Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Indonesia dikenal sebagai negara kepulauan terbesar di dunia karena memiliki
lautan yang cukup luas dan memiliki banyak potensi kekayaan laut yang dapat kita
manfaatkan untuk kesejahteraan rakyat Indonesia.
Indonesia memiliki potensi sumber daya laut yang sangat besar karena laut
Indonesia kaya akan berbagai jenis ikan dan berbagai sumber daya lain yang terdapat
di laut, seperti berbagai jenis pertambangan, rumput laut, terumbu karang, dan
sebagainya. Semuanya kekayaan laut Indonesia memiliki nilai yang tak ternilai untuk
kesejahterakan rakyat, terutama kaum nelayan.
Nelayan memiliki posisi yang cukup strategis karena dua pertiga wilayah
Nusantara adalah laut. Namun seringkali nelayan tidak berdaya secara ekonomi dan
terjerat kemiskinan. Berdasarkan hal tersebut itu maka perlu upaya untuk
memberdayakan nelayan demi meningkatkan kesejahterannya. Sumber daya laut
yang ada di Indonesia memang sangat besar apabila dikelola dengan baik, sehingga
bisa meningkatkan kesejahteraan rakyat, khususnya nelayan dan masyarakat pesisir.
Kesejahteraan rakyat Indonesia yang meningkat akan membuat ketahanan ekonomi
nasional terwujud.
Laut Indonensia memiliki kekayaan sumber daya berlimpah tetapi dalam hal
pengelolaan dan regulasi yang mengatur unuk penggunaan kekayaan laut tersebut
masih sangat kurang memberi keuntungan bagi negara. Maka dari itu perlu usaha-
usaha dari berbagai pihak yang terkait untuk bekerjasama dalam pengelolaan
pemanfaatan kekayaan laut secara optimal dan terarah dengan baik.

1.2. Rumusan Masalah


1. Apa itu teknologi bahari?
2. Bagaimana pengaruh teknologi bagi masyarakat?
3. Bagiamanakah sistem-sistem yang mempengaruhi masyarakat bahari?

1.3. Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah:
1. Mengetahui tentang profil teknologi bahari
2. Mengetahui apa sebenarnya teknologi bahari itu
3. Mengetehaui sistem-sistem yang mempengaruhi teknologi bahari
4. Mengetahui masyrakat yang memakai sistem teknologi bahari

BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian teknologi bahari
Teknologi pada hakekatnya adalah cara mengerjakan suatu hal (Masher, 1970:
127), yaitu cara yang dipakai manusia untuk beberapa kegiatan dalam kehidupannya.
Teknologi terutama terlihat dalam pendayagunaan potensi sumber daya yang ada di
sekitar manusia. Oleh karena itu, teknologi merupakan satu di antara sekian banyak
hasil budaya manusia dan merupakan cermin daya kreatif dalam memanfaatkan
lingkungannya untuk mencapai kesejahteraan hidup. Pengertian tersebut berdasarkan
pada pemahaman bahwa teknologi terlihat sebagai penerapan gagasan atau
pengetahuan, pengertian, dan keyakinan seseorang ke dalam pendayagunaan sumber
daya alam yang dikenalnya, yang umumnya berada di sekitarnya dengan tujuan untuk
memenuhi kebutuhan hidup atau memecahkan masalah. Jadi, teknologi sebagai buah
dari budi dan daya seseorang maupun masyarakat merupakan bayangan kebudayaan
suatu masyarakat yang menghasilkannya. Teknologi dapat dijadikan ukuran atau
cermin tingkat kebudayaan dan kreativitas suatu masyarakat.

Bertitik tolak dari dasar pemikiran tersebut, serta untuk memudahkan pembahasan
tentang teknologi bahari masyarakat Melayu Riau, maka teknologi dalam suatu
masyarakat dapat diamati dari keadaan sumber daya alam dan pemanfaatannya, bahan
baku yang tersedia, peralatan yang dipakai dalam mendayagunakan sumber daya
alam yang ada, kemungkinan sarana untuk menghasilkan peralatan tersebut, serta
matapencaharian masyarakat tersebut. Teknologi bahari masyarakat Melayu lebih
mudah ditelusuri dari sejarah peralatan dan matapencaharian mereka dalam
memanfaatkan sumber daya alam di lingkungan mereka (Hamidi, 1984: 115).

Kata bahari mempunyai dua pengertian. Pertama, bahari yang berarti zaman kuno
(ancient), yang semasa dengan masa adanya catatan sejarah sampai pada masa
kemaharajaan Roma 467 A. P. (Wojowasita dan Poerwadarminta, 1974) atau sesuatu
yang terkenal dan/atau sudah tidak penting lagi pada akhir-akhir ini, tetapi ada sejak
masa lalu (Websters, 1966). Kedua, bahari ditafsirkan dari akar kata bahasa Arab
yang banyak mempengaruhi bahasa Melayu, yaitu bahari yang berarti laut atau sungai
besar. Dalam tulisan ini pengertian yang dipakai ditekankan pada yang pertama,
walaupun dalam pembahasannya pengertian yang kedua akan tercakup. Teknologi
bahari yang dimaksud di sini adalah teknologi yang dipakai oleh masyarakat Melayu
Riau dalam mendayagunakan sumber daya alam yang ada di sekitarnya untuk
mencapai keperluan hidupnya sejak zaman kuno. Di antara teknologi tersebut ada
yang masih digunakan hingga hari ini.

B. Teknologi Bahari Bagi Masyarakat

Teknologi bahari sangat efektif dan efisien untuk menangkap ikan-ikan tertentu.
Misalnya, guguh untuk menangkap udang, tempiral untuk menangkap ikan-ikan yang
berada di pinggir, tenggalak untuk menangkap ikan yang suka menelusuri batang dan
dasar perairan, dan sondang untuk menangkap ikan-ikan yang sering muncul ke
permukaan seperti tambakan dan pengenih (Alawi, 1980:1982). Untuk ikan dan
udang yang hidup di air pasang dan dekat pantai, dipakai jermal, bubo, gombang, dan
lain-lain. Alat penangkap ikan ini tidak kurang dari 25 jenis, yang merupakan hasil
kreativitas masyarakat zaman bahari. Walaupun demikian, alat penangkap atau
teknologi penangkapan yang ada tampaknya hanya cocok untuk lingkungan perairan
dangkal dan pantai. Alat tersebut tidak berkembang dan kurang mampu untuk
menggarap sumber daya di lingkungan lepas pantai dan laut terbuka. Tidak
berkembangnya alat tersebut disebabkan masih kayanya sumber perairan dangkal dan
pantai sehingga kebutuhan untuk masa itu sudah terpenuhi. Oleh karena itu, tidak ada
alasan kuat untuk menciptakan peralatan yang lebih efektif dan efisien yang cocok
bagi lingkungan laut dalam di lepas pantai (offshore) maupun laut luas (oceanic).
Teknologi yang dipakai di lingkungan perairan cukup beragam, misalnya teknologi
untuk menangkap ikan maupun teknologi untuk mengangkut hasil-hasilnya. Alat
angkut yang digunakan mulai dari tongkah yang biasa digunakan di lingkungan
berlumpur, sampan yang mirip kano (dari sebatang kayu), rakit dan perahu untuk di
tepi pantai, sampan/perahu layar, sampai kapal (Ahmad, 1978). Bentuk dan fungsi
sampan dan perahu beragam, namun yang menarik perhatian adalah tongkah atau
sampan tongkah, karena jenis ini semakin langka.

Ahmad (1982) mengatakan bahwa tongkah merupakan alat khas asli yang berfungsi
sebagai alat angkutan di lingkungan antara darat dan perairan. Menurut Cho Tachun,
tongkah (mud ski) telah dipakai dalam kebudayaan masyarakat perikanan di Asia
Tenggara bersamaan dengan dipakainya alat itu di Asia Timur (Cina dan Jepang).
Nishimura, seorang antropolog maritim Jepang mengamati tongkah di Cina, Jepang,
Malaysia, dan Jawa, kemudian membagi tongkah atas bentuk Shanghai, Kwantung,
dan bentuk AsiaTenggara.Berdasarkan penelitian Ahmad et. al. (1983), sampan
tongkah masih dipakai di kawasan Bagan Siapi-api dan Condong Luar, Riau. Jenis
tongkah tersebut dapat dibagi menjadi dua tipe, yaitu tipe sehelai papan yang terdapat
di Anak Setatah, Teluk Rukam, dan Condong Luar serta tipe kotak yang ditemukan di
Teluk Rukam dan Bagan Siapi-api (Ahmad et. al., 1983). Tipe sehelai papan
mempunyai persamaan dengan tongkah Orang Koala di Malaysia, Teluk Aniake
(Jepang), serta di Cholburi dan Petchburi (Thailand) (Shibato et. al., 1980). Tipe
kotak mempunyai persamaan dengan tongkah di Danau Suwa Jepang maupun di
Jerman (Kabayoshi, 1980). Namun belum jelas hubungan kemiripan bentuk-bentuk
tersebut, dalam arti mana yang mempengaruhi atau merupakan asal-usul sampan
tongkah. Diduga, persamaan itu hanya suatu kebetulan.Teknologi navigasi yang
dipakai orang Melayu Riau juga menarik untuk diamati. Mereka memakai bintang
atau benda langit lainnya dan keadaan laut (arus, pasang, dan gelombang) untuk
menentukan alur dan arah pelayaran. Peralatan yang digunakan hanya berupa organ-
organ tubuh, seperti mata dan intuisi yang tumbuh dan berkembang dari pengalaman
bertahun-tahun. Teknologi pelayaran Melayu Riau ini belum diteliti, walaupun sudah
disinggung pada beberapa laporan perjalanan.
C. Sistem- Sistem Yang Mempengaruhi Teknologi Bahari
Mengacu pada konsep kebudayaan dikemukakan sebelumnya, maka
kebudayaan bahari dipahami sebagai system -sistem ideasional/ kognitif/ mental,
prilaku/tindakan, dan krya/saranadan prasarana yang digunakan oleh masyarakat
pendukungnya (masyarakat maritim) dalam rangka pengelolaan pemanfaatansumber
daya alam dan merekayasa jasa-jasa lingkungan laut bagi kehidupan konsep budaya
maritime tersebut mengenai semua bidang aktivitas pelayaran, perikanan,
pertambangan, industri priwisata, pemukiman, pengawasan, dan pengamananwilayah,
pendidikan dan penelitian, seni dan olah raga, dan sebagainya.

Seperti hanya budaya kelompok/segmen masyarakat lainnya di darat, budaya maritim


juga dicirikan dengan sifat-sifat kreatif inovatif, terbuka, dinamis, berubah dan
berkembang, bertahan, homogen dan berbeda, interkonektif dan holistik.
Diasumsikan bahwa proses dinamika dan perubahan berlangsung karena unsur-unsur
budaya sebelumnya sudah tidak atau kurang berfungsi dengan baik, sebaliknya
kebertahanan tradisi dapatterjadi karena fungsi unsur-unsur budaya tertentu masih
memadai dalam pemecahan masalah, pemanfaatan sumberdaya,dan pemaknaan akan
dunia kehidupan bahari.

Adapun sistem-sistem yang mempengaruhi teknologi bahari adalah:

1. Ide/Gagasan

Gagasan/ide-ide dalam budaya maritim (perikanan kenelayanan, palayaran) tentu


sangat luas. Berkenan dengan pemanfaatan sumberdaya dan rekayasa jasa-jasa laut,
dalam kebudayaan maritim bugis, bajo, makassar, mandar, dan buton mengakar
beberapa gagasan utama saling terkait yang banyak menjadi pedoman bagi
keputusan/ pilihan prilaku usaha nelayan.
Sejak kurang lebih dua dakade terakhir ternyata juga sudahada sebagian nelayan
berubah pandangan ketikadiperhadapakan pada berbagia realita, seperti populasi
tripang,mutiara, dan beberapa spesies biota bernilai ekonomi tinggilainnya yang
sudah menjadi biota langakah akibat eksploitasimanusia. Kemudian diketahui pula
adanya banyak tempatterutama di indonesia bagian timur merupakan milik
komunalsetempat, sedemikian juga adanya kawasan lindung dimana-mana dikuasai
pemerintah yang tidak boleh dimasuki nelayan

1. sistem pengetahuan

Sistem pengetahuan kebaharian dapat dikategorikan atas duakategori, yakni


pengetahuan pelayaran, pengetahuan kondisilingkungan dan sumber daya laut, dan
pengetahuan lingkungansosial budaya. Bagai masyarakat maritim, ketiga subsistem
pengetahuan tersebut salaing terkait secara fungsional antarasatu dengan yang
lainnya.

Pengetahuan pelayaran

Pengetahuan tentang lingkungan dan sumber daya laut

Pengetahuan tentang lingkungan sosialPengetahuan akan kategori-kategori


lingkungan sosialdifungsikan oleh masyarakat maritim (sebagai individu
ataukelompok) acuan dalam menentukan sikap dan langkahpembuatan
keputusan.

2. Ide/Gagasan

Gagasan/ide-ide dalam budaya maritim (perikanan kenelayanan, palayaran) tentu


sangat luas. Berkenan dengan pemanfaatan sumberdaya dan rekayasa jasa-jasa laut,
dalam kebudayaan maritim bugis, bajo, makassar, mandar, dan buton mengakar
beberapa gagasan utama saling terkait yang banyak menjadi pedoman bagi
keputusan/ pilihan prilaku usaha nelayan.

Sejak kurang lebih dua dakade terakhir ternyata juga sudahada sebagian nelayan
berubah pandangan ketikadiperhadapakan pada berbagia realita, seperti populasi
tripang,mutiara, dan beberapa spesies biota bernilai ekonomi tinggilainnya yang
sudah menjadi biota langakah akibat eksploitasimanusia. Kemudian diketahui pula
adanya banyak tempatterutama di indonesia bagian timur merupakan milik
komunalsetempat, sedemikian juga adanya kawasan lindung dimana-mana dikuasai
pemerintah yang tidak boleh dimasuki nelayan

3. Sistem Nilai

Sistem nilai merupakan bagian inti dari sistem budaya (ideasional/ kognitif/ mental)
yang saling terikat dengan sistem-sisitem gagasan, pengetahuan, kepercyaan,
normal/aturan, dan lain-lain dalam kebudayaan bersangkutan. Sistem nilai berfungsi
sebagia pedoman bagi setiap individu atau kelompok (komunitas) dalam
menentuakan sikap, tindakan, danmamaknai segala hal yang di anggap baik atau
layak dalamhubungan manusia dengan lingkungan, bekehidupan
bersama,berekonomi, berkesenian dan lain-lain.

4. Sistem Norma/Aturan

Sistem norma/aturan dalam setiap kebudayaan, termaksud kebudayaan maritim, tentu


saja berfungsi mengatur secara khusus perangkat-perangkat tindakan kelompok atau
individudalam sumua bidang kehidupan. Untuk kegiatan-kegiatan pelayaran dan
perikanan, misalnya ada berbagai bentuk norma/aturan adat rekayasa kelompok atau
komunitas setempatyang tradisional sifatnya dan ada pula bentukan pemerintah yang
formal siftanya. Diasumsikan bahwa norama/aturan, baikinforamal traidsiaonal
maupun foramal yang baru, beradsarkanpada pandangan dan nilai-nilai budaya yang
dianut.

5. Sistem Ekonomi Kebaharian

Konsep sistem ekonomi, termasuk sistem ekonomi kebaharian,dipahami sebagai


saling keterkaitan antara subsistemSubsistem produksi, distribusi, dan komsumsi
dari satu sektor ekonomi dan keterkaitannya dengan pranata-pranata sosial budaya
lokal yang dipengaruhi oleh kekuatan eksternal.

D. Ciri-ciri masyarakat bahari

Ciri-ciri masyarakat bahari melayu riau adalah diusahakan dalam skala kecil, mudah
penggunaannya, dan selektif dalam hasil, sehingga dapat menjamin keseimbangan
sumber daya alam. Teknologi bahari tersebut mempunyai potensi besar bagi
pengembangan ilmu teknologi, seperti penggunaan proses bioteknologi dalam
pengolahan makanan. Keragaman teknologi bahari masyarakat bagian dari
kebudayaan yang merupakan pertanda bahwa sejak zaman bahari orang Melayu telah
kreatif dan peka dalam memfungsikan lingkungan dan sumber daya alam di
sekitarnya, serta dapat menunjukkan bahwa mereka tidak tertutup pada perubahan
teknologi yang lebih menguntungkan dan menyelamatkan

Bagi masyarakat pesisir dan pulau-pulau di Nusantara ini, sektor-sektor ekonomi


perikanan dan usaha transportasi/pelayaran masih selalu merupakan sektor-sektor
andalan yang bertahan dan berkembang dengan teknologi pelayaran dan penangkapan
ikan tradisional dalam berbagai bentuk dan arsiteknya.
Teknologi penangkapan ikan di Indonesia (lihat P.N.van Kampen, 1909) secara garis
besar dikategori kedalam:

Net (di Sulawesi Selatan: panjak, gae, lanra, panambe)


Pancing (di Sulawesi Selatan: p.labuh, p.rintak, p.tonda, p.kedo-kedo)
Perangkap (di Sulawesi Selatan: Bubu, sero/belle)
Alat tusuk (di Sulawesi Selatan: tombak, pattek, ladung)
Teknik lainnya (di berbagai tempat: bahan peledak, bius)

E. Masyarakat Yang Menggunakan Sistem Bahari

1. suku akit(suku asli pesisir riau)


Orang Akit , adalah kelompok sosial yang tinggal di daerah Hutan Panjang dan
Kecamatan Rupat di Kabupaten Bengkalis, Provinsi Riau. Sebutan Akit diberikan
kepada masyarakat ini karena sebagian besar kegiatan hidup mereka berlangsung di
atas rumah rakit. Dengan rakit tersebut mereka berpindah dari satu tempat ke tempat
lain di pantai laut dan muara sungai. Mereka juga membangun rumah-rumah
sederhana di pinggir-pinggir pantai untuk dipergunakan ketika mereka mengerjakan
kegiatan di darat. Pada tahun 1984 jumlah mereka diperkirakan sekitar
4500jiwa.Orang Akit telah bermukim di daerah Bengkalis dan Siak sudah sejak
waktu lampau. Keberadaan mereka dibuktikan dengan adanya catatan sejarah yang
menyebutkan bahwa mereka pernah menjalin hubungan dengan Kesultanan Siak
dalam menghadapi perlawanan pasukan dari Eropa. Pasukan Belanda yang mencoba
menanamkan pengaruhnya di daerah ini tercatat mengalami beberapa perlawanan dari
orang Akit. Pasukan Akit dikenal dengan senjata tradisional berupa panah beracun
dan sejenis senjata sumpit yang ditiup.
Mata pencaharian pokok orang Akit adalah menangkap ikan, mengumpulkan hasil
hutan, berburu binatang, dan meramu sagu. Orang Akit tidak mengenal sistem
perladangan secara menetap. Pengambilan hasil hutan yang ada di tepi-tepi pantai
biasanya disesuaikan dengan jumlah kebutuhan. Penangkapan ikan atau binatang laut
lainnya mereka lakukan dengan cara sederhana, misalnya dengan memasang
perangkap ikan (bubu), Rawai dll. Hasil meramu sagu biasanya dapat memenuhi
kebutuhan akan sagu selama beberapa bulan.
Hubungan orang Akit dengan masyarakat lain di sekitarnya boleh dikatakan sangat
jarang. Hal ini didukung oleh kecenderungan mereka untuk mempertahankan
identitas mereka. Beberapa waktu lampau mereka memang masih sering digolongkan
sebagai suku bangsa terasing. Penduduk di sekitarnya banyak yang kurang
berkenan menjalin hubungan dengan mereka, karena orang Akit dipercaya memiliki
pengetahuan tentang ilmu hitam dan obat-obatan yang dapat membahayakan.
Kesulitan menjalin hubungan yang disebabkan karena seringnya mereka berpindah-
pindah. Pemerintah dan beberapa kalangan sudah mencoba meningkatkan taraf hidup
mereka, antara lain, dengan mendirikan pemukiman tetap dan mengajarkan cara-cara
bercocok tanam dengan teknik pertanian modern.

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Teknologi bahari sangat efektif dan efisien untuk menangkap ikan-
ikan tertentu. Misalnya, guguh untuk menangkap udang, tempiral untuk
menangkap ikan-ikan yang berada di pinggir, tenggalak untuk menangkap
ikan yang suka menelusuri batang dan dasar perairan, dan sondang untuk
menangkap ikan-ikan yang sering muncul ke permukaan seperti tambakan
dan pengenih. , seperti sistem budaya, pengetahuan dan teknologi nelayan,
pola-pola perilaku dalam mengeksploitasi sumber daya perikanan, serta
kepemimpinan sosial tumbuh karena pengaruh kondisi-kondisi dan
karakteristik-karakteristik yang terdapat di lingkungannya. Sebagai bagian
dari suatu masyarakat yang luas, yang sedang bergerak mengikuti arus
dinamika sosial, masyarakat nelayan dan kebudayaan pesisir juga akan
terkena dampaknya. Kemampuan beradaptasi dan keberhasilan menyikapi
tantangan perubahan sosial sangat menentukan kelangsungan hidup dan
integrasi sosial masyarakat nelayan.

DAFTAR PUSTAKA
http://wisatadanbudaya.blogspot.co.id/2010/01/teknologi-bahari-melayu-
riau_29.html

http://puspitaavielzah.blogspot.co.id/2015/06/makalah-ilmu-teknologi-dan-
lingkungan_28.html

http://mamamia12345.blogspot.co.id/2013/02/sistem-mata-pencaharian-
hidup.html

Anda mungkin juga menyukai