Anda di halaman 1dari 15

Adhyasta Firdaus, Ali Lapariman Sulaiman, Luthfiyyah Nurjaman, Hana Diaz Amirah, Nida

Nabilah Faza 1

Dampak Aktivitas Masyarakat Desa Karangsong


Terhadap Ekosistem Mangrove (Lokasi Studi : Desa
Karangsong, Kecamatan Indramayu, Kabupaten
Indramayu)

The Impact of the Activities of the Karangsong Village Community on the


Mangrove Ecosystem (Study Location: Karangsong Village, Indramayu
District, Indramayu Regency)

Adhyasta Firdaus1*, Ali Lapariman Sulaiman2, Luthfiyyah Nurjaman3,


Hana Diaz Amirah4, Nida Nabilah Faza5
1
Universitas Islam Bandung, Bandung, Indonesia
2
Universitas Islam Bandung, Bandung, Indonesia
3
Universitas Islam Bandung, Bandung, Indonesia
4
Universitas Islam Bandung, Bandung, Indonesia
5
Universitas Islam Bandung, Bandung, Indonesia

*E-mail Korespondensi: kel1lingkungan@gmail.com

Artikel Masuk :
Artikel Diterima :
Tersedia Online :

Abstrak. Wilayah pesisir merupakan wilayah peralihan antara daratan dan lautan yang
memiliki banyak sumber daya untuk dimanfaatkan, salah satunya ekosistem mangrove yang
memiliki banyak fungsi. Desa Karangsong memiliki daerah konservasi hutan mangrove yang
cukup luas kurang lebih sebesar 25 Ha. Disamping memiliki banyak fungsi, ekosistem
mangrove juga memiliki potensi mengalami kerusakan, salah satu penyebab paling besarnya
ialah manusia. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi aktivitas yang dilakukan
masyarakat sekitar kawasan ekosistem mangrove, mengetahui dampak yang ditimbulkan dari
aktivitas masyarakat dan mendapatkan solusi penanggulangan dari dampak yang ditimbulkan.
Dalam penelitian ini metode pendekatan yang digunakan adalah pendekatan Metode Penelitian
Mix Method. Berdasarkan penelitian, dari setiap aktivitas masyarakat yang ada di Desa
Karangsong menghasilkan limbah yang berpotensi merusak ekosistem mangrove sehingga
diperlukan adanya pengelolaan aktivitas yang ramah lingkungan berupa Reception Facilities
(RF), Silvofishery, Sub-Surface Constructed Wetland, dan Kegiatan Bersih Pantai.
Kata kunci: Aktivitas; Ekosistem Mangrove; Limbah

Abstract. The coastal area is a transitional area between land and sea which has many
resources to be utilized, one of which is the mangrove ecosystem which has many functions.
Karangsong Village has a mangrove forest conservation area that is quite extensive of
approximately 25 Ha. Besides having many functions, mangrove ecosystems also have the
potential to be damaged, one of the biggest causes is humans. This study aims to identify the
activities carried out by the community around the mangrove ecosystem area, find out the
impacts arising from community activities and get solutions for mitigating the impacts. In this

JURNAL PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA, X (X), XX-XX


http://dx.doi.org/XX.XXX/jpwk..X.X.XX-XX
Adhyasta Firdaus, Ali Lapariman Sulaiman, Luthfiyyah Nurjaman, Hana Diaz Amirah, Nida
Nabilah Faza 2
study the approach used is the Mix Method Research Method approach. Based on research,
every community activity in Karangsong Village produces waste that has the potential to
damage the mangrove ecosystem so that it is necessary to have environmentally friendly
management of activities in the form of Reception Facilities (RF), Silvofishery, Sub-Surface
Constructed Wetland, and Beach Clean Activities.
Keywords: Activity; Mangrove Ecosystem; Waste

Pendahuluan
Wilayah pesisir merupakan wilayah peralihan antara daratan dan lautan yang masih
terkena pengaruh dari keduanya, melihat potensi tersebut wilayah pesisir merupakan wilayah
yang menjanjikan dengan banyaknya sumber daya yang dapat dimanfaatkan melalui banyak
cara salah satunya adalah melalui pariwisata khususnya wisata bahari, salah satu potensi yang
memiliki sumberdaya pesisir yang bisa dimanfaatkan sebagai wisata bahari yaitu ekosistem
mangrove. Ekosistem mangrove merupakan ekosistem yang dominan di wilayah pesisir di
daerah ekuator (Adame dan Catherine, 2010), karena memiliki fungsi ekologis dan ekonomis
yang sangat penting salah satunya ekosistem mangrove yang berfungsi sebagai daerah
pemijahan dan daerah pembesaran berbagai biota perairan, selain itu serasah mangrove yang
jatuh akan menjadi sumber pakan dalam lingkungan perairan setelah melalui proses
dekomposisi. Pemanfaatan sumber daya ekosistem mangrove oleh masyarakat lokal meliputi
manfaat langsung dan tidak langsung dari produk kayu mangrove serta manfaat ekosistem
mangrove. Selain itu, ekosistem mangrove memiliki manfaat potensial seperti area konservasi
dan mitigasi bencana di kawasan pesisir. Ekosistem mangrove di Karangsong sedikitnya
berfungsi melindungi area tambak dari abrasi seluas 100 ha. Sedangkan fauna perairan terdiri
dari dua tipe yakni fauna yang hidup di kolom air, terutama berbagai jenis ikan dan udang
yang menempati substrat terutama kepiting, kerang dan berbagai jenis invertebrate. Pantai
Karangsong terletak disebelah utara Kota Indramayu, Desa Karangsong.
Pantai Karangsong ini memiliki daerah konservasi hutan mangrove yang cukup luas
kurang lebih 25 Ha. Faktor penyebab kerusakan dan akar permasalahan yang cukup
kompleks. Namun inti dari semua permasalahan degradasi hutan mangrove disebabkan oleh
manusia dan perilakunya, dalam hal ini adalah masyarakat yang ada di
sekitarnya. Persepsi, dan partisipasi merupakan unsur perilaku manusia yang akan
mempengaruhi bagaimana seorang manusia bertindak. Guna menjamin fungsi ekosistem
hutan mangrove berjalan dengan baik bagi lingkungan secara keseluruhan di wilayah pesisir
Kabupaten Indramayu khususnya Desa Karangsong, maka sangat diperlukan suatu strategi
dalam pengelolaan ekosistem hutan mangrove yang efektif yang berlandaskan prinsip-prinsip
pengelolaan lingkungan secara berkelanjutan, yaitu pengelolaan yang dilakukan secara
terpadu dan menyeluruh dari aspek-aspek lingkungan terkait yang mencakup aspek
ekologi, ekonomi dan sosial. Berdasarkan dampak aktivitas masyarakat terdahap
pengembangan ekosistem mangrove.
Dari permasalahan-permasalahan yang ada di ekosistem mangrove Desa Karangsong,
judul penelitian yang diambil yaitu Dampak Aktivitas Masyarakat Desa Karangsong
Terhadap Ekosistem Mangrove, Desa Karangsong Kecamatan Indramayu, Kabupaten
Indramayu. Berdasarkan latar belakang diatas maka penelitian ini berjudul “Dampak
Aktivitas Masyarakat Desa Karangsong Terhadap Ekosistem Mangrove”. Penelitian ini
bertujuan untuk mengidentifikasi aktivitas yang dilakukan masyarakat sekitar kawasan
ekosistem mangrove, mengetahui dampak yang ditimbulkan dari aktivitas masyarakat dan
mendapatkan solusi penanggulangan dari dampak yang ditimbulkan, dan merencanakan
strategi pengelolaan dampak aktivitas masyarakat berbasi lingkungan.

JURNAL PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA, X (X), XX-XX


http://dx.doi.org/XX.XXX/jpwk..X.X.XX-XX
Adhyasta Firdaus, Ali Lapariman Sulaiman, Luthfiyyah Nurjaman, Hana Diaz Amirah, Nida
Nabilah Faza 3
Metode Penelitian
Dalam penelitian ini metode pendekatan yang digunakan adalah pendekatan Metode
Penelitian Kombinasi (Mix Methods) sebagai dasar dalam penentuandampak aktivitas
masyarakt terhadap ekosistem mangrove. metode penelitian kombinasi adalah
mengkombinasikan atau menggabungkan antara metode kualitatif dan metode kuantitatif.
analisis kuantitatif yang dilakukan adalah analisis fisik wilayah desa Karangsong, beserta
metode deskriptif kuantitatif yang bertujuan untuk mengidentifikasi kondisi fisik dan
kependudukan ekosistem mangrove desa Karangsong. Untuk mengetahui hasil dilakukan
pengidentifikasian, survey lapangan, observasi, dan pengumpulan data. Sedangkan metode
Kualitatif digunakan untuk mengidentifikasi pendapat serta pandangan instansi terkait dan
masyarakat sekitar mengenai keberlangsungan ekosistem mangrove di Desa Karangsong.
Metode pengumpulan data yang digunakan adalah pengamatan, pengukuran lapangan,
dokumentasi, pengambilan sampel untuk mengetahui respon masyarakat. Kebutuhan Data
yang diperlukan untuk analisis dalam penelitian ini adalah Dampak aktivitas petani tambak,
dampak aktivitas galangan kapal, dampak aktivitas ekowisata, dampak aktivitas wisata
pantai, dampak aktivitas TPI, kualitas perairan mangrove, daya dukung kawasan, proyeksi
penguunaan lahan, dan kondisi fisik wilayah.
Metode pengumpulan data sekunder dilakukan dengan menggunakan studi literatur
dari berbagai dokumen, artikel, jurnal, dan analisis terdahulu yang berkaitan dengan
penelitian, yaitu mengenai ekosistem mangrove. Selain itu metode pengumpulan data
sekunder dilakukan dengan survey instansional kepada Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten
Indramayu dan Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Indramayu secara langsung.
Pengumpulan data primer dilakukan dengan melakukan beberapa metode berikut
yaitu.
1. Observasi
Observasi merupakan teknik pengumpulan data dengan cara mengamati secara
langsung suatu objek atau peristiwa. Perolehan data dengan observasi dilakukan
Ketika melakukan survey lapangan ke Desa Karangsong, Kecamatan Indramayu.
Adapun data yang diperoleh dari observasi, yaitu kondisi eksisting wilayah Desa
Karangsong, kondisi eksisting ekosistem mangrove dan kondisi perairan di Desa
Karangsong.
2. Wawancara
Wawancara merupakan kegiatan tanya jawab antara narasumber dengan peneliti
mengenai hal-hal yang berkaitan dengan data yang dibutuhkan. Wawancara
disampaikan dengan bentuk pertanyaan baik terbuka maupun tertutup. Wawancara ini
dilakukan baik kepada instansi terkait dan juga masyarakat. Data yang diperoleh dari
wawancara, yaitu dampak aktivitas masyarakat (Tambak ikan, TPI, galangan kapal,
ekowisata mangrove, dan wisata pantai) dan sistem pengelolaan limbah dari masing-
masing aktivitas tersebut.
3. Dokumentasi
Dokumentasi merupakan data visual pendukung yang menampilkan objek-objek yang
diteliti untuk menjelaskan keadaan yang sebenarnya di daerah studi. Dokumentasi
membantu memberikan gambaran faktual kondisi objek penelitian di lapangan.

Hasil dan Pembahasan


Adapun analisis indeks pencemaran air yang dilakukan pada kedua sampel air diatas
adalah sebagai berikut:
PIj = √(𝐶𝑖/𝐿𝑖𝑗)2M + (𝐶𝑖/𝐿𝑖𝑗) 2R

JURNAL PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA, X (X), XX-XX


http://dx.doi.org/XX.XXX/jpwk..X.X.XX-XX
Adhyasta Firdaus, Ali Lapariman Sulaiman, Luthfiyyah Nurjaman, Hana Diaz Amirah, Nida
Nabilah Faza 4

2
Keterangan :
Pij = Indeks Pencemaran bagi peruntukan
Ci = Konsentrasi parameter kualitas air hasil pengukuran
Lij = Konsentrasi parameter kualitas air yang dicantumkan dalam baku mutu peruntukan
air (Cij/Lij)M = Nilai Cij/Lij maksimum
(Cij/Lij)R = Nilai Cij/Lij rata-rata

Tabel 1. Perhitungan Indeks Pencemaran Titik Downstream Kali Prajagumiwang


NO Parameter Baku Mutu Ci Lix Ci/Lix Ci/Lix baru
1 TDS (mg/l) 1000 27.386,00 1000 27,39 8,19
2 TSS (mg/l) 50 12,00 50 0,24 0,24
3 pH 6-9 7,06 7,5 0,94 0,29
4 BOD5 (mg/l) 3 3,87 3 1,29 1,55
5 COD (mg/l) 25 10,94 25 0,44 0,44
6 Oksigen Terlarut (mg/l) 4 3,78 4 0,95 0,18
7 Total Fosfat Sebagai P (mg/l) 0,2 0,24 0,2 1,22 1,43
8 Nitrat (NO3N) (mg/l) 10 0,58 10 0,06 0,06
9 Arsen (As) (mg/l) 1 0,00 1 0,00 0,00
10 Kobal (Co) (mg/l) 0,2 0,29 0,2 1,47 1,84
11 Boron (B) (mg/l) 1 0,39 1 0,39 0,39
12 Selenium (Se) (mg/l) 0,05 0,00 0,05 0,03 0,03
13 Kadmium (Cd) (mg/l) 0,01 0,65 0,01 65,40 10,08
14 Krom Heksavalen (Cr-Vl) (mg/l) 0,05 0,00 0,05 0,06 0,06
15 Tembaga (Cu) (mg/l) 0,02 0,34 0,02 16,95 7,15
16 Timbal (Pb) (mg/l) 0,03 0,16 0,03 5,25 4,60
17 Air Raksa (Hg) (mg/l) 0,002 0,00 0,002 0,20 0,20
18 Seng (Zn) (mg/l) 0,05 0,05 0,05 1,09 1,19
19 Sianida (CN) (mg/l) 0,02 0,01 0,02 0,25 0,25
20 Nitrif (NO2-N) (mg/l) 0,06 0,16 0,06 2,58 3,06
21 Klorin Bebas (Cl2) (mg/l) 0,03 0,01 0,03 0,33 0,33
22 Belerang sebagai H2S (mg/l) 0,002 0,00 0,002 1,10 1,21
23 Minyak dan Lemak (mg/l) 1 0,94 1 0,94 0,94
24 Deterjen (MBAS) (mg/l) 0,2 0,03 0,2 0,14 0,14
25 Fenol (mg/l) 0,001 0,00 0,001 0,46 0,46
26 Fecal Coliform (jml/100 mL) 1000 17,00 1000 0,02 0,02
27 Colifrom (jml/100 mL) 5000 63,00 5000 0,01 0,01
(Ci/Lix baru) Rata - rata 1,64
(Ci/Lix baru) Maksimum 10,08
  Plj 7,22
Sumber : Adhyasta Firdaus, Ali Lapariman Sulaiman, Luthfiyyah Nurjaman, Hana Diaz Amirah, Nida Nabilah Faza, 2022

Dari hasil analisis indeks pencemaran yang dilakukan di titik downstream kali
prajagumiwang ini didapatkan hasil PIj yakni 7,22 yang artinya dalam kriteria pencemaran
berdasarkan indeks IP ini bernilai 5,0 < 7,22 ≤ 10,0. Hal ini berarti pada titik ini termasuk ke
kriteria pencemaran Cemar Sedang.

Tabel 2. Perhitungan Indeks Pencemaran Titik Pantai Dekat Muara Sungai Prajagumiwang

JURNAL PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA, X (X), XX-XX


http://dx.doi.org/XX.XXX/jpwk..X.X.XX-XX
Adhyasta Firdaus, Ali Lapariman Sulaiman, Luthfiyyah Nurjaman, Hana Diaz Amirah, Nida
Nabilah Faza 5
NO Parameter Baku Mutu Ci Lix Ci/Lix Ci/Lix baru
1 Kekeruhan (NTU) <5 145,00 5 29,00 8,31
2 pH 7,0 - 8,5 8,16 7,75 1,05 1,11
3 DO (mg/l) >5 6,47 5 1,29 0,04
4 BOD5 (mg/l) 20 3,47 20 0,17 0,17
5 Amonia Total (NH3-N) (mg/l) 0,3 0,29 0,3 0,97 0,97
6 Fosfat (PO4) (mg/l) 0,015 0,02 0,015 1,14 1,28
7 Nitrat (NO3N) (mg/l) 0,008 0,48 0,008 59,93 9,89
8 Sianida (CN) (mg/l) 0,5 0,01 0,5 0,01 0,01
9 Sulfida (H2S) (mg/l) 0,01 0,02 0,01 2,01 2,52
10 Fenol Total (mg/l) 0,002 0,00 0,002 0,23 0,23
11 Deterjen (MBAS) (mg/l) 1 0,01 1 0,01 0,01
12 Minyak dan Lemak (mg/l) 1 0,94 1 0,94 0,94
13 Raksa (Hg) (mg/l) 0,001 0,00 0,001 0,40 0,40
14 Krom Heksavalen (Cr-Vl) (mg/l) 0,005 0,00 0,005 0,64 0,64
15 Arsen (As) (mg/l) 0,012 0,00 0,012 0,18 0,18
16 Kadmium (Cd) (mg/l) 0,001 0,03 0,001 30,20 8,40
17 Tembaga (Cu) (mg/l) 0,008 0,01 0,008 1,15 1,30
18 Timbal (Pb) (mg/l) 0,008 0,70 0,008 87,03 10,70
19 Seng (Zn) (mg/l) 0,05 0,02 0,05 0,32 0,32
20 Nikel (Ni) (mg/l) 0,05 0,19 0,05 3,72 3,85
21 Coliform (jml/100 mL) 1000 94,00 1000 0,09 0,09
(Ci/Lix baru) Rata - rata 2,45
(Ci/Lix baru) Maksimum 10,70
  Plj 7,76
Adhyasta Firdaus, Ali Lapariman Sulaiman, Luthfiyyah Nurjaman, Hana Diaz Amirah, Nida Nabilah Faza, 2022

Dari hasil analisis indeks pencemaran yang dilakukan di titik downstream kali
prajagumiwang ini didapatkan hasil PIj yakni 7,76 yang artinya dalam kriteria pencemaran
berdasarkan indeks IP ini bernilai 5,0 < 7,76 ≤ 10,0. Hal ini berarti pada titik ini termasuk ke
kriteria pencemaran Cemar Sedang.
1. Analisis Dampak Aktivitas Tempat Pelelangan Ikan (TPI)
Dari penelitian yang dilakukan, kondisi TPI saat ini belum memenuhi persyaratan seperti
yang termuat dalam Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan no 52A/KEPMEN-KP/2013
tentang Persyaratan jaminan mutu dan keamanan hasil perikanan pada proses produksi,
pengolahan, dan pendistribusian. Hasil observasi dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Hasil Analisis Persyaratan TPI Karangsong
No Indikator Kondisi TPI

1 Terlindung dan mempunyai dinding yang mudah dibersihkan. -

2 Mempunyai lantai kedap air yang mudah dibersihkan dan disanitasi, dilengkapi dengan saluran
+
pembuangan air yang mempunyai sistem pembuangan limbah cair yang higienis.

3 Dilengkapi dengan fasilitas sanitasi seperti tempat cuci tangan dan toilet dalam jumlah yang
mencukupi. Tempat cuci tangan harus dilengkapi dengan bahan pencuci tangan dan pengering +
sekali pakai.

4 Mempunyai penerangan yang cukup untuk memudahkan dalam pengawasan hasil perikanan. +

JURNAL PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA, X (X), XX-XX


http://dx.doi.org/XX.XXX/jpwk..X.X.XX-XX
Adhyasta Firdaus, Ali Lapariman Sulaiman, Luthfiyyah Nurjaman, Hana Diaz Amirah, Nida
Nabilah Faza 6
5 Kendaraan yang mengeluarkan asap dan binatang yang dapat mempengaruhi mutu hasil
-
perikanan tidak diperbolehkan berada dalam tempat pemasaran ikan /pasar grosir.

6 Dibersihkan secara teratur minimal setiap selesai penjualan. √

7 Dilengkapi dengan tanda peringatan dilarang merokok, meludah, makan dan minum, dan
-
diletakkan ditempat yang mudah dilihat dengan jelas

8 Mempunyai fasilitas pasokan air bersih dan atau air laut bersih yang cukup. +

9 Mempunyai wadah penampungan produk yang bersih, tahan karat, kedap air dan mudah
+
dibersihkan.

10 Mempunyai penampungan pengolahan limbah -

Adhyasta Firdaus, Ali Lapariman Sulaiman, Luthfiyyah Nurjaman, Hana Diaz Amirah, Nida Nabilah Faza, 2022

Dari hasil analisis yang telah dilakukan pada kegiatan tempat pelelangan ikan di Desa
Karangsong ini didapatkan hasil bahwa dari kegiatan ini menghasilkan limbah berupa air
buangan hasil pembersihan lantai TPI setelah selesai aktivitas pelelangan. TPI Karangsong
ini belum mempunyai tempat penampungan limbah, sehingga limbah dari aktivitas
pelelangan langsung dibuang ke sungai. Selain limbah air buangan hasil pembersihan lantai,
ada juga limbah domestik berupa kardus dan plastik yang dibuang oleh nelayan kapal yang
sedang bersandar untuk bongkar muat hasil tangkapan ikan.
Akibat adanya pergerakan arus laut, limbah dari aktivitas di TPI ini terbawa arus yang
mengarah ke ekosistem mangrove dan laut lepas pada saat surut. Kemudian dari segi kualitas
air yang ada pada sungai di TPI Karangsong ini tergolong pada kriteria cemar sedang.
Sedangkan, kualitas air yang ada pada titik pantai dekat muara sungai prajagumiwang
tergolong pada kriteria cemar sedang juga. Walaupun kualitas air dari kedua titik tesebut
tergolong ke kriteria yang sama yaitu cemar sedang, akan tetapi ada beberapa parameter yang
perubahan dari titik downstream ke tiitk pantai dekat muara, parameter yang dimaksud adalah
Tembaga (Cu) dan Kadmium (Cd). Berikut merupakan tabel pengujian.
Tabel 4. Hasil Analisis Persyaratan TPI Karangsong
Hasil Pengujian
No Parameter Satuan
Downstream Muara

Kadmium
1 (Cd) mg/L 0,654 0,030

Tembaga
2 (Cu) mg/L 0,339 0,009

Sumber: Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Indramayu, 2018

Hal tersebut diakibatkan oleh faktor tanaman mangrove yang berfungsi sebagai penyerap
bahan pencemar (environmental service), khususnya bahan – bahan organik. Adapun jenis
tanaman mangrove yang berperan besar dalam penyerapan parameter kimia tersebut adalah
jenis mangrove Avicennia Marina dan Rhizopora Mucronata. Bagian tumbuhan mangrove
yang paling banyak menyerap logam berat Cu dan Pb adalah akar. Akar berinteraksi secara
langsung dengan sedimen sehingga sangat memungkinkan baginya untuk mengakumulasi
logam berat dengan konsentrasi yang tinggi (Syarifah, 2013). Selain itu,diketahui bahwa A.
marina mampu mengakumulasi logam berat dalam jumlah yang cukup besar terutama Pb,
sehingga keberadaan mangrove di sepanjang pesisir Karangsong perlu dipertahankan dan
ditambah areal nya (Samil, 2013).

JURNAL PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA, X (X), XX-XX


http://dx.doi.org/XX.XXX/jpwk..X.X.XX-XX
Adhyasta Firdaus, Ali Lapariman Sulaiman, Luthfiyyah Nurjaman, Hana Diaz Amirah, Nida
Nabilah Faza 7
Selain itu, terdapat sel endodermis pada akar yang menjadi penyaring dalam proses
penyerapan logam berat. Dari akar, logam akan ditranslokasikan ke jaringan lainnya seperti
batang dan daun serta mengalami proses kompleksasi dengan zat yang lain seperti fitokelanin
(MacFarlane et al., 2003 dalam Hamzah dan Setiawan, 2010). Berikut merupakan peta areal
terdampak dari aktivitas TPI Karangsong.

Sumber: Adhyasta Firdaus, Ali Lapariman Sulaiman, Luthfiyyah Nurjaman, Hana Diaz Amirah,
Nida Nabilah Faza, 2022
Gambar 1. Peta Areal Terdampak Aktivitas TPI Karangsong

2. Analisis Dampak Aktivitas Pantai Mutiara Hijau


Kondisi kebersihan pantai bisa dikatakan kurang sebab masih dapat ditemukan beberapa
sampah an-organik, khususnya pada bibir pantai. Pihak pengelola mengkonfirmasi bahwa
usaha untuk menjaga kebersihan pantai sudah dilakukan, diantaranya dengan penyediaan
tempat sampah, pengangkutan sampah rutin setiap pekannya, pengadaan petugas kebersihan,
dan kegiatan bersih-bersih pantai bersama masyarakat sekitar. Adapun mengenai sampah di
bibir pantai, pihak pengelola meragukan bahwa sampah tersebut bersumber dari pengunjung,
sebab pengangkutan sampah sudah dilakukan secara rutin, disamping itu pula sudah terdapat
petugas kebersihan. Dengan demikian, persentase kemungkinan bahwa sampah tersebut
kiriman dari laut lepas justru lebih besar dibandingkan merupakan sampah dari pengunjung.

JURNAL PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA, X (X), XX-XX


http://dx.doi.org/XX.XXX/jpwk..X.X.XX-XX
Adhyasta Firdaus, Ali Lapariman Sulaiman, Luthfiyyah Nurjaman, Hana Diaz Amirah, Nida
Nabilah Faza 8
Sumber: Adhyasta Firdaus, Ali Lapariman Sulaiman, Luthfiyyah Nurjaman, Hana Diaz Amirah,
Nida Nabilah Faza, 2022
Gambar 2. Beberapa sampah an-organik yang ditemukan di sekitar area pantai

Berdasarkan hasil wawancara dengan Pak Eki selaku Kepala Sub. Bagian Perencaanaan
CV. Pancora Jaya, diketahui bahwa tidak ada dampak negatif dari aktivitas wisata Pantai
Mutiara Hijau terhadap ekosistem mangrove. Diantara keduanya justru terdapat hubungan
timbak balik, dimana keberadaan mangrove menjadi daya tarik tambahan bagi pengunjung
untuk mendatangi Pantai Mutiara Hijau, begitu pula sebaliknya. Adapun dalam aktivitas
wisata pantai tidak memanfaatkan sumberdaya dari mangrove Desa Karangsong, hanya saja
pernah ada kegiatan penanaman mangrove di Pantai Mutiara Hijau dan bibitnya berasal dari
Ekowisata Mangrove Desa Karangsong. Berdasarkan diskusi kelompok, dapat diketahui
bahwa Pantai Mutiara Hijau memberikan dampak negatif dan juga positif pada ekosistem
mangrove Desa Karangsong. Untuk lebih lanjut dapat dilihat pada Tabel 5.

Sumber: Adhyasta Firdaus, Ali Lapariman Sulaiman, Luthfiyyah Nurjaman, Hana Diaz Amirah,
Nida Nabilah Faza, 2022
Gambar 3. Mangrove yang ditanam di bibir pantai

Tabel 5. Dampak Positif dan Negatif Aktivitas Wisata Pantai


Dampak Positif Dampak Negatif

Pencemaran lingkungan khususnya pada limbah


dari aktivitas wisata pantai
Bertambahnya mangrove/hutan bakau
Potensi rusaknya bakau

Sumber: Analisis Kelompok, 2022

Berdasarkan Peraturan Menteri Pariwisata Dan Ekonomi Kreatif/ Kepala Badan


Pariwisata Dan Ekonomi Kreatif Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2020 Tentang Pedoman
Pengelolaan Sampah Plastik Di Destinasi Wisata Bahari, terdapat beberapa komponen yang
dapat dilihat untuk lebih menjelaskan pengelolaan sampah di Pantai Mutiara Hijau. Lebih
lanjutnya dapat dilihat pada Tabel.6
Tabel 6. Pengelolaan Sampah Kawasan Pantai
Realisasi
No. Tanggung Jawab Pengelola Keterangan
Belum
Terlaksana
Terlaksana

1 Menyusunan standar operasional dalam pelaksanaan pengelolaan sampah

JURNAL PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA, X (X), XX-XX


http://dx.doi.org/XX.XXX/jpwk..X.X.XX-XX
Adhyasta Firdaus, Ali Lapariman Sulaiman, Luthfiyyah Nurjaman, Hana Diaz Amirah, Nida
Nabilah Faza 9
Realisasi
No. Tanggung Jawab Pengelola Keterangan
Belum
Terlaksana
Terlaksana

Membuat peraturan terkait Belum ada peraturan mengenai barang apa


a. daftar barang bawaan yang  saja yang diperbolehkan, dibatasi, dan
dilarang dilarang untuk dibawa.

Menyediakan fasilitas tempat


sampah terpilah, sesuai Tempat sampah yang disediakan pengelola
b. 
dengan volume potensial hanya berupa tempat sampah non-terpilah.
sampah dihasilkan

Melakukan pengelolaan
sampah yang dihasilkan Pengelolaan sampah bekerja sama dengan
c. (melalui bank sampah atau  Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten
fasilitas pengelola sampah Indramayu.
terdekat)

Mengimbau wisatawan Tidak adanya peraturan terkait pengelolaan


d. mengenai pengelolaan sampah  sampah yang disampaikan oleh pengelola
plastik (Baik tertulis maupun tidak tertulis).

Belum adanya pendataan terkait timbulan


Melakukan inventaris terkait
e.  sampah yang dihasilkan pada wisata
sampah yang dihasilkan
Pantai Mutiara Hijau.

Melaksanakan sosialisasi dan Pihak pengelola tidak pernah mengadakan


2 edukasi pengelolaan sampah  sosialisasi ataupun edukasi terkait
kepada wisatawan dan masyarakat pengelolaan sampah.

Melakukan monitoring dan evaluasi Tidak ada monitoring dan evaluasi terkait
3 
terhadap pengelolaan sampah pengelolaan sampah.

Adhyasta Firdaus, Ali Lapariman Sulaiman, Luthfiyyah Nurjaman, Hana Diaz Amirah, Nida Nabilah
Faza, 2022

Arus laut ketika surut mengarah dari laut lepas ke utara. Oleh karena itu, ketika air laut
surut maka kemungkinan sampah yang berada di Pantai Mutiara Hijau dapat terseret ke arah
utara, dimana terdapat ekosistem Mangrove disana. Akan tetapi, antara area laut Pantai
Mutiara Hijau dengan Ekosistem Mangrove dipisahkan oleh break water sepanjang kurang
lebih 300 meter. Dengan demikian, sebetulnya kemungkinan besar bahwa kalaupun memang
ada sampah dari area pantai, tidak akan langsung mencemari ekosistem mangrove. Sebab
perlu waktu yang cukup lama untuk sampah tersebut sampai di lokasi Ekowisata Mangrove
Karangsong, bila mengingat keberadaan dari break water itu sendiri. Untuk gambaran lebih
lanjut mengenai area terdampak dari aktivitas Pantai Mutiara Hijau, dapat dilihat pada
Gambar 4.

JURNAL PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA, X (X), XX-XX


http://dx.doi.org/XX.XXX/jpwk..X.X.XX-XX
Adhyasta Firdaus, Ali Lapariman Sulaiman, Luthfiyyah Nurjaman, Hana Diaz Amirah, Nida
Nabilah Faza 10

Sumber: Adhyasta Firdaus, Ali Lapariman Sulaiman, Luthfiyyah Nurjaman, Hana Diaz Amirah,
Nida Nabilah Faza, 2022
Gambar 4. Peta Perkiraan Area Terdampak Wisata Pantai Mutiara Hijau

3. Analisis Dampak Aktivitas Ekowisata Mangrove


Desa karangsong merupakan wilayah pesisir yang mempunyai rehabilitasi mangrove
yang masih terjaga. Dengan luas hutan mangrove sebesar 20 hektare dan merupakan hutan
mangrove terbesar di kabupaten indramayu. Hutan mangrove di karangsong bermetamorfosa
dari sebuah kebutuhan akan perlingdungan dari abrasi, hingga menjadi sebuah wisata
indramayu yang edukatif. Ekowisata karangsong indramayu adalah sebuah objek wisata yang
diibuka pada tahun 2015. Dengan jarak tempuh 10 – 15 menit menggunakan perahu dan
pemandangan indah dari deretan pohon bakau serta burung yang berkicau. Kehadiran
kawasan hutan mangrove tersebut selain sebagai benteng kokoh pengahalang dari bencana
abrasi,disisi lain juga berdampak pada ekonomis bagi masayarakat setempat setelah dijadikan
objek wisata.

Sumber: Adhyasta Firdaus, Ali Lapariman Sulaiman, Luthfiyyah Nurjaman, Hana Diaz Amirah,
Nida Nabilah Faza, 2022
Gambar 5. Beberapa sampah an-organik yang ditemukan di sekitar area pantai

JURNAL PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA, X (X), XX-XX


http://dx.doi.org/XX.XXX/jpwk..X.X.XX-XX
Adhyasta Firdaus, Ali Lapariman Sulaiman, Luthfiyyah Nurjaman, Hana Diaz Amirah, Nida
Nabilah Faza 11
Berdasarkan hasil wawancara dengan pengelola ekowisata mangrove, diketahui bahwa
dari kegiatan yang ada di ekowisata terdapat limbah yang di akibatkan dari perahu yang
membawa pengunjung menuju wisata mangrove dimana adanya pencemaran udara akibat
buangan gas dari ojek perahu motor dan adanya sampah dari pengunjung yang membuang
sampah begitu saja dan juga terdapat beberapa buangan sampah yang menumpuk di pinggiran
hutan mangrove yang diakibatkan dari buangan kapal yang membuang sampahnya begitu
saja. Adapun peta areal terdampak ekowisata mangrove dapat dilihat pada Gambar 6.

Sumber: Adhyasta Firdaus, Ali Lapariman Sulaiman, Luthfiyyah Nurjaman, Hana Diaz Amirah,
Nida Nabilah Faza, 2022
Gambar 6. Peta Ekowista Mangrove desa Karangsong

4. Analisis Dampak Aktivitas Tambak Ikan


Dalam kegiatan tambak ikan yang ada di Desa Karangsong terdapat limbah yang
dihasilkan dari sisa pakan dan hasil metabolism udang yang mengendap dan berbentuk
sedimen mengandung bahan organic berupa N, P2O5, K2O dan C-Organik dapat
menimbulkan permasalah dan menurunkan kualitas air bukan hanya di lingkungan budidaya
tetapi juga pada sungai/laut sebagai tempat pembuangan limbah. Limbah tersebut dibuang ke
saluran drainase (selokan) di sekitar tambak tersebut yang akan mengalir ke arah sungai yang
ada di Desa Karangsong.
Adapun dari data analisis Lingkungan Hidup zat yang terkandung dalam air limbah hasil
sisa pakan terdapat kandungan yang tidak memenuhi standar baku mutu air, yaitu pada titik
sampel Kali Prajagumiwang terdapat parameter kimia yang melebihi baku mutu, yakni P2O5
pada parameter Total Fosfat Sebagai P.
Adapun dampak negatif dari kegiatan tambak ikan ini terhadap ekosistem mangrove
antara lain:

JURNAL PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA, X (X), XX-XX


http://dx.doi.org/XX.XXX/jpwk..X.X.XX-XX
Adhyasta Firdaus, Ali Lapariman Sulaiman, Luthfiyyah Nurjaman, Hana Diaz Amirah, Nida
Nabilah Faza 12
 Adanya dampak perubahan ekosistem perairan dan pantai yang secara tidak langsung
terhadap ekosistem berupa limbah sisa pakan ikan sisa hewan yang mati, serta air
buangan tambak
 Berdampak secara tidak langsung pada hutan mangrove dikarenakan akan berdampak
terhadap habitat, jenis dan kelimpahan dari tumbuh-tumbuhan dan hewan yang berada
di kawasan tersebut.

Selain itu ada dampak positif dari ekosistem mangrove terhadap tambak ikan adalah
menurunnya jumlah ikan yang stress dan mati karena kenaikan suhu air laut dikarenkan
biasanya wilayah pesisir umumnya panas karena pada siang hari terjadi angin laut sehingga
dari tanaman mangrove menghasilkan banyak oksigen yang membuat udara di sekitarnya
menjadi sejuk. Berikut merupakan peta areal terdampak dari kegiatan tambak ikan.

Sumber: Adhyasta Firdaus, Ali Lapariman Sulaiman, Luthfiyyah Nurjaman, Hana Diaz Amirah,
Nida Nabilah Faza, 2022
Gambar 7. Peta Areal Terdampak Tambak Ikan Desa Karangsong

5. Analisis Dampak Aktivitas Galangan Kapal


Dari data analisis Lingkungan Hidup Desa Karangsong zat yang terkandung dalam air
limbah hasil galangan kapal, ada kandungan yang tidak memenuhi standar baku mutu air,
yaitu:
1. Suhu, Total Suspended Solid (TSS), pH, Salinitas, Dissolved Oxygen (DO), Tembaga
(Cu) dan Seng (Zn) yang terkandung dalam uji baku mutu air diantaranya ada yang
tidak memenuhi standar baku mutu air yaitu, Dissolved Oxygen (DO), Tembaga (Cu),
dan Seng (Zn) terkandung pada titik lokasi uji dekat dengan docking dan perbaikan

JURNAL PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA, X (X), XX-XX


http://dx.doi.org/XX.XXX/jpwk..X.X.XX-XX
Adhyasta Firdaus, Ali Lapariman Sulaiman, Luthfiyyah Nurjaman, Hana Diaz Amirah, Nida
Nabilah Faza 13
kapal atau berada di Hilir Sungai Prajagumiwang sebagai titik uji coba, menggunakan
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2001 Tentang
Pengelolaan Kualitas Air Dan Pengendalian Pencemaran Air.
2. Suhu, Total Suspended Solid (TSS), pH, Salinitas, Dissolved Oxygen (DO), Tembaga
(Cu) dan Seng (Zn) yang terkandung dekat dengan ekosistem mangrove dalam
pengujiannya tidak berpengaruh terhadap ekosistem mangrove karangsong, karena
sudah memenuhi baku mutu air, menggunakan Keputusan Pemerintah Lingkungan
Hidup No. 51 Tahun 2004 Lampiran 3 Untuk Baku Mutu Air Laut Untuk Biota Laut.
Proses produksi tersebut juga dilakukan dalam tahapan memproses material mentah
menjadi sebuah badan kapal, pemasangan system dalam kapal, proses komisioning, serta
kapal siap dioperasikan dan diserahkan kepada pemilik kapal. Hazard potensial risiko
lingkungan pada pekerjaan bangunan baru antara lain:
1. Bau akibat proses pengecatan pelat, profil, dan bau akibat pengecatan badan kapal.
Paparan bau akibat proses pengecatan tergantung dari luas permukaan yang dicat,
berapa lapis dalam pengecatan, serta jenis cat yang dilapiskan pada permukaan pelat
dan profil. Frekuensi pekerjaan tergantung dari banyaknya pekerjaan proses
pengecatan, luas permukaan yang dicat, banyaknya lapisan cat yang dioleskan.
Dampak yang ditimbulkan tergolong berat, karena proses ini dilakukan pada tempat
yang terbuka tanpa ada pelindung.
2. Asap yang dihasilkan dari proses pengelasan, salah satu pekerjaan utama dalam proses
pembuatan baru adalah proses penyambungan material pembangunan kapal
menggunakan pengelasan. Proses ini akan menghasilkan asap yang mengganggu
lingkungan, khususnya para pekerja disekitarnya. Banyaknya asap yang dihasilkan
tergantung dari jumlah mesin las yang dioperasikan, kondisi mesin las, ketebalan
material yang disambung dan panjang pengelasan. Frekuensi pekerjaan dilakukan
setiap hari, setiap jam pada saat ada proses penyambungan logam dan proses
pemotongan logam. Rata-rata kejadian lebih dari 12 kali dalam satu bulan. Dampak
yang ditimbulkan tergolong tidak berat, karena proses ini dilakukan kebanyakan pada
tempat yang terbuka, sehingga asap langsung tertiup angin.
3. Asap dari pemotongan pelat-profil, pada proses pemotongan yang dilakukan, baik
menggunakan alat potong otomatis ataupun alat potong manual, akan dihasilkan asap
akibat proses pembakaran material tersebut. Frekuensi pekerjaan tergantung panjang
total yang dipotong, ketebalan pelat-profil yang dipotong. Rata-rata kejadian adalah 5
kali dalam satu bulan. Dampak yang ditimbulkan tergolong tidak berat, karena proses
ini dilakukan kebanyakan pada tempat yang terbuka, sehingga asap langsung tertiup
angin.
Asap akibat operasional alat angkat, pada proses produksi, proses erection dan proses out
fitting, peran alat angkat sangat vital dalam mendukung proses pembuatan kapal baru,
dikarenakan semua material pembangunan kapal rata-rata mempunyai bobot yang berat,
sehingga perlu bantuan alat angkat. Frekuensi pekerjaan adalah setiap hari, setiap jam pada
saat ada proses pengangkatan material. Rata-rata pekerjaan lebih dari 12 kali dalam satu
bulan. Dampak yang ditimbulkan tergolong tidak berat, karena proses ini dilakukan
kebanyakan pada tempat yang terbuka, sehingga asap langsung tertiup angin. Berikut
merupakan peta areal terdampak dari kegiatan galangan kapal.

JURNAL PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA, X (X), XX-XX


http://dx.doi.org/XX.XXX/jpwk..X.X.XX-XX
Adhyasta Firdaus, Ali Lapariman Sulaiman, Luthfiyyah Nurjaman, Hana Diaz Amirah, Nida
Nabilah Faza 14

Sumber: Adhyasta Firdaus, Ali Lapariman Sulaiman, Luthfiyyah Nurjaman, Hana Diaz Amirah,
Nida Nabilah Faza, 2022
Gambar 8. Peta Areal Terdampak Galangan Kapal Desa Karangsong

Daftar Pustaka
Creswell, J. w. (2003). Research Design: Qualitative, Quantitative, and. Mixed Method Approaches. Oxford University

Gumilar, I. (2012). Partisipasi masyarakat pesisir dalam pengelolaan ekosistem hutan mangrove berkelanjutan di Kabupaten
Indramayu. Jurnal Akuatika, 3(2).

Oni, O., Kusmana, C., & Basuni, S. (2019). Success story rehabilitasi ekosistem mangrove di Pantai Karangsong Kabupaten
Indramayu. Jurnal Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan (Journal of Natural Resources and Environmental
Management), 9(3), 787-796.

Peraturan Presiden No. 73 Tahun 2012 Tentang Strategi Nasional Pengelolaan Ekosistem Mangrove

Peraturan Presiden No. 121 Tahun 2012 Tentang Rehabilitasi Wilayah Pesisir dan Pulau – Pulau Kecil

Prihadi, D. J., Riyantini, I. R., & Ismail, M. R. (2018). Pengelolaan kondisi ekosistem mangrove dan daya dukung
lingkungan kawasan wisata bahari mangrove di Karangsong Indramayu. Jurnal kelautan nasional, 13(1), 53-64.

Purnamasari, R., Suprapto, D., & Purwanti, F. (2015). Pengembangan Ekowisata Mangrove Desa Karangsong, Kabupaten
Indramayu. Management of Aquatic Resources Journal (MAQUARES), 4(4), 146-154.

Sukardjo, S. (1984). Ekosistem mangrove. Oseana, 9(4), 102-115.

Tufliha, A. R., Putra, D. M., Amara, D. M., Santika, R. M., Oktavian, S. M., & Kelana, P. P. (2019). Kondisi Ekosistem
Mangrove di Kawasan Ekowisata Karangsong Kabupaten Indramayu. Akuatika Indonesia, 4(1), 11-16.

JURNAL PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA, X (X), XX-XX


http://dx.doi.org/XX.XXX/jpwk..X.X.XX-XX
Adhyasta Firdaus, Ali Lapariman Sulaiman, Luthfiyyah Nurjaman, Hana Diaz Amirah, Nida
Nabilah Faza 15

JURNAL PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA, X (X), XX-XX


http://dx.doi.org/XX.XXX/jpwk..X.X.XX-XX

Anda mungkin juga menyukai