Disusun Oleh :
LISNAWATI
J1A122259
KENDARI
2022
KATA PENGANTAR
Puji syukur senantiasa saya ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa. Karena atas segala
rahmat,petunjuk,dankarunia-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini dengan
judul Peraturan Hukum dan Perundang-undangan di Wilayah Pesisir dan Kepulauan. Makalah
ini dapat digunakansebagai wahana untuk menambah pengetahuan, sebagai teman
belajar,dan sebagai referensi . Segala upaya yang sudah saya lakukan untuk menyempurnakan
makalah ini,namun tidak mustahil apabila dalam makalah ini masih banyak
terdapatkekurangan dan kesalahan. Oleh karena itu, saya mengharapkan kritik dan saran yang
dapat dijadikan masukan dalam penyempurnaan Makalah ini.Semoga Makalah ini dapat
bermanfaat bagi kita semua untuk menambah pengetahuan dan wawasan tentang peraturan
hukum dan perundang-undangan di wilayah pesisir dan kepulauan.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR......................................
DAFTAR ISI...................................................
BAB 1 PENDAHULUAN.................................
A. Latar belakang..................................
B. Rumusan masalah...........................
C. Tujuan...............................................
BAB II PEMBAHASAN....................................
A. Kesimpulan.......................
B. Saran..........................
DAFTAR PUSTAKA.........................
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Kekayaan sumberdaya alam yang cukup besar karena didukung oleh adanya
ekosistem tersebut meliputi terumbu karang, padang laut (sea grass), rumput laut
(sea weeds) dan hutan bakau (mangrove). Sumberdaya hayati laut pada kawasan
ini memiliki potensi keragaman dan nilai ekonomis yang tinggi seperti kerapu,
napoleon, ikan hias, kuda laut, kerang mutiara, kirna raksasa (tridacns gigas) dan
teripang.
Selama ini kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil belum mendapat perhatian
yang berarti karena pembangunan nasional di waktu lampau lebih berorientasi ke
darat. Selain itu aspek hukum pengelolaan pesisir dan pulau-pulau kecil kurang
memperhatikan keberadaan masyarakat adat yang mendiami kawasan pesisir
dan pulau-pulau kecil padahal selama ini mereka dengan hak ulayat laut-nya
melakukan penguasaan dan pengelolaan atas kawasan tersebut.
Khusus menyangkut hak-hak adat atas pesisir dan lautan, Titahelu (2000: 164)
mengemukakan bahwa ada beberapa unsur yang menandai adanya wilayah
petuanan laut dari masyarakat adat pesisir yaitu :
Penguasaan riil atas wilayah oleh masyarakat adat sangat berkaitan dengan
hubungan-hubungan atau relasi yang mereka lakukan untuk memenuhi
kebutuhannya di atas wilayah tersebut dan umumnya adalah sesuatu yang
bersifat turun-temurun dari para leluhurnya. Di dalam wilayah ini sebenarnya
secara de yure terdapat wewenang dari komunitas masyarakat adat. Wewenang
yang dimaksudkan disini terkait dengan pengelolaan dan pemanfaatan
sumberdaya alam menurut prinsip-prinsip hukum adat dengan kekhasan masing-
masing.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa saja yang hukum yang terkait dalam pengelolaan wilayah pesisir dan
kepulauan?
C. TUJUAN PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
(1) Segala bentuk pemanfaatan (bumi dan air) serta hasil yang di
dapat (kekayaan alam), harus secara nyata meningkatkan
kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat;
Kedua aspek kaidah tersebut tidak dapat dipsahkan satu sama lain,
keduanya merupakan satu kesatuan sistematik, hak penguasaan Negara
merupakan intrumen (bersifat instrumental), sedangkan dipergunakan
untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat merupakan tujuan
(objectives).
b. pertahanan;
c. keamanan;
d. yustisi;
f. agama.
b. pengaturan administrasi;
Hukum adat maupun hak faktual atau mungkin disebut juga sebagai
hukum lokal, terhadap hal-hal tersebut yakni hak-hak masyarakat adat
dalam hubungannya dengan pribadi, kelompok masyarakat lainnya yang
memanfaatkan alam lingkungan disekitarnya, pemilikan tanah adat, pesisir
dan laut, hutan mangrove , jual beli hasil pertanian, perkebunan maupun
perikanan yang mengikuti hukum pasar. Khusus untuk pengelolaan pesisir
dan perairan kepulauan, hukum adat maupun hukum faktual telah
diakomodasi dalam peraturan daerah provinsi dan juga peraturan daerah
kabupaten.
I. UMUM
1. Dasar Pemikiran
Dalam satu dekade ini terdapat kecenderungan bahwa Wilayah Pesisir dan
Pulau-Pulau Kecil yang rentan mengalami kerusakan akibat aktivitas Orang
dalam memanfaatkan sumber dayanya atau akibat bencana alam. Selain
itu, akumulasi dari berbagai kegiatan eksploitasi yang bersifat
parsial/sektoral di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil atau dampak
kegiatan lain di hulu wilayah pesisir yang didukung peraturan perundang-
undangan yang ada sering menimbulkan kerusakan Sumber Daya Pesisir
dan Pulau-Pulau Kecil. Peraturan perundang-undangan yang ada lebih
berorientasi pada eksploitasi Sumber Daya Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
tanpa memperhatikan kelestarian sumber daya. Sementara itu, kesadaran
nilai strategis dari pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil secara
berkelanjutan, terpadu, dan berbasis masyarakat relatif kurang. Kurang
dihargainya hak masyarakat adat/lokal dalam pengelolaan Sumber Daya
Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil seperti sasi, mane’e, panglima laot, awig-awig,
terbatasnya ruang untuk partisipasi masyarakat dalam pengelolaan
Sumber Daya Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil menunjukkan bahwa prinsip
pengelolaan pesisir dan pulau-pulau kecil terpadu belum terintegrasi
dengan kegiatan pembangunan dari berbagai sektor dan daerah. Sistem
pengelolaan pesisir tersebut belum mampu mengeliminasi faktor-faktor
penyebab kerusakan dan belum memberi kesempatan kepada sumber
daya hayati untuk dapat pulih kembali secara alami atau sumber daya
nonhayati disubstitusi dengan sumber daya lain.Oleh sebab itu, keunikan
wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil yang rentan berkembangnya konflik
dan terbatasnya akses pemanfaatan bagi masyarakat pesisir dan pulau-
pulau kecil, perlu dikelola secara baik agar dampak aktivitas manusia dapat
dikendalikan dan sebagian wilayah pesisir dipertahankan untuk konservasi.
Masyarakat perlu didorong untuk mengelola wilayah pesisirnya dengan
baik dan yang telah berhasil perlu diberi insentif, tetapi yang merusak perlu
diberi sanksi. Norma -norma Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau
Kecil tersebut disusun dalam lingkup perencanaan, pemanfaatan,
pengelolaan, pengendalian, dan pengawasan, dengan memperhatikan
norma -norma yang diatur dalam peraturan perundangundangan lainnya
seperti Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4725). Norma-norma Penge
lolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yang akan dimuat difokuskan
pada norma hukum yang belum diatur dalam sistem peraturan perundang-
undangan yang ada atau bersifat lebih spesifik dari pengaturan umum yang
telah diundangkan. Norma -norma itu akan memberikan peran kepada
Pemerintah, masyarakat, dan swasta sebagai pemangku kepentingan baik
kepentingan daerah, kepentingan nasional, maupun kepentingan
internasional melalui sistem pengelolaan wilayah terpadu. Sesuai dengan
hakikat Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai negara hukum,
pengembangan sistem Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
sebagai bagian dari pembangunan berkelanjutan yang berwawasan
lingkungan hidup harus diberi dasar hukum yang jelas, tegas, dan
menyeluruh guna menjamin kepastian hukum bagi upaya pengelolaan
Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Dasar hukum itu dilandasi oleh
Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945.
2. Tujuan penyusunan Undang - Undang ini adalah:
3. Ruang Lingkup
a. Perencanaan
b. Pengelolaan
Sumber Daya Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yang relatif kaya sering
menjadi pusat pertumbuhan ekonomi dan populasi penduduknya padat.
Namun, sebagian besar penduduknya relatif miskin dan kemiskinan
tersebut memicu tekanan terhadap Sumber Daya Pesisir dan Pulau Pulau
Kecil yang menjadi sumber penghidupannya. Apabila diabaikan, hal itu akan
berimplikasi meningkatnya kerusakan Ekosistem pesisir dan pulau pulau
kecil. Selain itu, masih terdapat kecenderungan bahwa industrialisasi dan
pembangunan ekonomi di Wilayah Pesisir dan Pulau Pulau Kecil sering kali
memarginalkan penduduk setempat. Oleh sebab itu diperlukan norma-
norma pemberdayaan masyarakat.
Pasal 2
Pasal 3
Huruf a
Huruf b
Huruf c.
Huruf d
Huruf e
Pasal 35
Huruf a
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Kebijakan pemerintah dalam pengaturan dan pengelolaan wilayah
pesisir dan pulau-pulau kecil masih bersifat sentralistik dan
mengabaikan kepentingan masyarakat adat. Selain itu sistem
pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil ditinjau dari aspek
hukum masih tumpang tindih atau bersifat kondradiktif. Terkait
dengan wewenang antara pemerintah pusat maupun pemerintah
daerah dan masyarakat adat sistem hukum di Indonesia masih tetap
mengatur dan mengakui eksistensi masyarakat hukum namun dalam
implementasi belum memberikan perlindungan secara optimal.
B. SARAN