kolam pembenihan 601.250
4. Kakaban 40.000
5. Blower 150.000
6. Pompa celup 50.000
7. Pompa air 22.500
8. Waring 91.026
9. Serukan 2.000
10. Ember besar 5.770
11. Selang (m) 1.280
\
Jumlah 1.709.076

B Biaya sarana produksi


1. Biaya tetap 4.035.972,35
2. Biaya tidak tetap 3.978.300,00
Jumlah 8.014.272,35
C Produksi/tahun (ekor) 116.000
D Harga pokok = (B:C) 69,09
E. Harga jual = D + (D x 14%) 78,76

Tabel 7. Biaya Investasi, Biaya Produksi dan Harga


Betok/kg
No Uraian Biaya Jumlah (Rp)
A Biaya investasi per m3
1
.Kolam Pembesaran 120.250
2Pompa air 22.500
19

.
3
.Waring 91.026
4
.Serukan 2.000
5
.Ember besar 5.770
6
.Pipa (m) 7000
7
.Selang (m) 12.800
8
.Timbangan 24.000
Jumlah 285.346
B Biaya sarana produksi
1
.Biaya tetap 85.705,44
2
.Biaya tidak tetap 3.331.176
Jumlah 3.416.881,44
C Produksi/tahun (kg) 436,8
D Harga pokok = (B:C) 7.822,53
E. Harga jual = D + (D x 14%) 8.917,

Tabel 8. Rata-rata BEP Pembenihan Ikan Betok/m3

No. Uraian Jumlah


1. BEP Volume Penjualan 89,08 ekor
2. BEP Nilai Penjualan 17.816,00
3. BEP % Penjualan 10

Tabel 9. Rata-rata BEP Perbesaran Ikan Betok /m3

No. Uraian Jumlah


1. BEP Volume Penjualan 11,24 kg
2. BEP Nilai Penjualan 202.320
3. BEP % Penjualan 25,7

Tabel 10. Rata-rata R/C Ratio Usahatani Pembenihan dan Pembesaran Ikan
Betok

No. Uraian Pembenihan Pembesaran


1. Penerimaan (Rp) 23.200.000,00 7.862.400,00
2. Total Biaya (Rp) 8.014.272,35 3.416.881,44
3. R/C Ratio 2,89 2.30
20

III. PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Budidaya ikan dapat dilakukan di perairan rawa lebak. Rawa lebak di

indonesia masih sangat luas. Luasnya wilayah rawa lebak masih memungkinkan

sebagai peluang usaha budidaya ikan baik pembenihan maupun pembesaran ikan.

Persiapan kegiatan budidaya meliputi persiapan wadah yaitu pembuatan

kolam,drainase,saluran pemasukan dan pengeluaran, pemupukan, dan

pengapuran.

3.2 Saran

Belum banyak spesies ikan yang dapat dibudidayakan pada lahan rawa

lebak. Sebaiknya dilakukan penelitian mengenai ikan apa yang cocok untuk

kegiatan budidaya ikan di rawa lebak.


21

DAFTAR PUSTAKA

Akbar, Junius dan Syachradjad Fran., 2013. Manajemen Kesehatan Ikan. P3AI
Unlam, Banjarmasin.
Akbar, Junius., 2012a. Pertumbuhan dan kelangsungan hidup ikan betok (Anabas
testudineus) yang dipelihara pada salinitas berbeda. Jurnal Bioscieniae.
Vol 9, No 2, Juli 2012. Hal: 1-8.
Akbar, Junius., 2012b. Ikan Betok Budi Daya dan Peluang Bisnis. Eja Publisher,
Yogyakarta.
Akbar, Junius., 2012c. Pembentukan kelamin jantan ikan baung (Hemibagrus
nemurus) dengan nonsteroid akriflavin sebagai upaya untuk mengatasi
kelangkaan induk jantan. Jurnal Bioscientiae. Vol 9, No 1, Januari 2012.
Hal: 20-30.
Akbar, Junius; A. Mangalik; S. Fran, dan R. Ramli., 2014. Pengembangan
Perikanan Budi Daya Rawa dengan Pakan Buatan Alternatif Berbasis
Bahan Baku Gulma Air dalam Upaya Mendukung Ketahanan Pangan.
Laporan Hibah Penelitian Unggulan PT (Tahun ke-1).
Ilyas, S; E.S. Kartamihardja; F. Cholik; R. Arifudin; Krismono; D.W.
Hedrotjahjo; Z. Jangkaru; W. Ismail; A. Hardjamulia; E. Pratiwi; H.
Supriadi; Sutrisno, dan S. Hadiwigeno., 1992. Pedoman Teknis
Pengelolaan Perairan Umum Bagi Pengembangan Perikanan. Pusat
Penelitian dan Pengembangan Perikanan. Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian. 80 hal.
Subagyo H., 2006. Klasifikasi dan Penyebaran Rawa dalam Karakteristik
Pengelolaan Lahan Rawa. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan
Sumberdaya Lahan Pertanian, Departemen Pertanian.
Welcomme, R.L., 1979. Fisheries Ecology of Floodplain River. Longman,
London. 317 p.

Anda mungkin juga menyukai