Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

PENTINGNYA PENGAWASAN SUMBERDAYA KELAUTAN DAN


MENCEGAH KERUGIAN NEGARA

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Matakuliah Sejarah Maritim

DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 3
SAMSIDAR. S (1962040003)
NURHALISA (1962042023)
DEWI LESTARI (1962040005)
EKA (1962042007)
NUR FATIHA (1962041019)
INDAH LESTARI (1962040007)
DIMAS ARYAGUNAWAN (1962041007)
MAUDI INSANI (1962042003)
PITRIANI (1962042017)
DENI SYAKRIAWAN (1962041021)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH

FAKULTAS ILMU SOSIAL

UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR

2021
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim.
Puji syukur kehadirat Allah SWT, atas berkat dan limpahan rahmat-Nya,
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. Dan sholawat
serta salam senantiasa tercurahkan kepada Baginda Rasulullah SAW yang telah
memberikan kita kenikmatan Islam, Iman dan Ihsan.
Adapun judul makalah yang kami bahas mengenai “Pentingnya Pengawasan
Sumberdaya Kelautan dan Mencegah Kerugian Negara”. Makalah ini kami susun
dengan memanfaatkan sumber buku, jurnal penelitian, informasi dari e-book. Selain
itu, kami juga menambahkan sumber dari berita yang terkait dengan sumberdaya
kelautan di Indonesia.
Namun terlepas dari semua itu, kami menyusun makalah ini dengan segala
keterbatasan dan kekurangan, sehingga kami menyadari bahwa dalam penulisan
makalah ini masih banyak terdapat kesalahan, kekurangan dan sangat jauh dari
kesempurnaan, oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya
membangun dalam usaha penyempurnaannya, dan upaya-upaya pemahaman yang
lebih luas.
Dengan segala kekurangan dan kelebihan semoga makalah ini dapat
bermanfaat untuk kita semua, dan semoga Allah SWT selalu meridhai segala usaha
yang dilakukan. Aamiin.

Makassar, 27 februari 2021

Penulis (Kelompok 3)

ii
DAFTAR ISI

Halaman Judul.................................................................................................i

Kata Pengantar................................................................................................ii

Daftar Isi.........................................................................................................iii

Bab 1 Pendahuluan.........................................................................................1

A. Latar Belakang..................................................................................1

B. Tujuan dan Manfaat yang Ingin Dicapai………………………2

Bab 2 Uraian Gagasan……………………………………………...……3

A. Urgensi Pengawasan Sumberdaya Kelautan……………………3

B. Usaha Mencegah Kerugian Negara……………………………...5

1. Akibat Aktivitas Illegal Fishing……………………………….5

2. Destructive Fishing (Penangkapan Ikan yang Merusak)……6

3. Praktek Perikanan yang Tidak Ramah Lingkungan………..8

4. Pencemaran Lingkungan…………………………………….9

C. Pihak-Pihak yang Dapat Mengimplementasikan Gagasan…...10

D. Langkah-Langkah Strategis Untuk Mengimplementasikan

Gagasan……………………………………………………………11

Bab 3 Kesimpulan……………………………………………..………12

A.Peran Kelembagaan Kementerian Maritim…………….…….12

B. Cara Merealisasikan dan Waktu yang Diperlukan………….13

C.Prediksi Dampak Bagi Dunia Maritim/Bahari dan NKRI Bagi


Generasi Muda Sekarang dan yang Akan Datang…………….. 14

Daftar Pustaka...........................................................................................15

iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sebutan negara maritim kepada negara Republik Indonesia dikarenakan luas
lautan mencapai 3.257.483 km2, hampir dua per tiga dari wilayah Indonesia
merupakan lautan. Selain itu Indonesia juga dikenal dengan sebutan Archipelagic
State, atau negara kepulauan yang terdiri dari 13.466 pulau. Potensi alam yang
sangat besar terutama di bidang perikanan dan dalam hal ini negara harus
mempergunakan sebesar-besarnya untuk memanfaatkan dan mengelola secara
efektif, efisien, dan tidak mengeksploitasi secara berlebihan terhadap hasil
perikanan yang ada sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 33 Ayat (3).
Terhadap pengelolaan dan penangkapan ikan negara harus mampu melakukan
pengawasan dan penjagaan terhadap kegiatan penangkapan ikan tersebut
dikarenakan dampak yang cukup dirasakan adalah pengaruhnya terhadap
ekosistem/lingkungan laut, apabila pengelolaan dan kegiatan penangkapannya
tidak memperhatikan ketentuan dan persyaratan yang diwajibkan. Pengelolaan,
pemanfaatan, dan pengawasan terhadap sumber daya perikanan di Republik
Indonesia dinilai masih kurang efektif, hal ini dikarenakan maraknya kasus
kejahatan perikanan yang ada dan terjadi di Wilayah Pengelolaan Perikanan
Republik Indonesia.
Tindak pidana perikanan yang meliputi Illegal, Unreported, dan Unregulated
yang secara harafiah dapat diartikan sebagai kegiatan perikanan yang tidak sah,
kegiatan perikanan yang tidak diatur oleh peraturan-peraturan yang ada, atau
aktivitasnya tidak dilaporkan kepada suatu institusi atau lembaga pengelolaan
perikanan yang tersedia. Oleh karena itu untuk mencegah dan memberantasnya
perlu dilakukan pengawasan yang dikenal dengan monitoring, controlling, dan
surveillance. Dalam kaitan ini petugas diberikan kewenangan penuh melakukan
penyidikan membantu pejabat penyidik umum yang berwenang.

1
B. Tujuan dan Manfaat yang Ingin Dicapai
Adapun tujuan dan manfaat yang ingin dicapai dalam makalah ini adalah
sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui peranan satuan kerja pengawasan sumber daya kelautan
dan perikanan dalam pemberantasan tindak pidana perikanan.
2. Untuk mengetahui hambatan yang ditemukan oleh satuan kerja pengawasan
sumber daya kelautan dan perikanan dalam pemberantasan tindak pidana tindak
pidana perikanan.
3. Untuk mengetahui upaya yang dilakukan dalam mengatasi hambatan satuan
kerja pengawasan sumber daya kelautan dan perikanan dalam pemberantasan
tindak pidana tindak pidana perikanan.

2
BAB II
URAIAN GAGASAN
A. Urgensi Pengawasan Sumberdaya Kelautan
Indonesia sebagai Negara Kepulauan yang mempunyai potensi di wilayah
laut. Pemanfaatan potensi di wilayah laut yang ada di Indonesia tentunya
mendatangkan keuntungan ekonomi bagi Negara Indonesia, akan tetapi kadang
kala mendatang sesuatu yang tidak diinginkan seperti kerusakan lingkungan laut.
Dalam aturan hukum yang berlaku bahwa yang berwenang dalam melakukan
pengawasan dalam pemanfaatan sumber daya kelautan terutama sumber daya ikan
yaitu Negara yang dijalankan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan.
Pengawasan menempati posisi yang sangat strategis dalam pengelolaan dan
pemanfaatan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan, dalam hal pengawasan
tidaklah mungkin hanya dilakukan oleh Pemerintah, baik itu Pemerintah Pusat,
maupun Pemerintah Daerah saja.
Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa Indonesia dianugerahi potensi
sumber daya kelautan dan perikanan yang melimpah. Hal ini menjadi salah satu
keunggulan dalam pembangunan nasional untuk meningkatkan kesejahteraan
rakyat. Namun, disadari bahwa masih terdapat kegiatan-kegiatan yang tidak taat
aturan dalam memanfaatkan sumber daya tersebut.
Pengawasan hadir dalam rangka menjamin tertib pelaksanaan peraturan
perundang-undangan yang berlaku di bidang kelautan dan perikanan. Dalam hal
mengawal kedaulatan pengelolaan sumber daya kelautan dan perikanan, sudah
barang tentu bahwa melalui pengawasan yang optimal maka maka penegakan
hukum di laut, terutama dari kapal-kapal asing pelaku illegal fishing akan semakin
baik, maka bangsa Indonesia akan berdaulat dalam mengelola sumber daya
kelautan dan perikanan.
Pengawasan dilakukan terhadap berbagai kegiatan pemanfaatan sumber daya
kelautan dan perikanan. Obyek yang diawasi antara lain : illegal unreported and
uregulated (IUU) fishing, destructive fishing, budidaya perikanan, pengolahan dan
pemasaran hasil perikanan, ekosistem pesisir, pemanfaatan pasir laut, pesisir dan

3
pulau-pulau kecil, kawasan konservasi perairan, Benda Muata Kapal Tenggelam
(BMK), dan bangunan laut.
Potensi sumberdaya kelautan dan perikanan yang beragam macam dan
jenisnya merupakan sumber kehidupan yang pemanfaatan dan pengelolaannya
harus secara baik, berkelanjutan dan bertanggung-jawab guna meningkatkan
sebesar besarnya kemakmuran rakyat dengan tetap memperhatikan kelanjutan dan
kelestarian. spesifik dan kompleksnya permasalahan yang muncul tersebut diatas
menuntut peran dan tanggungjawab yang besar bagi pemerintah dalam hal ini
Dinas Kelautan dan Perikanan untuk dapat mengantipasi dan mencarikan solusi
permasalahan dimaksud agar pengelolaan dan pemanfaatannya dilakukan dengan
baik, tertib dan taat serta bertanggung jawab sesuai dengan tata aturan
perundangan yang berlaku. Namun mengingat keterbatasan yang ada baik
sumberdaya manusia maupun sarana prasarana yang ada pihak pemerintah tidak
mampu sepenuhnya memikul tanggungjawab pengawasan pengelolaan
sumberdaya kelautan dan perikanan secara keseluruhan, untuk itu peran serta
masyarakat dalam turut serta mengawasi pengelolaan sumberdaya kelautan dan
perikanan sangat diharapakan.
Terbentuknya mekanisme pengawasan berbasis masyarakat yang secara
terintegrasi dilakukan oleh pemerintah , masyarakat dan organisasi non pemerintah
serta dunia usaha perikanan dengan tetap mengacu kepada peraturan perundang-
undangan yang berlaku dengan :
1. Meningkatkan peran serta kelompok dan/atau masyarakat dalam pengawasan
dan pengelolaan sumberdaya kelautan dan perikanan.
2. Terlaksananya jalinan kerjasama dan sinergitas jaringan pengawasan dan
pengelolaan sumberdaya kelautan dan perikanan oleh aparat keamanan dan/atau
penegak hukum serta masyarakat.
3. Tercapainya tata-kelola dalam pemanfaatan sumberdaya kelautan dan perikanan
secara bertanggung jawab dan lestari.

4
B. Usaha Mencegah Kerugian Negara
Kondisi Indonesia sebagai Negara maritime memiliki potensi besar di bidang
lautan. Dengan kondisi laut yang begitu luas berpotensi juga timbulannya
permasalahan yang terjadi di laut Indonesia. Sejarah menunjukkan bahwa
Indonesia merupakan negara maritim dengan kekayaan sumber daya alam kelautan
yang melimpah. Sehingga selama beberapa abad lamanya, pusat-pusat
pertumbuhan ekonomi dan peradaban di wilayah Nusantara memiliki kekuatan
ekonomi dan politik dengan berbasis pada sumber daya kelautan.
Oleh karena itu penguatan Indonesia menuju negara maritim yang kuat
diperlukan berbagai terobosan untuk mendayagunakan sumber daya kelautan
secara optimal. Namun, harus disadari bahwa mengelola sumber daya kelautan
memang tidak semudah membalikan telapak tangan.
Isu dan masalah yang harus dikelola sangat kompleks, sehingga
membutuhkan pengelolaan terhadap dinamika yang ada. Berikut beberapa
permasalahan laut di Indonesia:
1. Akibat Aktivitas Illegal Fishing
Illegal fishing dapat diartikan sebagai kegiatan yang melanggar hukum atau
peraturan perundang-undangan yang berlaku. Di mana dilakukan oleh nelayan
negara lain yang masuk ke wilayah kelautan Indonesia untuk menangkap ikan
secara ilegal. Melalui berbagai modus operandi para nelayan asing tersebut
menangkap ikan di perairan Indonesia dan selanjutnya diperjualbelikan di
luar Indonesia dengan keuntungan yang berlipatganda. Penangkapan ikan
secara ilegal tersebut telah merugikan negara secara finansial, karena telah
ikut menurunkan produktivitas dan hasil tangkapan secara signifikan, di
samping telah mengancam sumber daya perikanan laut Indonesia. Para nelayan
asing yang kerap memasuki wilayah perairan Indonesia, antara lain, berasal
dari Thailand, Vietnam, Filipina, dan Malaysia. Perairan Natuna, perairan
Sulawesi Utara dan perairan di sekitar Maluku serta Laut Arafura merupakan
kawasan yang paling rawan terhadap kegiatan illegal fishing. Rawannya perairan
Indonesia tersebut dari kegiatan illegal fishing, selain dikarenakan di kawasan

5
perairan tersebut terkandung potensi sumber daya perikanan yang besar, juga
dikarenakan posisi geografis dari kawasan perairan Indonesia tersebut berada di
perairan perbatasan atau berdekatan dengan perairan internasional sehingga sangat
terbuka bagi kemungkinan masuknya nelayan-nelayan asing ke wilayah perairan
Indonesia dan melakukan penangkapan ikan secara ilegal.
Kegiatan penangkapan ikan secara ilegal oleh para nelayan asing di perairan
Indonesia tersebut tidak berdiri sendiri, tetapi ditengarai menjadi bagian dari suatu
jaringan lintas negara yang beroperasi secara sistematis dan
berkelanjutan.3Kegiatan ilegal ini dilakukan untuk meraih keuntungan ekonomi,
dan potensi untuk meraih keuntungan itu sangat terbuka diperoleh di perairan
Indonesia yang memiliki sumber daya perikanan yang besar. Ini artinya,
kegiatan illegal fishing yang terjadi di perairan Indonesia, yang dilakukan
oleh para nelayan asing, dapat dimaknai sebagai tindak kejahatan lintas
negara (transnational crime) karena kegiatan dan jaringannya bersifat lintas batas;
para pelaku yang terlibat dan berbagai aktivitasnya melampaui batas-batas negara.
Kegiatan ilegal yang bersifat lintas batas ini menjadi persoalan serius bagi
Indonesia
2. Destructive Fishing (Penangkapan Ikan yang Merusak)
Masalah di perairan Indonesia tidak hanya pada illegal fishing. Masalah lain
yang tak kalah seriusnya adalah destructive fishing, yang justru dilakukan oleh
nelayan lokal dengan cara pengeboman dan pembiusan ikan. Masalah destructive
fishing ini sebenarnya telah muncul sejak 20-30 tahun lalu. Namun hingga
sekarang belum ada formulasi yang tepat untuk penyelesaiannya. Meski ditemukan
penyebabnya, namun ternyata kemudian tingkat kerumitan masalah ini cukup
kompleks. Dari sisi penegakan hukum, dimana Undang-Undang Perikanan sendiri
tidak mengatur hal-hal yang berkaitan dengan pupuk, sebagai bahan baku
pembuatan bom ikan. Sehingga pemberantasan destructive fishing ini tidak bisa
dilakukan hanya dengan satu cara saja.
Aktivitas destructive fishing paling banyak ditemukan di Selat Makassar,
sekitar perairan Kalimantan dan di Sulawesi Barat. Lalu ada juga di gugusan

6
Spermonde hinggaTakabonerate, Wanci di Wakatobi, Maluku dan NTT. Salah
satu pulau dengan intensitas destructive fishing yang tinggi adalah di Pulau
Papandangan Kabupaten Pangkep, dimana di pulau ini diketahui terdapat sekitar
15-20 orang pelaku. Minimnya pengawasan otoritas kawasan menjadi penyebab
aktivitas ini sulit dikendalikan, baik keterbatasan sarana dan prasarana pengawasan
dan SDM yang hanya tiga orang, sementara luas area yang harus diawasi
mencapai 50 ribu hektar.
Penanganan destructive fishing ini menjadi kompleks dan rumit karena
banyaknya mata rantai yang harus diurai, khususnya terkait pada perdagangan
bahan baku pembuatan bom ikan. Untuk masuk ke Indonesia pupuk tersebut
seharusnya melalui izin khusus dari Kapolri, hanya saja memang selama ini masuk
dengan cara illegal melalui rute-rute khusus yang bisa berubah setiap saat. Upaya
penanganan juga sudah sering dilakukan, hanya saja penyelesaiannya tidak sampai
ke akar masalah.
Meskipun KKP melalui Direktorat Pengawasan Sumber Daya telah
mengetahui proses dan jalur penyelundupan ini, namun dalam penindakan harus
berbenturan dengan aturan hukum yang ada. Seperti diketahui, bahan baku bom
ikan yang diselundupkan ini dalam bentuk pupuk, sehingga tak ada kewenangan
KKP untuk menindak lebih jauh, karena belum termasuk ke dalam tindak pidana
perikanan. KKP juga telah mencoba bekerja sama dengan bea cukai dengan
informan.
Tingginya intensitas destructive fishing ini telah menimbulkan kerusakan
kosistem terumbu karang yang cukup parah, khususnya di KepulauanSpermonde
yang membentang dari Kabupaten Pangkep hingga Kota Makassar. Kalau di
Selayar relatif stabil karena masih terpantau. Ini karena lokasi terumbu karangnya
yang berada perairan sekitar kawasan pemukiman. Kalau di Pangkep, ini karena
banyak pulau-pulau yang tidak berpenghuni. Banyak terumbu-terumbu karang
yang tidak bermunculan di atas air sehingga ini menjadi lahan empuk untuk
destructivefishing.

7
Di perairan Makassar sendiri, aktivitas yang paling banyak ditemukan adalah
pembiusan ikan, yang merusak terumbu karang secara perlahan. Ini terbukti dari
hasil temuan di lapangan dimana terumbu karang yang ditemukan mati namun
memiliki kondisi yang utuh.
Tingginya praktek pembiusan ikan ini karena tingginya permintaan ikan hidup
untuk konsumsi. Makassar memang tercatat sebagai daerah dengan tingkat
konsumsi ikan tertinggi di Indonesia. Konsumsi ikan warga Makassar rata-ratanya
40kg per tahun, melebihi rata-rata konsumsi ikan nasional sebesar 20-30 persen.
Dengan larisnya warung-warung makan dan ikan-ikan laut menyebabkan
meningkatnya suplai ikan dari laut. Secara perdagangan ini memang
menguntungkan.
Dua pendekatan penyelesaian masalah, yaitu melalui pencegahan dan
penindakan. Dari segi pencegahan itu melalui stakeholder approach, berupa
edukasi dan penyadaran kepada masyarakat serta memberikan alternatif
pendapatan kepada masyarakat berupa modal usaha. Sementara yang sifatnya
penindakan lebih ke arah penegakan hukum. Sejumlah rekomendasi yang akan
disampaikan kepada pihak terkait, serta menyetujui dilaksanakannya rencana aksi,
termasuk pelaksanaan kampanye yang massif terkait bahaya destructive fishing
terhadap keberlangsungan ekosistem laut. Penanganan bagi pelaku destructive
fishing juga perlu dirumuskan agar efek jera bisa efektif. Cara-cara penanganan
illegal fishing melalui penenggelaman kapal illegal perlu diadaptasi dalam
penanganan kasus destructive fishing.
3. Praktek Perikanan yang Tidak Ramah Lingkungan
Beberapa praktek perikanan yang tidak ramah lingkungan adalah
penangkapan ikan dengan menggunakan bahan peledak. Awalnya, penangkapan
ikan dengan menggunakan bahan peledak diperkenalkan di Indonesia pada masa
perang dunia ke dua. Penangkapan ikan dengan cara ini sangat banyak digunakan,
sehingga sering dianggap sebagai cara penangkapan ikan “tradisional”.
Meskipun peledak yang digunakan berubah dari waktu ke waktu hingga yang
paling sederhana yaitu dengan menggunakan minyak tanah dan pupuk kimia

8
dalam botol, cara penangkapan yang merusak ini pada dasarnya sama saja. Para
penangkap ikan mencari gerombol ikan yang terlihat dan didekati dengan
perahunya. Dengan jarak sekitar 5 meter, peledak yang umumnya memiliki berat
sekitar satu kilogram ini dilemparkan ke tengah tengah gerombol ikan tersebut.
Setelah meledak, para nelayan tersebut memasuki wilayah perairan untuk
mengumpulkan ikan yang mati atau terkejut karena gelombang yang dihasilkan
ledakan dengan menyelam langsung atau dengan menggunakan kompresor.
Terumbu karang yang terkena peledakkan secara terus menerus, seringkali
tinggal puing-puing belaka. Terumbu karang dalam yang rusak ini sulit sekali
untuk dipulihkan, karena kondisinya yang berupa puing dan tidak stabil, di atas
substrat seperti ini larva karang sulit untuk tumbuh dan berkembang biak. Selain
itu, terumbu karang mati ini tidak lagi menarik bagi ikan dewasa yang berpindah
dan mencari tempat tinggal untuk membesarkan anakan ikannya, sehingga
menurunkan potensi perikanan di masa datang. Selain itu, peledakan terumbu
karang juga menyebabkan banyaknya ikan dan organisme yang hidup dalam
komunitas terumbu karang tersebut, yang bukan merupakan sasaran penangkap
ikan, turut mati.
4. Pencemaran Lingkungan
Aktivitas manusia lainnya yang dapat menimbulkan pencemaran lingkungan
adalah secara langsung adalah penangkapan ikan tidak ramah lingkungan dengan
menggunakan bahan-bahan berbahaya seperti sianida yang dapat menyebabkan
kematian hewan-hewan karang dan kerusakan secara fisik terumbu karang.
Penggunaan racun dalam penangkapan ikan karang menimbulkan efek
samping yang sangat besar. Selain rusaknya terumbu yang ada di sekitar laut, juga
dapat menyebabkan kematian organisme lain yang bukan merupakan target.
Sementara praktek pembiusan dapat mematikan zooxanthella hewan penyusun
karang sehingga karang menjadi berubah warna yang akhirnya mati serta ikan-ikan
lainnya ikut mati yang tidak menjadi target.Oleh sebab itu, dan bahan beracun
(potas) berpotensi menimbulkan kerusakan yang luas terhadap ekosistem terumbu
karang.

9
Terumbu karang dapat rusak karena dibongkar oleh para penangkap ikan
untuk mengambil ikan yang terbius tersebut di rongga-rongga di dalam terumbu.
Selain itu, dalam jangka waktu yang lama, ekosistem yang terkena racun sianida
yang terus menerus dapat memberikan dampak buruk bagi ikan dan organisme lain
dalam komunitas terumbu karang, juga bagi manusia.
C. Pihak-Pihak yang Dapat Mengimplementasikan Gagasan
Pengawasan dilakukan melalui pendekatan hard structure dan soft structure,
mulai dari hulu hingga hilir. Pendekatan hard structure dilakukan dilakukan
dengan memeriksa dokumen perizinan, melakukan pemantauan posisi dan
pergerakan kapal perikanan menggunakan sarana vessel monitoring system
(VMS), melakukan operasi pengawasan di laut baik secara mandiri maupun
dengan bekerjasama dengan institusi penegak hukum lainnya [TNI-AL, POLAIR,
TNI-AU, dll.]. Sementara, pendekatan softstucture dilakukan melalui beberapa
upaya, diantaranya melakukan kerjasama dengan berbagai Kementerian/Lembaga,
kerjasama bilateral/internasional, ratifikasi konvensi internasional, aktif dalam
organisasi internasional (seperti RPOA).
Pihak-pihak yang dapat mengimplementasikan gagasan dalam bentuk
sinergitas dan kolaborasi antara Nelayan yang tergabung dalam Kelompok
Masyarakat Pengawas (Pokmaswas) binaan Pengawasan Sumberdaya Kelautan
dan Perikanan (PSDKP) Kementerian Kelautan dan Perikanan dan Masyarakat
pesisir dalam hal ini nelayan yang telah dibina oleh TNI AL melalui program
Pembinaan Desa Pesisir (Bindesir).
Sinergitas dan Kolaborasi yang dilakukan antara Pokmaswas dan Bindesir
dapat dilakukan dengan meningkatkan peran mereka untuk mencegah ancaman
keamanan maritim dengan pelatihan Bela Negara yang disesuaikan dengan
kebutuhan tugas dan fungsi nelayan dalam mencegah ancaman keamanan maritim,
pelatihan bela negara ini dapat diselenggarakan oleh Kementerian Pertahanan dan
menjadi program nasional bagi nelayan di seluruh Indonesia.
Program ini juga dapat melibatkan organisasi nelayan yang ada di Indonesia
seperti Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI), Kesatuan Nelayan

10
Tradisional Indonesia (KNTI), dan Serikat Nelayan Indonesia (SNI). Selain itu
Satuan Armada Nelayan dapat dikategorikan sebagai komponen pendukung matra
laut yang dapat digunakan baik saat masa damai maupun masa perang.
D. Langkah-Langkah Strategis Untuk Mengimplementasikan Gagasan
Pengawasan juga didukung oleh perangkat teknologi canggih yang dikenal
dengan Vessel Monitoring System (VMS)/Sistem Pemantauan Kapal Perikanan
(SPKP) yang merupakan salah satu sistem pengawasan kapal perikanan dengan
menggunakan peralatan tertentu untuk mengetahui pergerakan dan aktifitas kapal
perikanan berbasis satelit. Implementasi VMS merupakan bentuk komitmen
Indonesia memenuhi ketentuan internasional, regional, maupun nasional untuk
melaksanakan ketentuan-ketentuan konservasi dan pengelolaan perikanan.
Sejak tahun 2003, Direktorat Jenderal PSDKP telah mengimplementasikan
VMS bagi kapal-kapal perikanan dengan membangun sistem pemantauan dan
operasional VMS, serta memasang transmitter pada kapal-kapal perikanan dengan
ukuran tertentu (> 30 GT), sehingga dimungkinkan mengetahui keberadaan dan
pergerakan kapal perikanan serta untuk mengidentifikasi aktivitasnya.
Selain untuk mengetahui pergerakan kapal-kapal perikanan, VMS juga
memastikan kepatuhan (compliance) kapal perikanan terhadap ketentuan-
ketentuan yang berlaku. Saat ini teknologi VMS juga dikombinasikan dengan
perangkat Automatic Information System (AIS) yang dioperasikan oleh Badan
Keamanan Laut, serta Indonesia Space for Oceanography (Indeso). Kedepan
pemanfaatan teknologi akan terus ditingkatkan untuk mendukung keberhasilan
pengawasan.

11
BAB III
KESIMPULAN
A. Peran Kelembagaan Kementerian Maritim
Pada Sidang Paripurna DPR RI 29 September 2014 lalu, RUU Kelautan telah
disahkan menjadi UU Kelautan. Hal tersebut merupakan langkah maju bangsa
Indonesia sekaligus menandai dimulainya kebangkitan Indonesia sebagai bangsa
bahari yang kini tengah bercita-cita menjadi Negara Maritim. UU Kelautan akan
menjadi payung hukum untuk mengatur pemanfaatan laut Indonesia secara
komprehensif dan terintegrasi.
Seiring dengan hal tersebut, Presiden terpilih Joko Widodo sebagai Presiden
Republik Indonesia, memfokuskan pada pentingnya peran Maritim Indonesia
dengan visi menjadikan Indonesia sebagai poros maritim dunia. Hal ini
merupakan kebijakan strategis, mengingat memang Indonesia merupakan negara
bahari yang dikelilingi oleh lautan. Seluruh alur pelayaran dunia akan melalui
lautan Indonesia sebagai jalur strategis sehingga harusnya dapat dimanfaatkan
oleh Indonesia sebagai pendekatan diplomasi dalam menjadikan Indonesia
sebagai poros maritim dunia. Untuk mewujudkan Indonesia sebagai poros
maritim dunia, terdapat ide untuk membentuk sebuah kementerian maritim yang
dicanangkan oleh Presiden Joko Widodo.
Ide membentuk Kementerian Maritim sebanarnya dapat menjadi angin segar
untuk mewujudkan cita-cita sebagai poros maritim dunia mengingat saat ini yang
terjadi adalah yang berkecimpung di dunia maritim Indonesia kurang bersinergi
dan terkesan bekerja sendiri-sendiri sehingga tidak efektif dalam
mengoptimalisasi potensi maritim Indonesia. Sebagai contoh, sekarang ini
Indonesia memiliki Kementerian Kelautan dan Perikanan, namun tidak memiliki
hak untuk melakukan penjagaan wilayah laut karena ada instansi lain yang
mengklaim berhak menjaga wilayah laut. Namun yang terjadi kenyataannya
adalah puluhan ribu nelayan asing masuk dan mencuri ikan di laut Indonesia.
Pentingnya eksistensi Kementerian Maritim ini lebih ditunjukkan pada beban-
beban tugasnya di daerah pesisir. Kementerian Maritim mempunyai tugas untuk

12
bisa mengintegrasikan persoalan-persoalan maritim serta solusinya dan
menyosialisasikan kepada masyarakat di wilayah pesisir Indonesia sebagai
pelaksana pertama terhadap hal-hal yang terjadi di lautan Indonesia.
B. Cara Merealisasikan dan Waktu yang Diperlukan
Untuk merealisasikan gagasan yang strategis membutuhkan waktu yang
cukup lama banyak hal yang harus dibenahi oleh pemerintah pada khususnya dan
masyarakat pada umumnya agar kejayaan Indonesia sebagai penguasa maritime
bias diperoleh kembali dengan memnafaat segala potensi dan kemampuan yang
ada.. Serta harus diterapkan lima pilar utama yang diagendakan dalam
pembangunan, yaitu:
1) Membangun kembali budaya maritime Indonesia;
2) Menjaga dan mengelola sumber daya laut;
3) Memprioritaskan pengembangan infrastruktur dan konektivitas maritime;
4) Melaksanakan diplomasi maritime;
5) Membangun kekuatan pertahanan maritime.
Agar cita-cita untuk mewujudkan Indonesia sebagai poros maritime dunia
bias terwujud, maka sangat diperlukan peran aktif dari segala elemen bangsa
yaitu:
a. Pemerintah: Sebagai pemegang mandate dari seluruh bangsa Indonesia,
Pemerintah harus segera membenahi system hukum yang ada terkait pelaksaanan
poros maritime agar tidak lagi terjadi tumpang tindih aturan sehingga tidak terjadi
“chaos” dalam implementasi aturan-aturan tersebut. Koordinasi antar instansi juga
harus diperjelas sehingga tidak terjadi over lap kewenangan. Pemerintah harus
tegas dalam hal menjaga kedaulatan NKRI khususnta dalam wilayah maritime
terhadap upaya-upaya yang tidak terpuji dari negara-negara lain yang mencoba
mengklaim wilayah perairan Indonesia.
b. Masyarakat: Harus pro aktif dalam mendukung segala program pemerintah
dengan selalu melaksanakannya dengan penuh rasa tanggung jawab dan tidak
justru menjadi “penghalang”

13
Tidaklah sulit bagi Indonesia untuk mewujudkan visi mulia sebagai Poros
Maritim Dunia. Tetapi seringkali implementasi di lapangan berbeda dengan
konsep dan teori yang ada sehingga sering terjadi gap antara keharusan dan
kenyataan.
C. Prediksi Dampak Bagi Dunia Maritim/Bahari dan NKRI Bagi Generasi
Muda Sekarang dan yang Akan Datang.
Sebagaimana yang disampaikan oleh Presiden Soekarno, dalam salah satu
pidatonya, Indonesia akan menjadi bangsa yang kuat jika mempunyai
kemampuan perairan atau kelautan yang kuat, poros maritim juga mempunyai
tujuan yang sama. Indonesia akan dibentuk menjadi sebuah negara maritim yang
menjadi pusat aktivitas kelautan dunia.
Sebagai konsekuensi dari posisi lndonesia yang sangat strategis adalah
perairan lndonesia menjadi sangat penting bagi masyarakat dunia pengguna laut,
hal tersebut memberi arti bahwa manakala bangsa lndonesia mampu
memanfaatkan peluang dan tantangan maka akan dapat meningkatkan
kesejahteraan bangsa lndonesia namun demikian perlu diwaspadai pula manakala
bangsa lndonesia tidak mampu mengantisipasi dan mengelola kendala dan
kerawanan yang timbul maka akan berdampak terhadap keamanan dan bahkan
kedaulatan.
Sebagaimana telah disinggung diatas bahwa perairan Indonesia pada posisi
silang dunia dan sejak dulu telah digunakan sebagai jalur pelayaran dan
perdaganggan internasional. Frekuensi kapal asing yang melintasi wilayah laut
yurisdiksi nasional lndonesia juga semakin meningkat seiring bergesernya pusat
kegiatan ekonomi dunia dari Atlantik ke Pasifik. Sekitar 70 % angkutan barang
dari Eropa, Timur Tengah dan Asia Selatan ke wilayah Pasifik dan sebaliknya
melalui perairan lndonesia.

14
DAFTAR PUSTAKA
Alma Manuputty dkk. Identifikasi Konseptual Akses Perikanan Negara Tak
Berpantai dan Negara yang Secara Geografis Tak Beruntung di Zona
Ekonomi Eksklusif Indonesia. Makassar: Arus Timur. 2012.
Hikmahanto Juwana, Mewujudkan Visi Poros Maritim dalam Perspektif Hukum,
Media Indonesia, Rabu, 15 Oktober 2015.
Khopiatuziadah, 2010, “Prospek Penegakan Hukum di Laut Indonesia Melalui
Rancangan Undang-Undang Tentang Kelautan”, Jurnal Legislasi Indonesia,
Indonesian Journal Of Legislation, Volume 7, Nomor, 3 Oktober. Lapian,
AB. 2009. Orang laut, Bajak Laut, Raja Laut (Sejarah Kawasan Laut Sulawesi
abad XIX). Jakarta: Komunitas Bambu.
Marsetio. 2014. Sea Power Indonesia. Jakarta: Universitas Pertahanan.
Solihin, 2012, “Harmonisasi Hukum Internasional dalam Pemberantasan IUU
Fishing dan Implementasinya dalam Peraturan PerungdangUndangan di
Indonesia” makalah dalam Seminar Nasional Tahunan IX, Hasil Penelitian
Perikanan dan Kelautan, Jurusan Perikanan Fakultas Pertanian Universitas
Gajah Mada, Yogyakarta.
Supriadi dan Alimuddin, 2011, Hukum Perikanan di Indonesia, Sinar Grafika,
Jakarta.
Tribawono, Djoko, 2013, Hukum Perikanan Indonesia, PT Citra Aditya Bakti,
Bandung.

15

Anda mungkin juga menyukai