SKRIPSI
DIAJUKAN UNTUK MEMENUHI SEBAGIAN PERSYARATAN MENCAPAI
DERAJAT SARJANA (S1)
DIAJUKAN OLEH:
HARIYANTO ARIF
F1I114021
JURUSAN GEOGRAFI
FAKULTAS ILMU DAN TEKNOLOGI KEBUMIAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2018
PEMANFAATAN CITRA LANDSAT 8 OLI/TIRS UNTUK
PENENTUAN ZONA POTENSI PENANGKAPAN IKAN
(ZPPI) DI PERAIRAN KABUPATEN WAKATOBI
SKRIPSI
DIAJUKAN UNTUK MEMENUHI SEBAGIAN PERSYARATAN MENCAPAI
DERAJAT SARJANA (S1)
DIAJUKAN OLEH:
HARIYANTO ARIF
F1I114021
JURUSAN GEOGRAFI
FAKULTAS ILMU DAN TEKNOLOGI KEBUMIAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2018
i
SKRIPSI
Oleh:
Hariyanto Arif
F1I114021
Tim Penguji
Dr. Muliddin, S.Si,. M.Si Jufri Karim, S.P., M.Sc Surya Kurniawan S.T., M,Sc
NIP. 19710504 199803 1 002 NIP.19811201 201504 1 002 NIDN.
ii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penyusun panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia,
nikmat serta hidayahnya sehingga penyusun dapat menyusun skripsi yang berjudul
bantuan, support, arahan dan bimbingan banyak pihak. Oleh karena itu, dengan
yang setinggi-tingginya kepada Bapak Dr. L. M. Golok Jaya, S.T., M.T selaku
pembimbing I dan Bapak Fitra Saleh, S.Pi. M.Sc selaku pembimbing II yang telah
ikan yang didasarkan pada analisis data penginderaan jauh dan sistem informasi
Melalui kesempatan ini secara khusus, dengan hati yang tulus penyusun
menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang tak terhingga kepada Ayahanda
Hasanuddin A. dan Ibunda Salwiah, yang telah memberikan cinta dan kasih sayang
dan membantu penulis baik dalam bentuk materi, doa dan motivasi dengan tulus
dan ikhlas sehingga penyusunan dan penulisan skripsi ini dapat terselesaikan.
iii
Pada kesempatan ini pula tidak lupa penyusun menyampaikan terima kasih
1. Rektor Universitas Halu Oleo, Dekan Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian,
2. Dosen lingkup Jurusan Geografi serta staf di lingkup Jurusan Geografi atas
budi baiknya.
4. Bapak Dr. Muliddin, S.Si., M.Si., Bapak Jufri Karim, S.P., M.Sc dan Bapak
Surya Kurniawa, S.T., M.Sc selaku dewan penguji yang telah memberikan ide
Sulpi, Erwin, Yandi, Uki, Suci, ka Johri, ade Suri, Lena, Reski, Yuni, Roma,
Melsi, Najar, Jeki, Ima, Nur, Maryam, Anggya, Incess, Dewi, Yuni lagi, Ratna,
Wandi, Risna, Atun, Irham, Linda, Aksa, Rahim, Dhana, serta yang lainnya
7. Meposodo squad: Mirla, Amma, Anik, Fatim, Rina, Ade, Christin, Deri,
Aswan, Jagro, Inggo, Mujo, Aryo, dan Adin sebagai beban dan penghambat
selama ini.
iv
8. Seniorku Kak Nurul, Kak Derick, Kak Podal, serta rekan-rekan mahasiswa
Jurusan Geografi 013’ dan untuk angkatan 015’: Yusnan, El, Azhar, Rieke,
Vika, Puspa, Yuni, Jul, Fiqih, Kifli dan Oken atas masukannya.
Penyusun
v
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN SAMPUL ........................................................................................... i
HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................... ii
KATA PENGANTAR .......................................................................................... iii
DAFTAR ISI ......................................................................................................... vi
DAFTAR TABEL .............................................................................................. viii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ ix
DAFTAR LAMPIRAN ..........................................................................................x
ABSTRAK ............................................................................................................ xi
ABSTRACT ......................................................................................................... xii
I. PENDAHULUAN .............................................................................................1
A. Latar Belakang................................................................................................1
B. Rumusan Masalah ...........................................................................................4
C. Tujuan Penelitian ............................................................................................5
D. Manfaat Penelitian ..........................................................................................6
E. Batasan Masalah .............................................................................................7
F. Keaslian Penelitian ..........................................................................................7
vi
D. Tahapan Penelitian .......................................................................................37
1. Tahap persiapan ......................................................................................37
2. Tahap pengolahan data ...........................................................................38
3. Tahap analisis data .................................................................................43
4. Tahap verifikasi data ..............................................................................43
E. Diagram Alir Penelitian ................................................................................44
V. PENUTUP ........................................................................................................78
A. Kesimpulan ...................................................................................................78
B. Saran .............................................................................................................79
vii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 7. Data jumlah perahu tanpa motor dan perahu motor .................................56
viii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
ix
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 5. Korelasi band 10 dan data lapangan untuk uji SLP .........................115
Lampiran 6. Korelasi band 11 dan data lapangan untuk uji SLP .........................116
x
PEMANFAATAN CITRA LANDSAT 8 OLI/TIRS UNTUK
PENENTUAN ZONA POTENSI PENANGKAPAN IKAN
(ZPPI) DI PERAIRAN KABUPATEN WAKATOBI
Hariyanto Arif
ABSTRAK
xi
THE UTILIZATION OF LANDSAT 8 OLI/TIRS FOR
DETERMINATION OF FISHING ZONES
(ZPPI) WAKATOBI WATERS
Hariyanto Arif
ABSTRACT
xii
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Negara Indonesia memiliki luas wilayah hampir dua pertiganya berupa laut,
oleh karena itu sering disebut sebagai negara maritim. Sebagai negara maritim,
dan kelautan (Murrachman, 2006). Wilayah perairan laut Indonesia yang sangat
luas, terdiri dari wilayah perairan teritorial dengan luas sekitar 3,1 juta km2 dan zona
ekonomi ekslusif (ZEE) yang luasnya sekitar 2,7 juta km2. Ini berarti bahwa
5,8 juta km2. Potensi sumberdaya ikan laut di seluruh perairan Indonesia
diperkirakan sebesar 6,4 juta ton per tahun. Potensi tersebut diantaranya terdiri dari
ikan pelagis besar sebesar 1,65 juta ton, ikan pelagis kecil sebesar 3,6 juta ton, dan
ikan demarsal 1,36 juta ton. Nilai produksi tersebut memberikan indikasi bahwa
tingkat pemanfaatan sumberdaya ikan laut Indonesia baru mencapai 58,80%, dan
Tenggara memiliki luas daratan diperkirakan 38.140 km2 dan luas perairan laut
diperkirakan 114.879 km2 atau dua per tiga dari wilayah daratannya adalah perairan
1.520.340 ton per tahun dan yang telah dikelola sampai saat ini mencapai 15,41%
1
2
atau sebesar 234.239 ton per tahun (DKP Sulawesi Tenggara, 2011). Mengetahui
kepulauan dan karakteristik wilayah serta tetap mengacu pada penetapan wilayah
Peraturan Pemerintah Nomor 26 tahun 2008 tentang RTRWN (Rencana Tata Ruang
Wilyah Nasional). Berdasarkan data dari BPS Sulawesi Tenggara (2017), produksi
perikanan tangkap untuk Kabupaten Wakatobi adalah sebesar 13.401 ton per tahun.
penangkapan ikan adalah sangat terbatasnya data dan informasi mengenai kondisi
oseanografi yang berkaitan erat dengan daerah potensi penangkapan ikan. Armada
penangkapan ikan berangkat dari pangkalan bukan untuk menangkap tetapi lebih
terlebih dahulu atau dengan mencoba-coba (trial fishing) tanpa dukungan informasi
3
atau teknologi untuk penangkapan ikan. Pencarian lokasi gerombolan ikan dengan
cara trial fishing memerlukan waktu cukup lama sehingga menghabiskan bahan
ikan, sementara hasil tangkapannya tidak dapat dipastikan. Di sisi lain, banyak
faktor yang menyebabkan gerombolan ikan ada disuatu tempat, antara lain suhu,
salinitas dan klimatologi khususnya curah hujan, termasuk juga faktor yang
ikan, diperlukan informasi secara spasial dan temporal tentang lokasi yang
memiliki unit spasial yang dapat dipergunakan secara operasional dan resolusi
temporal dengan periode yang sesuai dengan pola penangkapan ikan oleh nelayan.
Di sisi lain, saat ini telah terdapat teknologi yang dikenal dengan penginderaan jauh
khususnya suhu permukaan laut (SPL) dan klorofil-a yang berkaitan erat dengan
Salah satu kajian yang dapat dilakukan dengan penginderaan jauh terkait
tangkapan tersebut dapat dilakukan sebab data dari peginderaan jauh dapat
memungkinkan untuk berkumpul. Salah satu jenis data satelit yang dapat digunakan
untuk pendugaan wilayah kesuburan perairan adalah data citra Landsat 8 OLI/TIRS
memiliki 11 band yang terbagi menjadi 9 band tampak dan 2 band thermal. Melalui
beberapa band tersebut dapat diekstrak menjadi nilai SPL dan klorofil-a.
monitoring terhadap lokasi-lokasi tangkapan ikan. Oleh karena itu, perlu adanya
Wakatobi, maka dilakukan penelitian pada daerah tersebut untuk mengetahui zona
menggunakan citra satelit. Parameter yang digunakan yaitu distribusi spasial SPL
dan konsentrasi klorofil-a untuk analisis pemetaan zona tangkapan ikan (fishing
ground).
B. Rumusan Masalah
dengan wilayah pesisir dan lautan khususnya sektor perikanan dan pengelolaan
wilayah pesisir dan lautan, seperti aplikasi penginderaan jauh untuk memberikan
dengan menggunakan band thermal yakni band 10 dan band 11. Sedangkan
klorofil-a dapat diukur menggunakan band yang sesuai dengan panjang gelombang
klorofil-a itu sendiri. Peta sebaran suhu permukaan laut dan klorofil-a dapat
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini berdasarkan dari latar belakang dan pokok
Kabupaten Wakatobi,
3. Mengetahui distribusi spasial zona potensi penangkapan ikan (ZPPI) dari data
D. Manfaat Penelitian
2 manfaat dalam penelitian ini, yaitu manfaat teoritis dan manfaat paraktis.
a) Manfaat Teoritis
berdasarkan analisis data penginderaan jauh yang dapat diakses dan pergunakan
oleh nelayan. Hasil dari pengolahan data penginderaan jauh ini nantinya berupa
peta lokasi tangkapan yang tentunya dapat membantu nelayan dalam melakukan
penangkapan ikan.
b) Manfaat Praktis
tentang Zona Potensi Tangkapan Ikan (ZPPI) hasil pengolahan data citra Landsat
8 OLI/TIRS.
E. Batasan Masalah
b. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data Landsat 8 OLI/TIRS
d. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah algoritma Syariz untuk
e. Data hasil tangkapan ikan yang digunakan adalah jenis ikan pelagis.
F. Keaslian Penelitian
diantaranya yaitu penelitian pertama dilakukan oleh Yulianti, E. D., dkk, (2017)
Kota Jayapura. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menentukan daerah
Mahakam. Tujuan dari kajian ini adalah sebagai berikut: a. Menentukan distribusi
Kertanegara, Kalimantan Timur dengan parameter suhu permukaan laut (SPL) dan
distribusi klorofil-a.
adalah untuk mengetahui zona tangkapan ikan yang ditunjukkan dari parameter
masih sangat jarang digunakan. Hal ini dikarenakan resolusi spasial Landsat 8
OLI/TIRS adalah 15 meter untuk pankromatik, 30 meter untuk band tampak dan
100 meter untuk band themal jika dibandingkan dengan misalnya dengan citra
Aqua/Terra Modis yang mempunyai resolusi spasial 250 meter untuk band 1 dan
band 2, 500 meter untuk band 3 sampai band 7, dan 1000 meter atau 1 km untuk
band 8 sampai band 36. Sehingga jika dilakukan pengolahan, lebih banyak waktu
dan scene yang dibutuhkan oleh citra Landsat 8 OLI/TIRS untuk menghasilkan data
prakiraan daerah tangkapan ikan pada daerah yang sama. Adapun penelitian-
penelitian yang terkait dengan judul penelitian ini dapat dilihat pada Tabel di
bawah.
9
permukaan laut (SPL) Basic Document Modis zona sedikit tangkapan ikan berada di pesisi
dan distribusi klorofil- 25 (ATBD 25) delta Mahakam sebelah selatan. Pada tahun
a. 2014, zona banyak tangkapan ikan tersebar
di delta Mahakam bagian tengah dan zona
sedikit tangkapan ikan tersebar sebelah
utara dan selatan pesisir delta Mahakam.
Pada tahun 2015, tidak terdapat zona
banyak tangkapan ikan yang tersebar,
hanya zona sedikit tangkapan ikan. Zona
sedikit tangkapan ikan tersebar di sebelah
utara dan selatan pesisir delta Mahakam.
3. Radik Khairil Analisis Pemetaan Untuk mengetahui zona Algoritma yang Hasil penentuan daerah potensi banyak
Insanu, Hepi Zona Penangkapan Ikan tangkapan ikan yang digunakan dalam ikan dari tahun 2010 sampai 2013, pada
Hapsari (Fishing Ground) ditunjukkan dari pengolahan nilai bulan April, daerah potensi banyak ikan
Handayani, dengan Menggunakan parameter oseanografi konsentrasi klorofil menyebar di daerah pesisir Pasuruan,
Bangun Muljo Citra Satelit Terra dan menggunakan citra yang mengacu pada pesisir Probolinggo bagian timur dan barat,
Sukojo (2013) Modis dan Parameter satelit. algoritma O’Reilly et al. Sidoarjo bagian selatan, dan pesisir
Oseanografi. (1998) dan Algoritma Situbondo daerah barat dan pada bulan
yang digunakan dalam Juni, daerah potensi banyak ikan di Selat
pengolahan suhu Madura menyebar dari pesisir Surabaya
permukaan laut yang sampai Sidoarjo, pesisir Pasuruan bagian
mengacu pada timur, pesisir Probolinggo bagian timur,
Algorithm Theoretical pesisir Pamekasan bagian timur dan
Basic Document Modis Tanjung Pecinan Situbondo.
25 (ATBD 25)
4. Muslim Analisis Daerah Untuk mengetahui Rata-rata SPL pada musim barat di perairan
Tadjuddah (2005) Penangkapan Iakan penyebaran suhu di perairan Wakatobi 27,5 0C dengan
Cakalang dan permukaan laut dan konsentrasi klorofil-a 1,35 mg/m3. Rata-
Madidihang dengan klorofil-a serta variasinya rata SPL pada musim peralihan barat-timur
11
A. Penginderaan Jauh
atau remote sensing. Manfaat pemotretan udara dirasa sangat besar dalam perang
dunia I dan II, sehingga foto udara dipakai dalam eksplorasi ruang angkasa. Sejak
saat itu penginderaan jarak jauh dikenal dalam dunia pemetaan. Menurut Campell
sesuatu objek tanpa menyentuhnya. Teknologi ini dapat pula diartikan sebagai
yang diperoleh dari dirgantara menggunakan energi elektromagnetik pada satu atau
pesat. Hal ini disebabkan karena aktifitas dengan menggunakan penginderaan jarak
jauh telah banyak dilakukan, yang pada gilirannya tentu saja akan semakin
baik dari segi teknis peralatan maupun dari sumberdaya manusia (Sutanto, 1996).
di bumi, antara lain prediksi cuaca dan iklim, mitigasi bencana alam, kesehatan,
banyak bidang lainnya. Hal ini disebabkan data penginderaan jauh memberikan
12
13
informasi tentang objek dan fenomena yang terjadi melalui analisis data satelit
mencakup wilayah yang luas, kontinu, dan akurat tanpa diperlukan kontak langsung
dengan objek atau fenomena tersebut (Lillesand dkk., 2007). Sistem penginderaan
jarak jauh terdiri atas beberapa komponen dan interaksi antar komponen tersebut.
Rangkaian komponen tersebut meliputi sumber tenaga, objek, sensor, wahana dan
penggunaan data.
jumlah tenaga yang dipantulkan. Sensor yang terpasang pada wahana, fungsinya
sebagai alat perekam tenaga alam sistem penginderaan jauh. Setiap sensor memiliki
tertentu, dan resolusi spasial yang berbeda. Perbedaan kedua hal ini sangat
berpengaruh pada kualitas citra penginderaan jauh yang dihasilkan (Sutanto, 1996).
14
suatu sensor dibuat hanya pada pita gelombang tertentu saja (Robinson, 2004).
yang bekerja pada daerah spektrum optik (tampak, inframerah dekat dan inframerah
1. Dalam daerah ini dapat sekaligus terjadi peristiwa pemantulan, penyerapan dan
2. Energi yang jatuh pada suatu objek akan diabsorpsikan, dipantulkan, dan
ditransmisikan.
15
3. Pada daerah spektrum optik, energi yang diukur oleh sensor adalah energi yang
4. Besarnya radiasi yang dipantulkan oleh objek yang diterima oleh sensor
pengamat, berbeda-beda untuk setiap objek. Dengan kata lain, objek-objek dapat
tersebut.
satu metode alternatif yang sangat menguntungkan jika dimanfaatkan pada suatu
negara dengan wilayah yang sangat luas seperti Indonesia. Beberapa keuntungan
wujud dan letak objek yang mirip dengan wujud dan letaknya di permukaan
bumi, relatif lengkap, permanen dan meliputi daerah yang sangat luas,
2. Karakteristik objek yang tidak tampak dapat diwujudkan dalam bentuk citra,
sehingga analisis data dapat dilakukan tidak saja berdasarkan variasi spasial
tetapi juga berdasarkan variasi temporal. Jumah data yang dapat diambil dalam
16
waktu sekali pengambilan data sangat banyak yang tidak akan tertandingi oleh
metode lain,
4. Citra dapat dibuat secara tepat, meskipun untuk daerah yang sulit dijelajahi
secara teresterial,
1. Tidak semua parameter kelautan dan wilayah pesisir dapat dideteksi dengan
dengan benda yang lain, tidak dapat menembus benda padat yang tidak
elektromagnetik dan jarak yang jauh antara sensor dengan benda yang diamati.
B. Landsat 8 OLI/TIRS
diluncurkannya Landsat 1 pada tahun 1972 hingga peluncuran Landsat 7. Saat ini
Landsat 7 masih berfungsi namun pada Mei 2003 mengalami kegagalan pada Scan
(USGS, 2016). Pada tanggal 11 Februari 2013 diluncurkan satelit generasi terbaru
misi satelit Landsat dalam pengamatan permukaan bumi (Lulla dkk., 2013 dalam
kanal inframerah dekat dan 7 kanal tampak reflektif, akan meliput panjang
gelombang yang direfleksikan oleh objek pada permukaan Bumi, dengan resolusi
spasial yang sama dengan Landsat pendahulunya yaitu 30 meter. Sensor pencitra
Thermal Mapper plus) dari Landsat-7, akan tetapi sensor pencitra OLI ini
mempunyai kanal-kanal yang baru yaitu : kanal 1: 443 nm untuk aerosol garis
pantai dan kanal 9 : 1375 nm untuk deteksi cirrus, namun tidak mempunyai kanal
TIRS (Thermal Infrared Sensor) ditetapkan sebagai pilihan (optional) pada misi
18
Sensor TIRS dirancang oleh NASA GSFC, dengan umur beroperasi 3 tahun.
Sistem pencitraan sama seperti sensor OLI yaitu pushbroom. TIRS untuk kelanjutan
pengelolaan sumber daya air. Sensor TIRS membawa kanal termal yang resolusi
spasialnya 100 meter dan dilakukan resampling mengikuti band multispektral yang
ada pada sensor OLI yaitu 30 meter (LAPAN, 2013). Berikut ini spesifikasi kanal
kg (massa kering 1512 kg). Umur rancangan misi adalah 5 tahun; persediaan yang
dapat dikonsumsi pada satelit di orbitnya (hydrazine : 386 kg) akan berakhir untuk
panjang gelombang 10,60 - 11,19 dan 11,50 - 12,51 µm pada Band 10 dan Band 11
Thermal Infrared (TIRS) dapat digunakan untuk mengetahui SPL. Sedangkan untuk
mengetahui sebaran klorofil-a dapat menggunakan Band 2 - Blue dan Band 4 - Red
dengan panjang gelombang masing-masing adalah 0,45 - 0,51 µm dan 0,64 - 0,67
µm.
Suhu air laut merupakan parameter vital dalam mengetahui peranan laut
sebagai reservoir panas. Perubahan suhu menyebabkan variasi dalam sifat air laut
dan kehidupan yang mendukungnya. Data suhu air dapat dimanfaatkan untuk
kehidupan hewan dan tumbuhan. Suhu permukaan laut dipengaruhi oleh kondisi
kecepatan angin dan intensitas radiasi matahari. Oleh karena itu, suhu permukaan
(Arafah, 2017).
Temperatur air laut mengontrol distribusi dari organisme laut dan ikan. Karena
memiliki efek yang besar pada proses kehidupan ikan. Perubahan temperatur air
laut dapat mengakibatkan perubahan aktivitas tubuh pada ikan (Bertram, dkk.,
2001).
SPL atau Sea Surface Temperature (SST) umumnya sering digunakan dalam
bidang kelautan maupun perikanan yang merupakan bagian dari suhu perairan
keadaan awan, upwelling, divergensi, dan konvergensi terutama pada daerah muara
dan sepanjang garis pantai. Di samping itu, beberapa faktor meteorologi ikut
berperan, yaitu: curah hujan, penguapan, kelembaban udara, suhu udara, kecepatan
permukaan laut dan penyebaran klorofil-a. Pada parameter suhu permukaan laut
ditandai dengan terjadinya front dan upwelling. Front yaitu pertemuan antara dua
massa air yang mempunyai karakteristik yang berbeda, baik temperatur maupun
salinitas. Sedangkan upwelling adalah penaikan massa air laut dari suatu lapisan
dalam ke lapisan permukaan. Gerakan naik ini membawa serta air yang suhunya
21
lebih dingin, salinitas tinggi, dan zat-zat hara yang kaya ke permukaan (Nontji,
Suhu air dipengaruhi oleh penetrasi sinar matahari dan tekanan, semakin
kondisi kecepatan angin tinggi atau pada malam hari (warna merah) dan untuk
kecepatan angin rendah selama siang hari (warna hitam). Pada Gambar
menunjukkan bahwa temperatur air laut terdiri dari (Arief, dkk., 2015) :
a. Interface temperature (SSTint) adalah temperatur yang terjadi pada antar muka
udara-permukaan air laut. Suhu ini tidak dapat diukur dengan menggunakan
b. Suhu permukaan laut kulit (SSTskin) didefinisikan sebagai suhu diukur oleh
dari lapisan sub-lapisan permukaan laut. Untuk tujuan praktis, SSTsubskin dapat
suhu bebas dari perubahan suhu harian. SSTfnd hanya dapat diukur dengan
fekunditas, pemijahan masa inkubasi dan penetasan telur serta kelulusan hidup
larva ikan. Perubahan suhu perairan menjadi di bawah suhu normal atau suhu
algoritma untuk mendapatkan nilai SPL pada daerah perairan Pulau Poteran dengan
menggunakan data nilai SPL hasil pengukuran lapangan secara in situ. Algoritma
pada kanal 10 inframerah termal yang dikembangkan oleh Syariz yang dituliskan
dengan keterangan,
dengan keterangan,
D. Klorofil-a
Plankton biasanya berenang atau tersuspensi dalam air, tidak bergerak atau hanya
nutrien. Konstentrasi nutrien di lapisan permukaan sangat sediki dan konsentrasi ini
akan meningkat pada lapisan termoklin dan lapisan di bawahnya. Sebagian besar
a. Klorofil-b, merupakan pigmen yang terdapat pada beberapa jenis alga, mampu
menyerap cahaya secara maksimal pada panjang gelombang 450 - 645 nm.
b. Karoten, merupakan pigmen yang terdapat pada sebagian besar alga, memiliki
c. Xanthophyll, merupakan pigmen yang juga terdapat pada sebagian besar alga,
mampu menyerap cahaya secara maksimal pada panjang gelombang 480 - 540
nm.
d. Phycoerithrin, merupakan pigmen yang terdapat pada jenis alga tertentu, mampu
menyerap cahaya secara maksimal pada panjang gelombang 540 - 560 nm.
mampu menyerap cahaya secara maksimal pada panjang gelombang 610 - 630
nm.
fitoplankton menghasilkan zat asam yang berguna bagi ikan, oleh karena itu
dan pemakan selanjutnya. Umumnya ikan-ikan pelagis kecil berada pada tingkat
Jumlah klorofil-a yang terdapat di perairan laut umumnya dapat dilihat dari
produktivitas suatu perairan (Alkatiri dan Sardjana, 1998 dalam Roshisati, 2002).
Fitoplankton dapat ditemukan di semua massa air laut mulai dari permukaan laut
26
akan dimakan oleh hewan herbivora yang merupakan produsen sekunder. Produsen
sekunder ini umumnya berupa zooplankton yang kemudian dimangsa pula oleh
hewan karnivora yang lebih besar sebagai produsen tersier. Nontji (1993)
makanan dan merupakan dasar yang mendukung seluruh kehidupan. Jadi, adanya
Fitoplankton yang subur umumnya terdapat di perairan pantai dan pesisir atau
di perairan lepas pantai dimana terjadi upwelling (Nontji, 1993). Kedua lokasi
tersebut terjadi proses penyuburan karena adanya suplai nutrien dalam jumlah besar
melalui run-off dari daratan, sedangkan di daerah upwelling zat hara yang kaya
terangkat dari lapisan lebih dalam ke arah permukaan. Namun pada daerah-daerah
tertentu di perairan lepas pantai dijumpai konsentrasi klorofil-a dalam jumlah yang
cukup tinggi. Keadaan ini disebabkan oleh tingginya konsentrasi nutrien yang
dihasilkan melalui proses fisik massa air, dimana massa air dalam mengangkat
nutrien dari lapisan dalam ke lapisan permukaan (Presetiahadi, 1994 dalam Fausan,
2011). Jumlah plankton yang melimpah pada kedua wilayah tersebut memberikan
fasilitas untuk proses hidup bagi biota laut lainnya, dampaknya terlihat pada
klorofil-a di suatu perairan dapat memberikan rona laut yang berbeda sehingga
diduga. Data penginderaan jauh mempunyai kelebihan yaitu bisa menduga nilai
klorofil-a yang mencakup daerah yang luas yang dilakukan secara serentak pada
saat yang bersamaan (sinoptik). Hal ini berguna untuk mengatasi perubahan klorofil
secara temporal.
Menurut Parson et al. (1984) dalam Prasasti, dkk., (2005) dilihat dari segi
laut terdapat pada panjang gelombang 400 - 720 nm yang dikenal dengan PAR
panjang gelombang 0,45 - 0,65 µm (JARS, 1999 dalam Fiori, 2009). Sifat spektral
Seluruh plankton menyerap kuat cahaya pada dua daerah di spektrum gelombang
Penyerapan maksimum pertama pada kisaran cahaya biru (400 - 500 nm)
dengan puncak pada 443 nm, kedua pada kisaran cahaya merah (600 - 700 nm)
dengan puncak di sekitar 680 - 685 nm. Klorofil-a memantulkan maksimum pada
gelombang cahaya hijau (500 - 600 nm), terutama pada kisaran 550 nm dan 600
nm. Laili dkk., (2015) menggunakan rasio kanal 2 (0,45 - 0,51 µm) dengan kanal 4
(0,64 - 0,67 µm) pada citra satelit Landsat 8 OLI/TIRS baik untuk pendugaan
28
konsentrasi klorofil-a di perairan pesisir dan perairan tawar, karena kedua kanal
(2015), algoritma yang dikembangkan oleh Laili., dkk (2015) juga bertempat di
dimana
E. Kerangka Pemikiran
oseanografi yang digunakan untuk penentuan daerah potensi tangkapan ikan dapat
diakses secara cepat, akurat, efektif, efisien dan dapat mencakup wilayah yang lebih
29
tenaga .yang lebih banyak. Keakuratan informasi spasial yang dihasilkan sangat
dipengaruhi oleh resolusi spasial dari citra yang digunakan. Selama ini, citra yang
sering digunakan untuk prakiraan zona tangkapan ikan adalah citra resolusi rendah
dengan resolusi spasial di atas 30 m sampai 1 km. Sementara untuk citra resolusi
digunakan. Hal ini dikarenakan, tidak dilengkapinya sensor thermal pada citra
resolusi menengah. Sensor thermal digunakan untuk SPL sebagai salah satu
laut sudah dapat diamati dengan menggunakan band 10 dan band 11 yang
merupakan band thermal yang memiliki panjang gelombang 10,30 - 11,30 dan
Zona potensi
penangkapan ikan (ZPPI)
Data-data
oseanografi
Keterangan:
Ekstraksi SPL Ekstraksi kandungan
Fokus penelitian klorofil-a
Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Januari 2018 sampai dengan bulan
Tenggara yang secara astronomis terletak pada bagian selatan garis khatulistiwa,
membentang dari Utara ke Selatan pada posisi garis lintang 4º 44’ - 6º 50’ Lintang
Selatan (sepanjang kurang lebih 160 km) dan garis bujur 123º 11’ - 125º 14’
Bujur Timur (sepanjang kurang lebih 120 km). Adapun batas-batas administratif
daerah Kabupaten Wakatobi berada pada wilayah perairan laut, sebagai berikut
Sebelah Utara berbatasan dengan wilayah perairan laut Kabupaten Buton dan
Buton Utara;
31
32
rencana penelitian ini, maka dibutuhkan bahan dan peralatan seperti berikut.
1. Bahan penelitian
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah citra satelit Landsat 8
OLI/TIRS selama 1 tahun terakhir dan data-data terkait penelitian. Rincian bahan
yang dibutuhkan pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel berikut:
2. Peralatan penelitian
tergolong ke dalam perangkat lunak pada penelitian ini adalah perangkat lunak
ArcGIS 10.2 dalam hal ini adalah ArcMap 10.2, digunakan untuk pembuatan peta
dan perangkat lunak Microsoft Office 2013 dalam hal ini Word 2013, Exel 2013
dan PowerPoint 2013, digunakan untuk pembuatan laporan penelitian, tabulasi dan
Perangkat keras adalah perangkat atau alat yang digunakan langsung dalam
proses penelitian. Yang termasuk ke dalam perangkat keras pada penelitian ini
1. Laptop merupakan salah satu instrumen penting dalam hal pengolahan dan
4. Alat tulis, digunakan untuk mendukung perekaman data dan hal-hal penting
lapangan,
situ.
C. Data Penelitian
Secara umum, data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer
dan data sekunder. Data primer merupakan data yang diperoleh langsung dari objek
Data primer yang digunakan dalam penelitian ini adalah berupa data citra
Wakatobi. Setelah data primer terbentuk maka dianalisis lebih lanjut untuk
mengetahui sebaran SPL dan potensi klorofil-a sehingga menghasilkan peta zona
Yang termasuk ke dalam data sekunder dalam penelitian ini adalah data hasil
tangkapan ikan yang berasal dari Dinas Keluatan dan Perikanan Kabupaten
Wakatobi, Peta RBI Kabupaten Wakatobi dan juga data-data oseanografi lainnya
seperti gelombang, arus, kecepatan angin dan data pendukung lainnya dari BMKG
D. Tahapan Penelitian
data dan tahap analisis data untuk menemukan jawaban dari rumusan masalah yang
diajukan dalam penelitian ini. Untuk lebih jelas mengenai pembahasan dari setiap
1. Tahap persiapan
pengerjaan secara teknis dan cara pengolahan data. Pengumpulan landasan teori
diperoleh melaui media internet, buku-buku, jurnal, prosiding, skripsi dan tesis. Hal
ini dilakukan dengan tujuan untuk memahami permasalahan yang terjadi di daerah
penelitian sehingga tema yang diangkat sesuai dengan permasalahan yang ada.
tahap ini juga dilakukan kegiatan pengumpulan data. Data yang dikumpulkan pada
penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui
sekunder digunakan teknik pengumpulan data melalui dokumen atau catatan dan
penelitian, terlebih dahulu data disiapkan melalui tahapan pengolahan data yang
mencakup pembuatan peta lokasi kegiatan, koreksi citra yang didalamnya meliputi
koreksi geometrik dan koreksi radiometrik, pembuatan peta sebaran SPL dan peta
kandungan klorofil-a.
adalah dengan teknik digitasi pada layar monitor (digitasi on screen). Peta lokasi
sistem koordinat dan skala yang seragam, dan dilakukan dengan cara translasi,
rotasi, atau pergeseran skala (Parman, 2010). Ketelitian hasil koreksi geometrik
citra sangat bergantung pada jumlah GCP yang dilibatkan dalam proses
Agar hasil koreksi geometrik dapat memenuhi standar ketelitian yang diharapkan,
38
rektifikasi (image to map) dan metode registrasi (image to image). Penelitian ini
transformasi data dari satu sistem grid menggunakan suatu transformasi geometrik.
Oleh karena posisi piksel pada citra output tidak sama dengan posisi piksel input
(aslinya) maka piksel-piksel yang digunakan untuk mengisi citra yang baru harus
piksel yang sama dapat dibandingkan. Sumber peta yang dijadikan sebagai peta
referensi dalam koreksi geometrik adalah peta RBI Kabupaten Wakatobi. Hasil
radiometrik pada citra. Distorsi radiometrik adalah kesalahan yang terjadi pada nilai
intensitas piksel yang tercatat, hal ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor yang
terjadi pada saat proses pengambilan data, pengiriman data, dan perekaman data.
Faktor paling dominan yang menyebabkan terjadinya distorsi radiometrik pada citra
Koreksi Top of Atmosphere (ToA) adalah koreksi pada citra yang dilakukan
Posisi matahari terhadap bumi berubah bergantung pada waktu perekaman dan
lokasi objek yang direkam. Koreksi ToA dilakukan dengan cara mengubah nilai
digital number ke nilai reflektan. Data citra satelit awal yang belum diolah biasanya
39
mengandung noise yang ditimbulkan oleh sistem. Salah satu noise dapat
ditimbulkan karena perbedaan posisi matahari pada saat data diakusisi. Untuk
𝐿𝜆 = 𝑀𝐿 𝑄𝑐𝑎𝑙 + 𝐴𝐿 (4)
Keterangan:
dimana:
nilai DN yang diakibatkan oleh posisi matahari. Posisi matahari terhadap bumi
40
berubah bergantung pada waktu perekaman dan lokasi objek yang direkam.
𝜌𝜆′ 𝜌𝜆′
𝜌𝜆 = cos(𝜃𝑆𝑍) = sin(𝜃𝑆𝐸) (6)
di mana:
ρλ = ToA reflektansi
Sebelum melakukan perhitungan nilai SPL, data citra harus melalui tahapan
dilakukan dengan cara konversi Digital Number menjadi nilai radian ToA (Top of
untuk penentuan SPL. Proses konversi dari nilai radian ToA ke suhu kecerahan pada
data band TIRS menggunakan konstanta termal yang terdapat dalam file metadata.
dimana :
dari Syariz (2015) yang telah diaplikasikan di perairan Kabupaten Sumenep dengan
menggunakan band 10 dan band 11. Berikut ini adalah bentuk algoritma dari band
10 yang digunakan:
dengan keterangan,
dengan keterangan,
menggunakan algoritma Laili (2015). Berikut ini adalah bentuk algoritma yang
digunakan:
dimana
Tahapan analisis data merupakan tahapan terakhir dalam proses penelitian ini.
menggunakan operasi spasial tertentu. Overlay merupakan salah satu analisis yang
mendasar dalam SIG. Overlay yaitu kemampuan untuk menempatkan grafis satu
peta di atas grafis peta yang lain dan menampilkan hasilnya di layar komputer.
Secara singkatnya, overlay adalah proses menampalkan suatu peta digital pada peta
yang memiliki informasi atribut dari kedua peta tersebut. Hasil overlay tersebut
berupa peta zona potensi penangkapan ikan (ZPPI) di perairan Wakatobi dengan
kesesuain data hasil pengolahan komputer dengan data yang ada di lapangan.
Dalam penelitian ini, menggunakan 2 cara untuk memverikasi kebenaran data, yaitu
diambil secara acak. Untuk pengujian akurasi data pengukuran in situ dengan data
antara hasil estimasi citra satelit menggunakan analisis Root Mean Square Error
∑𝑛
𝑖=1(𝑧𝑖−𝑧𝑗)
2
𝑅𝑀𝑆𝐸 = √ (11)
𝑛
Keterangan:
n = jumlah data
dan hasil pengolahan citra. Berikut adalah skala interpretasi serta analisis bagi
koefisin korelasi.
terebut adalah parameter SPL dan klorofil-a. Masing-masing dari parameter ini
akan mengasilkan peta sebaran SPL dan kandungan klorofil-a untuk menghasilkan
peta ZPPI. Untuk menjawab masalah penelitian tentang peta sebaran SPL
digunakan algoritma Syariz yang menggunakan band 10 dan band 11 pada citra
klorofil-a, digunakan algoritma Laili yang menggunakan band 4 dan band 2 pada
citra yang sama. Untuk mempermudah memahami diagram alir penelitian ini, maka
Peta RBI
Koreksi geometrik 1:250.000 Kab.
Wakatobi
Digitasi on Screen
Koreksi radiometrik
Peta administrasi
Nilai brightness
temperature
Keterangan
Overlay Data
Proses
Hasil
Zona Potensi Penangkapan Alur
Ikan (ZPPI)
Verifikasi data
A. Hasil
Luas wilayah Kabupaten Wakatobi adalah sekitar 18.377 km², terdiri dari
daratan seluas ± 823 km² atau hanya sebesar 3%, dan luas perairan ±17.554
km2 atau sebesar 97 % dari luas Kabupaten Wakatobi adalah perairan laut. Oleh
dengan rata-rata sebesar 4 knot/det. Angin kencang bertiup pada bulan Juli sampai
September, kemudian bulan November, Januari dan Februari. Tiupan angin yang
meter dengan morfografi lautnya yang cenderung datar sampai curam. Gelombang
laut sangat kuat terjadi pada musim timur karena dipengaruhi angin yang berasal
dari laut Banda, sedang musim barat gelombang yang terjadi tidak terlalu besar
Pulau Kaledupa memiliki morfografi laut yang sama dengan morfografi laut
Pulau Wangiwangi yaitu datar hingga curam dengan kedalaman air ± 2 - 1.404
meter. Morfografi datar terletak pada bagian utara Pulau Kaledupa dengan
kedalaman ± 2 - 198 meter, sedangkan yang curam terletak pada bagian selatan dan
timur dengan kedalaman ± 35 - 414 meter. Perairan terdalam terletak antara Pulau
Kaledupa dengan karang Kaledupa dengan kedalaman sekitar 1.404 meter. Pada
musim barat, gelombang yang terjadi tidak terlalu besar karena arah angin terhalang
Pulau Wangiwangi dan Pulau Buton. Beberapa bagian utara hingga ke timur
terlindung gelombang musim barat dan timur, karena karang penghalang Pulau
Pulau Tomia memiliki morfografi laut yang umumnya datar hingga curam
dengan kedalaman air 0 - 1.404 meter. Morfografi yang landai terletak pada bagian
selatan Pulau Tomia, Pulau Tolandono dan Pulau Lentea Selatan dengan kedalaman
maksimum 280 meter, sedangkan yang curam atau bertubir dijumpai pada bagian
utara dengan kedalaman maksimal 500 meter. Arus intertidal umumnya lemah,
kecuali di perairan sebelah selatan yang cenderung kuat. Pada musim barat
kedalaman di sekitar perairan Pulau Binongko berkisar ± 181 - 721 meter. Pada
bagian selatan Pulau Binongko dapat mencapai kedalaman 1.573 meter. Kedalaman
Koromaha), 198 - 500 meter untuk Pulau Kontiole, demikian pula untuk Pulau
kedalaman 187 - 594 meter. Biasanya sekitar perairan Binongko terdapat arus
turbulensi.
Salah satu parameter oseanografi yang mempengaruhi kualitas air laut adalah
pH. Organisme akuatik dapat hidup dalam suatu perairan yang mempunyai nilai pH
dengan kisaran toleransi antara asam lemah sampai basa lemah. pH yang ideal bagi
kehidupan organisme akuatik pada umumnya berkisar antara 7,4 sampai 8,3 berarti
sedikit bersifat basa. pH yang sangat rendah akan menyebabkan mobilitas berbagai
senyawa logam berat yang bersifat toksik semakin tinggi yang tentunya akan
dalam buku Penyusunan Data Biofisik untuk Mendukung Rencana Zonasi Wilayah
Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Provinsi Sultra di Kabupaten Wakatobi Tahun 2015,
menunjukkan bahwa nilai pH di semua lokasi sampling berkisar 6,5 - 8,5. Nilai pH
ini masih sesuai dengan pH permukaan air laut di perairan Indonesia berkisar 6,0 -
wilayah adalah salinitas. Salinitas merupakan ukuran zat padat yang terlarut pada
Nilai salinitas pada perairan sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain
curah hujan, evaporasi dan banyaknya air tawar yang masuk ke perairan.
Mendukung Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Provinsi Sultra
di Kabupaten Wakatobi Tahun 2015, salinitas yang didapatkan pada lokasi yang
termasuk dalam kategori sangat baik untuk biota air laut, koral dan wisata bahari.
ikan ialah kegiatan memperoleh ikan di perairan yang tidak dalam keadaan
dibudidayakan dengan alat atau dengan cara apapun, melainkan kegiatan yang
ekonomi dalam penankapan atau pengunpulan binatang atau tanaman air, baik di
Salah satu jenis perikanan yang sering ditangkap oleh nelayan Wakatobi
adalah jenis ikan pelagis. Ikan pelagis adalah kelompok ikan yang berada pada
lapisan permukaan hingga kolom air dan mempunyai ciri khas utama, yaitu dalam
ukurannya dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu ikan pelagis besar dan ikan
merupakan jenis ikan pelagis kecil yang paling banyak ditangkap oleh nelayan
setempat dengan jumlah tangkapan sebesar 6.283,3 ton. Ikan yang bernama latin
Decapterus macarellus ini memiliki karakteristik yaitu terdapat pada suhu perairan
yang cukup lebar yaitu 20 - 30 0C bahkan mampu beradaptasi pada suhu yang lebih
rendah lagi, yaitu 12 - 25 0C. Jenis ikan lain yang ditangkap oleh nelayan adalah
ikan belanak (Liza subviridis) dengan jumlah tangkapan sebesar 105,3 ton/tahun.
Ikan belanak tersebar di laut tropis dan subtropis, sebenarnya termasuk jenis ikan
laut, namun sering juga berada di daerah payau sampai ke daerah aliran sungai.
Pertumbuhan terbaik bagi ikan jenis berada pada suhu berkisar antara 18 - 31 0C.
pelagis yang hidup di habitat dengan pH sekitar 7,0 - 8,0 dan dengan suhu sekitar
53
24 - 28 0C. Ikan cendro, ikan kembung, ikan selar komo, ikan selar kuning dan ikan
12,9 ton/tahun, 11,3 ton/tahun, 3,2 ton/tahun dan jenis ikan pelagis kecil lainnya
sebesar 804,8 ton/tahun. Hasil tangkapan ikan pelagis kecil di Kabupaten Wakatobi
Sedangkan untuk ikan pelagis besar yang banyak ditangkap adalah ikan
tongkol krai, cakalang, madidihang, tongkol komo, dan tenggiri. Ikan tongkol krai
(Auxis thazard) merupakan jenis ikan pelagis besar yang paling banyak ditangkap
sebesar 2.623,7 ton/tahun. Jenis ikan ini lebih aktif mencari makan pada siang hari
daripada malam hari dan akan banyak muncul pada saat keadaan mendung dan
hujan rintik rintik. Ikan tongkol krai pada umumnya menyukai perairan panas dan
perairan sub tropis dan tropis, antara lautan hindia, atlantik, dan pasifik kecuali
lautan mediterania. Suhu yang ideal untuk ikan cakalang adalah 26 - 32 0C dan
salinitas 33%. Ikan cakalang sangat menyukai daerah dimana terjadinya pertemuan
antara arus atau air (convergence). Selain itu juga ditemukan pada perairan dimana
terjadi pertemuan antara massa air panas dan dingin dan penaikan tekanan air.
Berbeda dengan ikan tonkol krai, waktu ideal untuk menangkap ikan cakalang
adalah pada malam hari karena pada siang hari biasanya ikan ini berada di
kedalaman sekitar 200 meter. Jumlah total tangkapan ikan cakalang di Kabupaten
Berdasarkan data tangkapan ikan Kabupaten Wakatobi, salah satu jenis ikan
tuna dengan jumlah tangkapan yang mencapai 401,5 ton/tahun adalah ikan
madidihang (Thunnus albacares) atau dikenal juga dengan nama ikan tuna sirip
kuning. Ikan madidihang dapat ditemui di bawah dan di atas termokline, pada
kisaran suhu 22 - 27 0C, kedalaman 0 - 400 meter dan pada salinitas perairan 32 -
35 ‰. Ikan tenggiri dan ikan tongkol komo merupakan jenis ikan pelagis besar
yang jumlah hasil tangkapannya paling sedikit jika dibandingkan dengan jenis ikan
yang ditangkap oleh nelayan Kabupaten Wakatobi adalah sebesar 77,7 ton/tahun.
Untuk mendapatkan ikan ini, suhu perairan yag disukai ikan tenggiri adalah 23 - 33
0
C. Ikan tongkol komo (Euthynnus affinis) merupakan jenis ikan oceanodromous
atau jenis ikan yang menghabiskan seluruh hidupnya di perairan air asin dan
termasuk dalam jenis ikan pelagis besar. Jumlah hasil tangkapan yang didapat oleh
55
nelayan sebesar 28,8 ton/tahun. Biasanya ikan ini hidup di perairan air hangat
dengan suhu 25 - 27 0C. Data hasil tangkapan ikan jenis pelagis besar dapat dilihat
pada Tabel 6.
Jumlah penangkapan untuk semua jenis ikan baik itu ikan pelagis kecil
maupun pelagis besar berkurang pada puncak musim angin barat (Desember sampai
Februari) dan puncak musim angin timur (Juni sampai Agustus). Puncak musim
angin barat maupun musim angin timur menjadi musim paceklik bagi kegiatan
perikanan tangkap di Kabupaten Wakatobi. Pada kedua musim ini, biasanya terjadi
Wakatobi adalah ukuran kecil. Jenis-jenis kapal yang dipakai nelayan untuk melaut
di antaranya adalah sampan, perahu papan, katinting, bodi batang dan kapal motor.
Karena ukurannya yang kecil, jumlah trip dari kapal-kapal ini hanya 1 hari dan
keberadaan ikan (fish target). Pada perairan yang gelombangnya terlalu besar akan
matinya atau rusaknya plankton. Sebagai dampak dari mati dan rusaknya plankton,
maka ketersediaan sumber makan untuk ikan akan berkurang yang menyebabkan
ikan akan melakukan migrasi atau ruaya untuk mencari suatu wilayah yang sesuai
dengan lingkungannya. Sedangkan pada musim peralihan baik itu musim peralihan
barat timur (Maret sampai Mei) maupun peralihan timur barat (September sampai
yang terjadi tidak terlalu keras dan relatif lebih tenang sehingga menurunkan risiko
keberadaan organisme di suatu perairan, khususnya ikan (Nontji, 2007). Hal ini
57
oleh lingkungan). Pengaruh suhu secara langsung terhadap kehidupan di laut adalah
Landsat 8 OLI/TIRS selama setahun penuh untuk menentukan sebaran SPL dengan
Sebaran SPL pada citra Landsat 8 OLI/TIRS perekaman bulan Januari 2017
dengan menggunakan band 10 terlihat bahwa suhu dominan yang terlihat adalah 27
- 29 0C yang tersebar di bagian utara dari perairan Kabupaten Wakatobi. Suhu yang
lebih rendah dapat dijumpai pada karang Kaledupa dan karang Koka dengan kisaran
suhu 25 - 27 0C. Sama halnya dengan band 10, pada band 11 suhu yang paling
Wakatobi. Sedangkan suhu yang lebih rendah terdapat di sekitar karang Koka
dengan kisaran suhu yang sama dengan pengolahan citra pada band 10 yaitu 25 -
27 0C. Sebaran SPL pada band 10 untuk bulan Januari dapat dilihat pada Gambar
13.
2017 memiliki persamaan suhu dominan baik itu pada band 10 maupun band 11
Wakatobi. Variasi suhu pada band 10 terlihat pada bagian utara dari citra dengan
kisaran suhu 21 - 27 0C. Sedangkan, pada band 11 terlihat adanya daerah yang
memiliki kisaran suhu yaitu 25 - 27 0C pada bagian selatan karang Koka yang
Seperti halnya perekaman bulan Februari 2017, perekaman bulan Maret 2017
menunjukkan hal yang serupa. Suhu dominan yang terlihat adalah 27 - 29 0C dan
tersebar merata di seluruh perairan Wakatobi. Pada band 11 terlihat kisaran suhu
yang agak berbeda dengan hasil pengolahan citra bulan-bulan sebelumnya. Pada
band 10, terlihat 2 kisaran suhu yang dominan yakni 25 - 27 0C dan 27 - 29 0C.
Sedangkan pada band 11, suhu yang dominan berkisar 27 - 29 0C. Suhu yang lebih
rendah terdapat pada sebelah selatan Kepulauan Wakatobi dan disekitar karang
Sebaran SPL pada band 10 citra Landsat 8 OLI/TIRS perekaman bulan Mei
Wakatobi adalah 27 - 29 0C. Suhu yang lebih bervariasi terdapat di sebelah utara
Sedangkan pada band 11 menunjukkan hasil yang agak berbeda dengan band 10,
dimana suhu dominan yang terlihat pada band ini lebih rendah dibandingkan
dengan band 10 yakni berkisar 25 - 27 0C atau lebih rendah 2 0C. Suhu yang lebih
Sebaran SPL untuk perekaman bulan Juni 2017 menunjukkan bahwa suhu
dominan yang terlihat yaitu 28 - 30 0C untuk band 10. Suhu terendahnya berada di
suhu yang lebih rendah terdapat di sebelah selatan perairan Kabupaten Wakatobi
60
seperti halnya pada band 10 dengan suhu berkisar antara 25 - 27 0C. Suhu yang
Wakatobi. Sedangkan untuk bulan selanjutnya yakni bulan Juli, kisaran suhu 28 -
30 0C terlihat pada band 10. Untuk band 11nya, kisaran suhu dominan yang tampak
Secara umum, kisaran SPL pada band 10 dan band 11 citra Landsat 8
OLI/TIRS perekaman bulan Agustus 2017, menunjukkan hasil yang sama. Terdapat
2 kisaran suhu yang terlihat yakni suhu yang lebih dingin dengan kisaran suhu 25 -
yang lebih hangat berada pada bagian utara dengan kisaran suhu 27 - 29 0C.
Suhu dominan pada band 10 yang terlihat pada pengolahan citra Landsat 8
OLI/TIRS perekaman bulan September 2017 yakni 27 - 29 0C. Variasi suhu terlihat
Sedangkan pada band 11, suhu dominan yang terlihat adalah 28 - 30 0C atau lebih
panas 1 0C dibandingkn dengan band 10. Suhu yang lebih dingin berada di bagian
selatan dan timur laut perairan Kabupaten Wakatobi yakni 27 - 28 0C. Variasi suhu
yang terlihat pada ban 11 tidak seluas variasi suhu pada band 10 tetapi memiliki
10 dan band 11. Suhu yang lebih rendah pada band 10 yakni 25 - 27 0C berada pada
sisi utara dan selatan perairan Kabupaten Wakatobi. Sedangkan pada band 11, suhu
61
dominan yang terlihat adalah 25 - 270C dan tersebar secara merata di seluruh citra
perairan Wakatobi.
Terdapat perbedaan yang sangat signifikan antara band 10 dan band 11 pada
hasil pengolahan citra Landsat 8 OLI/TIRS perekaman bulan November 2017. Suhu
dominan pada band 10 adalah 27 - 29 0C dan suhu yang lebih rendah terdapat pada
sisi utara pulau Kaledupa dengan kisaran suhu 25 - 27 0C. Sedangkan pada band
Kaledupa dan sebagian kecil sebelah tenggara. Suhu 25 - 27 0C berada pada bagian
utara pulau Wangiwangi sampai pulau Tomia dan di sebelah timur karang Koka.
Suhu yang lebih panas yakni 27 - 29 0C terlihat berada pada bagian utara sampai
dominan yang terlihat adalah 25 - 27 0C dan suhu yang lebih hangat berada pada
itu pada band 10 maupun band 11. Kisaran suhu 23 - 25 0C terdapat pada band 11
yang terletak di sisi selatan perairan kepulauan Wakatobi. Sebaran SPL di perairan
8. Agustus 2017 25 - 29 25 - 29 27 - 29 27 - 29
9. September 2017 21 - 29 22 - 30 27 - 29 28 - 30
10. Oktober 2017 25 - 29 25 - 29 27 - 28 27 - 29
11. November 2017 23 - 29 23 - 29 27 - 29 27 - 29
12. Desember 2017 25 - 29 23 - 29 25 - 27 25 - 27
Sumber: Hasil analisis data
menggunakan analisis visual. Front dapat diartikan sebagai daerah pertemuan dari
kantong-kantong massa air hangat yang dikelilingi massa yang lebih dingin atau
sebaliknya. Front yang terbentuk merupakan perangkap bagi zat hara dari kedua
massa air yang bertemu sehingga menjadikan feeding ground bagi jenis ikan
pelagis. Selain itu, pertemuan massa air yang berbeda merupakan perangkap bagi
migrasi ikan karena pergerakan air yang cepat dan ombak yang besar, hal ini
pemahaman bahwa fishing ground yang baik adalah daerah front maka sekitar
karang Koka merupakan daerah fishing ground yang ideal untuk bulan Januari.
Suhu di sekitar karang Koka berkisar 25 - 27 0C dan dikeliling oleh suhu yang lebih
hangat dengan kisaran suhu 27 - 29 0C. Selain karang Koka, karang Koro Maha
juga merupakan daerah fishing ground yang baik untuk bulan April. Pada bulan ini,
kisaran suhu yang terlihat di sekitar karang Koro Maha adalah 25 - 27 0C dan
dikeliling oleh suhu yang lebih hangat dengan kisaran suhu 27 - 29 0C seperti pada
bulan Januari.
perairan kabupten Wakatobi adalah 233,07 mg/m3 dan yang tertinggi terjadi pada
63
bulan Mei 2017 dengan konsentrasi klorofil-a yang didapat adalah 20.365 mg/m3.
Sebaran klorofil-a hasil perekaman citra bulan Januari 2017 menunjukkan bahwa
konsentrasi klorofil-a tertinggi terdapat pada sisi selatan pulau Kaledupa atau
disekitar karang Kaledupa dengan nilai 15.167 mg/m3 dan di sisi utara dari pulau
timur dan selatan citra dengan variasi nilai klorofil-a yaitu 233,07 mg/m3 - 7.467
didapati bahwa konsentrasi klorofil-a tertingi terletak di karang Kaledupa dan disisi
baratnya, sisi utara pulau Kaledupa dan sisi timur pulau Binongko dengan nilai ≤
17.570 mg/m3. Konsentrasi klorofil terendah terdapat pada sebelah utara, timur dan
selatan citra dengan nilai 233,07 mg/m3 - ± 7.500 mg/m3. Berdasarkan tampilan
dengan nilai yang berkisar 233,07 mg/m3 - ± 4.500 mg/m3 tersebar secara merata
di seluruh perairan Wakatobi terkecuali di sisi utara pulau Wangiwangi dengan nilai
konstrasi klorofil-a tertinggi 15.234 mg/m3. Konsentrasi klorofil-a bulan April 2017
terendah terdapat di sebelah tenggara pulau Binongko dengan nilai rata-rata 233,07
mg/m3 - ± 3.400 mg/m3. Karang Kaledupa dan sebelah barat dari karang Koka
klorofil-a rata-rata terdapat di sekitar karang Koka dengan kisaran nilai 8.253 -
17.281 mg/m3. Daerah karang, baik itu karang Kapota, karang Kaledupa, karang
Koka maupun karang Koro Maha memiliki konsentrasi klorofil-a yang tinggi untuk
64
bulan Mei 2017 dengan nilai yang berkisar antara 8.500 mg/m3 - 20.000 mg/m3.
Wakatobi dan sisi barat daya karang Kaledupa dengan nilai konsentrasi terendah
pengolahan citra untuk perekaman citra bulan Juni dan Juli, terlihat bahwa
klorofil-a dengan rentang nilai 233,07 mg/m3 - ± 2.000 mg/m3 tampak mendonasi
seluruh perairan Wakatobi. Hal ini juga terjadi pada perekaman bulan Oktober
2017, dengan konsentrasi klorofil-a yang terlihat berkisar 233,07 mg/m3 – 10.062
mg/m3. Konsentrasi klorofil-a yang tinggi terdapat di sebelah barat laut citra dengan
nilai ≤ 7.387 mg/m3 untuk perekaman bulan September dan sisi utara sampai selatan
pulau Wangiwangi dan pulau Kaledupa untuk perekaman bulan Oktober dengan
nilai konsentrasi klorofil-a tertinggi adalah 10.062 mg/m3. Dua pertiga dari
klorofil-a yang rendah dengan rentang nilai 233,07 mg/m3 - ± 6.500 mg/m3.
Sedangkan konsentrasi klorofil-a yang tinggi terdapat di sisi selatan dan sebagian
kecil sisi utara pulau Wangiwangi dan pulau Kaledupa dengan nilai ≤ 14.743
mg/m3.
65
dengan nilai ± 15.009 mg/m3 pada perekaman citra akhir tahun atau bulan
Desember 2017. Konsentrasi klorofil-a rata-rata adalah 5.231,4 mg/m3 dan yang
terendah tampak mengisi bagian timur laut dan tenggara citra dengan nilai ≥ 233,07
mg/m3. Sebaran klorofil-a di perairan Wakatobi dapat dilihat pada Tabel 9 dan
Lampiran 3.
konsentrasi klorofil-a yang tinggi. Seperti terlihat pada hasil pengolahan citra pada
musim barat yakni bulan Desember, Januari dan Februari, konsentrasi klorofil-a
tertinggi terdapat pada karang Kaledupa. Selama musim ini, daerah dengan
ditemui juga disekitar karang Kapota. Sedangkan pada musim peralihan barat-timur
(Maret, April, dan Mei), konsentrasi klorofil-a bergerak dari sisi barat laut citra ke
Pada musim timur yakni bulan Juni, Juli dan Agustus, konstrasi klorofil-a
B. Pembahasan
Suatu daerah perairan di laut dapat dikatakan sebagai ZPPI atau fishing
ground apabila terjadi interaksi antara sumberdaya ikan yang menjadi target
oseanografi seperti SPL dan klorofil-a dengan 3 tingkatan yakni rendah, sedang dan
ZPPI pada bulan Januari dengan tingkatan tinggi tersebar secara acak di
seluruh perairan Kabupaten Wakatobi. Sebelah utara pulau Kaledupa dan pulau
Tomia merupakan daerah yang ideal untuk menangkap ikan. Selain itu, sebelah
timur pulau Lentea dan sekitar karang Kapota serta karang Kaledupa juga dapat
ikan lebih besar dikarenakan ZPPI dengan tingkatan tinggi tampak menyebar secara
dan sedang berada pada bagian utara perairan Kabupaten Wakatobi. Meskipun
tergolong tinggi, berdasarkan data tangkapan ikan pelagis baik itu pelagis kecil
maupun besar menunjukkan hasil yang berbeda. Total keseluruhan tangakapan ikan
pelagis kecil bulan ini adalah 1.354,1 ton dan untuk ikan pelagis besar berjumlah
152,2 ton. Hasil tangkapan ini lebih kecil dibandingkan bulan Januari dengan
jumlah tangkapan masing-masing 1.616,2 ton dan 212 ton untuk ikan pelagis kecil
dan besar.
Jumlah total tangkapan ikan bulan Maret naik dua kali lipat dibandingkan
bulan sebelumnya. Pada bulan ini, jumlah ikan pelagis kecil yang berhasil
ditangkap oleh nelayan adalah sebanyak 2.330,9 ton dan untuk ikan pelagis besar
sebanyak 282,5 ton. Berdasarkan hasil overlay data SPL dan klorofil-a dihasilkan
peta ZPPI dengan tingkatan tinggi tersebar merata di seluruh perairan Kabupaten
Wakatobi.
69
ZPPI pada bulan April dengan tingkatan rendah terdapat pada bagian selatan
ikan sedang. Meskipun tidak terdapat bagian dengan tingkatan yang tinggi, hasil
tangkapan ikan untuk bulan ini terbilang tinggi yakni 2.404,4 ton untuk ikan pelagis
Secara umum, sekitaran pulau Wakatobi merupakan daerah yang ideal untuk
menangkap ikan berdasarkan ZPPI hasil pengolahan data untuk bulan Mei. Sebelah
tenggara dan barat daya pulau Binongko memiliki tingkatan sedang. Pada bulan ini,
sebesar 354,1 ton dan tangkapan ikan pelagis kecilnya terbilang tinggi dengan
Seperti halnya bulan April, pada bulan Juni juga tidak terdapat daerah dengan
potensi ZPPI yang tinggi. Jumlah tangkapan ikan pelagis kecil pada bulan ini
tangkapan ikan pelagis kecil bulan ini adalah 2.210 ton atau turun ± 200 ton,
sedangkan untuk tangkapan ikan pelagis besar juga mengalami penurunan menjadi
Untuk ikan pelagis kecil, jumlah total tangkapan nelayan adalah 1.745 ton dan
untuk ikan pelagis besar jumlah total tangkapan ikan adalah 314 ton. Senada dengan
jumlah tangkapan, ZPPI untuk bulan ini didominasi oleh tingkatan sedang. Karang
Kapota, karang Kaledupa, karang Koka dan karang Koro Maha merupakan tempat
ZPPI dengan tingkatan sedang ± 70% dari citra perairan Kabupaten Wakatobi
rendah yang berada di bagian selatan pulau Binongko. Meskipun ZPPInya berada
ikannya lebih banyak. Jumlah total tangkapan ikan pelagis untuk bulan ini adalah
2.226,8 ton dengan 1.885,3 ton untuk ikan pelagis kecil dan 341,5 ton untuk ikan
pelagis besar.
Bulan ini merupakan bulan yang ideal untuk menangkap ikan. Hal ini terbukti
dari ZPPI yang ada menunjukkan bahwa seluruh perairan Wakatobi sangat ideal
untuk dijadikan tempat penangkapan ikan. Hal ini berbanding lurus dengan jumlah
tangkapan ikan yang meningkat dibandingakn dua bulan sebelumnya. Ikan pelagis
kecil yang ditangkap nelayan berjumlah 2.528,4 ton dan untuk ikan pelagis besar
ZPPI ideal untuk bulan ini terletak di sekitar karang. Meskipun pada bulan ini
tingkat ZPPI adalah rendah tetapi jumlah tangkapan ikan yang didapatkan relatif
tinggi dengan jumlah tangkapan untuk ikan pelagis kecil adalah sebesar 2.435,1
ton. Sedangkan untuk ikan pelagis besar merupakan jumlah tangkapan yang paling
Merupakan bulan dengan jumlah tangkapan ikan pelagis kecil yang melimpah
dengan jumlah total tangkapan sebesar 2.638,2 ton dan 302,4 ton untuk tangkapan
ikan pelagis besarnya. ZPPI dengan tingkatan tinggi terdapat di sebelah timur pulau
Tomia dan sebelah utara sampai selatan pulau Binongko. Sedangkan untuk
tingkatan sedang, tampak mengisi bagian tenggara dan barat perairan Kabupaten
Wakatobi.
ZPPI yang tinggi terdapat di sebelah tenggara pulau Binongko. Untuk ZPPI
sebanyak 2.558,1 ton dan 283,2 ton untuk ikan pelagis besar.
yakni rendah, sedang dan tinggi untuk setiap bulan dalam 1 tahun. Sedangkan untuk
Terdapat beberapa bulan yang merupakan bulan yang ideal untuk menangkap
ikan, tetapi perlu diperhatikan bahwa pengaruh arus dan gelombang menjadi
hambatan sendiri bagi para nelayan. Misalnya saja pada musim barat yakni bulan
menyebabkan banyak nelayan yang lebih memilih untuk melaut di sekitar pulau
Wakatobi dan bagian karangnya. Bulan Juni, Juli dan Agustus angin bertiup dari
arah tenggara atau daratan Australia yang disebut angin timur. Pada musim ini, SPL
ini mengakibatkan jumlah tangkapan yang didapat nelayan tidak terlalu banyak. Di
antara kedua musim angin tersebut, dari bulan Maret sampai Mei dan September
sampai Oktober, terjadi perubahan angin atau yang dikenal dengan musim
membayakan pelayaran. Dengan ukuran kapal yang relatif kecil, daerah yang
disarankan untuk menangkap ikan di perairan Wakatobi adalah di sekitar pulau dan
gelombang yang kecil. Sedangkan untuk fishing ground yang berada di lautan
Banda sangat tidak disarankan mengingat ukuran kapal dan kondisi laut Banda yang
yang harus ditempuh untuk melaut. Pada saat pasang, nelayan umumnya mencari
ikan di sekitar pulau dan karang sedangkan pada saat surut wilayah jangkauannya
Selain paramater yang dapat dibuktikan secara ilmiah seperti arus, gelombang
dan juga pasang surut, terdapat parameter lain yang juga dapat menentukan tingkat
kearifan lokal. Menurut masyarakat dan nelayan Wakatobi, ada hewan mitos yang
berbentuk gurita raksasa. Pada setiap pergantian musim angin timur dan angin
barat, diadakan suatu upacara yang disebut dengan Koaloe. Upacara Koaloe sendiri
merupakan prosesi memberikan makan kepada penghuni laut dalam hal ini adalah
75
Imbu dengan makanan yang isinya berwarna merah karena masyarakat percaya
bahwa Imbu ini berwarna merah. Makanan yang diisi dalam upacara ini biasanya
adalah rokok, sirih, telur ayam, pisang, dan makanan lain. Masyarakat percaya
bahwa jika upacara adat ini tidak dilakukan, maka Imbu ini akan mengusik
kehidupan masyarakat dengan cara merusak budi daya rumput laut dan mengurangi
akumulasi dari berbagai masalah yang harus diselasaikan bukan hanya oleh
pemerintah tetapi juga oleh masyarakat secara umum. Adapun masalah yang
yaitu:
2. Uji Akurasi
menggunakan uji akurasi RMSE dan determinasi (R2). Nilai RMSE yang didapat
setelah menghitung data secara in situ dan pengolahan citra adalah 0,58 untuk band
10 dan 0,34 untuk band 11. Berdasarkan ketentuan yang berlaku, RMSE yang dapat
diterima adalah ≤ 0,5. Sedangkan nilai determinasi (R2) yang didapat adalah 0,75
untuk band 10 dan 0,94 untuk band 11. Ketentuan untuk nilai determinasi (R2)
sehingga antara data suhu in situ dan hasil pengolahan data citra memiliki korelasi
yang kuat. Data in situ di ambil di sekitar kepulauan Wakatobi dengan 33 titik
sampel seperti terlihat pada Tabel 11. Adapun titik-titk sampel tersebut dapat dilihat
pada Tabel 11. Berdasarkan uji RMSE dan R2, nilai yang didapat dari algoritma
band 11 lebih kecil dibandingkan dengan algortima band 10, sehingga penggunaan
di perairan Kabupaten Wakatobi baik itu untuk band 10 maupun band 11.
77
Tabel 11. Perbandingan suhu hasil pengolah citra dan pengukuran in situ
Pengukuran Suhu (0C)
No. Koordinat X Koordinat Y
In situ Band 10 Band 11
1. 1230 30’ 40,052” -50 18’ 3,195” 27 27,17 27,08
2. 1230 30’ 40,397” -50 24’ 58,175” 27 27,34 26,97
3. 1230 33’ 19,277” -50 23’ 14,291” 29 29,24 29,21
4. 1230 34’ 59,263” -50 26’ 12,044” 28 28,74 28,14
5. 1230 39’ 47,684” -50 26’ 52,501” 27 27,18 26,89
6. 1230 39’ 39,976” -50 22’ 3,514” 27 27,03 27,09
7. 1230 39’ 2,551” -50 14’ 46,353” 29 29,72 29,62
8. 1230 42’ 30,226” -50 24’ 57,460” 27 27,12 26,18
9. 1230 42’ 41,512” -50 27’ 44,173” 29 29,28 29,30
10. 1230 45’ 13,2” -50 29’ 5,498” 29 29,41 29,62
11. 1230 47’ 48,301” -50 26’ 44,509” 28 28,92 28,41
12. 1230 44’ 10,707” -50 33’ 58,271” 29 29,71 29,21
13. 1230 50’ 53,97” -50 36’ 18,515” 27 27,87 27,52
14. 1230 38’ 26,536” -50 29’ 50,443” 27 27,28 27,09
15. 1230 55’ 1,515” -50 33’ 57,358” 27 27,35 27,16
16. 1230 48’ 47,785” -50 30’ 48,955” 29 29,89 29,62
17. 1230 41' 48,804" -50 46' 23,226" 27 27,97 27,53
18. 1230 45' 47,660" -50 44' 30,824" 28 28,64 27,74
19. 1230 48' 4,651" -50 47' 15,915" 28 28,15 27,62
20. 1230 44' 47,946" -50 51' 21,796" 28 29,31 28,73
21. 1230 51' 56,481" -50 49' 11,830" 29 30,09 29,84
22. 1230 54' 45,720" -50 51' 36,454" 28 28,29 27,26
23. 1230 57' 44,280" -50 48' 21,694" 28 27,88 28,67
24. 1240 0' 57,418" -50 47' 54,553" 28 29,43 27,28
25. 1240 3' 28,459" -50 44' 9,748" 27 29,61 27,78
26. 1230 49' 18,415" -50 43' 31,110" 27 28,82 27,89
27. 1240 0' 43,368" -50 39' 0,641" 28 29,76 28,28
28. 1240 4' 17,635" -50 53' 38,786" 28 28,91 28,14
29. 1230 56' 5,874" -50 56' 27,390" 29 29,25 27,73
30. 1240 7' 23,802" -50 47' 29,965" 28 29,56 28,74
31. 1230 59' 19,066" -60 0' 17,815" 29 29,09 28,89
32. 1240 7' 51,903" -60 1' 59,680" 28 28,78 28,18
33. 1240 0' 20,887" -50 50' 59,315" 28 29,69 28,91
V. PENUTUP
A. Kesimpulan
berikut.
1. Variasi SPL pada musim barat bergerak dari arah selatan menuju ke arah
utara. Pada musim peralihan barat-timur, suhu permukaan laut yang lebih
rendah bergerak dari barat laut menuju ke selatan dan tampak mendominasi
pada akhir bulan musim timur. Sementara pada musim selanjutnya yakni
musim timur, variasi suhu yang lebih rendah tampak mendominasi dan
dari sisi barat laut citra ke sisi selatan citra. Pada musim timur, konstrasi
3. ZPPI pada bulan Januari berada pada bagian utara pulau Tomia, bulan
Februari, Maret, April dan Mei berada di seluruh bagian citra. Bulan Juni
berada utara dan timur citra dan Juli berada di bagian karang. Bulan Agustus
Oktober berada pada bagian karang dan timur laut citra. Sedangkan untuk
79
bulan November berada pada bagian utara hingga selatan citra dan Desember
B. Saran
Adapun beberapa hal yang dapat disarankan dari penelitian ini adalah:
1. Perlu adanya penelitian lebih lanjut mengenai penerapan algoritma Laili yang
Aprilianto D., Bandi S., Arwan P., W., 2014. Pengolahan Citra Satelit Landsat
Multi Temporal dengan Metode BILKO dan AGSO untuk Mengetahui
Dinamika Morfometri Waduk Gajah Mungkur. Jurnal Geodesi: Volume 3,
Nomor 3.
Ambarwati, Saifullah, dan Mustahal. 2014. Identifikasi Fitoplankton dari Perairan
Waduk Nadra Krenceng Kota Cilegon Banten. Jurnal Perikanan dan
Kelautan Volume 04 Nomor 04.
Arafah, Feny. 2017. Pengaruh Fenomena La-Nina Terhadap Suhu Permukaan Laut
di Perairan Kabupaten Malang. Jurnal Spectra Volume 15 Nomor 30,
Arief, Muchlisin., Syifa W. Adawiah., Ety Parwati., Rossi Hamzah., Teguh
Prayogo. 2015. Pengembangan Model Ekstraksi Suhu Permukaan Laut
Menggunakan Data Satelit Landsat 8 Studi Kasus: Teluk Lampung. Jurnal
Penginderaan Jauh Volume 12 Nomor 2.
Astuti, Puji. 2008. Wilayah Kesuburan Laut Jawa Pada Periode El Nino dan
Periode Normal. Skripsi. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam. Universitas Indonesia. Depok.
Bertram, D.F., Mackas, D. L., & McKinnell, S. M. 2001. The Seasonal Cycle
Revisited: Interannual Variation and Ecosystem Consequences
(Terjemahan). Progress in Oceanography, 49, 283–307.
BPS Sulawesi Tenggara. 2017. Provinsi Sulawesi Tenggara dalam Angka 2017.
Dahuri, R. 2003. Keanekaragaman Hayati Laut, Aset Pembangunan Berkelanjutan
Indonesia. Jakarta.
DKP Sulawesi Tenggara. 2011. Statistik Perikanan tahun 2010.
Effendie, M. I. 2002. Biologi Perikanan. Yayasan Pustaka Nusantara. Yogyakarta.
Elisabeth, Yulianti., Edy Miswar., Musri Musman. 2017. Penentuan Daerah
Potensial Penangkapan Ikan Cakalang (Katsuwonus Pelamis)
Menggunakan Citra Satelit di Perairan Jayapura Selatan Kota Jayapura.
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Kelautan dan Perikanan Unsyiah Volume 2,
Nomor 1.
Fachruddin, Ahmad. 2010, Penginderaan Jauh dan Aplikasinya di Wilayah Pesisir
dan Lautan. Jurnal Kelautan Volume 3 Nomor 1.
Fausan. 2011. Pemetaan Daerah Potensial Penangkapan Ikan Cakalang
(Katsuwonus Pelamis) Berbasis Sistem Informasi Geografis di Perairan
Teluk Tomini Provinsi Gorontalo. Skripsi. Jurusan Perikanan Fakultas
Ilmu Kelautan dan Perikanan Universitas Hasanuddin. Makassar.
81
Fiori, Ajeng Sagita. 2009. Estimasi Klorofil-a dan Suhu Permukaan Laut dari Citra
Satelit Multi Sensor dan Multi Temporal; di Teluk Jakarta. Skripsi.
Program Studi Ilmu dan Teknologi Kelautan Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Hartono, 2010. Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografi Serta
Aplikasinya di Bidang Pendidikan dan Pembangunan. Seminar Nasional-
PJ dan SIG I.
Kementerian Kelautan dan Perikanan. 2015. Penyusunan Data Biofisik untuk
Mendukung Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau Pulau Kecil
Provinsu Sulawesi Tenggara Kabupaten Wakatobi. Balai Pengelolaan
Sumberdaya Pesisir dan Laut: Makassar.
Khairil, Radik., Hepi Hapsari Handayani., Bangun Muljo Sukojo. 2013. Analisis
Pemetaan Zona Penangkapan Ikan (Fishing Ground) dengan
Menggunakan Citra Satelit Terra Modis dan Parameter Oseanografi.
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XVIII.
Laili, N., F. Arafah, L.M. Jaelania, L. Subehi, A. Pamungkas, E.S. Koenhardono,
A. Sulisetyono. 2015. Development Of Water Quality Parameter Retrieval
Algorithms For Estimating Total Suspended Solids And Chlorophyll-A
Concentration Using Landsat-8 Imagery At Poteran Island Water. ISPRS,
Malaysia.
LAPAN. 2013. Jurnal Inderaja Volume IV. (Bidang Pengembangan Bank Data
Penginderaan Jauh Pusat Teknologi dan Data Penginderaan Jauh, Ed.) (6th
ed., Vol. 6). Jakarta: LAPAN.
Learning Center EAFM, 2016. Laporan Penilaian Performa Pengelolaan
Perikanan Tangkap dengan Indikator EAFM (Ecosystem Approach To
Fishereis Management). Universitas Halu Oleo.
Lillesand, T., Kiefer, R.W., Chipman, J. 2007. Remote Sensing and Image
Interpretation (Penginderaan Jauh dan Interpretasi Citra). John Wiley &
Sons, Inc, U.S.A., 6 th ed., 804 p. ISBN: 978- 0470052457.
Mukhaiyar R., 2010. Klasifikasi Penggunaan Lahan dari Data Remote Sensing.
Jurnal Teknologi Informasi dan Pendidikan. Volume 2 Nomor 1.
Mulya, Rizki., Ahmad Thoriq. 2016. Klasifikasi Tutupan Lahan Menggunakan
Citra Landsat 8 Operational Land Imager (OLI) di Kabupaten Sumedang.
Jurnal Teknotan Volume 10 Nomor 2.
Murrachman. 2006. Diktat Kuliah Fish Handling. Jilid I. Fakultas Perikanan.
Universitas Brawijaya. Malang.
NASA. 2008. Landsat 8 / LDCM (Landsat Data Continuity Mission).
Nontji. 1993. Laut Nusantara. Jakarta: Penerbit Djambatan.
82
Parman S., 2010. Deteksi Perubahan Garis Pantai Melalui Citra Penginderaan
Jauh di Pantai Utara Semarang Demak. Jurnal Geografi, Volume 7,
Nomor 1.
Prasasti I, Bambang T. dan Uyun M. 2005. Sensitivitas Beberapa Algoritma dan
Kanal-Kanal Data Modis Untuk Deteksi Sebaran Klorofil. Pertemuan
Ilmial Tahunan MAPIN XIV “Pemanfaatan Efektif Penginderaan Jauh
Untuk Peningkatan Kesejahteraan Bangsa” 14-15 September 2005.
Surabaya, Indonesia.
Rahayu, 2014. Koreksi Radiometrik Citra Landsat-8 Kanal Multispektral
Menggunakan Top of Atmosphere (ToA) untuk Mendukung Klasifikasi
Penutup Lahan. Universitas Jendral Soedirman, Pusat Teknologi dan Data
Penginderaan Jauh, LAPAN.
Robinson. 2004. Satellite Measurements For Operational Ocean Model
(Terjemahan). University of Southampton, United Kingdom.
Roshisati. 2002. Distribusi Spasial Biomassa Fitoplankton (Klorofil-A) di Perairan
Teluk Lampung pada Bulan Mei, Juli, dan September 2001. Skripsi.
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Insitut Pertanian Bogor. Bogor.
Rudianto B., 2011. Analisis Pengaruh Sebaran Ground Control Point terhadap
Ketelitian Objek pada Peta Citra Hasil Ortorektifikasi. Jurnal Rekayasa,
Volume 15, Nomor 1.
Senin. 2006. Sebaran Konsentrasi Klorofil-A dan Suhu Permukaan Laut dari Citra
Satelit AQUA-MODIS di Dalam dan di Luar Teluk Tomini Tahun 2005.
Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Sitanggang, Gokmaria. 2010. Kajian Pemanfaatan Satelit Masa Depan : Sistem
Penginderaan Jauh Satelit LDCM (Landsat 8). Berita Dirgantara, Volume
02, Nomor 11.
Suparjo., Husmul Beze., Radik Khairil Insanu., Dawamul Arifin. 2016. Kajian
Tentang Penentuan Daerah Tangkapan Ikan dengan Menggunakan
Parameter Distribusi Spasial Suhu Permukaan Laut dan Distribusi
Klorofil-A di Perairan Delta Mahakam. Jurnal GEOID Volume 11 Nomor
02.
Sutanto. 1996. Penginderaan Jauh Jilid 2. Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press.
Suwargana, Nana. 2013. Resolusi Spasial, Temporal dan Spektral Pada Citra
Satelit Landsat, SPOT dan Ikonos. Jurnal ilmiah Widya. Volume 1 Nomor
2.
Syariz, M.A. 2015. Pengembangan Algoritma untuk Penentuan Suhu Permukaan
Laut di Pulau Poteran Indonesia dengan Memanfaatkan Citra Landsat 8
TIRS. ISPRS, Malaysia.
83
Lampiran 2. Tren sebaran SPL (Band 10) di perairan Kabupaten Wakatobi dari
bulan Januari sampai Desember
87
Lampiran 2. Lanjutan
88
Lampiran 2. Lanjutan
89
Lampiran 2. Lanjutan
90
Lampiran 2. Lanjutan
91
Lampiran 2. Lanjutan
92
Lampiran 2. Lanjutan
93
Lampiran 2. Lanjutan
94
Lampiran 2. Lanjutan
95
Lampiran 2. Lanjutan
96
Lampiran 2. Lanjutan
97
Lampiran 2. Lanjutan
98
Lampiran 3. Tren sebaran SPL (Band 11) di perairan Kabupaten Wakatobi dari
bulan Januari sampai Desember
99
Lampiran 3. Lanjutan
100
Lampiran 3. Lanjutan
101
Lampiran 3. Lanjutan
102
Lampiran 3. Lanjutan
103
Lampiran 3. Lanjutan
104
Lampiran 3. Lanjutan
105
Lampiran 3. Lanjutan
106
Lampiran 3. Lanjutan
107
Lampiran 3. Lanjutan
108
Lampiran 3. Lanjutan
109
Lampiran 3. Lanjutan
110
Lampiran 4. Lanjutan
112
Lampiran 4. Lanjutan
113
Lampiran 4. Lanjutan
114
Lampiran 4. Lanjutan
115
Lampiran 4. Lanjutan
116
Lampiran 4. Lanjutan
117
Lampiran 4. Lanjutan
118
Lampiran 4. Lanjutan
119
Lampiran 4. Lanjutan
120
Lampiran 4. Lanjutan
121
Lampiran 4. Lanjutan
122
Lampiran 5. Lanjutan
124
Lampiran 5. Lanjutan
125
Lampiran 5. Lanjutan
126
Lampiran 5. Lanjutan
127
Lampiran 5. Lanjutan
128
Lampiran 5. Lanjutan
129
Lampiran 5. Lanjutan
130
Lampiran 5. Lanjutan
131
Lampiran 5. Lanjutan
132
Lampiran 5. Lanjutan
133
Lampiran 5. Lanjutan
134
SUMMARY OUTPUT
Regression Statistics
Multiple R 0.753642699
R Square 0.567977318
Adjusted R Square 0.554041103
Standard Error 0.643014252
Observations 33
ANOVA
Significance
df SS MS F F
Regression 1 16.85106 16.85106 40.75549 4.13E-07
Residual 31 12.81749 0.413467
Total 32 29.66855
SUMMARY OUTPUT
Regression Statistics
Multiple R 0.947232288
R Square 0.897249007
Adjusted R Square 0.893934459
Standard Error 0.298892716
Observations 33
ANOVA
Significance
df SS MS F F
Regression 1 24.18351 24.18351 270.7002 7.2E-17
Residual 31 2.769443 0.089337
Total 32 26.95295