Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

ANALISIS FUNGSI SOSIAL KEBUDAYAAN MARITIM

Disusun oleh :

Siska Herlina A021201076


Nurus Saadah A021201077
A.Amirul Fattah A021201078
Syahriwildani Nur A021201079
Redita Salsabila A. A021201080

PROGRAM STUDI MANAJEMEN


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS HASANUDDIN
2020

1
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum wr.wb

Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa,Allah SWT, karena telah memberikan karunia-
Nya berupa iman dan kesehatan sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini tepat waktu. Tidak lupa
shalawat serta salam yang senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad SAW yang syafa’atnya kita nantikan
kelak.

Makalah berjudul “Analisis Fungsi Sosial Kebudayaan Maritim” telah saya susun dalam rangka memenuhi
tugas mata kuliah Wawasan Sosial Budaya Maritim. Isi makalah ini akan membahas analisis fungsi sosial
kebudayaan yang didalamnya terdapat tujuh poin, yaitu sistem pengetahuan,sistem bahasa,sistem organisasi
sosial,sistem mata pencaharian hidup,sistem peralatan hidup, sistem religi dan kepercayaan,sistem kesenian.

Penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah mendukung membantu pengerjaan
makalah ini sehingga dapat diselesaikan dengan baik. Saya mengharapkan agar makalah ini dapat memberi
manfaat dan ilmu bagi para pembacanya.

Terlepas dari semua itu, penulis menyadari bahwa makalah ini mungkin masih memiliki kekurangan baik
dalam penulisan, isi kajian, dan lain-lain. Oleh karena itu, secara terbuka saya menerima kritik dan saran yang
dapat membantu perbaikan makalah ini.

Wassalamualaikum wr.wb

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...........................................................................................................................2


DAFTAR ISI.......................................................................................................................................... 3
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang................................................................................................................................. 4
1.2 Rumusan Masalah ........................................................................................................................... 4
1.3 Tujuan.............................................................................................................................................. 4
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Konsep Kebudayaan Maritim.......................................................................................................... 5
2.2 Fungsi sosial kebudayaan maritim................................................................................................... 5
1. Sistem pengetahuan.............................................................................................................................5
2.Sistem bahasa...................................................................................................................................7
3. Sistem organisasi sosial...................................................................................................................7
4. Sistem mata pencaharian hidup......................................................................................................8
5. Sistem peralatan hidup.................................................................................................................10
6. Sistem religi dan kepercayaan......................................................................................................11
7. Sistem kesenian............................................................................................
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan.................................................................................................................................... 13
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................................ 14

BAB I
3
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Dalam kehidupan masyarakat sehari-hari, sistem budaya (berupa
gagasan,pengetahuan,keyakinan,nilai,dan norma) selalu menjadi pedoman pembuatan keputusan
atau bertindak (sistem sosial). Kemudian, sistem budaya dengan sistem sosial tersebut menjadi
pedoman dan wadah praktik untuk berkarya dengan rekayasa dan penggunaan beberapa teknik
tertentu. Dalam buku Universal Categories of Culture, Clyde Kluckhohn membagi sistem
kebudayaan menjadi tujuh unsur kebudayaan universal yang disebut kultural universal. Ketujuh
unsur kebudayaan tersebut adalah sistem pengetahuan ,sistem bahasa, sistem organisasi
sosial,sistem mata pencaharian hidup,sistem religi kepercayaan,dan sistem kesenian. Seperti yang
kita ketahui sebelumnya, mengingat Indonesia merupakan negara kepulauan dengan salah satu
mata pencahariannya sangat bergantung pada kemaritiman menjadikan masyarakat maritim di
Indonesia tidak sedikit jumlahnya. Oleh karena itu, penting bagi kita mempelajari masyarakat
maritim dengan menganalisis fungsi sosial kebudayaan maritim.

Dalam masyarakat maritim, termasuk di Indonesia, telah tumbuh berbagai sektor dan
subsektor ekonomi kemaritiman baru yang memunculkan segmen-segmen atau kategori-kategori
sosial seperti petambangan, pekerja industri, pengelola dan karyawan wisata, marinir,
akademisi/peneliti, birokrat, dan lain-lain. Tumbuh kembangnya sektor-sektor ekonomi dan jasa
dengan segmen-segmen masyarakat maritim tersebut memerlukan dan diikuti dengan
perkembangan dan perubahan- perubahan kelembagaannya menjadi wadah dan regulasinya.
Tumbuhnya sektor-sektor ekonomi baru dan berkembangnya sektor-sektor ekonomi kemaritiman
lama,terutama perikanan dan pelayaran, gambaran tentang fenomena dinamika sosial budaya
maritim

1.2 RUMUSAN MASALAH


1. Bagaimana fungsi sosial kebudayaan maritim berdasarkan tujuh poin unsur kebudayaan
universal?

1.2 TUJUAN
1. Untuk mengetahui bagaimana fungsi sosial kebudayaan maritim berdasarkan tujuh poin unsur
kebudayaan universal
BAB II
4
PEMBAHASAN

2.1 KONSEP KEBUDAYAAN MARITIM


Dalam antropologi, ada tiga spesifikasi kajian yang berhubungan dengan masyarakat manusia
dengan lingkungan laut. Yang pertama, antropologi maritim yang ditekankan pada aktivitas pelayaran
dan pengetahuan serta teknologi dan infrastruktur terkait pelayaran (marime culture)(pins, 1965;1984).
Kedua, antropologi marin dengan kajian yang ditekankan pada aktivitas pemanfaatan sumberdaya laut
baik hayati dan nonhayati,terutaa penangkapan ikan serta berbagai pranata lain yang berkaitan seperti
agama dan kepercayaan,mitologi dan ceriita rakyat,seni dan seremoni (marine culture)
(Nishimura,1976). Ketiga, antropologi penangkapan ikan/perikanan yang menekankan pada
aktivitas,pengetahuan,kelompok kerja,dan sarana prasarana serta berbagai pranata yang berkaitan
lainnya (fishermen/fishers culture) (Andersen dan Wadel,1978; Acheson,1981, lette, 1985)

2.2 FUNGSI SOSIAL KEBUDAYAAN MARITIM


 Kebudayaan atau dunia kehidupan manusia tersebut sekurang-kurangnya meliputi tujuh unsur
umum (cultural universal), yakni pengetahuan (cognitive/ideational/mental material), bahasa,
organisasi sosial, ekonomi, teknologi, kesenian, religi dan kepercayaan.

1. Sistem Pengetahuan
Sistem pengetahuan kebaharian telah terbagi menjadi tiga kategori. Tiga kategori tersebut
diantaranya adalah pengetahuan pelayaran, pengetahuan tentang lingkungan dan sumberdaya laut
(hayati dan nonhayati), serta pengetahuan tentang lingkungan sosial.
a. Pengetahuan Pelayaran
Pengetahuan pelayaran mengandung berbagai pengetahuan yang bersangkutan dengan
laut,pelayaran cuaca,dan sebagainya. Pelayaran merupakan suatu misi kelautan yang
menggunakan perahu layar. Melayarkan perahu layar memiliki cara yang berbeda dengan
pelayaran kapal yang sudah bermesin (KPM) Pelayaran menggunakan perahu layar sangat
bergantung dengan angin dan cuaca. Jika anginnya kencang, maka perahu akan melaju
dengan cepat, begitu pun sebaliknya, jika anginnya lambat maka lajuya pun akan menjadi lambat.
Selain itu,angin juga menentukan arah haluan dan kibaran layar. Posisi layar bisa berpindah-pindah
ke posisi kanan atau kiri, tergantung kepada arah yang akan dituju. Bagi para nelayan,
keberadaan awan di langit dapat menjadi pedoman atau petunjuk saat akan menangkap
ikan di laut. Menurut pengetahuan mereka, jika awan hari itu tampak seperti berombak, maka

5
hal tersebut suatu pertanda bahwa ombak di laut tidak besar dan angin juga tidak kencang
sehingga para nelayan mungkin tidak akan mendapat hambatan saat melaut.
b. Pengetahuan tentang lingkungan dan sumberdaya laut
Pengetahuan ini berhubungan dengan jenis atau spesies kelautan yang memiliki nilai ekonomis
apabila dimanfaatkan serta menyangkut kondisi populasi,perilaku,dan lokasi spesies tersebut.
Sebagai contoh, Nelayan Indonesia yang memiliki klasifikasi pengetahuan lokal seperti berikut:
1) Udang laut. Nelayan pengguna kawasan karang Sulawesi Selatan mengetahui tiga jenis
udang/ lobster yang termasuk sebagai komoditi ekspor andalan, diantaranya adalah udang
mutiara, udang bamboo, dan udang kipas   
2) Ikan karang. Nelayan Jawa dan Madura masng-masing mengetahui 80-an dan 60-a jenis
ikan bernilai ekonomi. Nelayan Bugis dan Bajo Pulau Sembilan mengetahui tidak kurang
dari 60 jenis ikan karang dan lebih dari 20 jenis ikan pelagis di laut dalam dan dangkal
3) Bagi nelayan Pulau Sembilan, berbagai klasifikasi biota liar dan tidak liar, seperti peyu, hiu
(diambil siripnya), siput/kerang, akar bahar, rotan laut dan agar-agar
4) Teripang. Nelayan pulau Sembilan mengenal kurang lebih 20 jenis teripang, diantaranya
adalah teripang koro, teripang buang kulit asli,teripang buang kulit biasa, teripang tai
kongkong, teripang batu,teripang tenas, dan teripang pandang

c. Pengetahuan tentang lingkungan sosial


Pengetahuan yang berhubungan dengan siapa mereka bertransaksi, bekerjasama, meminta
perlindungan untuk keamanan, serta melakukan persaingan dan konflik dalam memperebutkan
potensi sumberdaya dan jasa laut. berdasarkan buku Wawasan Sosial BudayaMaritim (2011:111)
meliputi:
1) Para pedagang hasil laut, pengusaha modal, pasar, industry hasillaut, tukang perahu, pembuat
alat-alat tangkap, toko bahan pembuatan alat tangkap dan alat-
alat pertukangan serta bahan perlengkapan dan perbekalan ke laut.
2) Kelompok-kelompok nelayan penyaing yang mengusahakan hasillaut yang sama. Penggunaan
tipe teknologi tangkap lain, kelasusaha perikanan yang lebih tinggi dan dominan, petambak
dan  pembudidaya laut, yang berasal dari daerah dan suku bangsa yang berlainan atau sama
3) Pihak pemerintah dari instansi terkait, aparat keamanan laut, peneliti. Pemerhati lingkungan
laut, LSM, lembaga donor, pelayar, petambang, industri pariwisata, seniman, dan ragawan laut,
pencariharta karun, dan sebagainya. Pengetahuan mengenai hal-haltersebut dapat digunakan
sebagai bahan acuan dalam menentukansikap dan membuat suatu keputusan

6
2. Bahasa
Meski berasal dari suku bangsa yang sama, masyarakat maritim menggunakan bahasa yang
berbeda dnegan masyarakat di darat. Perbedaannya terdapat pada perbendaharaan dan
pemaknaan kata-kata sehari-hari dalam menamai unsur-unsur dan gejala alam fisik dan flora-
fauna yang dimanfaatkan,lingkungan sosial utuk bergaul dan bekerjasama,sektor kerja dan
teknologi yang diterapkan, dan sebagainya. Contoh beberapa kata bahasa pelaut (nelayan dan
pelayar) dari Sulawesi Selatan :
a. Musim : timo’ (musim timur), bare’ (musim barat), jenne’ kebo’ (musim pancaroba), dan
lain-lain
b. Lokasi sumberdaya alam : taka, pasi’,bungin,pulau, dan lain-lain
c. Kondisi air laut : pasang,meti,dan lain-lain
d. Kata penggganti nama binatang yang dipamalikan jika disebut di laut : toriwai/torije’ne
(buaya), todapo’ (kucing), dan totakke (monyet), menurut kepercayaan, kata-kata tersebut
dapat menimbulkan bahaya

3. Organisasi sosial
Dalam masyarakat maritim, organisasi sosial merupakan salah satu unsur universal kebudayaan
yang dibutuhkan secara mutlak, bahkan melebihi masyarakat lainnya. Ada lima fungsi utama
organisasi sosial yang mutlak diperlukan, diantaranya :
1. Meringankan dan menyederhanakan pekerjaan berat dan rumit di laut
2. Mekanisme perolehan modal dan pemasaran tangkapan
3. Wadah dan media pembelajaran pengetahuan,keterampilan kerja, dan kepribadian kebaharian
4. Lembaga dan media tolong menolong dan sekuritas sosial
5. Mekanisme distribusi risiko bahaya maut serta meringankan beban psikologis dan tanggung
jawab sosial

Contoh kelompok kerjasama nelayan-pelayar,antara lain :


1. Ship’s Captain-Crew (komunitas nelayan dan pelayar berbahasa inggris)
2. Schipper-bemainning (Belanda)
3. Juragan-Pandega (Jawa)
4. Tanase-wasanae (Maluku)
5. Ponggawa-sawi (Bugis,Makassar)

7
4. Sistem Ekonomi Kebaharian
System ekonomi kebaharian tediri dari sector perikanan (tangkap, budidaya), jasa
( pelayaran/pengengkutan, pengamanan wilayah laut, pendidikan, pemerintahan, pengerukan
dasar laut Kawasan Pelabuhan dan pemukiman, pembanguna pemukim pantai), perdagangan
(lewat laut, hasil laut ke darat, usaha modal), industry (pertambangan, hasil laut, pembuatan
garam/perahu.alat tangkap, industry jasa pariwisata dan barang kerajinan hasil laut).
a. Sistem Produksi
Produksi sebagai segala usaha (melibatkan ide, praktik, dan sarana material) dalam
rangka menghasilkan barang dan jasa hanya dapat digerakkan dan dikembangkan
melalui pendyagunaan faktor-faktor produksi. Lautan yang luas dengan kekayaan
sumber daya hayati dan nonhayati dikandungya merupakan faktor-faktor produksi dari
sector ekonomi kebaharian utama sperti perikanan dan industry maritime.
Terdapat lima bentuk pemilikan wilayah dan sumberdaya laut yang dipraktekkan oleh
masyarakat nelayan berbagai tempat di dunia dari dahuli hinggga sekarang, yaitu:
1) Pemilikan/penguasaan Bersama komunitas (communal property right)
2) Pemilikan/penguasaan individual/keluarga (individual/family property right)
3) Pemilikan/penguasaan privat (private property right)
4) Pemilikan/penguasaan negara (state property right)
5) Penguasaan dan pemanfaatan secara bebas/terbuka (common property/open
access/use).
Contoh Pemilikan/penguasaan Bersama komunitas di Indonesia terdapat di
Irian Jaya/ Papua barat dan barangkali juga Papua Timur, institusi pemilikan
komunal daerah perairan pantai (Tiyatiki dalam istilah setempat) Sebagian besar
masih dipertahankan.

Sistem pengolahan dan pengawetan


Kondisi rentannya hasil laut terhadap pembusukan memungkinkan masyarakat nelayan
tradisional di daerah khatulistiwa, terutama di masa lalu, mengalami persoalan seperti berikut:
 Nelayan cenderung membatasi volume tangkapannya, sebab walau melimpah akan
terancam pembusukan.
 Nelayan selalu terburu-buru menjual tangkapannya tanpa mempedulikan merosotnya
harga, sebab takut menanggung kerugian.
 Ikan dan hasil laut segar lainnnya sulit mencapai masyarakat konsumen di desa-desa
pedalaman.

8
Di Indonesia dan negara-negara beriklim khatulistiwa lainnnya, terutama di masa lalu,
digunakan Teknik-teknik pengawetan tradisional seperti berikut:
 Pengeringan
 Penggaraman
 Pemanggangan/pengasapan
 Pindang (Indonesia)
 Pallu ce’la-pengalenan tradisional (Makassar)
 dll

b. System Pemasaran
Masyarakat nelayan pada umunya tergantung secara mutlak pada pasar, baik untuk
keperluan penjualan hasil tangkapannnya maupun bagi perolehan modal dan berbagai jenis
kebutuhan hidupnya. Pada masyarakat nelayan di dunia ketiga yang masih masih banyak
dikuasai oleh kelas pengusaha modal atau rentenir local atau dari local, pola jaringan
pemasaran komuditas lautnya kebanyakan mengikuti jaringan sumber perolehan modalnya.
Sebagai rantai pemesaran yang dominan, pihak pengusaha modal atau rentenir berperan
memperkokoh pola jaringannya dan menentukan standar- harga bagi pengusaha nelayan
setempat. Di Indonesia, pola jaringan pemasaran hasil laut seperti itu dapat dicontohkan,
misalnya pada komunitas nelayan pulau Sembilan-Sinjai seperti berikut:

 Lobster hidup: nelayan-P. darat setempat-Bos UP-Eksportir Surabaya, Denpasar,


Seafood Restaurants Bali-pasar ekspor Singapura, Hongkong, Taiwan.

Sebaliknya, di negara-negara maju yang masyarakat nelayannya mempunyai posisi


tawar kuat, pemasaran komoditas hasil laut diatur menurut mekanisme pasar bebas dan
kebijakan pemerintah hingga batas-batas tertentu. Dalam MEE misalnya. System pemasaran
modern dan global seperti ini ternyata hingga batas-batas tertentu telah menjamin
kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat nelayan dalam regional MEE dari dulu hingga
sekarang.

c. Sistem Konsumsi
Aspek menarik untuk diketahui dan digambarkan dari system konsumsi dalam ekonomi
masyarakat nelayan ialah daftar kebutuhan, kondisi penghasilan, dan pola
penjatahapendapatan ekonominya. Daftar kebutuhan pokok masyarakat nelayan tentu
9
kurang lebih sama dengan kelompok-kelompok masyarakat lainnya di darat.
Sebenarnya keliru menyimpulkan bahwa semua atau pada umumnya penduduk nelayan
di negara berkembang maupun jauh dalam keadaaan miskin, sebab di berbagai tempat
juga menunjukkan keluarga nelayan hidup bercukupan atau kaya menurut penilaian
masyarakat setempat. Berikut desajikat gambaran singkat tentang kondisi sosial
ekonomi penduduk desa-desa nelayan di berbagai tempat.

1) Di Gemeente Urk (Belanda), semua keluarga nelayan terbilang kaya (mempunyai


rumah bagus, perabot lengkap, hampir setiap penduduk memiliki mobil, tidak ada
perbincangan mengenai utangrata-rata penduduk nelayan berpendidikan formal
sekurang-kurangnya setingkat SLTP), kurang lebih sama dengan masyarakat
petani dari negara tersebut. Terdapat 75 hingga 85% usaha perikanan berskala
besar adalah milik keluarga nelayan (lampe, 1986).
2) Keluarga-keluarga nelayan Sril Langka bagian itara (menurut Alexander) juga
kebanyakan hidup bercukupan dimungkinkan banyak nelayan berstatus pemilik
modal yang relative otonom. Pertumbuhan desa-desa nelayan di sini pada
mulanya ditunjang oleh program bantuan kredit lunak pemerintah yang mengenai
sasarannya. Sebaliknya desa-desa nelayan bagian selatan kondisinya miskin
karena didiominasi oleh pengusaha-pengusaha local yang bertahab dari dahulu
hingga sekarang.

5. Sistem peralatan hidup


Kompleksitas bentuk dan variasi teknologi yang digunakan masyarakat maritim menjadi
pembeda sekaligus keunikannya Faktor keberagaman bentuk teknologi yang digunakan
merupakan hasil dari faktor kreativitas dan inovasi lokal,sifat proses difusi unsur teknologi
kebaharian yang cepat, dan sifat keterbukaan masyarakat maritim merespons perubahan dari luar.

Bebagai tipe perahu tradisional miliki kelompok-kelompok suku bangsa pelaut di Indonesia (lihat
Horidge, 1985, 1986) antara lain :
a. P. Patorani (Makassar)
b. Lambo (Mandar)
c. Pinisi (Bugis)
d. Bagang (Bugis)
e. Lambo (Buton)
f. Mayang (Jawa)
10
g. Nade (Sumatra)

Tipe perahu dan kapal bukan hanya dicirikan semata-mata dengan konstruksi/desainnya,
ada juga unsur seni sperti ukiran,gambar,dan kombinasi warna cat yang melekat di perahu
tersebut. Adapun perahu Pinisi yang kurang dalam unsur seninya, namun kuat dalam desain
konstruksi. Konstruksi ini berdasarkan pada pertimbangan nilai pragmatis berupa fungsi
keseimbangan,daya muat,dan keseimbangan.

Teknologi penangkapan ikan di Indonesia (lihat P.N. van Kampen, 1909) dikategorikan
menjadi lima kategori besar, antara lain :
a. Net
b. Pancing
c. Bubu
d. Alat tusuk : tombak,panah
e. Teknik lainnya

Dalam jenis perahu dan alat tangkap, menjadi fakta bahwa teknologi lokal dengan ciri
kebudayaan suku bangsa pelaut tertentu masih bertahan. Sebaliknya, tipe kapal dan mesin
serta berbagai unsur perlengkapan modern justru menunjukkan homogenitas atas konsekuensi
adanya homogeni ilmu pengetahuan dan teknologi modern.

6. Sistem religi dan kepercayaan


Pada kebanyakan kelompok dan komunitas nelayan dan perlayar di dunia, agama lebih
difungsikan dalam urusan duniawi yang pragmatis dibandingkan fungsi idealnya yaitu sebagai
regulasi berkehidupan bersama,berhubungan dengan dan pengelolaan (pemeliharaan)
pemanfaatan sumber daya alam, yang dipahami sebagai pedoman hidup masyarakat untuk
keselamatan dunia dan akhirat. Beberapa contoh kepercayaan para nelayan :
a. Nelayan Urk (Belanda) meyakini bahwa sumber daya dan hasil laut adalah berkah Tuhan
yang harus diusahakan dengan gigih dan disertai doa. Hal ini diwujudkan dalam
pelaksanaan ibadah di Gereja setiap hari Minggu, mengharamkan pembatasan kelahiran
anak, tidak menggunakan kendaraan mesin pada hari Minggu
b. Nelayan Islandia percaya dan mengandalkan bisikan makhluk halus dan roh nenek
moyang,petunjuk mimpi dan firasat, serta feeling dan intuisi yang dikombinasikan dnegan
sistem manajemen formal ekonomi modern dan rasional.

11
c. Nelayan Bugis,Bajo,Makassar,dan Madura yang beragama Islam percaya pada kekuasaan
Allah SWT dan takdir-Nya. Sedikit atau banyaknya hasil yang mereka peroleh merupakan
bagian dari takdir Tuhan. Keberanian pelaut-pelaut Sulawesi Selatan dan Tenggara yang
menjelajah perairan nusantara berlandaskan keyakinan agama,bukan semata-mata karena
modal pengetahuan dan keterampilan berlayar serta etos ekonomi yang tinggi.

12
BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Berdasarkan konsep yang dikemukakan Clyde Kluckhohn, ia menggolongkan kebudayaan di


dunia ini menjadi tujuh unsur universal, yaitu sistem bahasa, sistem teknologi, sistem mata
pencaharian, sistem organisasi sosial, sistem pengetahuan, sistem religi, dan sistem kesenian.
Seluruh unsur itu saling terkait antara yang satu dengan yang lain dan tidak bisa dipisahkan yang
membentuk satu kesatuan menyeluruh (holistic), kehidupan sosial budaya masyarakat maritim di
Indonesia yang sangat majemuk.

Setiap kebudayaan dan masyarakat di dunia, tidak terkecuali kebudayaan dan masyarakat
maritim, cepat atau lambat pasti mengalami dinamika atau perkembangan. Diakui secara umum
bahwa kebudayaan merupakan unsur penting dalam proses pembangunan atau keberlanjutan suatu
bangsa. Terlebih jika bangsa itu sedang membentuk watak dan kepribadiannya yang lebih serasi
dengan tantangan zamannya.

13
DAFTAR PUSTAKA

Riswahyuni.2013. Kebudayaan masyarakat pesisir. Makalah


Ansaar.2019.Sistem Pengetahuan Pelayaran dan Penangkapan Ikan pada Masyarakat Nelayan di
Kelurahan Rangas, Kabupaten Majene. Jurnal Artikel. 10(2). 145-147
Tim pengajar WSBM Unhas. 2011.Wawasan sosial budaya maritim (WSBM).Makassar;UPT MKU UNHAS

14

Anda mungkin juga menyukai