DISUSUN OLEH:
KELOMPOK 6
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang
telah memberikan nikmat, karunia dan hidayah-Nya kepada kami sehingga
makalah yang berjudul “Dialektika Desentralisasi Pengelolaan Wilayah
Pesisir” dapat diselesaikan dengan baik dan tepat pada waktunya. Penyusunan
makalah ini dalam rangka memenuhi tugas Mata Kuliah Wawasan Sosial Budaya
Maritim yang diampu oleh Pak Rahmatullah S.IP., M.Si.
Makalah ini kami susun dengan baik dan mendapatkan bantuan dari
berbagai pihak sehingga memperlancar proses penyusunan makalah ini. Untuk itu,
kami mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah
berkontribusi.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak selalu
kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini.
Kelompok 6
i
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR .......................................................................................... i
DAFTAR ISI ....................................................................................................... ii
BAB I .................................................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang....................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah.................................................................................. 2
1.3 Tujuan ................................................................................................... 2
BAB II ................................................................................................................. 3
2.1 Konsep Dialektika Desentralisasi Pengelolaan Wilayah Masyarakat Pesisir 3
2.2 Realitas Dialektika Desentralisasi Pengelolaan Wilayah Masyarakat Pesisir7
2.3 Permasalahan pada Dialektika Desentralisasi Pengelolaan Wilayah
Masyarakat Pesisir............................................................................................ 8
2.4 Solusi dari Permasalahan yang terjadi pada Dialektika Desentralisasi
Pengelolaan Wilayah Masyarakat Pesisir .......................................................... 9
BAB III.............................................................................................................. 11
3.1 Kesimpulan.......................................................................................... 11
3.2 Saran ................................................................................................... 11
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 13
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang akan menjadi pokok pembahasan pada bab
selanjutnya adalah:
1.3 Tujuan
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
pesisir telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999. Dalam
hubungannya dengan pengelolaan kelautan dan perikanan, UU Nomor 22 Tahun
1999 Pasal 3 menjelaskan bahwa sebuah provinsi memiliki kewenangan atas laut
sejauh 12 mil yang diukur dari garis pantai ke arah laut lepas atau ke arah perairan
kepulauan. Hal ini berarti wilayah di luar daerah tersebut menjadi wewenang
pemerintah pusat.
Berdasarkan UU No. 22 tahun 1999, Pemerintah Pusat telah memberikan
otonomi yang lebih jelas dan nyata termasuk kewenangan pengelolaan
sumberdaya kelautan. Kewenangan ini meliputi : (a) Eksplorasi, eksploitasi,
konservasi dan pengelolaan kekayaan laut sebatas 12 mil laut. (b) Pengaturan
kepentingan administratif (c) Pengaturan tata ruang (d) Penegakan hukum
terhadap peraturan yang dikeluarkan Pemerintah Daerah atau yang dilimpahkan
kewenangannya oleh Pemerintah (e) Bantuan penegakan keamanan dan
kedaulatan negara khususnya di laut. Secara lebih detail, kewenangan-
kewenangan tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut:
1) Pengelolaan Sumberdaya Alam Laut
Daerah Provinsi/Kabupaten/Kota berwenang terhadap pengelolaan sumberdaya
alam laut untuk kesejahteraan masyarakat, pembangunan daerah dan
pembangunan nasional.
2) Kewenangan Eksplorasi
a) Daerah Provinsi, Kabupaten/Kota berwenang melakukan eksplorasi terhadap
sumberdaya alam laut.
b) Kegiatan eksplorasi mencakup kegiatan pemantauan, survei atau penelitian
terhadap sumber alam hayati dan non hayati yang berada di dasar , di badan
air maupun di permukaan laut.
3) Kewenangan Eksploitasi
a) Daerah Provinsi, Kabupaten/Kota berwenang melakukan eksploitasi secara
bijaksana dan berwawasan lingkungan terhadap sumberdaya alam laut.
b) Kegiatan eksploitasi mencakup kegiatan pemanfaatan, pengembangan
fasilitas, pengangkutan, penyimpanan, pengolahan dan pemasaran sumberdaya
alam laut, dan rehabilitasi wilayah eksploitasi.
4
c) Tata cara dan prosedur pelaksanaan eksploitasi ditetapkan dengan Peraturan
Daerah dan mengacu pada peraturan perundangan yang ada.
4) Kewenangan Konservasi
a) Daerah berwenang mengkonservasi sumberdaya alam laut yang ada di
wilayah kewenangannya mencakup kewenangan melindungi, melestarikan,
dan merehabilitasi sumberdaya alam laut.
b) Daerah berwenang merencanakan, menyusun, menetapkan dan mengelola
kawasan konservasi sumberdaya alam laut setelah berkonsultasi dengan
instansi teknis terkait.
c) Perencanaan dan penyusunan kawasan konservasi laut dimulai dari kebutuhan
dan kesepakatan masyarakat serta pemerintah daerah yang diintegrasikan
dengan kebijakan nasional melalui musyawarah dan dialog terbuka.
5) Pengaturan Administrasi dan Perizinan
a) Daerah berwenang mengatur dan menjalankan sistem administrasi (izin, pajak
dan retribusi) dalam menerapkan kewenangan daerah di bidang eksplorasi,
eksploitasi, konservasi sumberdaya alam, penataan ruang laut dan pengelolaan
kekayaan laut.
b) Izin Eksplorasi mencakup : eksplorasi sumberdaya alam hayati laut, kondisi
biogeofisik, eksplorasi sumberdaya pertambangan, benda peninggalan sejarah,
pemasangan pipa kabel atau konstruksi bawah laut.
c) Izin Eksploitasi mencakup : perikanan tangkap s/d 30 GT, pembangunan
pelabuhan perikanan tipe C dan D, pembangunan dan pengelolaan pelabuhan
regional, pembangunan desa wisata bahari, pertambangan umum lepas pantai,
pengelolaan pulau-pulau kecil.
d) Izin pengelolaan ruang mencakup : pemanfaatan ruang untuk budidaya,
pembangunan pelabuhan perikanan, pelabuhan regional, pemanfaatan ruang
untuk pertambangan, pemanfaatan ruang untuk pengelolaan pulau-pulau kecil
e) Masyarakat tradisional/adat dibebaskan dari perizinan dalam pemanfaatan
sumberdaya alam laut.
f) Tata cara dan prosedur administrasi ditetapkan dengan peraturan daerah dan
mengacu pada peraturan perundangan yang ada.
5
6) Kewenangan Penataan Ruang Laut
a) Daerah memiliki kewenangan atas penataan ruang laut.
b) Tata ruang laut daerah disusun dalam tiga kawasan, yaitu kawasan konservasi,
kawasan pemanfaatan umum dan kawasan tertentu.
c) Dalam melaksanakan penataan ruang di wilayah laut, provinsi menyusun
renstra pengelolaan sumberdaya laut secara terpadu lintas kabupaten dengan
memperhatikan kesatuan daerah aliran sungai.
7) Kewenangan Penegakan Hukum
a) Daerah melakukan penegakan hukum terhadap peraturan perundangan yang
dikeluarkan oleh daerah atau yang dilimpahkan kewenangannya oleh
pemerintah.
b) Dalam rangka penegakan hukum tersebut, daerah membentuk satuan tugas
pengamanan laut.
c) Daerah dapat melakukan pemeriksaan dan penindakan secara hukum oleh
pejabat pegawai negeri sipil sesuai dengan kewenangannya.
8) Bantuan Penegakan Keamanan dan Kedaulatan Negara
a) Daerah dapat memberikan bantuan penegakan hukum dan kedaulatan negara
atas segala bentuk ancaman dari dalam maupun luar negara sebagaimana
diatur dalam peraturan perundang-undangan.
b) Pengaturan lebih lanjut mengenai ketentuan tersebut ditetapkan dengan
keputusan menteri yang berwenang.
9) Kerja sama dan Penyelesaian Perselisihan
a) Dalam melaksanakan kewenangan eksplorasi, eksploitasi, dan konservasi
sumberdaya alam laut, daerah dapat bekerja sama dengan
instansi/badan/lembaga penelitian dalam dan luar negeri dan atau melibatkan
dunia usaha/masyarakat.
b) Pemerintah dan daerah provinsi membentuk badan mediasi penyelesaian
perselisihan antar daerah di wilayah laut yang berkedudukan di Ibu Kota
Negara (Perselisihan antar provinsi) dan Ibu Kota Provinsi (perselisihan antar
Kabupaten/Kota).
6
Desentralisasi yang memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah
diharapkan dapat membantu penyelesaian permasalahan di laut yang
membutuhkan tindakan cepat dan darurat. Selain itu, desentralisasi ini juga
bertujuan untuk memberikan kesempatan yang sebesar-besarnya kepada
pemerintah daerah untuk mengoptimalkan sumber daya yang dimiliki untuk
menunjang kesejahteraan masyarakatnya.
7
kewenangannya oleh Pemerintah; Bantuan penegakan keamanan dan kedaulatan
negara.
Adapun salah satu contoh realisasi dari pengelolaan wilayah pesisir
yang dimana kewenangannya diberikan oleh pemerintha daerah dapat terlihat
pada Pulau Raas Kabupate Sumenep Madura. Pengelolaan yang berada
pada wilayah tersebut menggunakan pengelolaan wilayah berbasis
masyarakat. Dimana masyarakat sangat diperlukan untuk beberapa proses
pengelolaan yang sesuai dengan tahapan manajemen yaitu mulai dari
perencanan, implementasi, monitoring dan evaluasi. Tahapan proses
perencanaan pengelolaan wilayah pesisir berbasis masyarakat tetap
mengacu kepada proses perencanaan pembangunan berkelanjutan wilayah
pesisir dan lautan.
Pengelolaan yang ada juga mengguankan model pengelolaan dengan
nama pengeloaan sumberdaya wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil (PPPK)
top-down. Model PPPK top-down merupakan model pengeolaan yang
dimana pengelolaan wilayah dan sumberdaya bertumpu pada format
perencanaan, metode pelaksanaan dan manfaatnya di pusatkan ke
pemerintah nasional dan pemerintah daerah melaksanakan program
tersebut. Pemerintah nasional membagi rata manfaat pengelolaan sumberdaya
wilayah PPPK ke pemerintah daerah, walau daerha tidak memiliki wilayah
pesisir. Model ini juga banyak digunaka oleh negara berkembanng dengan
menitikberatkan bahwa masyarakat harus berkelompok sehingga koordinasi,
pemilihan prioritas dan pengambilan keputusan lebih akomodatif dalam
meminimalkan bias dalam pencapaian tujuan.
8
pembaharuan terhadap pengaturan masalah kelautannya termasuk pengelolaan
tentang wilayah laut. Sejak dikeluarkannya Undang- Undang Nomor 32 Tahun
2004. pemerintah provinsi dan kabupaten/kota diberikan otonomi yang lebih
besar,dan Indonesia juga mengeluarkan Undang-Undang No 27 Tahun 2007 untuk
mendukung UU No.32 Tahun 2004 ini yaitu Kebijakan pemerintah daerah tentang
Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.
9
Menurut Pasal 18 ayat (3) UU 32/2004 pemerintah propinsi dan pemerintah
kabupaten/kota mempunyai 6 tugas dalam pengelolaan wilayah pesisir secara
desentralisasi, yang meliputi:
10
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Desentralisasi merujuk pada restrukturisasi atau reorganisasi wewenang
sehingga ada sebuah sistem tanggung jawab bersama antara institusi
pemerintah pada tingkat pusat dan daerah menurut prinsip subsidiaritas,
sehingga bisa meningkatkan keseluruhan kualitas dan keefektifan sistem
pemerintahan, dan juga meningkatkan wewenang dan kapasitas daerah.
Desentralisasi memberikan wewenang kepada pemerintah daerah untuk
mengurus urusan pemerintahannya sendiri. Pengelolaan dan pembangunan
hanya banyak di fokuskan oleh masyarakat perkotaan dan pertanian
pedalaman saja. Namun, masyarakat pesisir masih banyak yang belum
mendapatkan pengelolaan dan pembangunan yang memadai. Dengan
demikian, kebijakan pembangunan pesisir dan pulau-pulau kecil harus dikaji
lebih menekankan pada kebijakan pembangunan pesisir dan pulau-pulau kecil
lengkap dengan segala visi dan misinya. Terdapat permasalahan dalam
desentralisasi PWP seperti konflik akan pemanfaatan sumber daya laut,
terutama konflik antar nelayan, tidak samanya kondisi geografis serta
ketersediaan sarana dan prasarana antara satu daerah dengan daerah lain di
Indonesia telah menyebabkan timpangnya pemanfaatan sumber daya laut.
Permasalahan tersebut dapat diatasi dengan eksplorasi, eksploitasi, konservasi
dan pengelolaan kekayaan laut serta ikut serta dalam pemeliharaan keamanan
dan pertahanan kedaulatan negara.
3.2 Saran
11
terjadi seperti penegakan hukum terhadap peraturan yang dikeluarkan oleh
daerah atau yang melimpahkan kewenangannya oleh pemerintah.
12
DAFTAR PUSTAKA
Dahuri, R. (2001). Pengelolaan ruang wilayah pesisir dan lautan seiring dengan
pelaksanaan otonomi daerah. Mimbar: Jurnal Sosial dan Pembangunan,
17(2), 139-171.
Hayati, S. (2020). Kajian Desentralisasi Pengelolaan Kelautan dan Perikanan
Daerah.
Merdekawati, A., Triatmodjo, M., Darmayani, P. M., & Hasibuan, I. A. T. (2021).
PERUBAHAN KETENTUAN GARIS PANTAI DALAM UNDANG-
UNDANG PEMERINTAHAN DAERAH SERTA DAMPAKNYA
TERHADAP PELAKSANAAN DESENTRALISASI PENGELOLAAN
LAUT. FACULTY OF LAW UNIVERSITAS TANJUGPURA, 2021195.
Puspitawati, D. (2015). Desentralisasi Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Lautan
dalam Kerangka Prinsip Negara Kepulauan. Arena Hukum, 7(2), 210-
224.
13