Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat
Tidak lupa penulis mengucapkan rasa terima kasih kepada para asisten
kekurangan baik dari segi penyusunan, bahasa serta materi yang terdapat di
Purworejo,Mei 2020
ACARA I
Oleh :
NIM : L1A018024
PURWOKERTO
2020
I. PENDAHULUAN
Air merupakan sumber daya alam yang diperlukan untuk hajat hidup
orang banyak, bahkan oleh semua makhluk hidup. Oleh karena itu sumber
daya air tersebut harus dilindungi agar tetap dapat dimanfaatkan dengan baik
oleh manusia dan makhluk hidup lainnya. Pemanfaatan air untuk berbagai
Ali et al, 2013). Salah satu sumber air yang banyak dimanfaatkan untuk
memenuhi kebutuhan hidup manusia dan makhluk hidup lainnya yaitu sungai.
Sungai merupakan ekosistem yang sangat penting bagi manusia. Sungai juga
menyediakan air bagi manusia baik untuk berbagai kegiatan seperti pertanian,
industri maupun domestik (Siahaan et al, 2011 dalam Ali et al, 2013).
Air sungai yang keluar dari mata air biasanya mempunyai kualitas yang
sangat baik. Namun dalam proses pengalirannya air tersebut akan menerima
berbagai macam bahan pencemar (Sofia et al., 2010 dalam Ali, 2013). Beberapa
tahun terakhir ini, kualitas air sungai di Indonesia sebagian besar dalam
pertanian (Simon et al, 2008 dalam Ali, 2013). Meningkatnya aktivitas domestik,
industri”. Oleh karena itu, sungai merupakan salah satu tipe ekosistem
perairan umum yang berperan bagi kehidupan biota dan juga kebutuhan
manusia untuk berbagai macam kegiatan seperti pertanian dan industri yang
dipengaruhi oleh banyak faktor, baik oleh aktifitas alam maupun aktifitas
1.2. Tujuan
Panemon.
2.1. Sungai
penting dalam daur hidrologi dan berfungsi sebagai daerah tangkapan air
(Catchment area) bagi daerah sekitarnya, sehingga kondisi suatu sungai sangat
suatu ekosistem, perairan sungai mempunyai berbagai komponen biotik dan abiotik
Menurut Mulyanto (2007) dalam Purnama (2015) sungai memiliki fungsi utama
yaitu mengalirkan air dan mengangkut material sedimen hasil erosi pada daerah
aliran sungai (DAS) dan alurnya. Material sedimen ini sebagian akan terbawa air
banjir ke luar alur aliran untuk kemudian diendapkan dan sebagian besar lainnya
akan terbawa sampai ke laut atau muara sungai. Berdasarkan hal tersebut maka
terutama pada saat banjir ke laut. Selain itu, muara sungai mempunyai nilai
ekonomis yang penting karena dapat berfungsi sebagai alur penghubung antara laut
dengan daerah yang cukup dalam di daratan. Permasalahan yang sering dihadapi
adalah adanya sedimentasi dan abrasi di sekitar muara yang dapat mempengaruhi
mempunyai ciri khas yaitu arah aliran, kecepatan aliran dan dasar aliran. Massa air
mengalir ke satu arah sehingga apa yang terjadi di daerah hulu dampaknya akan
terbawa ke daerah hilir tetapi tidak sebaliknya. Daerah hulu dicirikan dengan aliran
deras, adanya arus turbulensi, rata-rata suhu tahunannya tidak melebihi 20 0 C pada
musim panas, substrat kasar yang terdiri dari batuan besar, batu kerikil, dan puing-
puing (Angelier, 2003 dalam Krisanti et al, 2013). Di beberapa wilayah Indonesia suhu
Sungai Panemon merupakan salah satu sungai kecil yang berada di Dusun
Kebanggan Kec. Sumbang, Kab. Banyumas, Jawa Tengah. Daerah Aliran Sungai
Dengan kondisi di sekitar hulu sungai ini dikelilingi oleh semak-semak, di bagian
tengah sungai ini dikelilingi oleh pepohonan, dan di hilir sungai ini berada di sekitar
keperluan MCK, irigasi, bahkan untuk membuang limbah industri rumah tangga.
2.2.1. Suhu
Pada suatu perairan suhu memegang peranan penting dalam siklus materi,
yang akan mempengaruhi sifat fisik kimia dan biologi perairan. Suhu berpengaruh
terhadap kelarutan oksigen dalam air, proses metabolisme dan reaksi-reaksi kimia
organik juga meningkat. Proses ini menyebabkan kebutuhan akan oksigen terlarut
menjadi tinggi yang selanjutnya kandungan oksigen terlarut di dalam air menjadi
Arus air adalah faktor yang mempunyai peranan yang sangat penting baik
pada perairan lotik maupu pada perairan lentik. Sedangkan kecepatan arus berperan
hara, transportasi oksigen. Pada saat yang sama penting bagi usaha budidaya dalam
pengubahan posisi kerambah), sirkulasi air dan pengangkutan sisa pakan. Setiap
proses aktivitas pasang maupun surut menimbulkan arus (Wibisono, 2005 dalam
Wardi, 2017).
Debit adalah volume per satuan waktu. Waktu konsentrasi adalah waktu yang
diperlukan limpasan air hujan dari titik terjauh menuju titik kontrol yang ditinjau
(Barid dan Yakob, 2007 dalam Neno, 2016). Debit air sungai tergantung pada curah
hujan dan kualitas ruang hidrologi. Debit adalah laju aliran air (dalam bentuk
volume air) yang melewati suatu penampang melintang sungai per satuan waktu.
Dalam sistem satuan SI besarnya debit dinyatakan dalam satuan meter kubik per
2.2.4. Kekeruhan
dalam air yang disebabkan oleh bahan-bahan yang melayang. Kekeruhan perairan
Padatan total adalah bahan yang tersisa setelah air sampel mengalami
evaporasi dan pengeringan pada suhu tertentu (APHA, 1989). Padatan yang terdapat
air limbah setelah mengalami penyaringan dengan membran berukuran 0,45 mikro.
2.2.6. Konduktivitas
Daya Hantar Listrik (DHL) adalah gambaran numerik dari kemampuan air
untuk menghantarkan aliran listrik. Oleh karena itu, semakin banyak garam-garam
cahaya untuk menembus lapisan air pada kedalaman tertentu (Sari dan Usman, 2012
dalam Wardi, 2017). Pada perairan alami kecerahan sangat penting karena erat
Susbstrat didefinisikan sebagai campuran dari lumpur, pasir dan tanah liat.
Pada perairan yang arusnya kuat, lebih banyak ditemukan substrat yang kasar yaitu
pasir atau kerikil karena partikel kecil akan terbawa arus air. Jika perairannya tenang
dan arusnya lemah, maka lumpur halus akan mengendap (Brower and Zar, 1977
2.2.9. Warna
Warna perairan dapat ditimbulkan karena adanya bahan-bahan organik
(keberadaan plankton atau humus) maupun anorganik (seperti ion-ion logam besi,
dan mangan). Adanya kandungan bahan-bahan anorganik seperti oksida pada besi
berasal dari daerah berkapur juga dapat menimbulkan warna kehijauan pada air
(Effendi, 2003).
2.2.10. Bau
Beberapa sumber utama bau adalah hidrogen sulfida dan senyawa organik yang
merupakan salah satu tanda dari adanya gas beracun atau kondisi anaerob pada unit
yang dapat memiliki efek merugikan bagi kesehatan atau dampak lingkungan
(Vanatta, 2000).
III. MATERI DAN METODE
3.1. Materi
3.1.1. Alat
Tabel 1. Alat praktikum
3.1.2. Bahan
Tabel 2. Bahan praktikum
3.2. Metode
3.2.1. Suhu
Termometer celcius dengan bantuan nilon di celupkan ke dalam badan air yang
akan diteliti selama ± 10 menit. Angka yang tertera pada skala termometer yang
konstan di catat.
Sebuah botol mineral diisi air dengan volume 80%. Botol tersebut diikat
dengan tali sepanjang 10 m. Botol berisi air dan terikat dengan tali kemudian
dimulai pada saat botol pertama kali dilepaskan sampai tali merenggang.
Pengukuran debit air dilakukan dengan cara pengukuran kecepatan arus dan
luas area sungai terlebih dahulu. Apabila kecepatan arus sudah diketahui, kemudian
luas area sungai diukur. Luas area sungai diukur dengan cara menghitung
kedalaman tiap jarak satu meter lebar sungai. Lebar sungai diukur dengan tiang
pancang secara horizontal dari batas air di bagian tepi sungai. Pengukuran dimulai
dari tepi yang satu sampai ke tepi yang lain. Setelah kedalaman tiap satu meter dan
lebar sungai diketahui, kita dapat mengukur luas area tiap satu meter. Luas area
sungai merupakan jumlah dari luas area sungai yang diukur tiap meter.
3.2.4. Kekeruhan
Turbidimeter terlebih dahulu dikalibrasi dengan larutan standar yang ada. Setelah
itu kuvet diisi dengan air sampel, diukur, dan dicatat hasilnya.
dengan akuades dan dikeringkan pada suhu 103 – 105 0C selama ± 1 jam. Kemudian
didinginkan dalam desikator (± 15 menit) dan ditimbang (sebagai nilai B). Setelah itu
saring sampel air sebanyak 50 – 100 mL dengan menggunakan kertas saring yang
telah ditimbang tersebut. Selanjutnya keringkan kembali kertas saring yang berisi
bahan-bahan yang tersaring tersebut pada suhu 103 – 105 0C selama ± 1 jam.
Pengukuran TDS dilakukan dengan menggunakan alat TDS meter. TDS meter
terlebih dahulu dikalibrasi dengan larutan standar yang ada. Setelah itu, kuvet diisi
Pengukuran daya hantar listrik menggunakan alat TDS meter merk Lutron
YK-22CT. TDS meter terlebih dahulu dikalibrasi dengan larutan standar yang ada,
setelah itu kuvet diisi dengan air contoh, diukur dan hasiilnya dicatat.
hilang dari pandangan. Pada batas ini hanya tinggal 10 % saja intensitas cahaya
berikut:
3.2.6. Tipe Substrat
3.2.7. Kedalaman
hingga sekiranya sudah menuju dasar perairan, lalu dihitung tinggi air di perairan
tersebut
3.2.8. Warna
Warna air diamati dengan cara pengambilan sampel air sungai dengan botol
mineral atau telapak tangan. Warna yang tampak di dalam botol atau telapak tangan
3.2.9. Bau
Kemudian sampel dicium baunya. Bau yang didapat dan diperoleh dari pandangan
Praktikum ini dilaksanakan pada hari sabtu 2 Mei 2020 di Google classroom
online/daring.
atau diagram batang antara titik sampling dan dengan bantuan tabel.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil
4.2. Pembahasan
4.2.1. Suhu
Berdasarkan hasil data didapat bahwa suhu di Sungai Panemon daerah hulu
nilai suhunya 25,9 ℃ , daerah tengah nilainya 29,3 ℃ dan hilir nilainya 27,3 ℃.suhu
disetiap bagian berbeda-beda Namun suhu air sungai dipengaruhi oleh variasi
musim, iklim elevasi dan vegetasi sepanjang aliran sungai. Pada suatu perairan suhu
air tidak begitu banyak mengalami perubahan dibandingkan dengan suhu udara.
Hal itu disebabkan panas jenisnya lebih tinggi dari udara (Allan 2001 dalam
Herdina2014).
35
30 29.3
27.3
25.9
25
20
15
Suhu Sungai
10 Panemon
0
Hulu Tengah Hilir
Dari hasil grafik tersebut didapatkan nilai suhu tertinggi di bagian tengah sebesar
29,3 ℃ dan suhu paling kecil dibagian hulu yaitu 25,9 ℃.Perbedaan nilai suhu
perbedaan waktu dan penetrasi cahaya matahari. Menurut Dallas (2008), bahwa
suhu di hulu lebih rendah dari tengah dan hilir. Faktor ketinggian tempat juga
mempengaruhi tinggi rendahnya suhu pada air sungai. Tingginya suhu disebabkan
oleh tingginya cahaya dan adanya pencampuran air, serta oleh faktor aktifitas yang
ada pada stasiun tersebut. Tingginya suhu air berkaitan dengan besarnya intensitas
cahaya matahari yang masuk keperairan, karena intensitas cahaya yang masuk
menentukan derajat panas. Semakin banyak sinar matahari yang masuk maka suhu
Standar baku mutu suhu minimum dan maksimum suatu perairan tawar
pengendalian pencemaran air yaitu sebesar 27 ˚C dan 32 ˚C, maka suhu perairan
sungai Panemon pada bagian tengah dan hilir masuk kedalam standar baku mutu
tersebut. Suhu yang stabil didalam suatu perairan adalah 25 0C – 300C. Suhu yang
daerah hulu nilainya 0,81 m/s, daerah tengah nilainya 0,39 m/s dan hilir nilainya
0,55 m/s. Perbedaan kecepatan arus dipengaruhi karena perbedaan substrat. Pada
arus yang lebar, deras dan dangkal atau saluran yang sangat licin kecepatan
Dari hasil grafik tersebut didapatkan nilai Kecepatan arus tertinggi di bagian
hulu sebesar 0,81 m/s dan suhu paling kecil dibagian tengah yaitu 0,39 m/s.
Perbedaan kecepatan arus dimungkinkan karena jika dilihat dari faktor penghambat
kecepatan air yakni antara lain: substrat sungai banyak mengandung lumpur,
seresah, dan serat-serat organik yang tersebar diseluruh perairan (Farichi dkk, 2013).
Standar baku mutu kecepatan arus minimum dan maksimum suatu perairan
tawar berdasarkan PP RI no. 82 tahun 2001 tentang pengelolaan kualitas air dan
pengendalian pencemaran air yaitu sebesar 0,2 m/s dan 0,5 m/s , maka kecepatan
arus perairan sungai Panemon bagian tengah masuk kedalam standar baku arus
daerah hulu nilainya 1,06 m3/s, daerah tengah nilainya 0,53 m3/s dan hilir
nilainya 0,82 m3/s. Perbedaan nilai debit ini dikarenakan oleh lebar dan
kedalaman sungai. Kecepatan arus juga dapat mempengaruhi debit air. Pada
musim hujan volume air relatif lebih besar dibanding dimusim kemarau.
debit air terutama di daerah hilir. Debit air sungai dapat sebagai indikator
Debit Air
1.4
1.2 1.06
1
0.82
0.8
(m3/s)
0.6 0.53
0.4
0.2
0 Debit Air Sungai
Panemon
Hulu Tengah Hilir
Stasiun
Berdasarkan grafik dapat dilihat nilai debit air tertinggi ada di bagian hulu
sebesar 1,06 m3/s, dan nilai terendah ada di tengah sebesar 0,53 m 3/s. Debit air
dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu curah hujan debit air juga dipengaruhi oleh
aliran air yang masuk dalam sungai yang membawa bahan terlarut akibat erosi pada
suatu badan perairan. Kecepatan arus juga dapat mempengaruhi debit air. Musim
hujan volume air relatif lebih besar dibanding dimusim kemarau. Sedangkan pada
air berkurang di musim kemarau. Selain itu penggunaan air oleh masyarakat juga
berpengaruh terhadap berkurangnya debit air terutama di daerah hilir. Debit air
tahun 2001 tentang pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air yaitu
sebesar 0,54 m3/s dan 1,14 m3/s.Maka debit air di Sungai Panemon hulu dan hilir
diketegorikan standar karena nilai debit air hampir memenuhi batas minimum.
4.2.4. Kekeruhan
bagian hulu yaitu 2,54 NTU,bagian tengah yaitu 2,96 NTU dan pada bagian hilir
dan anorganik yang tersuspensi dan terlarut (misalnya lumpur dan pasir halus)
maupun bahan organic dan anorganik yang berupa plankton dan mikroorganisme
lain. Semakin tinggi nilai padatan tarsuspensi, nilai kekeruhan juga akan menjadi
semakin tinggi. Kekeruhan pada sungai pada saat banjir lebih banyak disebabkan
oleh bahan – bahan tersuspensi yang berukuran lebih besar, yang berupa lapisan
permukaan tanah yang terbawa oleh aliran air pada saat hujan (Lim, 2011).
Kekeruhan
6
5
Kekeruhan (NTU)
4
2.96
3 2.54 2.62
Kekeruhan Sungai Panemon
2
1
0
Hulu Tengah Hilir
Stasiun
Kekeruhan tertinggi pada daerah tengah yaitu 2,96 NTU dan terendah pada
daerah hulu yaitu 2,54 NTU. Kekeruhan yang tinggi menyebabkan rendahnya
2015).
pencemaran air yaitu sebesar 5 NTU, kekeruhan perairan sungai Panemon pada
bagian hulu, tengah, dan hilir tidak melebihi standar baku mutu tersebut, maka
dapat dikatakan di bagian hulu, tengah, dan hilir sungai kranji masih jernih airnya.
4.2.5. DHL
Panemon bagian hulu yaitu 87,3 μmhos/cm, bagian tengah yaitu 80,3 μmhos/cm
anorganik di dalam air yang dapat menghantarkan listrik, serta semakin banyak
garam-garam terlarut yang dapat terionisasi, semakin tinggi pula nilai DHL
165
(µSiemens/cm)
115 109.3
87.3 80.3
65
Konduktivitas Sungai
15 Panemon
Hulu Tengah Hilir
Stasiun
Berdasarkan grafik nilai DHL tertinggi di hilir sebesar 109,3 μS/cm dan nilai
dengan konsentrasi ion-ion utaama yang terlarut di dalam air, seperti Mg2+, Ca2+,
K+, dan Cl-. Ion-ion terlart biasanya berasal dari sisa pakan atau partikel-partikel
lain yang mengendap di dasar suatu perairan (Sari, 2015). Nilai DHL pada perairan
Standar baku mutu Daya Hantar Listrik minimum dan maksimum suatu
perairan tawar berdasarkan PP RI no. 82 tahun 2001 tentang pengelolaan kualitas air
dan pengendalian pencemaran air yaitu 139 μS/cm dan 186 μS/cm, maka pada
perairan tersebut daya hantar listrik belum memasuki atau belum sesuai dengan
4.2.6. Kedalaman
hulu 0,493 meter, bagian tengsh 0,473 meter dan bagian hilir 0,657. Kedalaman
sungai harus selalu diukur secara periodik, karena kedalaman sungai berperan
penting untuk menampung air hujan dalam jumlah besar sehingga dapat
Kedalaman
4
3
Kedalaman (m)
2
Kedalaman Sungai Panemon
1 0.66
0.49 0.47
0
Hulu Tengah Hilir
Stasiun
Berdasarkan grafik nilai tertinggi kedalaman pada bagian hilir yaitu 0,657 dan
terendah pada bagian hulu yaitu 0,493.Kedalaman suatu perairan berhubungan erat
serta unsur hara.Kedalaman perairan akan memepengaruhi biota yang ada>hal ini
berhubungan dengan tekanan yang diterima didalam air,sebab tekanan bertambah
28,5 cm, bagian tengah yiatu sebesar 19,8 cm dan pada bagian hilir yaitu sebesar
24,35 cm.Menurut Asmara (2005) semakin tinggi kedalaman secci disk semakin
dalam penetrasi cahaya ke dalam air, yang selanjutnya akan meningkatkan ketebalan
lapisan air yang produktif. Penetrasi cahaya badan perairan di pengaruhi oleh
banyak tidaknya cahaya yang masuk ke dalam perairan (Aditya dan Lily, 2013).
Penetrasi Cahaya
40
35
30 28.5
24.35
25
19.8
(cm)
20
15
10
5 Penetrasi
Hulu Tengah Hilir Cahaya
Stasiun
Berdasarkan grafik nilai penetrasi cahaya tertinggi yaitu pada bagian hulu
sebesar 28,5 cm, dan nilai terendah pada bagian tengah sebesar 19,8 cm. Asmara
(2005) bahwa semakin tinggi kedalaman secci disk semakin dalam penetrasi cahaya
kedalam air, yang selanjutnya akan meningkatkan ketebalan lapisan air yang
Kecerahan yang baik bagi usaha budidaya budidaya ikan dan biota lainnya berkisar
30 – 40 cm. Bila kecerahan sudah mencapai kedalaman kurang dari 25 cm, berarti
akan terjadi penurunan oksigen terlarut secara dratis (Richard dkk, 2013).
Standar baku mutu kecerahan minimum dan maksimum suatu perairan tawar
pengendalian pencemaran air yaitu sebesar 20 – 40, maka dapat dikatakan sungai
kranji bagian hulu dan hilir masuk ke standar baku mutu,sedangkan untuk bagian
Tipe dasar substrat dasar suatu perairan dipengaruhi oleh letak geografis dan
dari partikel organik dan anorganik yang dapat tersebar oleh arus. Partikel-partikel
dapat berpindah tempat atau terikat kuat di dasar akibatnya penyebaran sedimen
terjadi pada daerah yang mengalir. Perairan yang menggenang bersifat lunak seperti
berpasir dan berlumpur, sedangkan perairan yang mengalir bersifat keras seperti
hulu Sungai Panemon adalah batu berpasir , bagian tengah adalah pasir berbatu,
sedangkan bagian pasir berbatu. Hal ini sesuai dengan pendapat Barus (2002),
bahwa substrat dasar di daerah hulu pada umumnya merupakan batu-batuan yang
mempunyai diameter yang lebih besar dan akan semakin kecil diameternya pada
daerah hilir. Daerah hilir atau muara substrat dasar pada umumnya berupa partikel
halus berupa batu berpasir dan lumpur. Penyebabnya yaitu karena pada daerah
hulu kecepatan arusnya sangat tinggi, terutama diakibatkan oleh kecuraman
Standar baku mutu tipe substrat suatu perairan tawar berdasarkan PP RI no. 82
tahun 2001 tentang pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air yaitu
berbatu dan pasir, hal ini sudah sesuai dengan kondisi dibagian hulu yaitu berbatu
pasir
4.2.9. Warna
Warna air ditentukan secara organoleptik yang memberikan hasil yaitu pada
bagian hulu wrna putih, tengah warna coklat kehijauaan, hilir warna putih keruh.
Air yang berwarna berarti mengandung bahan-bahan lain yang berbahaya bagi
kesehatan. Warna pada air dapat disebabkan oleh kontak antara air dengan zat
organik yang sudah lapuk sehingga menghasilkan senyawa yang larut, unsur Fe dan
Mn dan kadar yang tinggi, senyawa-senyawa lainnya seperrti zat warna yang
digunakan dalam pencelupan, adanya tannin, lignin dan humus serta adanya bahan
kimia atau mikroorganik (plankton) yang terlarut dalam air (Rahayu, 2011 dalam
yaitu bagian hulu yaitu Tidak Berwarna,bagian tengah yaitu cokelat kehijauan dan
terlarut.Warna tampak adalah warna yang tidak hanya disebabkan bahan terlarut
tetapi juga oleh bahan tersuspensi.Kadar warna diambil dengan satuan TCU (true
color unit) yang berarti warna ditimbulkan karena adanya bahan-bahan kimia
Standar baku mutu Warna air suatu perairan tawar berdasarkan PP RI no. 82
tahun 2001 tentang pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air yaitu
tidak berwarna, maka dapat disimpulkan perairan sungai Kranji tidak memenuhi
4.3.0. Bau
Bau yang ditimbulkan oleh suatu perairan dapat disebabkan oleh limbah-
limbah, organisme perairan yang mati dan lain-lain. Berdasarkan pengamatan yang
telah dilakukan semua bagian badan sungai dari hulu berbau amis, pada bagian
bau perairan. Air yang memancarkan bau organik yang buruk dan berbahaya
5.1. Kesimpulan
Kesimpulan dari praktikum kali ini adalah :
1. Kondisi fisik perairan Sungai Panemon pada bagian hulu, tengah, dan hilir
bagian hulu, tengah, dan hilir Sungai Panemon. Serta dilakukan perhitungan
5.2. Saran
Untuk praktikum selanjutnya agar lebih memberikan waktu dalam
pengerjaan kuis dan pemberian materi yang ada, agar para mahasiswan
dapatmengerjakandenganbaikdanbenar.
DAFTAR PUSTAKA
I.2. Perhitungan
Penetrasi Cahaya 29,8+28,9+29,3
= = 29,30C
3
(X 1+ X 2)
2 c. Hilir: T.Ki = 27,4⁰C;
Rumus : T.T = 26,9⁰C; T.Ka =
27,5⁰C
Keterangan: Suhu rata-rata
PC = Penetrasi Cahaya 27,4+26,9+27,5
X1 = Pembacaan Secchidisc = =27,30C
3
awal tidak terlihat
X2 = Pembacaan Secchidisc
Kecepatan Arus (v)
awal terlihat
a. Hulu: S = 10 m; t1 = 13s,
t2 = 15s, t3 = 10s
1. Hulu : X1 = 30,3 cm ; s 10
X2 = 26,7 cm V1= = =0,77 m/s
t 13
∑ PC rata-rata s 10
V2 = = =0,67 m/s
30.3+ 26.7 t 15
¿
2 s 10
V3 = = =1 m/ s
= 28,5 cm t 10
2. Tengah : X1 = 20,9 cm ; Vrata-rata
X2 = 18,7cm 0,77+0,67+ 1
= =0,81m/ s
∑ PC rata-rata 3
20.9+18.7 b. Tengah: S = 10 m; t1 = 24s,
=
2 t2 = 27s, t3 =26s
= 19,8 cm s 10
V1 = = =0,42m/s
3. Hilir : X1 = 25,1 cm ; t 24
s 10
X2 = 23,6 cm V2 = = =0,37m/s
t 27
∑ PC rata-rata s 10
25.1+ 23.6 V3 = = = 0,38m/s
= t 26
2 Vrata-rata
= 24,35 cm
0,42+0,37+0,38
= =0,39m/s
3
Suhu
c. Hilir: S = 10 m; t1 = 19s,
a. Hulu: T.Ki = 26,2⁰C;
t2 = 21s, t3 = 16s
T.T = 25,9⁰C ;T.Ka = 25,6⁰C
s 10
Suhu rata-rata V1 = = =0,53m/s
t 19
26,2+ 25,9+25,6 s 10
= = 25,90C V2 = = =0,48m/s
3 t 21
s 10
b. Tengah: T.Ki = 29,8⁰C ; V3 = = = 0,63m/s
t 16
T.T = 28,9⁰C ;T.Ka =
29,3⁰C
Suhu rata-rata Vrata-rata
0,53+0,48+0,63
= =0,55m/s
3
A8 = 15 x 50 = 750 cm2
Kedalaman 10 x 50
A9 = = 250 cm2
2
Hulu
Atotal = 13100cm2 = 1,31m2
Kedalaman rata-rata
0,45+0,57+0,46 D=VxA
¿ =0,493 m = 0,81 m/s x 1,31 m2
3
Tengah = 1,06 m3 /s
Kedalaman rata-rata
0,42+ 0,49+0,51 b. Tengah : S = 10 m ; t1 = 24s,
¿ =0,473 m
3 t2 = 27s, t3 =26s
Hilir S 10
Kedalaman rata-rata V1 = = = 0,42m/s
t 1 24
0,62+ 0,69+0,66 S 10
¿ =0,657 m V2 = = = 0,37m/s
3 t 2 27
S 10
V3 = = = 0,38m/s
t 3 26
Debit Air Vrata
a. Hulu : S = 10 m ; t1 = 13s, = 0,42 + 0,37 + 0,38
t2 = 15s, t3 =10s = 1,17/3 = 0,39 m/s
S 10 35 x 50
V1 = = = 0,77m/s A1 = = 875 cm2
t 1 13 2
S 10 ( 43+50 ) x 50
V2 = = = 0,67m/s A2 = = 2325
t 2 15 2
S 10 cm2
V3 = = = 1m/s
t 3 10 A3 = 50 X 50 = 2500 cm2
Vrata
( 43+37 ) x 50
= 0,77 + 0,67 + 1 A4 = = 2000
2
= 2,44/3 = 0,81m/s
30 x 50 cm2
A1 = = 750 cm2 A5 = 35 x 50 = 1750 cm2
2
( 36+42 ) x 50 ( 35+29 ) x 50
A2 = = 1950 A6 = = 1600
2 2
cm2 cm2
( 44+ 47 ) x 50 A7 = 25 x 50 = 1250 cm2
A3 = = 2275 ( 21+ 17 ) x 50
2 A8 = = 950
cm2 2
A4 = 50 x 50 = 2500 cm2 cm2
( 39+33 ) x 50 15 x 50
A5 = = 1800 A9 = = 375 cm2
2 2
cm2 Atotal = 13625 cm2 = 1,3625m2
( 35+29 ) x 50 D=VxA
A6 = = 1600 = 0,39 m/s x 1,3625 m2
2
cm2 = 0,53 m3 /s
( 27+22 ) x 50
A7 = = 1225
2 c. Hilir : S = 10 m ; t1 = 19s,
cm2 t2 = 21s, t3 =16s
S 10 2,62+ 2,59+ 2,66
V1 = = = 0,53m/s ¿ =2,62 NTU
t 1 19 3
S 10
V2 = = = 0,48m/s
t 2 21 DHL
S 10
V3 = = = 0,63m/s
t 3 16 Hulu
Vrata DHL rata-rata
= 0,53 + 0,48 + 0,63 87+86+ 89
¿ =87.3µS/cm
= 1,64/3 = 0,55m/s 3
20 x 50 Tengah
A1 = = 500 cm2
2 DHL rata-rata
( 17+24 ) x 50 80+78+83
A2 = = 1025 ¿ =80.3 µS/cm
2 3
cm2 Hilir
A3 = 30 X 50 = 1500 cm2 DHL rata-rata
( 36+37 ) x 50 110+114 +105
A4 = = 1825 ¿ =109.3µS/cm
2 3
cm2
A5 = 40 x 50 = 2000 cm2
( 45+ 49 ) x 50
A6 = = 2350
2
cm2
A7 = 65 x 50 = 3250 cm2
( 40+30 ) x 50
A8 = = 1750
2
cm2
26 x 50
A9 = = 650 cm2
2
Atotal = 14850cm2 = 1,485m2
D=VxA
= 0,55 m/s x 1,485 m2
= 0,82 m3 /s
Kekeruhan
Hulu
Kekeruhan rata-rata
2,39+ 2,49+2,76
¿ =2,54 NTU
3
Tengah
Kekeruhan rata-rata
3,12+ 2,96+2,81
¿ =2,96 NTU
3
Hilir
Kekeruhan rata-rata
ACARA II
Oleh :
NIM : L1A018024
PURWOKERTO
2020
I. PENDAHULUAN
kimia, dan biologi di dalam perairan. Perubahan ini dapat menghabiskan bahan-
perairan . Sungai air tawar sangat rentan bagi kehidupan organisme (Jena, 2013).
sungai akan mengakibatkan terjadinya perubahan faktor fisika, kimia dan biologi di
biota perairan yang merupakan salah satu biota yang rentan terhadap perubahan
lingkungan adalah moluska. Jika polusi masih sedikit atau bahkan tidak ada maka
moluska yang hidup akan jauh lebih banyak dan beragam dengan pertimbangan
tekstur sedimen, kandungan bahan organik pada sedimen serta parameter fisika
(Shalihah, 2017).
Kualitas air sungai dipengaruhi oleh kualitas pasokan air yang berasal dari
daerah tangkapan sedangkan kualitas pasokan air dari daerah tangkapan berkaitan
dengan aktivitas manusia yang ada di dalamnya. Perubahan kondisi kualitas air
pada aliran sungai merupakan dampak dari buangan dari penggunaan lahan yang
ada. Selain itu, berbagai aktivitas manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya
yang berasal dari kegiatan industri, rumah tangga, dan pertanian akan menghasilkan
(Agustiningsih, 2012).
1.1 Tujuan
2.1. Sungai
tidak dikelola dengan baik akan berdampak negatif terhadap sumberdaya air,
gangguan, kerusakan, dan bahaya bagi makhluk hidup yang bergantung pada
sumberdaya air. Sifat atau mutu perairan dapat diketahui melalui pendugaan
(pH), kandungan oksigen terlarut, karbondioksida bebas, BOD, dan COD (Odum,
1971).
sarana irigasi bagi lahan pertanian seperti sawah, kebun dan sektor pertanian
lainnya. Sungai mempunyai kapasitas tertentu dan ini dapat berubah karena
Sungai Panemon merupakan salah satu sungai kecil yang berada di Dusun
Kebanggan Kec. Sumbang, Kab. Banyumas, Jawa Tengah. Daerah Aliran Sungai
(DAS) Panemon secara keseluruhan dengan titik koordinat 7.37667 ° S 109.265 ° E.
Dengan kondisi di sekitar hulu sungai ini dikelilingi oleh semak-semak, di bagian
tengah sungai ini dikelilingi oleh pepohonan, dan di hilir sungai ini berada di sekitar
keperluan MCK, irigasi, bahkan untuk membuang limbah industri rumah tangga.
keasaman atau kebasaan suatu perairan. Perairan dengan nilai pH = 7 adalah netral,
oksigen terlarut dalam suatu perairan akan menentukan kesesuaian kualitas air
karbonat (H2CO3). Sumber utama CO2 dalam perairan dapat berasal dari atmosfir
dan hasil respirasi organisme perairan. Udara yang selalu bersentuhan dengan air
akan mengakibatkan terjadinya proses difusi CO2 ke dalam air. Peningkatan kadar
CO2 diikuti oleh penurunan kadar oksigen terlarut. (Johnson et al., 2010).
BOD merupakan banyaknya oksigen dalam mg/l yang dibutuhkan oleh bakteri
air melalui proses oksidasi biologis aerobik. Menurut Ferdiaz (1992) dalam Romanto
(2013) nilai BOD tidak menunjukan jumlah bahan organik yang sebenarnya, akan
tetapi hanya untuk mengukur secara relatif jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk
yang ada dalam air dapat teroksidasi secara kimiawi. Bahan buangan organik akan
dioksidasi oleh Kalium Bichromat menjadi gas CO2 dan H2O menjadi ion Chrom.
oksigen yang diperlukan untuk reaksi oksidasi terhadap bahan buangan organik
sama dengan jumlah Kalium Bichromat yang dipakai pada reaksi oksidasi
3.1. Materi
3.1.1. Alat
No N U Merek Fungsi
a k
m u
a r
b a
a n
h /
a j
n u
m
l
a
h
1 Air sampel - - Objek yang
diamati
Untuk membilas
2 Akuades - -
alat
dan/atau untuk
pengenceran
3 Na2CO# 0,01 N - Titrasi CO2 bebas
4 KMnO4 0,25 N - Mengikat O2
dalam air
5 H2S 0,01 N - Melarutkan O2
O4
6 KOH – KI 1 ml - Mengikat O2
7 MnSO4 1 ml - Mengikat O2
8 Amilum 0,5 % - Indikator DO
9 Na2S2O3 0,025 N - Titrasi DO
10 P 0,5 % - Indikator CO2
h bebas
e
n
ol
pt
h
al
ei
n
11 A 0,01 N - Titrasi COD
sa
m
O
k
sa
la
3.2. Metode
3.2.1 Ph
inlet, tengah, dan outlet untuk setiap 1 botol berukuran 600 ml. Air
dengan hati- hati agar udara tidak masuk dalam botol dan bolak –
warna biru tepat hilang. Titran ditambahkan satu tetes bila saat
empat buah botol air mineral 600 ml, dua buah botol untuk
Classroom
sifat fisik bagian hulu, tengah, dan hilir Sungai Panemon. Serta
4.1. Hasil
4.2. Pembahasan
4.2.1. pH
Berdasarksn hasil ysng didapatkan nilai pH pada bagian hulu sebesar 7,68,
bagian tengah 7,56 dan bagian hilir 7,48. Tingginya nilai pH pada sungai disebabkan
oleh pengaruh buangan limbah penduduk yang masuk ke perairan sungai. Limbah
atau sampah seperti buangan detergen mengandung senyawa kimia yang dapat
yang masuk kedalam lingkungan perairan. (Ginting 2011 dalam Gulo 2015)
Berdasarkan grafik di atas nilai derajat keasaman tertinggi ada di hulu sebesar
7,682 dan nilai terendah ada di hilir sebesar 7,48.Toleransi organisme air terhadap
pH bervariasi, hal ini tergantung pada suhu air, oksigen terlarut, keberadaan anion
dan kation serta jenis dan stadium organisme (Fajri, dkk. 2013). Kenaikan pH pada
badan perairan biasanya akan diikuti dengan semakin kecilnya kelarutan dari
senyawa- senyawa logam. Umumnya pada pH yang semakin tinggi, maka kestabilan
akan bergeser dari karbonat ke hidroksida. Hidroksida ini mudah sekali membentuk
yang ada di badan perairan akan mengendap membentuk lumpur (Aziz, 2013).
Standar baku mutu untuk pH di perairan berdasarkan PP RI No. 82 tahun 2001
tentang pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air yaitu berkisar
organisme adalah 5-9, apabila krang dari it maka organisme perairan akan
4.2.2. CO2
Panemon pada bagian hulu 1,87 mg/L,bagian tengah adalah 3,19 mg/L dan hilir
adalah 4.4 mg/L. Dari hasil tersebut bisa disimpulkan bahwa kandungan CO2 bebas
bagi perairan yang dimanfaatkan untuk perikanan adalah < 5 mg/L. Boyd (1988)
mg/L masih dapat ditolerir oleh organisme akuatik, dengan syarat disertai kadar
oksigen yang cukup. Maka, kandungan CO2 bebas pada perairan Sungai Panemon
masih cukup normal atau baik untuk kehidupan biota yang ada di perairan tersebut.
sebesar 4,4 mg/L dan kadar terendah adadi hulu sebesar 1,87 mg/L. Hasil ini
organisme, dan air hujan karena di dalam air hujan terdapat kandungan
No.82 Thn. 2001 yaitu 5 mg/L p. Kandungan CO2 bebas pada perairan Sungai Kranji
4.2.3. COD
adalah 5,467 , bagian tengah 7,703 dan bagian hilir 9,80. Faktor yang mempengaruhi
kandungan COD dalam suatu perairan adalah pencemaran oleh limbah industri dan
rumah tangga, dan juga penetrasi cahaya matahari. Semakin tinggi penetrasi cahaya
Berdasarkan grafik nilai COD tertinggi ada di hilir sebesar 9,80 mg/L dan nilai
terendah ada di hulu sebesar 5,467 mg/L. Nilai COD yang cenderung tinggi
menunjukkan bahwa bahan organik yang ada di perairan lebih banyak berada dalam
bentuk yang sukar terdegradasi secara biologis (Soraya & Windusari, 2014). Menurut
kandungan bahan organik yang dapat diurai lewat prsoses kimia juga tinggi, dimana
RI No. 82 tahun 2001 tentang pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran
air yaitu <25 mg/L, dapat dikatakan bahwa Sungai Panemon memenuhi standar
mutu.
4.2.4. DO
7,8 O2/L, bagian tengah 5,4 O2/L dan bagian hilir 3,4 O2/L. Perbedaan Nila kadar
oksigen terlarut disebabkan oleh beberapa faktor seperti arus dan kekeruhan.
Perairan dapat dikategorikan sebagai perairan yang baik dan tingkat pencemarannya
rendah, jika kadar oksigen terlarutnya > 5 mg/l (Salmin 2005 dalam Ali et al, 2013).
Berdasarkan grafik nilai oksigen terlart tertinggi ada di hulu sebesar 7,8 mg/L
dan nilai terendah ada di hilir sebesar 3,4 mg/L. Tingginya nilai oksigen terlarut
pada perairan diduga karena sedikitnya aktivitas manusia di kawasan ini, sehingga
tidak memberikan pengaruh langsung pada kandungan oksigen terlarut (Fajri, 2013).
oksigen terlarut berperan dalam prosesoksidasi dan reduksi bahan organik dan
anorganik. Karena proses oksidasi dan reduksi inilah maka peranan oksigen terlarut
pencemaran air yaitu berkisar antara > 2 mg/L, maka dapat dikatakan bahwa
perairan tersebut sudah memenuhi standar baku mutu air (Kelas II) untuk budidaya
ikan air tawar. Menurut Frasawi (2013) menyatakan bahwa DO >5 mg/L sangat baik
4.2.5. BOD
Berdasarkan hasil pengamatan nilai BOD sungai Panemon bagian hulu adalah
0,178 mg/L, bagian tengah 0,4 mg/L dan bagian hilir 0,8 mg/L. Sungai yang
mengalami tingkat pencemaran tinggi memiliki Nilemi BOD diatas 25 ppm dan
tingkat BOD dikatakan rendah antara 0-10 ppm , jika BOD dalam suatu perairan
tinggi maka DO turun karena oksigen yang terlarut tersebut digunakan oleh bakteri..
Makin besar kadar BOD nya, maka merupakan indikasi bahwa perairan tersebut
telah tercema
Berdasarkan grafik nilai BOD tertinggi ada di hilir sebesar 0,8 mg/L dan nilai
terendah ada di hulu sebesar 0,178 mg/L. Makin besar kadar BOD nya, maka
merupakan indikasi bahwa perairan tersebut telah tercemar. Kadar BOD dalam air
perairan yang baik berkisar 0 – 10 ppm. Naiknya angka BOD dapat berasal dari
bahan-bahan organik yang berasal dari limbah domestik dan limbah lainnya (Ali,
dkk., 2013). Sungai dengan BOD rendah memiliki tingkat nutrisi yang rendah dan ini
pencemaran air yaitu berkisar >2 mg/L, nilai yang diperoleh tidak melebihi standar
baku mutu tersebut dan dapat dikatakan bahwa perairan tersebut masih normal
kelangsungan kegiatan budidaya ikan maka kondisi air masih baik untuk
5.1. Kesimpulan
1. Parameter kimia perairan untuk uji kualitas perairan lotik meliputi pH, DO, CO2,
2. Kualitas perairan Sungai Panemon dilihat dari aspek kimia masih cukup baik
untuk digunakan karena masih dalam rentang standar mutu baku perairan.
DAFTAR PUSTAKA
Azwar, A. Soemarno. Mangku P. 2013. Kajian Kualitas Air dan Status Mutu Air
Berutu, Eta Rinayanta dan Masdiana Sinambela. 2016. Analisis Substrat dan
Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumber Daya dan
Gazali, dkk. 2013. Evaluasi Dampak Pembuangan Limbah Cair Pabrik Kertas
Lumaela, A. K., Bambang W. O., & Sutikno. 2013. Pemodelan Chemical Oxygen
Nayan, Nasir, et al. 2012. Trend of River Water Quality and Pollution in Coastal
Philadelphia, London.88p.
Salmin. 2005. “Oksigen Terlarut (DO) dan Kebutuhan Oksigen Biologi (BOD)
Soraya, Hanafiah, Z., & Windusari, Y. 2014. Analisis Fisik Kimia Perairan untuk
Tanjung, R. H. R., Maury, H. K., Suwito. 2016. Pemantauan Kualitas Air Sungai
Papua.8(1):38–47.
LAMPIRAN
ACARA III
Oleh :
Nama : Abdul Rahman
NIM : L1A018024
Air merupakan sumber daya alam yang diperlukan untuk hajat hidup
orang banyak, bahkan oleh semua makhluk hidup. Oleh karena itu sumber
daya air tersebut harus dilindungi agar tetap dapat dimanfaatkan dengan baik
oleh manusia dan makhluk hidup lainnya. Pemanfaatan air untuk berbagai
satu sumber air yang banyak dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan hidup
ekosistem yang sangat penting bagi manusia. Sungai juga menyediakan air bagi
sebagai wadah pengaliran air selalu berada di posisi paling rendah dalam
landskap bumi, sehingga kondisi sungai tidak dapat dipisahkan dari kondisi
Daerah Aliran Sungai (PP 38 Tahun 2011). Kualitas air sungai dipengaruhi oleh
kualitas pasokan air yang berasal dari daerah tangkapan sedangkan kualitas
pasokan air dari daerah tangkapan berkaitan dengan aktivitas manusia yang
ada di dalamnya (Wiwoho, 2005 dalam Dyah 2012). Perubahan kondisi kualitas
air pada aliran sungai merupakan dampak dari buangan dari penggunaan
lahan yang ada (Tafangenyasha dan Dzinomwa, 2005 dalam Dyah 2012).
Perubahan pola pemanfaatan lahan menjadi lahan pertanian, tegalan dan
terhadap kondisi hidrologis dalam suatu Daerah Aliran Sungai. Selain itu,
dari kegiatan industri, rumah tangga, dan pertanian akan menghasilkan limbah
gastropoda (Kristanto, 2004 dalam Ayu et al., 2015). Oleh karena itu, perlunya
1.1. Tujuan
Tujuan dari praktikum acara analisis sifat fisik air adalah
2.1. Sungai
2.1.1. Sungai
dengan baik akan berdampak negative terhadap sumber daya air, diantaranya
kerusakan dan bahaya bagi makhluk hidup yang bergantung pada sumber
daya air. Bahan pencemar (polutan) adalah bahan-bahan yang bersifat asing
bagi alam atau bahan yang berasal dari alam itu sendiri yang memiliki suatu
Sungai terdapat interaksi antara faktor biotik dan abiotik. Faktor biotik
Sungai memiliki dua daerah (zona) utama, yaitu zona air deras daerah
yang dangkal di mana kecepatan arus cukup tinggi untuk menyebabkan dasar
sungai bersih dari endapan dan materi lainnya, sehingga dasarnya padat, zona
ini dihuni oleh benthos yang beradaptasi khusus atau organisme perifitik yang
dapat melekat atau berpegangan kuat pada dasar sungai dan ikan perenang
Dusun Kebanggan Kec. Sumbang, Kab. Banyumas, Jawa Tengah. Daerah Aliran
109.265 ° E. Dengan kondisi di sekitar hulu sungai ini dikelilingi oleh semak-
semak, di bagian tengah sungai ini dikelilingi oleh pepohonan, dan di hilir
Air Tenang yaitu bagian air yang dalam dimana kecepaan arus telah berkurang,
maka lumpur dan materi yang berada dalam air cenderung mengendap pada
dasar perairan, sehingga dasarnya lunak dan tidak sesuai untuk benthos
permukaan tapi cocok untuk penggali nekton dan beberapa plankton (Odum,
2.2.1. Bentos
yang berukuran >2 mm, meiobenthos yaitu kelompok benthos yang berukuran
0,2–2 mm, dan mikrobenthos yaitu kelompok benthos yang berukuran <0,2 mm
(Barus, 2004).
2.2.2. Makrobentos
dasar atau hidup pada sedimen dasar (Hariyanto et al., 2008). Perairan yang
2.2.3. Kepadatan
banyak organisme yang berada pada daerah yang diamati. Saat mencari
2.2.4. Keragaman
sungai tersebut (Angeleier, 2003 dalam Saiful 2014). Pada saat ini penggunaan
mereka dipengarui oleh tekanan akibat dari kegiatan manusia dan destruksi
3.1. Materi
3.1. Alat
Tabel 1. Alat praktikum
3.2. Bahan
3.2. Metode
Pengambilan sampel makrobentos dilakukan dengan menggunakan
metode hand sorting dengan luasan transek 1x1 m2. Substrat yang berada dalam
kantong plastik yang telah disediakan. Kemudian sampel yang telah diperoleh
tersebut kemudian disimpan dalam botol sampel dan diberi larutan formalin
dengan bantuan mikroskop stereo atau loupe. Variabel yang diamati adalah
a. Kepadatan Makobenthos
3.2. Waktu dan Tempat
Praktikum acara analisis sifat fisika air ini dilaksanakankan pada hari
Sabtu tanggal 30 April 2020 di Sungai Panemon pada bagian hulu, tengah, dan
hilir.
4.1. Hasil
Tabel 3. Sifat Biologi Sungai Panemon
4.1. Pembahasan
4.1.1. Kepadatan
dan spesies Thiara scabra total 1 buah dengan kepadatan 0.33 individu/ m 2. Lalu
tengah.
dangkal biasanya memiliki variasi habitat yang lebih besar dari pada daerah
penting sebagai makanan alami untuk ikan, bentos juga memegang peranan
dan merubah balik bahan organik dalam perairan, dan bentos menduduki
urutan kedua dan ketiga dalam kehidupan komunitas perairan (Odum, 1994
4.1.2. Keragaman
Thiara scabra, dengan keragaman 3,09. Lalu di bagian hilir didapatkan spesies
Sulcospira testudinaria dan Parathelpusa convexa dengan keragaman 2,81. Hal ini
bagian hulu sebesar 0 dan paling tinggi daerah tengah sebesar 3.09termasuk
rendah. Hal ini sesuai dengan pendapat Krebs (1985) bahwa nilai indeks
kemungkinan di daerah tengah dan hulu sudah tercemar oleh berbagai limbah
Semakin dalam substrat dasar suatu perairan, maka semakin sedikit jumlah
dicirikan oleh kedalaman serta fraksi substrat berupa debu, liat dan
famili Tubificidae dan family Chironomidae (Beck dan Driver dalam Kasry et
5.1. Kesimpulan
5.2. Saran
pemberian materi yang ada, agar para mahasiswan dapat mengerjakan dengan
27-36.
Berutu, Eta Rinayanta dan Masdiana Sinambela. 2016. Analisis Substrat dan
Indeks Keanekaragaman Makrozoobentos di Aliran Sungai Babura Kota
Medan. Jurnal Biosains.2(1): 39-46.
Rinawati., Hidayat, Dicky., Suprianto, R., Dewi, Putri Sari. 2016. Penentuan
Kandungan Zat Padat (Total Dissolve Solid Dan Total Suspended Solid)Di
Perairan Teluk Lampung. Analit: Analytical And Environmental
Chemistry.Volume 1, No 01.
Sari, T Ersti Yulika., Usman. 2012. Studi Parameter Fisika Dan Kimia Daerah
Penangkapan Ikan Perairan Selat Asam Kabupaten Kepulauan Meranti
Propinsi Riau. Jurnal Perikanan Dan Kelautan.17,1 (2012) : 88-100.
Zulfia, Naila., Aisyah. 2013. Status Trofik Perairan Rawapening Ditinjau Dari
Kandungan Unsur Hara (No3 Dan Po4) Sertaklorofil-A. BAWAL Vol. 5:
189-199 .
LAMPIRAN
ACARA IV
Oleh :
Nama : Abdul Rahman
NIM : L1A018024
Kolam merupakan badan air tergenang buatan manusia yang memiliki ciri ekologis
hampir sama dengan danau. Kolam dibangun sebagai sarana budidaya berbagai
macam jenis ikan dengan sumber air umumnya berasal dari waduk atau sungai yang
dialirkan ke kolam-kolam melalui saluran irigasi, baik yang dibangun khusus untuk
kebutuhan air bagi lahan pertanian secara umum. Tingkat produktifitas kolam
antara lain ditentukan oleh faktor lingkungan, terutama kesesuaian kualitas air yang
Perairan lentik adalah kumpulan masa air yang relatif diam atau tenang seperti
danau, situ, rawa, waduk atau telaga. Adapun perairan lotik merupakan suatu
habitat perairan yang mengalir seperti sungai dan kanal. Situ merupakan salah satu
tipe perairan lentik, dalam kamus bahasa Indonesia diartikan sebagai telaga atau
danau, namun biasanya situ lebih kecil ukurannya dibandingkan danau. Tipe
perairan menggenang seperti rawa dan situ dicirikan dengan tepian yang landai,
kedalaman < 10 m, fluktuasi air 2–5 m, daerah derodon luas, daerah tangkap hujan
sedang, masa simpan air sedang, pengeluaran air atas (Kasasiah et al., 2009 dalam
Marwoto, 2014).
pendekatan sifat fisika dan kimiawinya, diantaranya kandungan air tanah, berat
volume tanah kering, warna tanah (Munsell color chart), pH tanah kering, berat jenis
tanah, bahan organik tanah dan N total tanah. Analisis karakteristik sifat fisikokimia
1.1. Tujuan
2.1. Kolam
Kolam merupakan badan air tergenang buatan manusia yang memiliki ciri
ekologis hampir sama dengan danau. Kolam dibangun sebagai sarana budidaya
berbagai macam jenis ikan dengan sumber air umumnya berasal dari waduk atau
sungai yang dialirkan ke kolam-kolam melalui saluran irigasi, baik yang dibangun
khusus untuk mengairi kolam, maupun saluran irigasi yang dibangun untuk
Kualitas air pada sumbernya (sungai dan saluran irigasi) maupun yang telah
fluktuasi dari waktu ke waktu. Fluktuasi tersebut dapat terjadi baik sebagai akibat
dari kondisi eksternal harian yang berhubungan dengan cahaya matahari, iklim dan
cuaca, juga dapat diakibatkan secara in situ oleh faktorfaktor operasional kegiatan
budidaya itu sendiri seperti pemberian makanan dan tindakan operasional lainnya
(Hasibuan, 2013).
ekologis hampir sama dengan danau. Kolam dibangun sebagai sarana budidaya
berbagai macam jenis ikan dengan sumber air umumnya berasal dari waduk atau
sungai yang dialirkan ke kolam-kolam melalui saluran irigasi, baik yang dibangun
khusus untuk mengairi kolam, maupun saluran irigasi yang dibangun untuk
populasi plankton yang mempengaruhi tingkat tropik perairan atau kolam tersebut
(Agustini dan Sri, 2014). Dikatakan pula oleh Nybakken (1992) dalam Agustini dan
Sri (2014) bahwa sifat fisik-kimia suatu perairan sangat penting dalam ekologi.
Sehingga selain melakukan pengamatan terhadap faktor biotik, perlu juga dilakukan
dengan faktor abiotik akan dapat diperoleh gambaran tentang kualitas suatu
beberapa faktor fisika kimia perairan. Adapun faktor fisika kimia yang cenderung
2.2.1. Suhu
Suhu adalah salah satu faktor yang penting dalam suatu perairan untuk
mengukur temperatur lingkungan tersebut. Suhu merupakan salah satu faktor yang
penting dalam suatu perairan karena suhu merupakan faktor pembatas bagi
tertentu, sehingga untuk menyesuaikan temperatur suatu habitat yang lainnya dapat
visual dengan menggunakan secchi disk. Nilai kecerahan dinyatakan dalam satuan
panjang. Nilai ini sangat dipengaruhi oleh keadaan cuaca, waktu pengukuran,
pengukuran (Effendi, 2003). Kondisi kecerahan pada kolam yang hendak digunakan
untuk pemeliharaan ikan adalah lebih besar dari 10% penetrasi cahaya sampai dasar
2.2.3. Kedalaman
dasar, tengah dan permukaan. Kedalaman merupakan salah satu faktor yang
(Odum, 1971).
2.1.1. TSS
Zat padat tersuspensi (Total Suspended Solid) adalah semua zat padat
(pasir, lumpur, dan tanah liat) atau partikel-partikel yang tersuspensi dalam air dan
fungi, ataupun komponen mati (abiotik) seperti detritus dan partikel partikel
2.1.2. TDS
TDS (Total Dissolve Solid) adalah ukuran zat terlarut (baik itu zat organik
maupun anorganik, misalnya garam dan sebagainya) yang terdapat pada sebuah
larutan. TDS meter menggambarkan jumlah zat terlarut dalam Part Per Million (PPM)
atau sama dengan milligram per Liter (mg/L) (Insan, 2008 dalam Agustira, 2013).
2.1.3. Kekeruhan
Kekeruhan adalah ukuran yang menggunakan efek cahaya sebagai dasar untuk
mengukur keadaan air baku dengan skala NTU (nephelo metrix turbidity unit) atau
JTU (jackson turbidity unit) atau FTU (formazin turbidity unit), kekeruhan ini
disebabkan oleh adanya benda tercampur atau benda koloid di dalam air. Hal ini
membuat perbedaan nyata dari segi estetika maupun dari segi kualitas air itu sendiri
2.1.4. Konduktivitas
kemampuan air untuk meneruskan aliran listrik. Oleh karena itu, semakin banyak
garam-garam terlarut yang dapat terionisasi, maka semakin tinggi pula nilai
konduktivitas dan massa air mempengaruhi sifat kimia dari air (Gupte, 2013).
2.1.5. Warna
Warna adalah kenampakan visual dari badan air (jernih, coklat, atau hitam),
semakin gelap air menunjukkan bahwa kualitas air yang semakin jelek (Supangat
dkk, 2002). Warna air dalam suatu perairan dipengaruhi oleh cahaya matahari yang
masuk ke perairan disebabkan oleh pembiasan yang dilakukan oleh air. Cahaya
matahari akan menyebabkan warna yang berbeda terhadap perairan yang satu
terlarut. Warna tampak adalah warna yang tidak hanya disebabkan bahan terlarut
2.1.6. Bau
Bau adalah udara yang ditangkap oleh indera penciuman. Persoalan bau di
kolam secara umum disebabkan oleh empat penyebab, antara lain: rendahnya
polusi kimia dan kondisi geologi. Peningkatan tingkat kandungan oksigen dan
berputarnya air kaya oksigen di dalam kolam, kondisi anaerob dapat diminimalkan
3.1. Materi
3.1.1.Alat
Tabel 1. Alat Praktikum
3.2. Metode
3.2.1. Kedalaman
dahulu masuk ke dalam badan perairan yang akan di ukur dan penentuan
pengambilan titik kedalaman. Masukan secci disk sampai dasar , liat skala di
yang di celupkan ke dalam badan air sampai warna pada keping secchi disk
sudah sukar di lihat oleh mata. Lakukan pencatatan dan menghitung hasilnya.
3.2.3. Suhu
dengan bantuan tali rafia dicelupkan ke dalam badan air yang akan diteliti
3.2.4. Kekeruhan
Pengukuran kekeruhan dilakukan dengan menggunakan alat
dikalibrasi dengan larutan standar yang ada 15(0 NTU dan 100 NTU), setelah
itu isi kuvet dengan air sampel, kemudian diukur dan dicatat hasil
pengukurannya
YK- 22CT. TDS meter terlebih dahulu dikalibrasi dengan larutan standar yang
ada, setelah itu isi kuvet dengan air contoh, diukur dan dicatat hasilnya.
Lutron YK- 22CT. TDS meter terlebih dahulu dikalibrasi dengan larutan
standar yang ada, setelah itu kuvet diisi dengan air contoh, diukur dan dicatat
hasilnya.
3.2.7. Warna
3.2.8. Bau
Bau pada kolam ditentukan dengan indera penciuman. Sampel air yang
akan di uji diambil ke dalam wadah, lalu dekatkan dengan hidung catat hasil
yang di dapat.
Tipe substrat pada kolam ditentukan dengan diliat dan dirasakan tekstur
dengan histogram atau diagram blok antara titik sampling atau waktu
sampling.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil
4.1. Pembahasan
4.1.1. Suhu
Berdasarkan hasil pengamatan nilai suhu pada pukul 05.30 sebesar 25,24 oC dan pada pukul
13.00 sebesar 29,96 oC. Waktu siang memiliki nilai temperature tertinggi, diperkirakan karena
ketika siang kolam terpapar sinar matahari dengan minimnya vegetasi tutupan di sekitar kolam
membuat panas matahari masuk dan terjadi penyerapan oleh materi perairan. Sesuai dengan
pustaka yang menyebutkan kenaikan temperature berhubungan lansung dengan TSS dan TDS.
Kenaikan nilai TSS dan TDS disebabkan oleh kenaikan temperatur perairan terjadi sejak
penyerapan cahaya matahari oleh materi perairan. Temperatur juga merupakan parameter fisika
yang dapat dipengaruhi oleh kecerahan dan kedalaman. Air yang dangkal dan daya tembus
matahari yang tinggi dapat meningkatkan suhu perairan (Kamsuri et al., 2013).
Berdasarkan grafik tersebut suhu tertinggi pada pukul 13.00 sebesar 29,96 oC dan terendah
pada pukul 05.30 sebesar 25,24 oC. Suhu perairan mengalami fluktuasi setiap hari, terutama
mengikuti pola suhu udara lingkungan,intensitas cahaya matahari, letak geografis, penaungan,
dan kondisi internal perairan seperti kekeruhan, kedalaman, kecepatan arus, dan timbunan bahan
organik di dasar perairan. Meningkatnya suhu sebesar 10°C akan meningkatkan laju metabolisme
sebesar 2–3 kali lipat. Naiknya suhu menyebabkan kelarutan oksigen dalam air menurun,
sehingga organisme air sulit untuk respirasi. Suhu udara yang baik untuk perkembangan
organisme akuatik dan tidak menimbulkan tekanan yang berbahaya berkisar antara 24 oC - 27 oC
(Sinambela, 2015).
Standar baku mutu air menurut PP RI no. 82 tahun 2001 tentang pengelolaan kualitas air dan
pengendalian pencemaran air mengenai kondisi suhu perairan yang baik minimal 20 ℃ dan
Berdasarkan data pengamatan diambil pada 2 waktu yaitu pukul 05.30 pagi tidak terdapat
penetrasi cahaya dan pada waktu siang hari yaitu 13.00 sebesar 35 cm.
Berdasarkan grafik penetrasi cahaya kolam tertinggi pada pukul 13.00 sedangkan terendah
pada pukul 05.30. Hal ini telah sesuai dengan referensi bahwa kecerahan yang tinggi terjadi pada
waktu siang hari karena pada waktu ini cahaya dapat masuk ke dalam perairan. Kecerahan badan
perairan di pengaruhi oleh banyak tidaknya cahaya yang masuk kedalam perairan. Menurut
Ariawan dan Poniran (2004) dalam Pramleonita (2018), nilai kecerahan di atas 35 cm tergolong
sehingga air akan semakin transparan dan dapat menaikkan suhu air. Kecerahan dipengaruhi
oleh zat-zat terlarut dalam air. Makin besar kecerahan air, maka penetrasi cahaya juga makin
tinggi, sehingga proses fotosintesis bisa berlangsung semakin dalam. Akan tetapi semakin besar
nilai kecerahan pada suatu perairan, maka suhu air semakin besar (Pramleonita, 2018).
Standar baku mutu air menurut PP RI no. 82 tahun 2001 tentang pengelolaan kualitas air
dan pengendalian pencemaran air nilai standar penetrasi cahaya adalah 20 cm.Maka Sungai
4.1.2. Kedalaman
Kedalaman pada waktu pagi hari pukul 05.30 yaitu 0.5933 meter dan kedalaman pada
waktu siang hari yaitu pukul 13.00 adalah 0.4833 m. Hal ini sesuai dengan referensi karena
seharusnya semakin siang maka kedalamannya semakin dangkal karena rendah dan tingginya
kedalaman kolam dapat disebabkan karena tingginya penumpukan bahan organik yang berupa
kotoran ikan dan sisa pakan serta batas pandang manusia karena cahaya (Ma’rufi, et al.,2015).
Berdasarkan grafik tersebut nilai kedalam kolam minimum pada pukul 13.00 dan kedalaman
Standar baku mutu kedalaman menurut PP No. 38 Tahun 2011 adalah 0,5-0,7 meter.Kolam
4.1.3. Kekeruhan
Berdasarkan hasil pengamatan nilai kekeruhan kolam pada pukul 05.30 adalah 7,87
Berdasarkan grafik menunjukkan nilai kekeruhan tertinggi pada pukul 13.00 sebesar 14,46
NTU dan yang terendah pada pukul 05.30 sebesar 7,87 NTU. Kekeruhan yang tinggi
menyebabkan rendahnya intensitas cahaya yang masuk ke dalam perairan. Sehingga proses
2015). Pengaruh ekologis kekeruhan adalah menurunnya daya penetrasi cahaya matahari ke
dalam perairan juga akan berakibat terhadap mekanisme pernafasan organisme perairan
(Sinambela, 2015).
Standar baku mutu air menurut PP RI no. 82 tahun 2001 tentang pengelolaan kualitas air dan
pengendalian pencemaran air mengenai kondisi kekeruhan suatu perairan yaitu sebesar 25 NTU,
maka kolam tersebut dapat dikatakan kurang baik untuk dilakukan budidaya pada kolam
tersebut.
4.1.4. TDS
Berdasarkan grafik menunjukkan nilai TDS tertinggi pada pukul 13.00 sebesar 4,33 mg/L
dan yang terendah pada pukul 05.30 sebesar 49,67 mg/L. Bahan-bahan terlarut pada perairan
alami secara umum tidak bersifat toksik, akan tetapi jika berlebihan akan dapat menurunkan
kualitas perairan. Bahan yang tidak larut akan membentuk koloid atau tersuspensi, yang akan
meningkatkan nilai kekeruhan perairan, yang selanjutnya akan menghambat penetrasi cahaya
matahari dan mempengaruhi proses fotosintesis atau proses lain diperairan (Tanjung, 2016).
Peningkatan TDS akan meningkatkan konduktivitas dalam air karena konduktivitas air
Nilai TDS yang masih mendukung kehidupan organisme akuatik menurut Effendi (2003),
air tawar memiliki nilai TDS antara 0-1000 mg/L dan air payau memiliki nilai TDS antara 1.001-
3.000 mg/L. Sehingga berdasarkan hasil pengukuran di kolam dalam waktu yang berbeda masih
berpotensi untuk kehidupan organisme, karena nilai TDS nya kurang dari 1000 mg/L. Hal tesebut
pun sesuai dengan standar baku mutu air menurut PP RI no. 82 tahun 2001 tentang pengelolaan
kualitas air dan pengendalian pencemaran air mengenai kondisi TDS suatu perairan yaitu sebesar
41–278 mg/L L, maka perairan tersebut masih dikatakan baik untuk organisme akuatik.
4.1.5. DHL
Berdasarkan hasil data pada grafik dapat diketahui tingkat DHL pada pukul 05.30 pagi yaitu
sebesar 76 µmhos/cm dan tingkat DHL pada pukul 13.00 sama yaitu sebesar 76 µmhos/cm. TDS
akan tinggi dengan banyaknya ionik yang bisa disebabkan oleh hasil ekskresi dari
mikroorganisme (Miefthawati, 2014).Nilai konduktivitas suatu larutan dipengaruhi oleh zat yang
terlarut didalamnya sebagai contoh larutan garam (NaCl), semakin bnyak jumlah garam yang
terlarut maka konduktivitasnya semakin besar (Arthana, 2006 dalam Wiono, 2014). Daya hantar
listrik (DHL) yang semakin jauh darisumber pencemar (limbah) justru memiliki nilai kandungan
DHL semakin tinggi. DHL merupakan kemampuandari substansi untuk menghantarkan arus
Sesuai standar baku mutu PP RI No. 82 Tahun 2001 maka kolam tersebut belum memenuhi
Berdasarkan hasil praktikum warna air kolam pukul 05.30 adalah hijau bening dan pukul
13.00 berwarna hijau kecoklatan.Warna pada air disebabkan oleh adanya partikel hasil
pembusukan bahan organik, ion- ion metal alam (besi dan mangan), plankton, humus, buangan
industri, dan tanaman air (Munfiah, 2013). Hal ini disebabkan oleh tipe substrat kolam yaitu tanah
berlumpur. Kemudian warna pada kolam yaitu pada pagi hari warna tampak coklat, warna
sesungguhnya coklat muda. Pada siang hari warna tampak coklat kehijauan, warna
sesungguhnya coklat.
Standar baku mutu berdasarkan PP RI No. 82 Tahun 2001 air kolam yang baik tidak
4.1.7. Bau
Berdasarkan hasil pengamatan bau air pada pukul 05.30 diperoleh tidak berbau dan pada
pukul 13.00 diperoleh sedikit amis. Bau amis yang ditimbulkan berasal dari bau ikan itu sendiri
karena sisa metabolisme yang berupa amoniak. Amoniak merupakan salah satu bahan organik
yang mempengaruhi bau kolam itu sendiri. Selain itu, air yang berbau dapat disebabkan oleh
reduksi sulfat dengan adanya bahan-bahan organik dan mikroorganisme anaerobik (Gandhi,
2012).
Standar baku mutu sesuai dengan PP RI No. 82 Tahun 2001 adalah kolam yang baik tidak
Berdasarkan hasil pengamatan tipe substrat pada pukul 05.30 dan pada pukul 13.00
menunjukkan tipe substrat yang sama yaitu berlumpur. Hal ini sesuai dengan pendapat Saberina,
dkk (2013) bahwa tanah dasar kolam yang tidak dilakukan pengelolaan secara baik akan
berdampak pada akumulasi sedimen lunak di daerah kolam yang lebih dalam sehingga menjadi
masalah setelah 15-20 tahun bila dilakukan budidaya secara kontinyu. Faktor-Faktor yang
mempengaruhi substrat adalah kandungan bahan organik menggambarkan tipe dan substrat dan
kandungan nutrisi di dalam perairan. Tipe substrat berbeda- beda seperti pasir lumpur dan tanah
V.1. Kesimpulan
1. Parameter fisik perairan untuk uji kualitas perairan lentik meliputi suhu,
2. Kualitas perairan kolam di BBI Pandak dilihat dari aspek fisik masih cukup baik
untuk digunakan karena masih dalam rentang standar mutu baku perairan.
V.2. Saran
DAFTAR PUSTAKA
Brower JE., Zar JH. 1977. Field and Laboratory Method for General Ecology.
Buduque. Brown Pulb.
Irawan, David. 2015. Kualitas Air Tanah Pada Lahan Gambut Di Desa Eka
Mulya Kecamatan Mesuji Timur Kabupaten Mesuji. Skripsi. Bandar
Lampung : Universitas Lampung.80 hal.
Munsiri, P, C.E. Boyd, and B.J. Hajek. 1995. Physical and Chemical
Characteristics of Bottom Soil Profiles in Ponds at Auburn, Alabama, USA,
and a Proposed Method for Describing Pond Soil Horizons. Journal of the
World Aquaculture Socieety. 26:346–377.
Richard, M., Sipriana, S., Tumembouw., & Yoppy, M. 2013. Analisis Kualitas
Fisika Kimia Air di Areal Budidaya Ikan Danau Tondano Sulawesi Utara.
Jurnal Budidaya Perairan. 2 (1): 29-37
Rizki, A., Yunasfi., & Muhtadi, A.,. 2015. Analisis Kualitas Air dan Beban
Pencemaran di Danau Pondok Lapan Kecamatan Salapian Kabupaten
Langka. Jurnal Universitas Sumatera Utara.
Saberina, H., & Syafriadiman. 2013. Karakteristik Fisika dan Kimia Profil Tanah
Dasar Kolam di Desa Koto Mesjid Kabupaten Kampar. Jurnal Perikanan
dan Kelautan. 1 (18).
Tanjung, R.H.R., Maury, HK., & Suwito. 2016. Pemantauan Kualitas Air Sngai
Digoel, Distrik Jair, Kabpaten Boven Digoel. Papua. Jurnal Biologi Papua.1
(8): 38-47
Zulfia, Naila., Aisyah. 2013. Status Trofik Perairan Rawapening Ditinjau Dari
Kandungan Unsur Hara (No3 Dan Po4) Sertaklorofil-A. BAWAL Vol. 5 (3):
189-199
LAMPIRAN
ACARA V
Oleh :
Nama : Abdul Rahman
NIM : L1A018024
ciri ekologis hampir sama dengan danau. Kolam dibangun sebagai sarana
budidaya berbagai macam jenis ikan dengan sumber air umumnya berasal dari
waduk atau sungai yang dialirkan ke kolam-kolam melalui saluran irigasi, baik
yang dibangun khusus untuk mengairi kolam, maupun saluran irigasi yang
dibangun untuk mememuhi kebutuhan air bagi lahan pertanian secara umum.
2013)
Perairan lentik adalah kumpulan masa air yang relatif diam atau tenang
seperti danau, situ, rawa, waduk atau telaga. Adapun perairan lotik merupakan
suatu habitat perairan yang mengalir seperti sungai dan kanal. Situ merupakan
salah satu tipe perairan lentik, dalam kamus bahasa Indonesia diartikan sebagai
telaga atau danau, namun biasanya situ lebih kecil ukurannya dibandingkan
danau. Tipe perairan menggenang seperti rawa dan situ dicirikan dengan
tepian yang landai, kedalaman < 10 m, fluktuasi air 2–5 m, daerah derodon
luas, daerah tangkap hujan sedang, masa simpan air sedang, pengeluaran air
kandungan air tanah, berat volume tanah kering, warna tanah (Munsell color
chart), pH tanah kering, berat jenis tanah, bahan organik tanah dan N total
Hasibuan, 2013).
1.2. Tujuan
Tujuan dari praktikum analisis sifat kimia air kolam Pendederan Ikan
perbedaan analisis sifat kimia air kolam Pendederan Ikan Nilem (Osteochilus
2.1. Kolam
jumlah tertentu sehingga dapat digunakan untuk pemeliharaan ikan dan atau
perairan buatan yang luasnya terbatas dan sengaja dibuat manusia agar mudah
agar mudah dikelola dalam hal pengaturan air, jenis hewan budidaya dan
target produksinya. Kolam selain sebagai media hidup ikan juga harus dapat
berfungsi sebagai sumber makanan alami bagi ikan, artinya kolam harus
Syarat esensial bagi suatu kolam yang efektif adalah (1) kondisi
panjang dan dalam kolam, (2) cukup air yang memenuhi syarat, (3) terdapat
bahan tanah yang kedap air, bukan pasir, (4) semua kolam harus dilengkapi
fasilitas pelimpasan untuk menyalurkan air kalau terjadi terjadi banjir, dengan
aman, dan (5) kolam harus dapat dikeringkan untuk perbaikan
(Darfianto,2013).
ciri ekologis hampir sama dengan danau. Kolam dibangun sebagai sarana
budidaya berbagai macam jenis ikan dengan sumber air umumnya berasal dari
waduk atau sungai yang dialirkan ke kolam-kolam melalui saluran irigasi, baik
yang dibangun khusus untuk mengairi kolam, maupun saluran irigasi yang
dibangun untuk mememuhi kebutuhan air bagi lahan pertanian secara umum.
perairan atau kolam tersebut (Agustini dan Sri, 2014). Dikatakan pula oleh
Nybakken (1992) dalam Agustini dan Sri (2014) bahwa sifat fisik-kimia suatu
beberapa faktor fisika kimia perairan. Adapun faktor fisika kimia yang
Soesono (1988) dalam Armita (2011) bahwa pengaruh bagi organisme sangat
besar dan penting, kisaran pH yang kurang dari 6,5 akan menekan laju
perairan.
gas oksigen dalam bentuk terlarut dalam suatu perairan. Oksigen terlarut
kedalaman.
2.2.4. DMA (Daya Menggabung Asam)
lingkungan hidup. Nilai DMA yang baik yaitu berkisar antara 2-2,5 mg/L.
Apabila daya menggabung asam memiliki nilai yang terlalu rendah, maka
3.1. Materi
3.1.1 Alat
3.1.2 Bahan
3.2 Metode
sampel pada gelas dan celupkan elektroda kedalam gelas yang berisi air
sampel, tunggu sampai pH stabil dan catat hasil yang tertera pada alat.
Sampel air diambil dengan botol Winkler 250 mL, lalu ke dalamnya
pipet seukuran. Kemudian botol sampel tersebut tutup dengan hati-hati agar
udara tidak masuk ke dalam botol dan bolak-balik minimal sebanyak 15 kali
dan diamkan (± 2 menit) sampai terjadi endapan warna coklat atau cairan
H2SO4 pekat sebanyak 1 mL dengan bantuan pipet Mohr. Ambil sebanyak 100
biru. Titrasi dilanjutkan kembali sampai warna biru hilang. Volume titrasi yang
Rumus perhitungan :
Sampel air ambil dengan botol Winkler 250 mL, dengan gelas ukur ambil
larutan Na2CO3 0,01 N sampai larutan berwarna merah jambu muda dan
3.2.4 DMA
Sampel air ambil dengan botol Winkler 250 ml, dengan gelas ukur ambil
100 ml dan pindahkan ke dalam labu erlenmeyer. Setelah itu tambahkan 3 tetes
indikator methyl orange (MO). Kemudian titrasi dengan larutan HCl 0,1 N
dengan histogram atau diagram blok antara titik sampling atau waktu
sampling.
II. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil
4.2. Pembahasan
terendah pada pengukuran pukul 05.30 sebesar 7,50. Kondisi pH yang sangat
meningkatkan konsentrasi amoniak dalam air yang juga bersifat toksik bagi
pH suatu perairan yaitu sebesar 6 -9, maka kolam tersebut dapat dikatakan baik
05.30 adalah 2,2 mg/L dan pada pukul 12.30 adalah9,9 mg/L
memiliki nilai tertinggi yaitu pada siang hari pukul 12.30 sebesar 9,9 mg/L, dan
pada pagi hari pukul 05.30 sebesar 2,3 mg/L. Tinggi rendahnya nilai oksigen
terlarut erat hubungannya dengan pergerakan air pada suatu perairan. Oksigen
akuatik dalam melakukan aktifitas (Richard, 2013). Jika oksigen terlarut tidak
seimbang akan menyebabkan stress pada ikan karena otak tidak mendapat
suplai oksigen yang cukup, serta kematian akibat kekurangan oksigen (anoxia)
yang disebabkan jaringan tubuh ikan tidak dapat mengikat oksigen yang
terlarut dalam darah. Pada siang hari, oksigen dihasilkan melalui proses
digunakan kembali oleh alga untuk proses metabolisme pada saat tidak ada
cahaya. Kadar oksigen maksimum terjadi pada sore hari dan minimum
oksigen terlarut suatu perairan yaitu sebesar >4 mg/L, maka kolam tersebut
dapat dikatakan cukup baik untuk db ilakukan budidaya pada kolam tersebut.
4.2.3. CO2 Bebas
Berdasarkan hasil pengamatan nilai CO2 Bebas kolam pada pukul 05.30
pada siang hari pukul 12.30 tidak ada, dan pada pagi hari pukul 05.30 sebesar
evaporasi dan agitasi air. Pada siang hari ditemukan karbondioksida bebas
dijumpai CO2 bebas yang tinggi, karena tidak ada fotosintesis. Nilai
untuk kehidupan ikan karena nilai karbondioksida bebas (CO2) pada pagi,
mg/l. Pada kosentrasi yang tinggi (> 10 mg/l), karbondioksida dapat beracun,
karbon dioksida < 5 mg/L = baik untuk kegiatan perikanan, toleransi 10-20
mg/L. Standar baku mutu air menurut PP RI no. 82 tahun 2001 tentang
tersebut dapat dikatakan baik untuk dilakukan budidaya pada kolam tersebut.
4.2.4. DMA
Berdasarkan hasil pengamatan nilai DMA kolam pada pukul 05.30 adalah
sebesar 0.15 mg/L dan pada siang hari jam 12.30 yaitu sebesar 0.6 mg/L. Hal
ini menunjukkan bahwa daya menggabung asam tertinggi yaitu pada siang
hari. DMA pada siang hari lebih tinggi daripada pagi hari. Hal ini terjadi
karena pengaruh pH di perairan. DMA dipengaruhi oleh faktor zat organik dan
5.1. Kesimpulan
1. Pada pagi hari jam 05.30 didapatkan pH 7,50, DO 2,3 mg/L, CO2 Bebas 1,65
2. Pada siang hari jam 12.30 didapatkan pH 9,15, DO 9,9 mg/L, CO2 Bebas
5.2. Saran
Frits, T. Ockstan,, K. Robert, R. 2013. Studi Parameter Fisika Kimia Air pada
Areal Budidaya Ikan di Danau Tondano, Desa Paleloan, Kabpaten
Minahasa. Jurnal Budidaya Perairan. Nomor 2 (1): 8-19.
Irawan, David. 2015. Kualitas Air Tanah Pada Lahan Gambut Di Desa Eka
Mulya Kecamatan Mesuji Timur Kabupaten Mesuji. Skripsi. Bandar
Lampung : Universitas Lampung.116 hal.
Munsiri, P, C.E. Boyd, and B.J. Hajek. 1995. Physical and Chemical
Characteristics of Bottom Soil Profiles in Ponds at Auburn, Alabama, USA,
and a Proposed Method for Describing Pond Soil Horizons. Journal of the
World Aquaculture Socieety. 26:346–377.
Rizki, Ahmad., Yunasfi., & Muhtadi, A.,. 2015. Analisis Kualitas Air dan Beban
Pencemaran di Danau Pondok Lapan Kecamatan Salapian Kabupaten
Langka. Jurnal Universitas Sumatera Utara.88 hal.
Rukminasari, Nita., Nadiarti., Awaluddin, Khaerul. 2014. Pengaruh Derajat
Keasaman (Ph) Air Laut Terhadap Konsentrasi Kalsium Dan Laju
Pertumbuhan Halimeda Sp. Torani.Jurnal Ilmu Kelautan Dan Perikanan.24 (1):
28-34
Siahaan, R.,A. Indawan, D. Soedharma, dan L.B. Prasetyo. 2011. “Kualitas Air
Sungai Cisadane, Jawa Barat – Banten”. Jurnal Ilmiah Sains, 11. 268-273.
Susanto, R. D., Gordon, A. L., & Sprintall, J. (2012). Observations And Proxies
Of Surface Layer Throughflow In Lombok Strait. J. Geophys. Research, 112
Zaki, M. Siagian, M. & Simarmata, HA. 2014. The Vertical Profile Of Nitrate in
Pinang Dalam Oxbow Lake Buluh China Village Siak Hulu Sub District
Kampar District Riau Province. JOM Oktober. Universitas Riau.
LAMPIRAN
ACARA VI
Oleh :
Nama : Abdul Rahman
NIM : L1A018024
Salah satu cara untuk pemantauan kualitas perairan dapat dilakukan penelitian
indikator kualitas perairan karena siklus hidupnya pendek, respon yang sangat cepat
terhadap perubahan lingkungan (Nugroho, 2006 dalam Ramadhania et al., 2015) dan
merupakan produsen primer yang menghasilkan bahan organik serta oksigen yang
bermanfaat bagi kehidupan perairan dengan cara fotosintesis (Nybakken, 1992 dalam
(Ramadhania et al., 2015). Arinardi et al. (1994) dalam Lombok (2003) dalam Usman et
al. (2013) mencatat bahwa banyaknya plankton di suatu perairan dapat digunakan
sebagai petunjuk bahwa perairan ini merupakan tempat pemijahan dari biota
tersebut.
Perairan lentik adalah kumpulan masa air yang relatif diam atau tenang seperti
danau, situ, rawa, waduk atau telaga (Marwoto dan Nur, 2015). Kolam tergolong
mengetahui tentang perbedaan analisis sifat biologi air kolam Pemijahan Ikan
2.1. Kolam
Kolam merupakan salah satu contoh ekosistem yang sederhana, sehingga
mudah dipelajari dan sangat sesuai untuk diperkenalkan kepada pemula. Meskipun
konsumen dan saprotrof atau organisme pengurai (mikro konsumen) (Utomo, 2014).
Kolam merupakan lahan yang dibuat untuk menampung air dalam jumlah
tertentu sehingga dapat digunakan untuk pemeliharaan ikan dan atau hewan air
yang luasnya terbatas dan sengaja dibuat manusia agar mudah agar mudah dikelola
dalam hal pengaturan air, jenis hewan budidaya dan target produksinya. Kolam
selain sebagai media hidup ikan juga harus dapat berfungsi sebagai sumber
makanan alami bagi ikan, artinya kolam harus berpotensi untuk dapat
Syarat esensial bagi suatu kolam yang efektif adalah (1) kondisi topografi di
ekonomis, tenaga dan biaya adalah fungsi langsung panjang dan dalam kolam, (2)
cukup air yang memenuhi syarat, (3) terdapat bahan tanah yang kedap air, bukan
pasir, (4) semua kolam harus dilengkapi fasilitas pelimpasan untuk menyalurkan air
kalau terjadi terjadi banjir, dengan aman, dan (5) kolam harus dapat dikeringkan
ekologis hampir sama dengan danau. Kolam dibangun sebagai sarana budidaya
berbagai macam jenis ikan dengan sumber air umumnya berasal dari waduk atau
sungai yang dialirkan ke kolam-kolam melalui saluran irigasi, baik yang dibangun
khusus untuk mengairi kolam, maupun saluran irigasi yang dibangun untuk
populasi plankton yang mempengaruhi tingkat tropik perairan atau kolam tersebut
(Agustini dan Sri, 2014). Dikatakan pula oleh Nybakken (1992) dalam Agustini dan
Sri (2014) bahwa sifat fisik-kimia suatu perairan sangat penting dalam ekologi.
Sehingga selain melakukan pengamatan terhadap faktor biotik, perlu juga dilakukan
dengan faktor abiotik akan dapat diperoleh gambaran tentang kualitas suatu
beberapa faktor fisika kimia perairan. Adapun faktor fisika kimia yang cenderung
2.2.1. Plankton
Plankton adalah jasad-jasad renik yang melayang dalam air, tidak bergerak
atau bergerak sedikit dan selalu mengikuti arus (Sachlan, 1972). Sedangkan menurut
Hutabarat dan Evans (1986), plankton adalah suatu organisme yang berukuran kecil
yang hidupnya terombang-ambing oleh arus sebagai hewan (Zooplankton) dan
melalui proses fotosintesis (Heddy & Kurniati, 1996 dalam Yazwar, 2008).
2.2.2. Kelimpahan
1973). Kualitas perairan kolam juga dapat ditentukan dari kelimpahan populasi
plankton. Menurut Boyd (1990) dalam Yudiati et al (2010) bahan organik yang berasal
dari pakan yang tidak termakan, plankton mati, aplikasi pemupukan dan feces
2.2.3. Keragaman
jenis meskipun tidak dapat mengidentifikasi jenis organisme yang ada secara pasti
(Krebs, 1978). Menurut Odum (1971), kisaran total indeks keragaman plankton dapat
3.1. Materi
3.1.1.Alat
Tabel 1. Alat Praktikum
3.1.2. Bahan
Tabel 2. Bahan Praktikum
3.2. Metode
perairan yang akan diteliti (dalam hal ini kolam) sebanyak 100 liter dengan
pengambilan sampel (zona inlet, tengah, dan outlet). Sampel yang diperoleh
diberi formalin 4% secukupnya dan larutan lugol atau larutan CuSO4 jenuh.
Kelimpahan plankton :
tanggal 2 Mei 2020 di Kolam Pendederan Ikan Nila di BPBAT Pandak dan
Classroom
4.1. Hasil
Tabel 3. Sifat Biologi Kolam BBI Pandak
4.1. Pembahasan
4.1.1. Kelimpahan
kolam pada pagi hari jam 05.30 didapatkan genus Achanthes sebanyak 1 buah
4 buah dengan kelimpahan 194.12. Pada siang hari pukul 13.00 didapatkan
dangkal biasanya memiliki variasi habitat yang lebih besar dari pada daerah
4.1.2. Keragaman
kolam pada pagi hari jam 05.30 didapatkan total spesies 62 buah dengan
keragaman 2,45. Sedangkan pada siang hari jam 13.00 didapatkan total spesies
27 buah dengan keragaman 1,00.Keragaman tertinggi pada pagi hari. Hal ini
karena sedang terjadi transisi habit behaviour atau kebiasaan sehari-hari antara
tinggi yaitu saat dan H’ > 3 (Dwirastina, 2013). Menurut Odum (1971),
fitoplankton, dan konsumen primer atau zooplankton, dan juga faktor fisik
kolam seperti kekeruhan dan kecerahan, serta faktor kimia yaitu pH, CO2, dan
DO (Dwirastina, 2013).
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Kesimpulan dari praktikum kali ini adalah bahwa pada pagi hari jam
05.30 didapatkan total keragaman 2,45. Sedangkan pada siang hari jam 12.00
5.2. Saran
Ali, A., Soemarno, Purnomo, M. 2013. Kajian Kualitas Air dan Status Mutu Air
Sungai Metro di Kecamatan Sukun Kota Malang. Jurnal Bumi Lestari.
13(2):265-274.
Oleh :
NIM : L1A018024
PURWOKERTO
2020
I. PENDAHULUAN
Kekeruhan adalah murni sebuah sifat optik (Weiner, 2012 dalam Prihartanto, 2017).
cahaya yang diserap dan dipancarkan oleh bahan-bahan yang terdapat di dalam air
(Davis dan Cornwell, 1991 dalam Darmasusantini, 2015). Kekeruhan disebabkan oleh
bahan organik dan anorganik baik tersuspensi maupun terlarut seperti lumpur,
pasir, bahan organik seperti plankton dan mikroorganisme lainnya (Irawan, 2013).
Totok Sutrisno (1991: 30) menyatakan bahwa air dikatakan keruh, apabila air
menyebabkan kekeruhan ini meliputi: tanah liat, lumpur, bahan-bahan organik yang
tersebar secara baik dan partikel-partikel kecil yang tersuspensi lainnya. Kekeruhan
tidak merupakan sifat dari air yang membahayakan, tetapi ia menjadi tidak
kejernihan aliran air atau kekeruhan aliran air yang diakibatkan oleh unsur-unsur
dalam meloloskan cahaya yang jatuh di atas badan air. Semakin kecil atau
terganggunya sistem pernafasan dan daya lihat organisme akuatik, serta dapat
1.2. Tujuan
2.1.1. Klasifikasi
Ikan nila merupakan jenis ikan air tawar yang mempunyai nilai konsumsi
cukup tinggi. Bentuk tubuh memanjang dan pipih ke samping dan warna putih
kehitaman atau kemerahan. Ikan nila berasal dari Sungai Nil dan danau-danau
yang beriklim tropis dan subtropis. Di wilayah yang beriklim dingin, ikan nila
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Subfilum : Vertebrata
Kelas : Osteichtyes
Subkelas : Acanthopterygii
Ordo : Percomorphi
Subordo : Percoidea
Famili : Cichlidae
Genus : Oreochromis
Spesies :
Oreochromis niloticus
badan dan sirip ekor (caundal fin) ditemukan garis lurus (vertikal). Pada sirip
dapat hidup diperairan tawar dan mereka menggunakan ekor untuk bergerak,
sirip perut, sirip dada dan penutup insang yang keras untuk mendukung
badannya. Nila memiliki lima buah Sirip, yaitu sirip punggung (dorsal fin),
sirip data (pectoral fin) sirip perut (ventral fin), sirip anal (anal fin), dan sirip
ekor (caudal fin). Sirip punggungnya memanjang dari bagian atas tutup
ingsang sampai bagian atas sirip ekor. Terdapat juga sepasang sirip dada dan
sirip perut yang berukuran kecil dan sirip anus yang hanya satu buah
berbentuk agak panjang. Sementara itu, jumlah sirip ekornya hanya satu buah
2.2. Kekeruhan
dalam sampel. Kekeruhan adalah murni sebuah sifat optik (Weiner, 2012 dalam
bahan yang terdapat di dalam air (Davis dan Cornwell, 1991 dalam
Darmasusantini, 2015).
(Asmawi, 1986). Pengaruh tingginya nilai kekeruhan pada suatu perairan dapat
menyebabkan 1) Abrasi langsung terhadap insang binatang air atau jaringan
tipis dari tumbuhan air; 2) Penyumbatan insang ikan atau selaput pernapasan
ganggang atau rumput air karena padatan menghalangi sinar yang masuk; 6)
3.1. Materi
3.1.1. Alat
3.1.2. Bahan
3.2. Metode
Persiapan media percobaan sebanyak 12 buah per kelompok praktikum
laku ikan.
4.2. Pembahasan
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan terhadap 10 ekor ikan Nila di
setiap perlakuan, didapatkan hasil bahwa pada dosis kekeruhan 0 NTU tingkat
mortalitas 100%, pada dosis kekeruhan 25 NTU tingkat mortalitas 25% pada,
dosis kekeruhan 50 NTU tingkat mortalitas 30%, pada dosis kekeruhan 75 NTU
tingkat mortalitas 40 % dan pada dosis kekeruhan 100 NTU tingkat mortalitas
mortalitas terhadap ikan. Hal ini sesuai menurut Effendi (2003),kekeruhan yang
nilai mortalitas alami (M) adalah faktor panjang maksimum (L∞) dan laju
mencakup jumlah dan jenis ikan, efektivitas dari alat tangkap dan waktu yang
terlarut, temperatur, dan pH. Semakin tinggi temperatur dan pH makin tinggi
nilai amoniak. Hal ini diperkuat oleh Kordi (2015), makin tinggi temperature
dan pH air makin tinggi pula presentase konsentrasi amoniak (NH3-N) dalam
artian, peluang ikan keracunan NH3-N lebih besar pada suhu dan pH tinggi
(Haeruddin, 2017)
V. KESIMPULAN DAN SARAN
V.1. Kesimpulan
Kesimpulan dari praktikum kali ini adalah Efek Kekeruhan air terlalu
keruh tidak baik untuk kehidupan ikan. Bila kekeruhan sebabkan oleh plankton
hal ini memang diharapkan namun bila kekeruhan akibat endapan lumpur
yang terlalu tebal dan pekat hal itulah yang tidak diinginkan.
V.2. Saran
pengerjaan kuis dan pemberian materi yang ada, agar para mahasiswan dapat
Berutu, Eta Rinayanta dan Masdiana Sinambela. 2016. Analisis Substrat dan
Indeks Keanekaragaman Makrozoobentos di Aliran Sungai Babura Kota
Medan. Jurnal Biosains.2(1): 39-46.
Irawan, David. 2015. Kualitas Air Tanah Pada Lahan Gambut Di Desa Eka
Mulya Kecamatan Mesuji Timur Kabupaten Mesuji. Skripsi. Bandar
Lampung : Universitas Lampung.155 hal.
Sapriyadi., Efrizal, T., Zulfikar. 2013. Kajian Mortalitas Dan Laju Eksploitasi
Ikan Ekor Kuning (Caesio Cuning) Dari Laut Natuna Yang Di Daratkan
Pada Tempat Pendaratan Ikan Barek Motor Kelurahan Kijang Kota.
Universitas Maritim Raja Ali Haji.22 hal.
Sparre, P., and Venema S,C. 1999. Introduksi pengkajian stok ikan tropis buku-I
manual (Edisi Terjemahan). Kerjasama Organisasi Pangan, Perserikatan
Bangsa-Bangsa dengan Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan,
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Jakarta. 438 hlm.
LAMPIRAN
ACARA VIII
EFEK AMONIAK TERHADAP IKAN
Oleh :
NIM : L1A018024
PURWOKERTO
2020
I. PENDAHULUAN
nitrogen bebas dari udara oleh mikroorganisme dan proses nitrifikasi yang
merubah amonia menjadi nitrit dan nitrat melalui proses nitrifikasi. Hal ini
dan material organik lainnya (Boyd, 1979 dalam Yuningsi, 2002). Nilai amonia
yang baik untuk kehidupan ikan dan organisme lainnya adalah kurang dari 1
mg.L-1. Sementara itu Yurisman (2009), menyatakan bahwa kadar amonia yang
masih dalam batas toleransi aman untuk kehidupan larva ikan tambakan
adalah 0,001-0,120 mg. L-1. Selanjutnya Zonneveld et al. (1991) dalam Mudi
bagi ikan sekalipun pada konsentrasi yang sangat rendah (Joko, 2013).
Ammonia ( NH3) dan garam- garamnya bersifat mudah larut dalam air,
kimia, serta industri bubur kertas dan kertas. Ammonia yang terukur di
1.1. Tujuan
2.1.1. Klasifikasi
Ikan nila merupakan jenis ikan air tawar yang mempunyai nilai konsumsi
cukup tinggi. Bentuk tubuh memanjang dan pipih ke samping dan warna putih
kehitaman atau kemerahan. Ikan nila berasal dari Sungai Nil dan danau-danau
yang beriklim tropis dan subtropis. Di wilayah yang beriklim dingin, ikan nila
Sumber : ....
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Subfilum : Vertebrata
Kelas : Osteichtyes
Subkelas : Acanthopterygii
Ordo : Percomorphi
Subordo : Percoidea
Famili : Cichlidae
Genus : Oreochromis
Spesies :
Oreochromis niloticus
mempunyai ciri-ciri bentuk tubuh bulat pipih, punggung lebih tinggi, pada
badan dan sirip ekor (caundal fin) ditemukan garis lurus (vertikal). Pada sirip
dapat hidup diperairan tawar dan mereka menggunakan ekor untuk bergerak,
sirip perut, sirip dada dan penutup insang yang keras untuk mendukung
badannya. Nila memiliki lima buah Sirip, yaitu sirip punggung (dorsal fin),
sirip data (pectoral fin) sirip perut (ventral fin), sirip anal (anal fin), dan sirip
ekor (caudal fin). Sirip punggungnya memanjang dari bagian atas tutup
ingsang sampai bagian atas sirip ekor. Terdapat juga sepasang sirip dada dan
sirip perut yang berukuran kecil dan sirip anus yang hanya satu buah
berbentuk agak panjang. Sementara itu, jumlah sirip ekornya hanya satu buah
2.2. Amoniak
dan material organik lainnya (Boyd, 1979 dalam Yuningsi, 2002). Menurut
Asmawi (1983) dalam Hidayat (2008) kandungan amonia yang baik untuk
Zonneveld et al. (1991) dalam Mudi (2008) menyatakan bahwa amonia yang
tidak terionisasimerupakan racun bagi ikan sekalipun pada konsentrasi yang
baik untuk kehidupan ikan dan organisme lainnya adalah kurang dari 1 mg.L-
masih dalam batas toleransi aman untuk kehidupan larva ikan tambakan
adalah 0,001- 0,120 mg. L-1. Selanjutnya Zonneveld et al. (1991) dalam Mudi
(2008) menyatakan bahwa amonia yang tidak terionisasi merupakan racun bagi
3.1. Materi
3.1.1. Alat
3.1.2. Bahan
3.2. Metode
Persiapankan ikan uji sebanyak 10 ekor per pelakuan (perlakuan uji ada
sebanyak 5 konsentrasi yaitu kontrol, limbah bioflok sebanyak 25%, 50% dan
Google Classroom
4.1. Hasil
Tabel 2. Hasil pengamatan mortalitas ikan nilem (Osteochilus hasselti)
4.2. Pembahasan
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan tehadap 4 perlakuan dimana
dosis amoniak 0 % tingkat mortalitas yaitu 0%, pada dosis amoniak 25% tingkat
mortalitas yaitu 15%, pada dosis amoniak 50% tingkat mortalitas yaitu
115%,pada dosisi amoniak 75% tingkat mortalitas 65% dan pada dosis
terhadap ikan. Hal ini terjadi karena adanya stres terhadap ikan sehingga
terdifusi melalui membran sel organisme akuatik dan mudah larut di dalam
lemak terutama pada pH dan suhu yang tinggi (Jamal et al, 2013). Menurut
Hal ini sesuai menurut Asmawi (1983) dalam Hidayat (2008) kandungan
amonia yang baik untuk kehidupan ikan dan organisme lainnya adalah kurang
amonia yang masih dalam batas toleransi aman untuk kehidupan larva ikan
tambakan adalah 0,001-0,120 mg. L-1. Selanjutnya Zonneveld et al. (1991) dalam
racun bagi ikan sekalipun pada konsentrasi yang sangat rendah (Joko, 2013).
Menurut Pauly (1980) in Sparre & Venema (1999), yang mempengaruhi
nilai mortalitas alami (M) adalah faktor panjang maksimum (L∞) dan laju
2013). Penurunan terhadap jumlah stok disebabkan oleh dua faktor yaitu
mencakup jumlah dan jenis ikan, efektivitas dari alat tangkap dan waktu yang
5.1. Kesimpulan
Kesimpulan dari praktikum kali ini adalah amoniak (NH3) sangat beracun
bagi ikan karena mudah terdifusi melalui membran sel organisme akuatik dan
mudah larut di dalam lemak terutama pada pH dan suhu yang tinggi. Selain
itu, amoniak yang tinggi dapat membuat metabolisme ikan terganggu dan
menjadi stress.
5.2. Saran
Saran untuk praktikum selanjutnya agar lebih bisa kondusif pada saat
Sparre, P., and Venema S,C. 1999. Introduksi pengkajian stok ikan
tropis buku-I manual (Edisi Terjemahan). Kerjasama
Organisas Pangan, Perserikatan Bangsa-Bangsa dengan
Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan, Badan
Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Jakarta. 438 hlm.
PerikananTerubuk.37(1):68-85.
LAMPIRAN