Anda di halaman 1dari 18

TRADISI PENGELOLAAN LUBUK LARANGAN SEBAGAI UPAYA

PELESTARIAN IKAN DI ALIRAN SUNGAI SEKAMIS

Disusun oleh:

Nama: Leoni Wilhelmina

NPM: A1G021035

Kelas: 2A

Dosen Pengampu:

Panut Setiono, M.Pd.

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

UNIVERSITAS BENGKULU

TAHUN AJARAN 2022

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Tuhan yang Maha Esa atas segala rahmat dan hidayah
-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan penyusunan makalah mata kuliah
Konsep Dasar IPS yang berjudul TRADISI PENGELOLAAN LUBUK LARANGAN
SEBAGAI UPAYA PELESTARIAN IKAN DI ALIRAN SUNGAI SEKAMIS sebagai satu
acuan dan pedoman bagi pembaca.
Saya berharap semoga makalah ini dapat menbantu menambah
pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca. Makalah ini saya akui banyak
kekurangan karena pengalaman yang saya miliki kurang, sehingga saya dapat
memperbaikki isi dari makalah ini sehingga kedepannya dapat lebih baik. Oleh
karena itu saya harapkan para pembaca untuk memberikan masukkan yang
bersifat membangun untuk menyempurnakan makalah ini.

Saya ucapkan terimakasih yang tiada hentinya kepada dosen mata kuliah
Konsep Dasar IPS, Bapak Panut Setiono, M.Pd. yang telah memberikan
bimbingan sehingga makalah observasi ini dapat saya susun dengan baik.

Bengkulu, 27 Mei 2022

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................ii

DAFTAR ISI......................................................................................iii

DAFTAR TABEL.................................................................................iv

DAFTAR GAMBAR.............................................................................v

DAFTAR LAMPIRAN..........................................................................vi

BAB I PENDAHULUAN......................................................................1

1.1 Latar Belakang...............................................................................1


1.2 Pembatasan Masalah......................................................................2
1.3 Rumusan Masalah..........................................................................2
1.4 Tujuan Penulisan...........................................................................3
1.5 Manfaat Penulisan..........................................................................3

BAB II HASIL TEMUAN.....................................................................4

2.1 Gambaran Yang Diobservasi...........................................................4


2.2 Hasil Temuan Di Lapangan.............................................................4

BAB III PENUTUP.............................................................................10

3.1 Kesimpulan.................................................................................10
3.2 Saran.........................................................................................12

DAFTAR PUSTAKA............................................................................14

iii
DAFTAR TABEL

TABEL 1. Struktur TABEL Perbedaan Penelitian 2021)..............................12

iv
DAFTAR GAMBAR

GAMBAR 1. Tradisi Lubuk Larangan.......................................................10

GAMBAR 2. Tradisi Lubuk Larangan.......................................................11

v
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Data Diri Penulis..................................................................17

vi
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Luas perairan umum daratan di Indonesia diperkirakan mencapai 54 juta
hektar yang merupakan perairan umum yang terluas di wilayah ASEAN. Dari
luas perairan umum daratan tersebut, 71.63% terdiri dari perairan rawa dan
sungai, perairan lebak sebesar 22.13% dan danau (danau alam dan danau
buatan) sebesar 3,89%. Sebagian besar perairan tersebut berada di Pulau
Kalimantan (60%), Pulau Sumatera (30%) dan sisanya di Pulau Sulawesi,
Pulau Papua, Pulau Nusa Tenggara Barat, Pulau Jawa dan Pulau Bali. Dari
hasil riset mengenai luasan perairan umum daratan di Indonesia,
menunjukan bahwa secara garis besar sumberdaya perairan umum daratan
mempunyai potensi yang sangat besar untuk dikembangkan, salah satunya
bagi pengembangan dan pemanfaatan sektor perikanan baik perikanan
tangkap maupun perikanan budidaya (Badan Riset Kelautan dan Perikanan
2009)

Desa Sekamis terdapat satu aliran sungai yang tidak terlalu kecil namun
juga tidak teralu besar yang di manfaatkan masyarakat untuk kebutuhan
sehari-hari seperti mandi, minum, dan juga mencari ikan. Kekurangan air
manusia, hewan, dan 3 3 tumbuhan akan terganggu pertumbuhan,
kesehatan, dan produktivitasnya, bahkan akan mati (Manik dan Edy, 2009
hal. 123). Pada hakikatnya keterlibatan masyarakat tradisional merupakan
suatu rumusan yang perlu dikembangkan terutama dalam rangka
pengelolaan sumberdaya ikan, pengelolaan sumber daya perikanan ada
baiknya dilakukan dengan memandang situasi dan kondisi lokal daerah yang
di kelola. Menurut Nikijuluw (2002) dalam Wahyudin (2004), pengelolaan
sumberdaya perikanan berbasis masyarakat tradisional dapat didefinisikan
sebagai suatu proses pemberian wewenang, tanggung jawab dan
kesempatan kepada masyarakat untuk mengelola sumberdaya perikanan
pada akhirnya menentukan dan berpengaruh pada kesejahteraan hidup
mereka. Pengembangan sumberdaya perikanan inilah yang diadopsi untuk
dikembangkan dan dilestarikan oleh masyarakat di beberapa daerah di
Sumatera. Salah satunya bentuk pengelolaan sumber daya ikan dengan
7
sistem ikan larangan. Ikan larangan bagi masyarakat Sumatera Barat sama
halnya dengan lubuk larangan yang dilakukan masyarakat di Kabupaten
Sarolangun. Kegiatan ini sudah dilakukan turun-temurun, dimana
berdasarkan kesepakatan bersama seluruh masyarakat menetapkan sungai,
rawa, atau sumber air lainnya selama kurun waktu tertentu ikan yang ditebar
tidak boleh di panen. Komitmen ini dipegang teguh seluruh masyarakat
sampai waktu yang ditentukan karena jika dilanggar mereka percaya ada
konsekuensi yang akan diterima seperti sakit dan lain sebagainya

Dari sisi sumberdaya perikanan keberadaan kearifan tradisional sangat


menguntungkan karena secara langsung ataupun tidak langsung sangat
membantu dalam memelihara lingkungan serta mencegah terjadinya
kerusakan lingkungan (Lampe, 2006 dalam Pawarti, et al., 2012 hal. 145).
Kearifan lokal masyarakat Desa Sekamis dalam menjaga dan melestarikan
sumberdaya perikanannya menjadi hal yang sangat menarik untuk diteliti
karena diharapkan menjadi referensi pelestarian sumber daya perairan. 6 6
Berdasarkan latar belakang tersebut penulis mengambil penelitian dengan
judul Keberadaan Lubuk Larangan Sebagai Upaya Pelestarian Ikan di Aliran
Sungai Sekamis

1.2 PEMBATASAN MASALAH


a. Laporan ini membahas tentang kaitannya tradisi dengan sumber daya
alam.
b. Penelitian ini dilakukan di desa sukamis sumatera barat
c. Laporan ini hasil dari wawancara dan sumber-sumber internet.

1.3 RUMUSAN MASALAH


1. Bagaimana upaya masyarakat dalam melestarikan ikan yang ada di aliran
lubuk larangan sungai sekamis maupun yang di tebar dari benih?
2. Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi masyarakat dalam melestarikan
ikan yang ada di aliran lubuk larangan sungai sekamis?

1.4 TUJUAN PENULISAN


1. Untuk mengetahui Jenis-jenis ikan yang ada di aliran sungai Sekamis
2. Untuk mengetahui gangguan ekosistem yang ada di sungai Sekamis

1.5 MANFAAT PENULISAN


1. Untuk membuat jenis-jenis ikan di aliran sungai sekamis terus berkembang
8
biak dan di lestarikan.
2. di harapkan dengan penelitian ini masyarakat lebih peduli terhadap
lingkungan atau ekosistem air yang perlu di jaga bersama-sama
3. Diharapkan dapat menunjang pertumbuhan ekonomi desa sekamis yang
mana menjadi salah satu hasil dari BUMDS Sekamis.

9
BAB II

HASIL TEMUAN

2.1 Gambaran Yang Observasi


Indonesia banyak banget budaya yang berkaitan langsung dengan lingkungan.
Salah satunya adalah budaya milik masyarakat Desa Lubuk Beringin, Jambi.
Masyarakat desa tersebut memiliki tradisi yang bernama Lubuk Larangan.
Lubuk Larangan adalah sebuah wilayah atau tempat yang disepakati oleh
masyarakat bersama dengan lembaga adat untuk pengambilan ikan dan
ekosistem lainnya ada waktu tertentunya. Perlu diketahui, Lubuk Larangan ini
memiliki ikan asli daratan tinggi yang hidup di sungai, seperti ikan semah (tor
dournesis), ikan garing, ikan dalum, ikan belido, dan beberapa jenis ikan
lainnya. Kalau kamu ingin mengambil ikan tersebut, kamu harus menunggu
waktu pengambilannya yang telah disepakati bersama. Waktu penentuannya
beragam, ada yang 1 tahun, 2 tahun atau bahkan lebih.

2.2 Hasil Temuan Di Lapangan


indonesia adalah negara yang dilintasi oleh ratusan sungai. Kekayaan dalam
sungai-sungai ini dapat menghidupi masyarakat banyak, jika dikelola
dengan baik. Lubuk Larangan adalah wilayah atau lokasi di aliran sungai
yang telah disepakati untuk tidak diambil ikannya, dengan cara apapun.
ubuk Larangan merupakan salah satu cara masyarakat Jambi untuk
menjaga kelangsungan sungai. Tradisi ini telah dilakukan di beberapa
wilayah, seperti Kabupaten Bungo, Merangin, dan Sarolangun.
Tidak ada catatan pasti kapan tradisi ini pertama kali dilakukan. Namun,
Lubuk Larangan telah menjadi satu tradisi turun temurun yang dilakukan
masyarakat. untuk menegakkan aturan tersebut, maka dibuat hukum adat
bagi mereka yang melanggar. Jika ada yang nekad mengambil ikan di Lubuk
Larangan, maka ia harus membayar denda berupa beras 50 gantang, uang
50 juta, atau mengganti dengan hewan ternak, seperti kerbau, kambing,
dan sebagainya.

Gambar 1. Tradisi Lubuk Larangan

Gambar 2. Tradisi Lubuk Larangan

10
Lubuk larangan merupakan sebagai suatu sistem sosial. Sistem adalah himpunan dari
bagian-bagian yang saling berkaitan, masing – masing bagian bekerja sendiri dan
bersama – sama saling mendukung; semua dimaksudkan untuk mencapai tujuan
bersama, dan terjadi pada lingkungan yang kompleks. Sistem adalah dalam rangka
pemecahan masalah yang rumit, luas dan saling bergantungan satu sama lain (Putri,
2016 hal. 150). Lubuk larangan dapat dikatakan sebagai aktualisasi perilaku ekologis
masyarakat Desa Sekamis.
Implementasi perilaku ekologis tersebut dapat dilihat dari 4 hal yaitu
1). Kemampuan membagi wilayah pengelolaan berdasarkan kepentingan ekologi,
ekonomi dan sosial,
2). Kemampuan melakukan pengambilan keputusan secara kolektif sehingga
berimplikasi pada aspek psikis masyarakat untuk memiliki bersama dan mentaati setiap
keputusan bersama,
3). Kemampuan membangun mekanisme penegakkan 7 7 hukum yang efektif
meminimalisir pelanggaran dan meredam konflik secara damai, dan
4). Kemampuan melakukan sosialisasi dengan baik sehingga tidak hanya masyarakat
yang mengetahui peraturan lubuk larangan, namun masyarakat di luar nagari pun
mengetahui, menghargai dan ikut mentaati kesepakatan lokal tersebut (Kurniasari, dkk,
2013 hal. 178). Pembentukan lubuk larangan melalui sebuah musyawarah warga yang
terdiri dari berbagai unsur masyarakat diantaranya adalah tokoh adat, tokoh agama,
tokoh pemuda, aparat pemerintahan Kabupaten Sarolangun, dan unsur masyarakat
lainnya.

Penelitian Amri (2013), tentang “Kearifan Lokal Lubuk Larangan sebagai Upaya
Pelestarian Sumberdaya Perairan di Desa Pangkalan Indarung Kabupaten Kuantan
Singing”. Hasil penelitian ini menemukan peraturan adat yang akan membuat lubuk
larangan, yaitu: 1) etnotecnology/instrument yang sederhana, 2) penanaman dan
menjaga vegetasi selama keruk sungai, 3) melarang untuk menangkap ikan kaloso, 4)
ikan yang diizinkan untuk tangkap adalah mereka yang berat 250 gram/ikan, dan 5)
lubuk. Persamaan dari penelitian ini adalah kearifan lokal sebagai suatu peraturan adat
yang sederhana untuk pelestarian sumberdaya perairan. Perbedaanya adalah penelitian
Amri hanya membahas tentang lubuk larangan tetapi penelitian ini akan mengkaji
berbagai macam kearifan lokal yang ada di Atauro dalam pemanfaatan dan
pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut. 2. Diandri (2014), tentang “Kearifan Lokal
Masyarakat Nelayan dalam Menjaga Lingkungan Wilayah Pesisir di Kenagarian Surantih
Kecamantan Sutera Sumatera Barat”. Informan penelitian ini ditentukan dengan teknik
snow ball sampling. Informan kunci yang dimaksud adalah nelayan yang ada di Desa
11
Surantih yang ikut mematuhi kesepakatan dalam menjaga lingkungan serta wali nagari
sebagai Aparat Pemerintah. Metode yang digunakan untuk analisis data adalah reduksi
21 21 data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Hasil penelitian Diandri tersebut
adalah pertama, masyarakat memiliki pengetahuan yang cukup tentang pentingnya
kelestarian wilayah pesisir bagi kehidupan. Bentuk pengetahuan tersebut berupa:
fungsi wilayah pesisir, larangan penangkapan ikan dengan bom, dan lingkungan pesisir
sebagai sumber mata pencaharian. Wujud pengetahuan tersebut dalam bentuk
kearifan lokal lubuk larangan untuk menghindari aktivitas penangkapan ikan yang
merusak serta adanya sangsi bagi yang melanggar larangan tersebut. Kedua,
masyarakat yakin dengan kelestarian lingkungan pesisir pantai dapat menjamin
kelangsungan hidupnya, oleh karena itu adanya kearifan lokal yang melarang
menangkap ikan menggunakan bom, membuat masyarakat yakin dengan masa
depannya. 3. Penelitian Juliani (2015), tentang “Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan
Berbasis Kearifan Lokal di Wilayah Pesisir Kabupaten Kutai Timur”. Penelitian ini
merupakan penelitian survey yang menggunakan pendekatan secara deskriptif
kualitatif. Informan penelitian ditentukan dengan teknik purposive sampling. Untuk
memudahkan penggalian informasi dalam pengumpulan data dilakukan pula teknik PRA
(Partisipatory Rural Appraisal) serta FGD (Focus Group Discussion) dengan
menggunakan metode analisis kesejarahan, diagram venn, peta sumberdaya alam
secara partisipatif, dan tabel mata pencaharian. Hasil penelitian Juliani menunjukkan
kearifan lokal yang berkaitan erat dengan kegiatan penangkapan ikan di laut yang
meliputi: Pertama, kepercayaan 12 atau pantangan berupa: a) pelaksanaan upacara
adat/selamatan kampung/pesta laut dan selamatan pada saat pertama kali
mennggunakan perahu dan mesin beserta alat tangkap seperti bagan, b) pantangan
untuk tidak melakukan kegiatan penangkapan pada hari jumat, c) tidak boleh
menangkap jenis ikan tertentu (hiu tutul), dan d) tidak boleh bersifat takabur yang
berkaitan dengan aktivitas penangkapan

12
13
14
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Masyarakat Desa Sekamis memiliki berbagai berbagai Upaya yang dilakukan untuk
mengelola sumberdaya perikanan Lubuk Larangan Desa Sekamis Diantaranya Yaitu : 1.
Pemberian Pakan Kepada Ikan Lubuk Larangan Desa Sekamis, 2. Penegakan Hukum
Lubuk Larangan, 3. Penentuan Waktu Panen dan Adapun Faktor-faktor yang
mempengaruhi dalam pengelolaan lubuk larangan sebagai sumberdaya perikanan Desa
sekamis Kecamatan Cermin Nan Gedang Kabupaten Sarolangun adalah : 1. Memelihara
Ekosistem Sungai Desa Sekamis, 2. Menjaga Kearifan Lokal, 3. Mengembangkan
EkonomiDesa

15
3.2 Saran

Kepada seluruh masyarakat Desa Sekamis Kecamatan Cermin Nan Gedang Kabupaten
Sarolangun untuk tetap melestarikan serta menjaga Lubuk Larangan Sungai Sekamis
dengan tidak merusak Ekosistem Sungai serta tidak merusak Sumberdaya Perikan yang
ada di dalamnya, dan tetap melestarikan adat istiadat serta kearifan local yang ada
sebagai salah satu warisan budaya Nusantara di Negeri Jambi. Selanjutnya penulis
berterimakasih kepada semua pihak yang telah ikhlas dalam memebantu
menyelesaikan tulisan ini, mudah-mudahan bermanfaat bagi siapapun yang membaca,
kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan penulis, sekian dan terimakasih

16
LAMPIRAN

Data Diri Penulis.

Nama : Leoni Wilhelmina


NPM : A1G021035
Tempat Tanggal Lahir : Bengkulu, 02 September
2004
Alamat : Betungan kota bengkulu
Jenjang Pendidikan : S1
Program Study : PGSD
Riwayat Pendidikan:
-SD Negri 79 Kota bengkulu
-SMP 5 Kota Bengkulu
-SMA Negeri 3 Kota Bengkulu

- SMA Negri 1 Pagaralam

17
DAFTAR PUSTAKA

Yuliaty, C., & Priyatna, F. N. (2014). Lubuk larangan: dinamika pengetahuan


lokal masyarakat dalam pengelolaan sumber daya perikanan perairan sungai di
Kabupaten Lima Puluh Kota. Jurnal Sosial Ekonomi Kelautan Dan Perikanan,
9(1), 115-125.
Pawarti, A. (2012, September). Nilai pelestarian lingkungan dalam kearifan lokal
lubuk larangan ngalau agung di kampuang surau Kabupaten dharmasraya
Provinsi sumatera barat. In Seminar Nasional Pengelolaan Sumberdaya Alam.
Handayani, M., Djunaidi, D., & Hertati, R. (2018). Sistem Pengelolaan Lubuk
Larangan Sebagai Bentuk Kearifan Lokal di Sungai Batang Tebo Kabupaten
Bungo Provinsi Jambi. SEMAH Jurnal Pengelolaan Sumberdaya Perairan, 2(3).

18

Anda mungkin juga menyukai