OLEH :
EKA DAHLIA PAHARRANI
DESMONDA SITOMPUL
NURMILA
KONDRADUS KAGAYEMU
1. Latar Belakang
2. Metode Penelitian
Penelitian ini berlokasi di wilayah pesisir kabupaten Bolmong Utara. Propinsi
Sulawesi Utara. Penelitian dilaksanakan mulai bulan April s.d Desember 2011.
Pemilihan lokasi ini didasarkan karena laju kerusakan sumberdaya pesisir mencapai
tingkat yang mengkhawatirkan, terutama pada ekosistem mangrove dan terumbu
karang. Pembukaan lahan-lahan Mangrove untuk pertambakan dan pemukiman semakin
tidak terkendali.
Teknik pengambilan sampel dilakukan secara nonprobablity sampling melalui
teknik multi stage purposive random sampling. Informan terpilih adalah masyarakat
yang bermukim diwilayah pesisir, pemerintah desa, NGO dan pemerintah daerah yang
terkait dengan kebijakan pengelolaan wilayah pesisir. Target Informan berjumlah 30
orang. Teknik pengumpulan data dilakukan melalui wawancara dengan menggunakan
kuisioner dan Focus Group Discussion (FGD). Kuisioner dimaksudkan untuk
memperoleh informasi mengenai: kondisi sosial - demografi pengelolaan wilayah
pesisir dan hutan mangrove. Informasi melalui FGD terutama untuk memperoleh
tanggapan mengenai kondisi pengelolaan wilayah pesisir.Kuisioner diberikan kepada
informan diwilayah pesisir
4. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis data dan temuan penelitian maka dirumuskan
beberapa kesimpulan yakni: Pertama, bahwa potensi yang dimiliki oleh wilayah pesisir
Kabupaten Bolaang Mongondow Utara dapat dikembangkan model pengelolaan kearah
yang lebih baik. Hal ini didasarkan atas pertimbangan bahwa hasil simulasi model
melalui sistem dinamik menunjukan bahwa adanya perubahan signifikan terhadap
kondisi hutan mangrove, kondisi sosial dan ekonomi masyarakat di wilayah pesisir
Kabupaten Bolaang Mongondow Utara. Meskipun demikian faktor-faktor pertumbuhan
penduduk dan desakan pembukaan lahan dan kebutuhan pemukiman penduduk menjadi
bagian yang perlu diperhatikan. Kedua, untuk mendukung dilaksanakannya model
pengelolaan hutan mangrove maka perlu diperhatikan aspek legalitas, kapasitas dan
infrastrukur kelembagaan. Pembentukan kelembagaan ini dapat diinsiasi oleh pihak
pemerintah, masyarakat atau perguruan tinggi. Penginsiatif dapat melakukan sosialisasi,
studi-studi kelayakan agar memperoleh dukungan dan kesepakatan bersama.
Kesepakatan sebaiknya dituangkan dalam bentuk peraturan yang mengikat