Oleh :
Nama : Abdul Rahman
NIM : L1A018024
Disetujui,
Mengetahui :
Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan
Tidak lupa penulis mengucapkan rasa terima kasih kepada para asisten praktikum
Limnologi karena telah memberikan arahan dan bimbingan sehingga laporan ini dapat
kekurangan baik dari segi penyusunan, bahasa serta materi yang terdapat di dalamnya.
Oleh karena itu, penulis menerima kritikan yang sifatnya membangun demi
kesempurnaan laporan praktikum di masa yang akan datang. Semoga laporan praktikum
Purworejo,Mei 2020
ACARA I
Oleh :
Nama : Abdul Rahman
NIM : L1A018024
2.1. Sungai
Sungai merupakan suatu bentuk ekosistem akuatik yang mempunyai peran
penting dalam daur hidrologi dan berfungsi sebagai daerah tangkapan air (Catchment
area) bagi daerah sekitarnya, sehingga kondisi suatu sungai sangat dipengaruhi oleh
karakteristik yang dimiliki oleh lingkungan sekitarnya. Sebagai suatu ekosistem,
perairan sungai mempunyai berbagai komponen biotik dan abiotik yang saling
berinteraksi membentuk suatu jalinan fungsional yang saling mempengaruhi
(Setiawan, 2009 dalam Mushthofa, 2014).
Menurut Mulyanto (2007) dalam Purnama (2015) sungai memiliki fungsi utama
yaitu mengalirkan air dan mengangkut material sedimen hasil erosi pada daerah
aliran sungai (DAS) dan alurnya. Material sedimen ini sebagian akan terbawa air
banjir ke luar alur aliran untuk kemudian diendapkan dan sebagian besar lainnya
akan terbawa sampai ke laut atau muara sungai. Berdasarkan hal tersebut maka
muara sungai berfungsi sebagai pengeluaran atau pembuangan debit sungai terutama
pada saat banjir ke laut. Selain itu, muara sungai mempunyai nilai ekonomis yang
penting karena dapat berfungsi sebagai alur penghubung antara laut dengan daerah
yang cukup dalam di daratan. Permasalahan yang sering dihadapi adalah adanya
sedimentasi dan abrasi di sekitar muara yang dapat mempengaruhi kualitas perairan
sekitarnya.
Sungai merupakan perairan umum dengan sistem terbuka yang pergerakan airnya
satu arah (unidireksional). Tipologi sungai atau perairan mengalir mempunyai ciri
khas yaitu arah aliran, kecepatan aliran dan dasar aliran. Massa air mengalir ke satu
arah sehingga apa yang terjadi di daerah hulu dampaknya akan terbawa ke daerah
hilir tetapi tidak sebaliknya. Daerah hulu dicirikan dengan aliran deras, adanya arus
turbulensi, rata-rata suhu tahunannya tidak melebihi 200 C pada musim panas,
substrat kasar yang terdiri dari batuan besar, batu kerikil, dan puing-puing (Angelier,
2003 dalam Krisanti et al, 2013). Di beberapa wilayah Indonesia suhu di daerah hulu
sungai berkisar antara 19 – 26 0C (Y. Wardiatno; unpublished data dalam Krisanti et
al, 2013).
2.2.4. Kekeruhan
2.2.5. TDS
Padatan total adalah bahan yang tersisa setelah air sampel mengalami
evaporasi dan pengeringan pada suhu tertentu (APHA, 1989). Padatan yang terdapat
di perairan diklasifikasikan berdasarkan ukuran diameter partikel
yang diklasifikasikan.Sugiharto (1987) mendefinisikan sebagai jumlah berat dalam
air limbah setelah mengalami penyaringan dengan membran berukuran 0,45
mikro. Total padatan tersuspensi terdiri atas lumpur dan pasir halus serta
jasad-jasad renik terutama yang disebabkan oleh kikisan tanah atau erosi
yang terbawa ke dalam badan air. Masuknya padatan tersuspensi ke dalam
perairan dapat menimbulkan kekeruhan air. Hal ini menyebabkan
menurunnya laju fotosintesis fitoplankton, sehingga produktivitas primer
perairan menurun, yang pada gilirannya menyebabkan terganggunya
keseluruhan rantai makanan. Padatan tersuspensi yang tinggi akan
mempengaruhi biota di perairan melalui dua cara. Pertama, menghalangi dan
mengurangi penentrasi cahaya ke dalam badan air, sehingga menghambat
proses fotosintesis oleh fitoplankton dan tumbuhan air lainnya. Kedua, secara
langsung TDS yang tinggi dapat mengganggu biota perairan seperti ikan karena
tersaring oleh insang.
2.2.6. Konduktivitas
Daya Hantar Listrik (DHL) adalah gambaran numerik dari kemampuan
air untuk menghantarkan aliran listrik. Oleh karena itu, semakin banyak
garam-garam terlarut yang dapat terionisasi, semakin tinggi pula nilai DHL.
Nilai DHL dipengaruhi oleh nilai TDS, bahkan pada kondisi perairan tertentu,
penentuan nilai DHL dapat ditentukan menggunakan pendekatan nilai TDS.
Nilai DHL yang tinggi mengindikasikan konsentrasi TDS yang tinggi (Pasisingi
et al, 2014).
2.2.9. Warna
2.2.10. Bau
Beberapa sumber utama bau adalah hidrogen sulfida dan senyawa organik
yang dihasilkan oleh dekomposisi anaerob. Selain menyebabkan keluhan, bau
mungkin merupakan salah satu tanda dari adanya gas beracun atau kondisi anaerob
pada unit yang dapat memiliki efek merugikan bagi kesehatan atau
dampak lingkungan (Vanatta, 2000).
III. MATERI DAN METODE
3.1. Materi
3.1.1. Alat
Tabel 1. Alat praktikum
3.1.2. Bahan
3.2. Metode
3.2.1. Suhu
Termometer celcius dengan bantuan nilon di celupkan ke dalam badan air yang
akan diteliti selama ± 10 menit. Angka yang tertera pada skala termometer yang
konstan di catat.
3.2.4. Kekeruhan
Pengukuran kekeruhan dilakukan dengan menggunakan alat turbidimeter.
Turbidimeter terlebih dahulu dikalibrasi dengan larutan standar yang ada. Setelah itu
kuvet diisi dengan air sampel, diukur, dan dicatat hasilnya.
Keterangan :
A = berat kertas saring + residu (mg)
B = berat kertas saring (mg)
Keterangan
X1 = Pembacaan Secchidisc Awal tidak terlihat (m)
4.1. Hasil
4.2. Pembahasan
4.2.1. Suhu
Suhu Sungai Kranji
32 Standar baku
30 mutu maximum
28
Suhu (°C)
Standar baku
26
mutu minimum
29.3
24 27.3
25.9
22
20
hulu tengah hilir
Suhu Sungai Kranji
Stasiun
Suhu perairan dapat mengalami perubahan sesuai dengan musim, letak lintang suatu
wilayah, ketinggian dari permukaan air laut, letak tempat terhadap garis edar matahari,
waktu pengukuran dan kedalaman air. Kenaikan suhu menyebabkan terjadinya
peningkatan konsumsi oksigen, tetapi di lain pihak juga menyebabkan turunnya
kelarutan oksigen dalam air. Suhu suatu perairan merupakan salah satu faktor penting
dalam mempelajari gejala-gejala fisika di perairan. Suhu perairan dapat mempengaruhi
kehidupan hewan dan tumbuhan yang ada di perairan tersebut (Pratomo, 2001 dalam
Endi 2016).
Berdasarkan hasil data didapat bahwa suhu di Sungai Kranjik daerah hulu nilai
suhunya 25,9 ℃ , daerah tengah nilainya 29,3 ℃ dan hilir nilainya 27,3 ℃.suhu
disetiap bagian berbeda-beda Namun suhu air sungai dapakarena suhu t dipengaruhi
oleh variasi musim, iklim elevasi dan vegetasi sepanjang aliran sungai. Pada suatu
perairan suhu air tidak begitu banyak mengalami perubahan dibandingkan dengan suhu
udara. Hal itu disebabkan panas jenisnya lebih tinggi dari udara (Allan 2001 dalam
Herdina 2014).
Dari hasil grafik tersebut didapatkan nilai suhu tertinggi di bagian tengah sebesar
29,3 ℃ dan suhu paling kecil dibagian hulu yaitu 25,9 ℃.Perbedaan nilai suhu
maksimun dan minimun tersebut dapat terjadi kemungkinan karena faktor perbedaan
waktu dan penetrasi cahaya matahari. Menurut Dallas (2008), bahwa suhu di hulu lebih
rendah dari tengah dan hilir. Faktor ketinggian tempat juga mempengaruhi tinggi
rendahnya suhu pada air sungai. Tingginya suhu disebabkan oleh tingginya cahaya dan
adanya pencampuran air, serta oleh faktor aktifitas yang ada pada stasiun tersebut.
Tingginya suhu air berkaitan dengan besarnya intensitas cahaya matahari yang masuk
keperairan, karena intensitas cahaya yang masuk menentukan derajat panas. Semakin
banyak sinar matahari yang masuk maka suhu semakin tinggi dan bertambahnya
kedalaman akan mengakibatkan suhu menurun (Nisa, dkk. 2015).
Standar baku mutu suhu minimum dan maksimum suatu perairan tawar
berdasarkan PP RI no. 82 tahun 2001 tentang pengelolaan kualitas air dan pengendalian
pencemaran air yaitu sebesar 27 ˚C dan 32 ˚C, maka suhu perairan sungai Kranji pada
bagian tengah dan hilir masuk kedalam standar baku mutu tersebut. Suhu yang stabil
didalam suatu perairan adalah 250C – 300C. Suhu yang layak bagi kehidupan organisme
yaitu 250C – 280C.
(Kecepatan Arus
Kecepatan arus merupakan salah satu parameter fisik yang biasa digunakan
dalam studi kualitas suatu perairan. Kecepatan arus air di sungai tergantung pada
kemiringan, kekasaran substrat, kedalaman, dan lebar sungai, dan musim (musim hujan
atau kemarau) (Jukri, 2013). Arus sangat berperan dalam sirkulasi air.Selain pembawa
bahan terlarut dan tersuspensi, arus juga mempengaruhi jumlah kelarutan oksigen dalam
air. Kekuatan arus dapat mengurangi organisme penempel (fouling) pada jaring
sehingga desain dan konstruksi keramba harus disesuaikan dengan kecepatan arus serta
kondisi dasar perairan (lumpur, pasir, karang) (Affan, 2012).
Berdasarkan hasil data didapat bahwa kecepatan arus di Sungai Kranji daerah hulu
nilainya 0,81 m/s, daerah tengah nilainya 0,39 m/s dan hilir nilainya 0,55 m/s.
Perbedaan kecepatan arus dipengaruhi karena perbedaan substrat. Pada arus yang lebar,
deras dan dangkal atau saluran yang sangat licin kecepatan maksimum sering terjadi di
permukaan bebas (Junaidi, 2014).
Dari hasil grafik tersebut didapatkan nilai Kecepatan arus tertinggi di bagian
hulu sebesar 0,81 m/s dan suhu paling kecil dibagian tengah yaitu 0,39 m/s. Perbedaan
kecepatan arus dimungkinkan karena jika dilihat dari faktor penghambat kecepatan air
yakni antara lain: substrat sungai banyak mengandung lumpur, seresah, dan serat-serat
organik yang tersebar diseluruh perairan (Farichi dkk, 2013).
Standar baku mutu kecepatan arus minimum dan maksimum suatu perairan
tawar berdasarkan PP RI no. 82 tahun 2001 tentang pengelolaan kualitas air dan
pengendalian pencemaran air yaitu sebesar 0,2 m/s dan 0,5 m/s , maka kecepatan arus
perairan sungai Kranji bagian tengah masuk kedalam standar baku arus mutu tersebut,
dapat dikatakan kecepatan di bagian tengah normal sedangkan kecepatan arus hulu dan
hilir cukup deras.
1.4
1.2
Debit air (m³/s)
0.8
0.6 1.06
0.82
0.4
0.53
0.2
hulu tengah hilir
Stasiun Debit Air Sungai Kranji
Debit adalah volume air yang mengalir per satuan waktu. Waktu konsentrasi
adalah waktu yang diperlukan limpasan air hujan dari titik terjauh menuju titik kontrol
yang ditinjau. Pengukur kecepatan aliran air dapat dijadikan sebagai sebuah alat untuk
memonitor dan mengevaluasi neraca air suatu kawasan melalui pendekatan potensi
Berdasarkan hasil data didapat bahwa debit air di Sungai Kranji daerah hulu
nilainya 1,06 m3/s, daerah tengah nilainya 0,53 m3/s dan hilir nilainya 0,82 m3/s.
Perbedaan nilai debit ini dikarenakan oleh lebar dan kedalaman sungai. Kecepatan arus
juga dapat mempengaruhi debit air. Pada musim hujan volume air relatif lebih besar
Selain itu penggunaan air oleh masyarakat juga berpengaruh terhadap berkurangnya
debit air terutama di daerah hilir. Debit air sungai dapat sebagai indikator beban
pencemaran di sungai (Agustiningsih, 2012).
Berdasarkan grafik dapat dilihat nilai debit air tertinggi ada di bagian hulu sebesar
1,06 m3/s, dan nilai terendah ada di tengah sebesar 0,53 m3/s. Debit air dipengaruhi
oleh beberapa faktor yaitu curah hujan debit air juga dipengaruhi oleh aliran air yang
masuk dalam sungai yang membawa bahan terlarut akibat erosi pada suatu badan
perairan. Kecepatan arus juga dapat mempengaruhi debit air. Musim hujan volume air
relatif lebih besar dibanding dimusim kemarau. Sedangkan pada musim kemarau panas
matahari menyebabkan terjadinya penguapan sehingga debit air berkurang di musim
kemarau. Selain itu penggunaan air oleh masyarakat juga berpengaruh terhadap
berkurangnya debit air terutama di daerah hilir. Debit air sungai dapat sebagai indikator
beban pencemaran di sungai (Agustiningsih ,2012).
4.2.3. Kek
eruhan
3
2.5
2
1.5 2.96
2.54 2.62
1
0.5
0
Hulu Tengah Hilir Kekeruhan Sungai Kranji
Stasiun
cahaya yang diserap dan dipancarkan oleh bahan-bahan yang terdapat dalam air.
Kekeruhan disebabkan oleh bahan organik dan anorganik baik tersuspensi maupun
terlarut seperti lumpur, pasir, bahan organik seperti plankton dan mikroorganisme
lainnya. Tingginya kisaran rata-rata kekeruhan diakibatkan oleh Musim Angin Utara
dengan kecepatan angin berkisar antara 8 – 10 knot/jam serta landainya dasar perairan
Berdasarkan hasil yang didapatkan nilai kekeruhan pada sungai Kranji bagian
hulu yaitu 2,54 NTU,bagian tengah yaitu 2,96 NTU dan pada bagian hilir yaitu 2,62
yang tersuspensi dan terlarut (misalnya lumpur dan pasir halus) maupun bahan organic
dan anorganik yang berupa plankton dan mikroorganisme lain. Semakin tinggi nilai
padatan tarsuspensi, nilai kekeruhan juga akan menjadi semakin tinggi. Kekeruhan pada
sungai pada saat banjir lebih banyak disebabkan oleh bahan – bahan tersuspensi yang
berukuran lebih besar, yang berupa lapisan permukaan tanah yang terbawa oleh aliran
Kekeruhan tertinggi pada daerah tengah yaitu 2,96 NTU dan terendah pada
daerah hulu yaitu 2,54 NTU. Kekeruhan yang tinggi menyebabkan rendahnya intensitas
RI no. 82 tahun 2001 tentang pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air
yaitu sebesar 5 NTU, kekeruhan perairan sungai Kranji pada bagian hulu, tengah, dan
hilir tidak melebihi standar baku mutu tersebut, maka dapat dikatakan di bagian hulu,
4.2.4. DH
L
DHL Sungai Kranji
200
180
160
140
DHL (μS/cm) 120 Standar baku
minimum
100
80
60 109.3 DHL Sungai Kranji
40 87.3 80.3
20
0
Hulu Tengah Hilir
Stasiun
Besarnya nilai daya hantar listrik digunakan sebagai indikator tingkat kesuburan
perairan.Tingginya daya hantar listrik menandakan banyaknya jenis bahan organik dan
mineral yang masuk sebagai limbah ke perairan. Pada kondisi normal, perairan
memiliki nilai DHL berkisar antara 20 - 1500 µS/cm (Boyd, 1979 dalam Soraya 2014).
Daya Hantar Listrik (DHL) adalah gambaran numerik dari kemampuan air untuk
menghantarkan aliran listrik. Oleh karena itu, semakin banyak garam-garam terlarut
yang dapat terionisasi, semakin tinggi pula nilai DHL (Pasisingi et al, 2012).
bagian hulu yaitu 87,3 μmhos/cm, bagian tengah yaitu 80,3 μmhos/cm dan bagian hilir
Berdasarkan grafik nilai DHL tertinggi di hilir sebesar 109,3 μS/cm dan nilai
terendah di tengah sebesar 80,3 μS/cm. Konduktifitas suatu perairan sebanding dengan
konsentrasi ion-ion utaama yang terlarut di dalam air, seperti Mg2+, Ca2+, K+, dan Cl-.
Ion-ion terlart biasanya berasal dari sisa pakan atau partikel-partikel lain yang
mengendap di dasar suatu perairan (Sari, 2015). Nilai DHL pada perairan rawa banjiran
berkisar 20 – 80 μS/cm cenderung masih baik untuk mendukung kehidupan ikan
(Soraya dkk, 2014).
Standar baku mutu Daya Hantar Listrik minimum dan maksimum suatu perairan
tawar berdasarkan PP RI no. 82 tahun 2001 tentang pengelolaan kualitas air dan
pengendalian pencemaran air yaitu 139 μS/cm dan 186 μS/cm, maka pada perairan
tersebut daya hantar listrik belum memasuki atau belum sesuai dengan standar baku
mutu yang berlaku.
4.2.5. Kedalaman
0.7
0.6
0.5 Kedalaman Sungai Kranji
0.4 0.65
0.49 0.47
0.3
0.2
Hulu Tengah Hilir
Stasiun
Penetrasi Cahaya
40
standar baku
35 maksimum
Penetrasi Cahaya (cm)
30
25
20
Penetrasi Cahaya Sungai
15 28.5 Ktranji
24.35
10 19.8
standar baku
5 minimum
0
Hulu Tengah Hilir
Stasiun
satuan meter. Niliai penetrasi cahaya dipengaruhi oleh keadaan cuaca, waktu
pengukuran dan padatan tersuspensi serta ketelitian orang yang melakukan pengukuran
(Irawan, 2013).
Berdasarkan hasil yang didapatkan, penetrasi cahaya padabagian hulu yaitu 28,5
cm, bagian tengah yiatu sebesar 19,8 cm dan pada bagian hilir yaitu sebesar 24,35
cm.Menurut Asmara (2005) semakin tinggi kedalaman secci disk semakin dalam
penetrasi cahaya ke dalam air, yang selanjutnya akan meningkatkan ketebalan lapisan
air yang produktif. Penetrasi cahaya badan perairan di pengaruhi oleh banyak tidaknya
Berdasarkan grafik nilai penetrasi cahaya tertinggi yaitu pada bagian hulu
sebesar 28,5 cm, dan nilai terendah pada bagian tengah sebesar 19,8 cm. Asmara (2005)
bahwa semakin tinggi kedalaman secci disk semakin dalam penetrasi cahaya kedalam
air, yang selanjutnya akan meningkatkan ketebalan lapisan air yang produktif. Tebalnya
lapisan air yang produktif memungkinkan terjadinya pemanfaatan unsur hara secara
kontinyu oleh produsen primer (Nisa dkk, 2015). Kecerahan yang baik bagi usaha
budidaya budidaya ikan dan biota lainnya berkisar 30 – 40 cm. Bila kecerahan sudah
mencapai kedalaman kurang dari 25 cm, berarti akan terjadi penurunan oksigen terlarut
secara dratis (Richard dkk, 2013).
Standar baku mutu kecerahan minimum dan maksimum suatu perairan tawar
berdasarkan PP RI no. 82 tahun 2001 tentang pengelolaan kualitas air dan pengendalian
pencemaran air yaitu sebesar 20 – 40, maka dapat dikatakan sungai kranji bagian hulu
dan hilir masuk ke standar baku mutu,sedangkan untuk bagian tengah masih dibawah
standar baku mutu.
4.2.9. Warna
Warna air ditentukan secara organoleptik yang memberikan hasil yaitu pada
bagian hulu wrna putih, tengah warna coklat kehijauaan, hilir warna putih keruh. Air
yang berwarna berarti mengandung bahan-bahan lain yang berbahaya bagi kesehatan.
Warna pada air dapat disebabkan oleh kontak antara air dengan zat organik yang sudah
lapuk sehingga menghasilkan senyawa yang larut, unsur Fe dan Mn dan kadar yang
tinggi, senyawa-senyawa lainnya seperrti zat warna yang digunakan dalam pencelupan,
adanya tannin, lignin dan humus serta adanya bahan kimia atau mikroorganik
(plankton) yang terlarut dalam air (Rahayu, 2011 dalam Harahap et al., 2012).
bagian hulu yaitu Tidak Berwarna,bagian tengah yaitu cokelat kehijauan dan bagian
adalah warna yang hanya disebabkan oleh bahan-bahan kimia terlarut.Warna tampak
adalah warna yang tidak hanya disebabkan bahan terlarut tetapi juga oleh bahan
tersuspensi.Kadar warna diambil dengan satuan TCU (true color unit) yang berarti
warna ditimbulkan karena adanya bahan-bahan kimia terlarut (Krisnandi, 2009 dalam
Dyah 2012).
Standar baku mutu Warna air suatu perairan tawar berdasarkan PP RI no. 82
tahun 2001 tentang pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air yaitu
tidak berwarna, maka dapat disimpulkan perairan sungai Kranji tidak memenuhi standar
4.3.0. Bau
Bau yang ditimbulkan oleh suatu perairan dapat disebabkan oleh limbah-
limbah, organisme perairan yang mati dan lain-lain. Berdasarkan pengamatan yang telah
dilakukan semua bagian badan sungai dari hulu berbau amis, pada bagian tengah
detergen dan hilir berbau limbah kayu. Perairan yang memancarkan bau terjadi karena
adanya degradasi biologis. Tidak hanya itu masuknya limbah ke sungai dapat
mempengaruhi bau perairan. Air yang memancarkan bau organik yang buruk dan
berbahaya tidak cocok untuk usaha budidaya (Krisnandi, 2009).
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
5.2. Saran
.
LAMPIRAN
1.2. Perhitungan
Penetrasi Cahaya
(𝑋1 + 𝑋2) Kecepatan Arus (v)
a. Hulu: S = 10 m; t1 = 13s,
2
t2 = 15s, t3 = 10s
Rumus : 𝑠 10
V1=𝑡 = 13 = 0,77 𝑚/𝑠
Keterangan: 𝑠 10
PC = Penetrasi Cahaya V2 =𝑡 = 15 = 0,67 𝑚/𝑠
𝑠 10
X1 = Pembacaan Secchidisc awal V3 = 𝑡 = 10 = 1 𝑚/𝑠
tidak terlihat Vrata-rata
X2 = Pembacaan Secchidisc awal 0,77+0,67+1
terlihat = = 0,81 𝑚/𝑠
3
b. Tengah: S = 10 m; t1 = 24s,
1. Hulu : X1 = 30,3 cm ; t2 = 27s, t3 =26s
X2 = 26,7 cm 𝑠 10
V1 =𝑡 = 24 = 0,42m/s
∑ PC rata-rata 𝑠 10
30.3 + 26.7 V2 = = 27 = 0,37m/s
= 𝑡
𝑠 10
2
V3 = 𝑡 = 26 = 0,38m/s
= 28,5 cm
Vrata-rata
2. Tengah : X1 = 20,9 cm ;
0,42+0,37+0,38
X2 = 18,7cm = = 0,39m/s
3
∑ PC rata-rata
20.9 + 18.7 c. Hilir: S = 10 m; t1 = 19s,
= t2 = 21s, t3 = 16s
2
𝑠 10
= 19,8 cm V1 =𝑡 = 19 = 0,53m/s
3. Hilir : X1 = 25,1 cm ; 𝑠 10
V2 =𝑡 = 21 = 0,48m/s
X2 = 23,6 cm 𝑠 10
∑ PC rata-rata V3 = = = 0,63m/s
𝑡 16
25.1 + 23.6
= 2
Vrata-rata
= 24,35 cm
0,53+0,48+0,63
= = 0,55 m/s
3
Suhu
a. Hulu: T.Ki = 26,2⁰C;
Kedalaman
T.T = 25,9⁰C ;T.Ka = 25,6⁰C
Suhu rata-rata Hulu
26,2+25,9+25,6 Kedalaman rata-rata
= = 25,90C 0,45 + 0,57 + 0,46
3
=
b. Tengah: T.Ki = 29,8⁰C ; 3
T.T = 28,9⁰C ;T.Ka = 29,3⁰C = 0,493 𝑚
Suhu rata-rata Tengah
Kedalaman rata-rata
29,8+28,9+29,3
= = 29,30C 0,42 + 0,49 + 0,51
3 =
3
c. Hilir: T.Ki = 27,4⁰C; = 0,473 𝑚
T.T = 26,9⁰C; T.Ka = 27,5⁰C Hilir
Suhu rata-rata Kedalaman rata-rata
27,4+26,9+27,5
= =27,30C
3
0,62 + 0,69 + 0,66 A4 =
(43+37)𝑥 50
= 2000 cm2
= 2
3
= 0,657 𝑚 A5 = 35 x 50 = 1750 cm2
(35+29)𝑥 50
A6 = = 1600 cm2
2
(39+33)𝑥 50
Vrata
A5 = = 1800 cm2 = 0,53 + 0,48 + 0,63
2
(35+29)𝑥 50 = 1,64/3 = 0,55m/s
A6 = = 1600 cm2 20 𝑥 50
2 A1 = 2 = 500 cm2
(27+22)𝑥 50
A7 = = 1225 cm2 (17+24)𝑥 50
2 A2 = = 1025 cm2
A8 = 15 x 50 = 750 cm 2 2
10 𝑥 50 A3 = 30 X 50 = 1500 cm2
A9 = = 250 cm2 (36+37)𝑥 50
2
2 2
A4 = = 1825 cm2
Atotal = 13100cm = 1,31m 2
DHL
Hulu
DHL rata-rata
87+ 86 + 89
= 3
= 87.3 µS/cm
Tengah
DHL rata-rata
80 + 78 + 83
= 3
= 80.3 µS/cm
Hilir
DHL rata-rata
110 +114 + 105
= 3
=
109.3µS/cm
ACARA II
Oleh :
Nama : Abdul Rahman
NIM : L1A018024
2.1. Sungai
3.1. Materi
3.1.1. Alat
3.1.2. Bahan
4.2. Pembahasan
4.2.1. pH
pH sungai Kranji
7.7
7.65
7.6
7.55
7.68
7.5
7.45 7.56
7.48
7.4
7.35
HULU TENGAH HILIR
pH Sungai Kranji
Bahan kimia yang terkandung dalam suatu perairan memberikan respon kimia
pada kondisi perairan tersebut. Perubahan pH dan konsentrasi oksigen menjadi indikator
untuk kualitas air. Nilai pH merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
produktifitas perairan. Nilai pH pada suatu perairan mempunyai pengaruh yang besar
Berdasarkan grafik di atas nilai derajat keasaman tertinggi ada di hulu sebesar
7,682 dan nilai terendah ada di hilir sebesar 7,48.Toleransi organisme air terhadap pH
bervariasi, hal ini tergantung pada suhu air, oksigen terlarut, keberadaan anion dan
kation serta jenis dan stadium organisme (Fajri, dkk. 2013). Kenaikan pH pada badan
perairan biasanya akan diikuti dengan semakin kecilnya kelarutan dari senyawa-
senyawa logam. Umumnya pada pH yang semakin tinggi, maka kestabilan akan
bergeser dari karbonat ke hidroksida. Hidroksida ini mudah sekali membentuk ikatan
permukaan dengan partikel-partikel yang terdapat pada badan perairan , lama-kelamaan
persenyawaan yang terjadi antara hidroksida dengan partikel-patikel yang ada di badan
perairan akan mengendap membentuk lumpur (Aziz, 2013).
Standar baku mutu untuk pH di perairan berdasarkan PP RI No. 82 tahun 2001
tentang pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air yaitu berkisar antara
6 – 9, maka dapat dikatakan bahwa perairan tersebut standar pH sudah memenuhi
standar baku mutu air. pH perairan yang mendukungkehidupan organisme adalah 5-9,
apabila krang dari it maka organisme perairan akan mengalami kematian (Siska & Thamrin,
2013).
4.2.2 CO2
KARBONDIOKSIDA BEBAS
5
4.5
4
3.5
3
2.5
4.4
2
1.5 3.19
1 1.87
0.5
0
HULU TENGAH HILIR
KARBONDIOKSIDA BEBAS
Kadar karbondioksida diperairan dapat mengalami pengurangan, bahkan hilang
akibat proses fotosintesis, evaporasi dan agitasi air. Kadar karbondioksida di hulu,
tengah dan di hilir berbeda disebabkan karena adanya arus dan angin diduga
menyebabkan bergeraknya massa CO2 terlarut ini. Selain faktor cuaca seperti kecepatan
angin, arah angin dan curah hujan, salinitas dan pH juga mempengaruhi konsentrasi
pada bagian hulu 1,87 mg/L,bagian tengah adalah 3,19 mg/L dan hilir adalah 4.4 mg/L.
Dari hasil tersebut bisa disimpulkan bahwa kandungan CO2 bebas dari hulu ke hilir
dimanfaatkan untuk perikanan adalah < 5 mg/L. Boyd (1988) dalam Siregar (2015)
ditolerir oleh organisme akuatik, dengan syarat disertai kadar oksigen yang cukup.
Maka, kandungan CO2 bebas pada perairan Sungai Jengok masih cukup normal atau
4.2.3. COD
chemical oxygen demand
12
10
6
9.8
4 7.703
5.467
2
0
hulu tengah hilir
4.2.4. DO
DISOLVED OXYGEN
9
4 7.8
3
5.4
2
3.4
1
0
HULU TENGAH HILIR
DISOLVED OXYGEN
Oksigen terlarut adalah gas oksigen yang terlarut dalam air. Oksigen
terlarut dalam perairan merupakan faktor penting sebagai pengatur
metabolisme tubuh organisme untuk tumbuh dan berkembang biak. Sumber
oksigen terlarut dalam air berasal dari difusi oksigen yang terdapat di
atmosfer, arus atau aliran air melalui air hujan serta aktivitas fotosintesis oleh
tumbuhan air dan fitoplankton (Mahajan, 2015).
Berdasarkan grafik nilai oksigen terlart tertinggi ada di hulu sebesar 7,8 mg/L
dan nilai terendah ada di hilir sebesar 3,4 mg/L. Tingginya nilai oksigen terlarut pada
perairan diduga karena sedikitnya aktivitas manusia di kawasan ini, sehingga tidak
memberikan pengaruh langsung pada kandungan oksigen terlarut (Fajri, 2013).
Oksigen memegang peranan penting sebagai indikator kualitas perairan, karena
oksigen terlarut berperan dalam prosesoksidasi dan reduksi bahan organik dan
anorganik. Karena proses oksidasi dan reduksi inilah maka peranan oksigen terlarut
sangat penting untuk membantu mengurangi beban pencemaran pada perairan secara
alami (Azwar, dkk. 2013).
Standar baku mutu untuk Dissolved Oxygen di perairan berdasarkan PP RI No.
82 tahun 2001 kelas II tentang pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran
air yaitu berkisar antara > 2 mg/L, maka dapat dikatakan bahwa perairan tersebut
standar pH sudah memenuhi standar baku mutu air (Kelas II) untuk budidaya ikan air
tawar. Menurut Frasawi (2013) menyatakan bahwa DO >5 mg/L sangat baik untuk
kelangsungan kegiatan budidaya ikan.
4.2.5. BOD
Biochemical Oxygen Demand
0.9
0.8
0.7
0.6
0.5
0.4 0.8
0.3
0.2 0.4
0.1 0.178
0
HULU TENGAH HILIR
SARAN DAFTAR
PUSTAKA
LAMPIRAN
ACARA III
Oleh :
Nama : Abdul Rahman
NIM : L1A018024
Air merupakan sumber daya alam yang diperlukan untuk hajat hidup orang
banyak, bahkan oleh semua makhluk hidup. Oleh karena itu sumber daya air
tersebut harus dilindungi agar tetap dapat dimanfaatkan dengan baik oleh
satu sumber air yang banyak dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan hidup
ekosistem yang sangat penting bagi manusia. Sungai juga menyediakan air bagi
Di dalam suatu sistem Daerah Aliran Sungai, sungai yang berfungsi sebagai
wadah pengaliran air selalu berada di posisi paling rendah dalam landskap
bumi, sehingga kondisi sungai tidak dapat dipisahkan dari kondisi Daerah
Aliran Sungai (PP 38 Tahun 2011). Kualitas air sungai dipengaruhi oleh kualitas
pasokan air yang berasal dari daerah tangkapan sedangkan kualitas pasokan
air dari daerah tangkapan berkaitan dengan aktivitas manusia yang ada di
dalamnya (Wiwoho, 2005 dalam Dyah 2012). Perubahan kondisi kualitas air
pada aliran sungai merupakan dampak dari buangan dari penggunaan lahan
dari kegiatan industri, rumah tangga, dan pertanian akan menghasilkan limbah
gastropoda (Kristanto, 2004 dalam Ayu et al., 2015). Oleh karena itu, perlunya
1.2. Tujuan
Tujuan dari praktikum acara analisis sifat biologi air di Sungai Jengok
adalah untuk mengetahui perbedaan sifat biologi air sungai Jengok pada
2.1. Sungai
2.1.1. Sungai
Menurut Effendi (2003) dalam Ayu et al (2015), sungai merupakan sumber
dengan baik akan berdampak negative terhadap sumber daya air, diantaranya
kerusakan dan bahaya bagi makhluk hidup yang bergantung pada sumber
daya air. Bahan pencemar (polutan) adalah bahan-bahan yang bersifat asing
bagi alam atau bahan yang berasal dari alam itu sendiri yang memiliki suatu
Sungai terdapat interaksi antara faktor biotik dan abiotik. Faktor biotik
Sungai memiliki dua daerah (zona) utama, yaitu zona air deras daerah
yang dangkal di mana kecepatan arus cukup tinggi untuk menyebabkan dasar
sungai bersih dari endapan dan materi lainnya, sehingga dasarnya padat, zona
ini dihuni oleh benthos yang beradaptasi khusus atau organisme perifitik yang
dapat melekat atau berpegangan kuat pada dasar sungai dan ikan perenang
kuat. Zona Air Tenang yaitu bagian air yang dalam dimana kecepaan arus telah
berkurang, maka lumpur dan materi yang berada dalam air cenderung
mengendap pada dasar perairan, sehingga dasarnya lunak dan tidak sesuai
untuk benthos permukaan tapi cocok untuk penggali nekton dan beberapa
2.2.1. Bentos
Benthos adalah organisme yang mendiami dasar perairan dan tinggal di
dalam atau melekat pada sedimen dasar perairan. Berdasarkan ukuran tubuhnya
benthos dapat dibagi atas makrobenthos yaitu kelompok benthos yang berukuran
>2 mm, meiobenthos yaitu kelompok benthos yang berukuran 0,2–2 mm, dan
mikrobenthos yaitu kelompok benthos yang berukuran <0,2 mm (Barus, 2004).
2.2.2. Makrobentos
Makrobenthos merupakan organisme yang melekat atau beristirahat pada
dasar atau hidup pada sedimen dasar (Hariyanto et al., 2008). Perairan yang
tercemar akan mempengaruhi kelangsungan hidup makrobenthos karena
makrobenthos merupakan organisme air yang mudah terpengaruh oleh adanya
bahan pencemar, baik pencemar fisik maupun kimia.
2.2.3. Kepadatan
Kepadatan makrobentos harus diperhatikan untuk mengetahui seberapa
banyak organisme yang berada pada daerah yang diamati. Saat mencari
Kepadatan yang tidak berbeda dari kedua perairan disebabkan oleh persediaan
2.2.4. Keragaman
Keragaman makrozoobentos menunjukan ekspresi sintetik kualitas air
sungai tersebut (Angeleier, 2003 dalam Saiful 2014). Pada saat ini penggunaan
bioindikator menjadi sangat penting untuk memperlihatkan hubungan antara
lingkungan biotik dengan non-abiotik. Bioindikator ekologis merupakan
kelompok organisme yang sensitive dan dapat dijadikan petunjuk bahwa mereka
dipengarui oleh tekanan akibat dari kegiatan manusia dan destruksi system
biotik (Alis dan Fajar, 2007 dalam Saiful 2014).
III. MATERI DAN METODE
3.1. Materi
3.1.Alat
Tabel 1. Alat praktikum
3.2.Bahan
3.2. Metode
X=
ni
AxS
Dimana :
X = kepadatan individu/m2,
A = luas transek pengambilan sampel 1 x 1 m
S = jumlah transek pengambilan sampel (....kali)
ni = jumlah individu suatu spesies/genus ke-i
4.1. Hasil
Tabel 3. Sifat Biologi Sungai Panemon
Jumlah
Stasiun Genus Spesies Tepi Tepi Total Kepadatan Keragaman
Tengah
Kiri Kanan
Hulu SulcoSulcosp 15 8 11 34 11.33 0
spiraira individu/
testudin m2
aria
Tengah Soma Sulcosp 9nj 5 6 20 6.67 3.09
nniath ira individu/
elphu testudin m2
sa aria
Thiar Thiara 1 0 0 1 0.33
a scabra individu/
m2
Hilir Sulco Sulcosp 11 9 9 29 9.67 2.81
spira ira individu/
testudin m2
aria
Parat Parath 0 2 0 2 0.67
helpu elpusa individu/
sa convex m2
a
4.2. Pembahasan
4.2.1. Kepadatan
Keragaman dan kelimpahan makrobentos dapat dijadikan indikator
menjadi pakan alami bagi benih ikan. Bentos dapat ditemukan dalam keadaan
(Syamsul, 2013).
Berdasarkan hasil yang didapatkan, dari pengamatan sifat biologi di
dan spesies Thiara scabra total 1 buah dengan kepadatan 0.33 individu/ m2. Lalu
dengan kepadatan 9.67 individu/ m2 dan spesies Parathelpusa convexa total 2 buah
dengan kepadatan 0.67 individu/ m2 . Dari hasil tersebut dapat diketahui bahwa
dangkal biasanya memiliki variasi habitat yang lebih besar dari pada daerah
penting sebagai makanan alami untuk ikan, bentos juga memegang peranan
penting lainnya dalam ekosistem perairan.Bentos berperan dalam mineralisasi
dan merubah balik bahan organik dalam perairan, dan bentos menduduki
urutan kedua dan ketiga dalam kehidupan komunitas perairan (Odum, 1994
4.2.2. Keragaman
Keragaman merupakan karakteristik tingkat komunitas berdasarkan
Thiara scabra, dengan keragaman 3,09. Lalu di bagian hilir didapatkan spesies
Sulcospira testudinaria dan Parathelpusa convexa dengan keragaman 2,81. Hal ini
kemungkinan di daerah tengah dan hulu sudah tercemar oleh berbagai limbah
penciri habitat. Semakin dalam substrat dasar suatu perairan, maka semakin
Kelompok kedua dicirikan oleh kedalaman serta fraksi substrat berupa debu,
adalah famili Tubificidae dan family Chironomidae (Beck dan Driver dalam
SARAN DAFTAR
PUSTAKA
2.
Hendra Febbyanto*, Bambang Irawan, Noer Moehammadi, Thin Soedarti.
STUDI KELIMPAHAN DAN JENIS MAKROBENTHOS DI SUNGAI CANGAR DESA
SUMBER BRANTAS KOTA BATU.
Departemen Biologi, Fakultas Sains dan Teknologi,
Universitas Airlangga.
Surabaya. n
LAMPIRAN
ACARA IV
Oleh :
Nama : Abdul Rahman
NIM : L1A018024
Kolam merupakan badan air tergenang buatan manusia yang memiliki ciri
budidaya berbagai macam jenis ikan dengan sumber air umumnya berasal dari
waduk atau sungai yang dialirkan ke kolam-kolam melalui saluran irigasi, baik
yang dibangun khusus untuk mengairi kolam, maupun saluran irigasi yang
dibangun untuk mememuhi kebutuhan air bagi lahan pertanian secara umum.
2013)
Perairan lentik adalah kumpulan masa air yang relatif diam atau tenang
seperti danau, situ, rawa, waduk atau telaga. Adapun perairan lotik merupakan
suatu habitat perairan yang mengalir seperti sungai dan kanal. Situ merupakan
salah satu tipe perairan lentik, dalam kamus bahasa Indonesia diartikan sebagai
telaga atau danau, namun biasanya situ lebih kecil ukurannya dibandingkan
danau. Tipe perairan menggenang seperti rawa dan situ dicirikan dengan
tepian yang landai, kedalaman < 10 m, fluktuasi air 2–5 m, daerah derodon
luas, daerah tangkap hujan sedang, masa simpan air sedang, pengeluaran air
chart), pH tanah kering, berat jenis tanah, bahan organik tanah dan N total
Hasibuan, 2013).
1.2.Tujuan
Tujuan praktikum analisis sifat fisik air kolam yaitu untuk mengetahui tentang
perbedaan analisis sifat fisik air kolam Pendederan Ikan Nilem (Osteochilus
hasselti)
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kolam
ciri ekologis hampir sama dengan danau. Kolam dibangun sebagai sarana
budidaya berbagai macam jenis ikan dengan sumber air umumnya berasal dari
waduk atau sungai yang dialirkan ke kolam-kolam melalui saluran irigasi, baik
yang dibangun khusus untuk mengairi kolam, maupun saluran irigasi yang
dibangun untuk mememuhi kebutuhan air bagi lahan pertanian secara umum.
Balai Benih dan Induk Ikan Air Tawar (BBIIAT) Karang Intan adalah salah satu
Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) di bawah Dinas Perikanan dan Kelautan
Tugas pokok dan fungsi UPTD ini, disamping sebagai penghasil benih
dan induk untuk keperluan Balai Benih Ikan (BBI) Lokal, Unit Pembenihan
(Hasibuan, 2013).
Kualitas air pada sumbernya (sungai dan saluran irigasi) maupun yang
sebagai akibat dari kondisi eksternal harian yang berhubungan dengan cahaya
matahari, iklim dan cuaca, juga dapat diakibatkan secara in situ oleh
2.2.1. Suhu
Suhu adalah salah satu faktor yang penting dalam suatu perairan untuk
mengukur temperatur lingkungan tersebut. Suhu merupakan salah satu faktor
yang penting dalam suatu perairan karena suhu merupakan faktor pembatas bagi
ekosistem perairan dan akan membatasi kehidupan organisme akuatik (Odum,
1971). Suhu sangat penting bagi berlangsungnya proses metabolisme dalam
perairan. Bagi komponen biotik, temperatur mempengaruhi kandungan gas
terlarut. Tiap-tiap organisme mempunyai suhu optimum dan minimum yang
berbeda-beda dalam hidupnya dan mempunyai kemampuan menyesuaikan diri
hingga titik tertentu, sehingga untuk menyesuaikan temperatur suatu habitat
yang lainnya dapat beradaptasi (Odum, 1971).
2.2.3. Kedalaman
perairan dasar, tengah dan permukaan. Kedalaman merupakan salah satu faktor
tempat bagi tanaman air yang menyediakan pakan bagi ikan dan rumah bagi
ikan-ikan kecil dan daerah dengan suhu yang lebih hangat akan mendorong
plankton dan hewan kecil (yang menjadi pakan ikan) untuk tumbuh di daerah
ini.
2.1.1. TSS
Zat padat tersuspensi (Total Suspended Solid) adalah semua zat padat (pasir,
lumpur, dan tanah liat) atau partikel-partikel yang tersuspensi dalam air dan dapat
berupa komponen hidup (biotik) seperti fitoplankton, zooplankton, bakteri, fungi,
ataupun komponen mati (abiotik) seperti detritus dan partikel partikel anorganik
(Boyd, 1982 dalam Ramadhan, 2012 ). Zat padat tersuspensi dapat
dikelompokkan menjadi zat padat terapung dan zat padat terendap. Zat padat
terapung ini selalu bersifat organik, sedangkan zat padat terendap dapat bersifat
organik dan anorganik (Ramadhan, 2012).
2.1.2. TDS
TDS (Total Dissolve Solid) adalah ukuran zat terlarut (baik itu zat organik
maupun anorganik, misalnya garam dan sebagainya) yang terdapat pada sebuah larutan.
TDS meter menggambarkan jumlah zat terlarut dalam Part Per Million (PPM) atau
sama dengan milligram per Liter (mg/L). Umumnya berdasarkan definisi di atas
seharusnya zat yang terlarut dalam air (larutan) harus dapat melewati saringan yang
berdiameter 2 micrometer (2×10-6 meter). Aplikasi yang umum digunakan adalah untuk
mengukur kualitas cairan biasanya untuk pengairan, pemeliharaan aquarium, kolam
renang, proses kimia, pembuatan air mineral, dan sebagainya. Setidaknya, kita dapat
mengetahui air minum mana yang baik dikonsumsi tubuh, ataupun air murni untuk
keperluan kimia (misalnya pembuatan kosmetika, obat-obatan, makanan, dan lain-lain)
(Insan, 2008 dalam Agustira, 2013).
2.1.3. Kekeruhan
Kekeruhan adalah ukuran yang menggunakan efek cahaya sebagai dasar untuk
mengukur keadaan air baku dengan skala NTU (nephelo metrix turbidity unit) atau JTU
(jackson turbidity unit) atau FTU (formazin turbidity unit), kekeruhan ini disebabkan
oleh adanya benda tercampur atau benda koloid di dalam air. Hal ini membuat
perbedaan nyata dari segi estetika maupun dari segi kualitas air itu sendiri. Kekeruhan,
disebabkan adanya kandungan Total Suspended Solid baik yang bersifat organik
maupun anorganik. Zat organik berasal dari lapukan tanaman dan hewan, sedangkan zat
anorganik biasanya berasal dari lapukan batuan dan logam. Zat organik dapat menjadi
makanan bakteri sehingga mendukung perkembangannya. Kekeruhan dalam air minum
tidak boleh lebih dari 5 NTU. Penurunan kekeruhan ini sangat diperlukan karena selain
ditinjau dari segi estetika yang kurang baik juga proses desinfeksi untuk air keruh
sangat sukar, hal ini disebabkan karena penyerapan beberapa koloid dapat melindngi
organisme dari desinfektan (Joko,tri. 2010 dalam Nuzula, 2013).
2.1.4. Konduktivitas
Warna adalah kenampakan visual dari badan air (jernih, coklat, atau hitam),
semakin gelap air menunjukkan bahwa kualitas air yang semakin jelek (Supangat dkk,
2002). Warna air dalam suatu perairan dipengaruhi oleh cahaya matahari yang masuk ke
perairan disebabkan oleh pembiasan yang dilakukan oleh air. Cahaya matahari akan
menyebabkan warna yang berbeda terhadap perairan yang satu dengan yang lainnya.
Warna perairan biasanya dikelompokkan menjadi 2, yaitu warna sesungguhnya (true
color) dan warna tampak (apparent color). Warna sesungguhnya adalah warna yang
hanya disebabkan oleh bahan-bahan kimia terlarut. Warna tampak adalah warna yang
tidak hanya disebabkan bahan terlarut tetapi juga oleh bahan tersuspensi.
2.1.6. Bau
Bau adalah udara yang ditangkap oleh indera penciuman. Persoalan bau di kolam secara
umum disebabkan oleh empat penyebab, antara lain: rendahnya tingkat kandungan
oksigen menyebabkan kondisi anaerob, beberapa tipe alga, polusi kimia dan kondisi
geologi. Peningkatan tingkat kandungan oksigen dan berputarnya air kaya oksigen di
dalam kolam, kondisi anaerob dapat diminimalkan dan gas bau dapat dihilangkan dari
air (Rochdianto, 1995). Effendi (2004) menyatakan bahwa kondisi perairan yang baik
untuk budidaya ikan adalah tidak berwarna dan tidak berbau.
III. MATERI DAN METODE
3.1. Materi
1.1 Materi
3.1.1. Alat
Tabel 1. Alat Praktikum
No Nama alat Ukuran/ jumlah Merek Fungsi
1. Keping Secchi Mengukur kedalaman dan
Diameter 10 cm/1
kecerahan
2. Termometer celcius Mengukur suhu badan
1
perairan kolam
3. Botol Winkler 6 Mengambil sampel air
4. Desikator Mendinginkan kertas
1
Whatman
5. Oven Mengeringkan kertas
1
Whatman
6. Erlenmeyer Menampung air yang sudah
tersaring
7. Gelas ukur Mengukur banyaknya
sampel air yang dipakai
8. Cawan porselen Sebagai wadah filtrat yang
sudah ditampung
9. Timbangan analitik Mengukur berat bahan-
1 bahan tersuspensi yang
tersaring
10. TDS meter 1 Lutron Mengukur nilai TDS
11. Turbidimeter 1 Lutron Mengukur kekeruhan air
3.1.2. Bahan
Tabel 2. Bahan Praktikum
No Nama bahan Ukuran/ jumlah Merek Fungsi
Badan perairan Untuk dilakukan
1 kolam pengukuran parameter
fisika
Sampel air Untuk dilakukan
2 pengukuran parameter
kimia
Kertas Whatman Untuk menyaring bahan-
3 No. 41 bahan padatan terlarut dan
tersuspensi
Larutan standar Untuk mengkalibrasikan
4
SiO2 Turbidimeter
3.2. Metode
3.2.1. Kedalaman
Pengukuran kedalaman menggunakan secci disk berukuran. Terlebih dahulu
masuk ke dalam badan perairan yang akan di ukur dan penentuan pengambilan titik
kedalaman. Masukan secci disk sampai dasar , liat skala di secci disk lalu diukur
kedalamanya dan dihitung kedalamnya.
3.2.3. Suhu
Pengukuran suhu dilakukan dengan menggunakan termometer celcius dengan
bantuan tali rafia dicelupkan ke dalam badan air yang akan diteliti selama kurang lebih
10 menit. Kemudian melakukan pencatatan setelah skala menunjukkan angka yang
konstan.
3.2.4. Kekeruhan
Pengukuran kekeruhan dilakukan dengan menggunakan alat turbiditimeter
dengan merk Lutron TU-2016. Turbiditi terlebih dahulu dikalibrasi dengan larutan
standar yang ada 15(0 NTU dan 100 NTU), setelah itu isi kuvet dengan air sampel,
kemudian diukur dan dicatat hasil pengukurannya
3.2.8. Bau
Bau pada kolam ditentukan dengan indera penciuman. Sampel air yang akan di
uji diambil ke dalam wadah, lalu dekatkan dengan hidung catat hasil yang di dapat.
4.1. Hasil
4.2. Pembahasan
4.2.1. Suhu
Suhu air mempengaruhi laju pertumbuhan dan perkembangan organisme,
keperluan oksigen, dan penguraian di perairan (Parihar, 2012).
Berdasarkan grafik tersebut suhu tertinggi pada pukul 13.00 sebesar
29,96 oC dan terendah pada pukul 05.30 sebesar 25,24 oC. Suhu perairan
mengalami fluktuasi setiap hari, terutama mengikuti pola suhu udara lingkungan,
intensitas cahaya matahari, letak geografis, penaungan, dan kondisi internal
perairan seperti kekeruhan, kedalaman, kecepatan arus, dan timbunan bahan
organik di dasar perairan. Meningkatnya suhu sebesar 10°C akan meningkatkan
laju metabolisme sebesar 2–3 kali lipat. Naiknya suhu menyebabkan kelarutan
oksigen dalam air menurun, sehingga organisme air sulit untuk respirasi. Suhu
udara yang baik untuk perkembangan organisme akuatik dan tidak menimbulkan
tekanan yang berbahaya berkisar antara 24 oC - 27 oC (Sinambela, 2015).
Standar baku mutu air menurut PP RI no. 82 tahun 2001 tentang
pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air mengenai kondisi
suhu perairan yang baik yaitu sebesar 21-30℃.
4.2.2. Penetrasi
Cahaya
Akan tetapi semakin besar nilai kecerahan pada suatu perairan, maka
05.30 pagi tidak terdapat penetrasi cahaya dan pada waktu siang hari
yaitu 13.00 sebesar 35 cm. Kecerahan kolam tertinggi pada pukul 13.00
sedangkan terendah pada pukul 05.30. Hal ini telah sesuai dengan
referensi bahwa kecerahan yang tinggi terjadi pada waktu siang hari
air. Makin besar kecerahan air, maka penetrasi cahaya juga makin tinggi,
tetapi semakin besar nilai kecerahan pada suatu perairan, maka suhu air
4.2.3. Kedalama
dan kedalaman pada waktu siang hari yaitu pukul 13.00 adalah 0.4833
bahan organik yang berupa kotoran ikan dan sisa pakan serta batas
4.2.5. TDS
TDS (Total Dissolve Solid) adalah ukuran zat terlarut (baik itu zat
berbagai zat terlarut (baik itu zat organik, anorganik, stsu material
lainnya) dengan diameter < 10-3 μm yang terdapat pada sebuah larutan
4.2.6. DHL
Daya Hantar Listrik (DHL) adalah kemampuan air untuk
menghantarkan arus listrik yang dipengaruhi oleh garam-garam terlarut
yang dapat terionisasi. DHL dipengaruhi oleh jenis ion, valensi, dan
konsentrasi. Daya hantar listrik berhubungan dengan pergerakan suatu
ion di dalam larutan ion yang mudah bergerak mempunyai daya hantar
listrik yang besar (Effendi, 2003 dalam Meilasari, 2014
Berdasarkan hasil data pada grafik dapat diketahui tingkat DHL
pada pukul 05.30 pagi yaitu sebesar 76 µmhos/cm dan tingkat DHL
pada pukul 13.00 sama yaitu sebesar 76 µmhos/cm. TDS akan tinggi
dengan banyaknya ionik yang bisa disebabkan oleh hasil ekskresi dari
mikroorganisme (Miefthawati, 2014).Nilai konduktivitas suatu larutan
dipengaruhi oleh zat yang terlarut didalamnya sebagai contoh larutan
garam (NaCl), semakin bnyak jumlah garam yang terlarut maka
konduktivitasnya semakin besar (Arthana, 2006 dalam Wiono, 2014).
Daya hantar listrik (DHL) yang semakin jauh darisumber pencemar
(limbah) justru memiliki nilai kandungan DHL semakin tinggi. DHL
merupakan kemampuandari substansi untuk menghantarkan arus
listrikyang berupa kadar garam yang terlarut (Uktiani, 2016)
Sesuia standar baku mutu PP RI No. 82 Tahun 2001 maka kolam
tersebut belum memenuhi kriteria dan kurang baik untuk kehidupan ikan.
4.2.7. Warna air
Warna yang disebabkan oleh senyawa organik yang mudah larut
dan beberapa ion logam ini disebut warna sejati, jika air tersebut
hijau bening dan pukul 13.00 berwarna hijau kecoklatan.Warna pada air
ion metal alam (besi dan mangan), plankton, humus, buangan industri,
dan tanaman air (Munfiah, 2013). Hal ini disebabkan oleh tipe substrat
kolam yaitu tanah berlumpur. Kemudian warna pada kolam yaitu pada
pagi hari warna tampak coklat, warna sesungguhnya coklat muda. Pada
yang baik tidak berwarna.sehingga kolam tersebut kurang baik untuk kehidupan
ikan.
4.2.8. Bau
Rasa dan bau pada air diakibatkan oleh material-material terlarut,
yang dapat berupa zatorganik seperti phenol dan khlorophenol. Bau dan
rasa merupakan sifat air yang sangat subyektif, karena itu sulit diukur,
tetapi bisa diidentifikasi seperti bau busuk, bau gas, rasa pahit, dan rasa
masam (Herlambang, 2006 dalam Sulistyorini, 2016). Bau pada air dapat
disebabkan karena benda asing yang masuk ke dalam air seperti bangkai
Berdasarkan hasil pengamatan bau air pada pukul 05.30 diperoleh tidak
berbau dan pada pukul 13.00 diperoleh sedikit amis. Bau amis yang ditimbulkan
berasal dari bau ikan itu sendiri karena sisa metabolisme yang berupa amoniak.
Amoniak merupakan salah satu bahan organik yang mempengaruhi bau kolam
itu sendiri. Selain itu, air yang berbau dapat disebabkan oleh reduksi sulfat
2012).
Standar baku mutu sesuai dengan PP RI No. 82 Tahun 2001 adalah kolam
yang baik tidak berbau..Maka kolam tersebut cukup baik untuk kehidupan ikan.
tanah liat. Pada perairan yang arusnya kuat, lebih banyak ditemukan
substrat yang kasar yaitu pasir atau kerikil karena partikel kecil akan
terbawa arus air. Jika perairannya tenang dan arusnya lemah, maka
lumpur halus akan mengendap (Brower and Zar, 1977 dalam Sari et al.,
2016).
Berdasarkan hasil pengamatan tipe substrat pada pukul 05.30 dan pada
pukul 13.00 menunjukkan tipe substrat yang sama yaitu berlumpur. Hal ini
sesuai dengan pendapat Saberina, dkk (2013) bahwa tanah dasar kolam yang
tidak dilakukan pengelolaan secara baik akan berdampak pada akumulasi
sedimen lunak di daerah kolam yang lebih dalam sehingga menjadi masalah
setelah 15-20 tahun bila dilakukan budidaya secara kontinyu. Faktor-Faktor
yang mempengaruhi substrat adalah kandungan bahan organik menggambarkan
tipe dan substrat dan kandungan nutrisi di dalam perairan. Tipe substrat berbeda-
beda seperti pasir lumpur dan tanah liat (Sembiring, 2008).
V. KESIMPULAN DAN
SARAN DAFTAR
PUSTAKA
LAMPIRAN
ACARA V
Oleh :
Nama : Abdul Rahman
NIM : L1A018024
sebagai sarana budidaya berbagai macam jenis ikan dengan sumber air
Perairan lentik adalah kumpulan masa air yang relatif diam atau
tenang seperti danau, situ, rawa, waduk atau telaga. Adapun perairan
lotik merupakan suatu habitat perairan yang mengalir seperti sungai dan
kanal. Situ merupakan salah satu tipe perairan lentik, dalam kamus
menggenang seperti rawa dan situ dicirikan dengan tepian yang landai,
tangkap hujan sedang, masa simpan air sedang, pengeluaran air atas
kering, warna tanah (Munsell color chart), pH tanah kering, berat jenis
tanah, bahan organik tanah dan N total tanah. Analisis karakteristik sifat
1.2. Tujuan
2.1. Kolam
2.2.5. Dst
III. MATERI DAN METODE
3.1. Materi
3.1.1 Alat
Tabel 1. Alat Praktikum
No Nama alat Ukuran/ jumlah Merek Fungsi
Milwaukee
1. pH meter 1 Mengukur pH air
MW 101
Digunakan dalam
2. Labu erlenmeyer 1 melakukan pengujian
parameter kimia
Mengukur volume larutan
sesuai kebutuhan
3. Tabung ukur 1
pengujian parameter
kimia
Digunakan dalam
4. Buret 3
melakukan titrasi
Digunakan untuk
5. Statip 3
menegakkan buret
Mengambil larutan dalam
6. Pipet tetes 4
volume kecil
Mengambil sampel air
7. Botol winkler 250 ml / 6
tanpa gelembung udara
Mengambil air sampel
8. Gelas ukur 100 ml / 1 dan larutan sesuai
kebutuhan
Digunakan untuk
9. Kamera digital 1
dokumentasi
10. Jarum suntik 1 Sebagai alat titrasi
Digunakan untuk
11. Botol mineral 600 ml / 3
pengambilan air sampel
3.1.2 Bahan
3.2 Metode
3.2.1 Derajat Keasaman (Ph)
Pengukuran menggunakan alat pH meter, setelah dikalibrasi sipkan air
sampel pada gelas dan celupkan elektroda kedalam gelas yang berisi air sampel,
tunggu sampai pH stabil dan catat hasil yang tertera pada alat.
1000
Kadar CO₂ bebas = x p x q x 22 mL/L
100
Keterangan :
setara CO2
3.2.4 DMA
Sampel air ambil dengan botol Winkler 250 ml, dengan gelas ukur ambil
100 ml dan pindahkan ke dalam labu erlenmeyer. Setelah itu tambahkan 3 tetes
indikator methyl orange (MO). Kemudian titrasi dengan larutan HCl 0,1 N sampai
larutan berwarna merah bata dan titrasi dilakukan duplo.
1000
Kadar DMA = x p x q mL/L
100
dengan histogram atau diagram blok antara titik sampling atau waktu sampling.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil
4.2. Pembahasan
4.2.3. C
O2 Bebas
DMA
DMA adalah kapasitas air untuk menerima proton, sama dengan larutan
buffer. Besar kecilnya nilai DMA suatu perairan dapat menunjukkan kapasitas
yaitu sebesar 0.15 mg/L dan pada siang hari jam 12.30 yaitu sebesar 0.6
yaitu pada siang hari. DMA pada siang hari lebih tinggi daripada pagi
oleh faktor zat organik dan anorganik yang terdapat dalam perairan.
2013).
V. KESIMPULAN DAN
SARAN DAFTAR
PUSTAKA
LAMPIRAN
ACARA VI
Oleh :
Nama : Abdul Rahman
NIM : L1A018024
Arinardi et al. (1994) dalam Lombok (2003) dalam Usman et al. (2013)
biota tersebut.
Perairan lentik adalah kumpulan masa air yang relatif diam atau
tenang seperti danau, situ, rawa, waduk atau telaga (Marwoto dan Nur,
Tujuan dari praktikum acara analisis sifat biologi air kolam adalah
untuk mengetahui tentang perbedaan analisis sifat biologi air kolam
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kolam
2.2.1. Plankton
Plankton adalah jasad-jasad renik yang melayang dalam air, tidak
bergerak atau bergerak sedikit dan selalu mengikuti arus (Sachlan, 1972).
Sedangkan menurut Hutabarat dan Evans (1986), plankton adalah suatu
organisme yang berukuran kecil yang hidupnya terombang-ambing oleh arus
sebagai hewan (Zooplankton) dan sebagai tumbuhan (fitoplankton). Menurut
Nybakken (1988) zooplankton ialah hewan-hewan yang planktonik sedangkan
fitoplankton terdiri dari tumbuhan yang bebas melayang dan hanyut dalam
perairan serta mampu berfotosintesis. Fitoplankton merupakan tumbuhan renik
dari alga monoseluler sampai algae multiseluler, sedangkan zooplankton terdiri
dari hewan renik (Soeseno, 1970). Kehadiran plankton di suatu ekosistem
perairan sangat penting, karena fungsinya sebagai produsen primer atau karena
kemampuannya dalam mensintesis senyawa organik dari senyawa anorganik
melalui proses fotosintesis (Heddy & Kurniati, 1996 dalam Yazwar, 2008).
2.2.2. Kelimpahan
Kesuburan suatu perairan dapat ditentukan oleh kelimpahan plankton,
khususnya fitoplankton. Hal ini disebabkan kemampuan fitoplankton untuk
melakukan fotosintesis. Fitoplankton menggunakan garam-garam anorganik,
karbondioksida, air, dan energi matahari untuk memproduksi makanan (Pescod,
1973). Kualitas perairan kolam juga dapat ditentukan dari kelimpahan populasi
plankton. Menurut Boyd (1990) dalam Yudiati et al (2010) bahan organik yang
berasal dari pakan yang tidak termakan, plankton mati, aplikasi pemupukan dan
feces udang secara berkelanjutan akan terakumulasi di dasar tambak udang.
Sehingga dalam suatu kolam dapat terjadi peningkatan ataupun penurunan
kepadatan populasi suatu plankton. Menurut Payne (1986), kepadatan populasi
plankton dapat menurun secara tiba-tiba. Beberapa faktor yang menyebabkan
penurunan densitas tersebut adalah faktor fisik seperti rendahnya intensitas
cahaya yang masuk dan faktor kimia, misalnya kurangnya nutrien atau
akumulasi bahan yang bersifat racun.
2.2.3. Keragaman
3.1. Materi
3.1.1. Alat
Tabel 1. Alat Praktikum
No Nama alat Ukuran/ jumlah Merek Fungsi
Digunakan untuk
1. Kamera digital 1
dokumentasi
Buku identifikasi Digunakan untuk
2. 1
plankton air tawar mengidentifikasi plankton
Sebagai alat pengamblan
3. Planktonet 1
plankton
4. Botol vial 12 Sebagai wadah plankton
3.1.2. Bahan
Tabel 2. Bahan Praktikum
No Nama bahan Ukuran/ jumlah Merek Fungsi
1. Kolam Sebagai sampel uji
2. Formalin 4% Pengawet spesimen
Sebagai indikator
3. Plankton kolam keragaman dan kekayaan
biota kolam
3.2. Metode
di mana,
𝑄1 𝑉1 1 1
F = 𝑄2x𝑉2x𝑃x𝑊
N = jumlah plankton rataan pada setiap preparat
Q1 = luas gelas penutup 18 x 18 mm (324 mm2)
Q2 = luas lapang pandang (1,11279 mm2)
V1 = volume air dalam botol penampung (25 ml)
V1 = volume air di bawah gelas penutup (1 tetes = 0,05 ml)
P = jumlah lapang pandang yang diamati (30 kali)
W = volume air yang disaring (liter)
H’ = indeks keragaman
ni = jumlah individu tiap spesies ke-i
N = jumlah total individu semua spesies
4.1. Hasil
Tabel 3. Sifat Biologi Kolam BBI Pandak
Kelimpahan
Waktu Genus Jumlah Keragaman
(ind/L)
Achanthes 1 48.53
Anabaena 1 48.53
Arcella 6 291.18
Calothrix 2 97.06
Closterium 3 145.59
Daphnia 3 145.59
Fragilidinium 6 291.18
05.30 Gleocystis 1 48.53 2.45
Microspora 1 48.53
Nauphlius 15 727.95
Nitzchia 6 291.18
Protoperidinium 4 194.12
Rhizoctonium 7 339.71
Stepanodiscus 2 97.06
Synedra 4 194.12
Total 62 3008.86
Chlorella 2 97.06
Cyclops 3 145.59
Daphnia 2 97.06
Echinosphaerella 3 145.59
13.00 Microspora 1 48.53 1.00
Navicula 4 194.12
Oscillatoria 6 291.18
Pediastrum 1 48.53
Synedra 5 242.65
Total 27 1310.31
4.2. Pembahasan
4.2.1. Kelimpahan
Keragaman dan kelimpahan makrobentos dapat dijadikan
organism perairan yang menjadi pakan alami bagi benih ikan. Bentos
di kolam pada pagi hari jam 05.30 didapatkan genus Achanthes sebanyak 1
daerah dangkal biasanya memiliki variasi habitat yang lebih besar dari
4.2.2. Keragaman
air di kolam pada pagi hari jam 05.30 didapatkan total spesies 62 buah
tertinggi pada pagi hari. Hal ini karena sedang terjadi transisi habit
fisik kolam seperti kekeruhan dan kecerahan, serta faktor kimia yaitu
V. KESIMPULAN DAN
SARAN DAFTAR
PUSTAKA
LAMPIRAN
ACARA VII
Oleh :
Nama : Abdul Rahman
NIM : L1A018024
tingkat kejernihan aliran air atau kekeruhan aliran air yang diakibatkan
oleh unsur-unsur muata sedimen, baik yang bersifat mineral atau organik.
Kekeruhan air dapat dianggap sebagai indikator kemampuan air dalam
meloloskan cahaya yang jatuh di atas badan air. Semakin kecil atau
1.2. Tujuan
2.1.1. Klasifikasi
Gambar X. Keterangan
Gambar
Sumber : ....
sebagai berikut :
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Pisces
Ordo : Ostariophysi
Famili : Cyprinidae
Genus : Osteochilus
samping
(compress) memiliki panjang baku 2,5 – 3,0 kali tinggi badan, mulut dapat
permukaan sirip
nilem
dapat dibedakan menjadi dua, yaitu ikan nilem yang berwarna coklat
kehitaman
dan coklat kehijauan pada punggungnya, terang dibagian perut dan ikan
nilem
2.2. Kekeruhan
Kekeruhan adalah kecenderungan ukuran sampel untuk menyebarkan
sampel. Kekeruhan adalah murni sebuah sifat optik (Weiner, 2012 dalam
yang terdapat di dalam air (Davis dan Cornwell, 1991 dalam Darmasusantini,
tersuspensi maupun terlarut seperti lumpur, pasir, bahan organik seperti plankton
menyebabkan 1) Abrasi langsung terhadap insang binatang air atau jaringan tipis
dari
proses mencari mangsa dan menyeleksi makanan ( terutama bagi predation dan
3.1. Materi
3.1.1. Alat
1.1.2. Bahan
3.2. Metode
4.1. Hasil
4.2. Pembahasan
Ciri – ciri ikan nilem adalah badan memanjang dan pipih ke
samping
(compress) memiliki panjang baku 2,5 – 3,0 kali tinggi badan, mulut dapat
disembulkan dengan bibir berkerut, sungut ada dua pasang dan
permukaan sirip punggung terletak di permukaan sirip dada. Menurut
siripnya warna ikan nilem dapat dibedakan menjadi dua, yaitu ikan
nilem yang berwarna coklat kehitaman dan coklat kehijauan pada
punggungnya, terang dibagian perut dan ikan nilem dengan punggung
merah (Hardjamulia 1980 dalam Retno 2002).
fotosintesis.
stok disebabkan oleh dua faktor yaitu mortalitas alami dan eksploitasi
mencakup jumlah dan jenis ikan, efektivitas dari alat tangkap dan waktu
temperatur dan pH makin tinggi nilai amoniak. Hal ini diperkuat oleh
Kordi (2015), makin tinggi temperature dan pH air makin tinggi pula
2017)
III. KESIMPULAN DAN
SARAN DAFTAR
PUSTAKA
LAMPIRAN
ACARA VIII
Oleh :
Nama : Abdul Rahman
NIM : L1A018024
Adanya proses kimia dan biologi juga memberikan kontribusi yang signifikan
terhadap peningkatan konsentrasi nitrat seperti adanya pengikatan nitrogen bebas
dari udara oleh mikroorganisme dan proses nitrifikasi yang sempurna oleh
mikroorganisme yaitu bakteri. Menurut Williams (2001) keberadaan nitrogen di
dalam air tidak terlepas dari peran kerjasama mikroorganisme yang saling
terintegrasi. Bakteri-bakteri yang berperan dalam proses pembentukan nitrogen
dikenal sebagai chemoautotroph. Bakteri ini merubah amonia menjadi nitrit dan
nitrat melalui proses nitrifikasi. Hal ini sesuai dengan pendapat Wardayono
(1987) yang menyatakan nitrogen diperairan terdapat dalam bentuk nitrat
(Kartika, 2014).
Amonia merupakan produk akhir metabolisme ikan dan dekomposisi material
organik oleh bakteri. Sisa-sisa makanan yang terbuang ke perairan menghasilkan
produk buangan yang meliputi karbondioksida, amonia, fosfat dan material
organik
lainnya (Boyd, 1979 dalam Yuningsi, 2002). Nilai amonia selama penelitian
masih
dalam kisaran toleransi untuk kehidupan ikan tambakan. Menurut Asmawi (1983)
dalam Hidayat (2008) kandungan amonia yang baik untuk kehidupan ikan dan
organisme lainnya adalah kurang dari 1 mg.L-1. Sementara itu Yurisman (2009),
menyatakan bahwa kadar amonia yang masih dalam batas toleransi aman untuk
kehidupan larva ikan tambakan adalah 0,001-0,120 mg. L-1. Selanjutnya
Zonneveld et al. (1991) dalam Mudi (2008) menyatakan bahwa amonia yang
tidak terionisasi
merupakan racun bagi ikan sekalipun pada konsentrasi yang sangat rendah (Joko,
2013).
Ammo nia (NH3) dan garam-garamnya bersifat mudah larut
dalam air, io n ammo niu m merupakan bent uk t ransis i dar i ammo nia.
Selain t erdapat bent uk gas ammo nia, me mbent uk ko mpleks dengan
beberapa io n logam. Ammonia banyak digunakan dalam proses produksi
urea, industri bahan kimia, serta industri bubur kertas dan kertas. Ammonia yang
terukur di perairan berupa ammonia total (NH3 dan NH4 -). Ammonia bebas
tidak terionisasi (Effendi, 2003).
1.2. Tujuan
akuatik..
2.1.1. Klasifikasi
Gambar X. Keterangan
Gambar
Sumber : ....
Ikan nilem yang terletak pada gambar 1 merupakan ikan air
sebagai berikut :
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Pisces
Ordo : Ostariophysi
Famili : Cyprinidae
Genus : Osteochilus
2.1.2. Morfologi
samping
(compress) memiliki panjang baku 2,5 – 3,0 kali tinggi badan, mulut dapat
permukaan sirip
nilem
dapat dibedakan menjadi dua, yaitu ikan nilem yang berwarna coklat
kehitaman
dan coklat kehijauan pada punggungnya, terang dibagian perut dan ikan
nilem
2.2. Amoniak
Amonia merupakan produk akhir metabolisme ikan dan dekomposisi material
organik
lainnya (Boyd, 1979 dalam Yuningsi, 2002). Nilai amonia selama penelitian
masih
dalam kisaran toleransi untuk kehidupan ikan tambakan. Menurut Asmawi (1983)
dalam Hidayat (2008) kandungan amonia yang baik untuk kehidupan ikan dan
organisme lainnya adalah kurang dari 1 mg.L-1. Sementara itu Yurisman (2009),
menyatakan bahwa kadar amonia yang masih dalam batas toleransi aman untuk
Zonneveld et al. (1991) dalam Mudi (2008) menyatakan bahwa amonia yang
tidak terionisasi
merupakan racun bagi ikan sekalipun pada konsentrasi yang sangat rendah (Joko,
2013).
3.1. Materi
3.1.1. Alat
1.1.2. Bahan
3.2. Metode
laku ikan.
4.1. Hasil
Tabel 2. Hasil pengamatan mortalitas ikan nilem (Osteochilus hasselti)
Dosis amonia Mortalitas ( % )
(%) Sebelum sesudah
0% 0
25% 15
50% 0 15
75% 65
100% 95
4.2. Pembahasan
Ciri – ciri ikan nilem adalah badan memanjang dan pipih ke samping
(compress) memiliki panjang baku 2,5 – 3,0 kali tinggi badan, mulut dapat
disembulkan dengan bibir berkerut, sungut ada dua pasang dan permukaan sirip
punggung terletak di permukaan sirip dada. Menurut siripnya warna ikan nilem
dapat dibedakan menjadi dua, yaitu ikan nilem yang berwarna coklat kehitaman
dan coklat kehijauan pada punggungnya, terang dibagian perut dan ikan nilem
dengan punggung merah (Hardjamulia 1980 dalam Retno 2002).
Hal ini sesuai menurut Asmawi (1983) dalam Hidayat (2008) kandungan
amonia yang baik untuk kehidupan ikan dan organisme lainnya adalah kurang
dari 1 mg.L-1. Sementara itu Yurisman (2009), menyatakan bahwa kadar
amonia yang masih dalam batas toleransi aman untuk kehidupan larva ikan
tambakan adalah 0,001-0,120 mg. L-1. Selanjutnya Zonneveld et al. (1991)
dalam Mudi (2008) menyatakan bahwa amonia yang tidak terionisasi merupakan
racun bagi ikan sekalipun pada konsentrasi yang sangat rendah (Joko, 2013).
Menurut Pauly (1980) in Sparre & Venema (1999), yang mempengaruhi
nilai mortalitas alami (M) adalah faktor panjang maksimum (L∞) dan laju
pertumbuhan serta faktor lingkungan yaitu suhu rata-rata perairan (Sapriyadi,
2013). Penurunan terhadap jumlah stok disebabkan oleh dua faktor yaitu
mortalitas alami dan eksploitasi spesies berupa mortalitas penangkapan.
Mortalitas alami disebabkan oleh berbagai faktor diantaranya pemangsaan,
penyakit, stress, pemijahan, umur, dan ketersediaan makanan. Mortalitas
penangkapan merupakan fungsi dari upaya penangkapan (fishing effort) yang
mencakup jumlah dan jenis ikan, efektivitas dari alat tangkap dan waktu yang
digunakan untuk melakukan penangkapan (King, 1995 dalam Kartini, 2017).
II. KESIMPULAN DAN
SARAN DAFTAR
PUSTAKA
LAMPIRAN
Panduan dan Format Laporan Limnologi 2020 (Diketik)
Margin: Kiri 3,5 cm, Atas Kanan Bawah 2,5 cm. Huruf Book
ukuran A4
masing.
plus).