Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

EVALUASI SUMBER DAYA LAHAN DAN AIR

“Menganalisis Kualitas dan Status Mutu Air”

Dosen Pengampu: Eni Yuniastuti, S.Pd,. M.Sc

Disusun oleh:

KELOMPOK 7

1. Azima Fahmi Siregar (3191131007)

2. Nur Maya Sari (3191131005)

3. Hadomuan Hasibuan (3191131019)

KELAS D
PENDIDIKAN GEOGRAFI

FAKULTAS ILMU SOSIAL

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

2022
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Allah SWT atas berkat rahmat dan karunia-Nya sehingga makalahyang
berjudul “Menganalisis Ketersedian Air” ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya.

Kami ucapkan terimakasih kepada Ibu Eni Yuniastuti, S.Pd., M.Si, selaku Dosen yang
telah mengajarkan mata kuliah Evaluasi Sumber Daya Lahan dan Air, serta tak lupa kami
ucapkan terima kasih kepada orang tua kami yang telah menyediakan fasilitas. Tanpa jasa kedua
orang tua kami, tugas ini tidak dapat terselesaikan.Untuk kedepannya, semoga tugas ini dapat
bermanfaat dan dapat digunakan untuk kepentingan belajar.

Tentu kami menyadari bahwa tugas yang kami buat ini memiliki banyak kesalahan,
karena itu dengan penuh kerendahan hati kami mohon maaf. Saran disertai kritik yang
membangun dengan kerendahan hati kami menerima demi kesempurnaan makalah yang kami
buat ini.

Medan, Maret 2022

Kelompok 7

1
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI..............................................................................................................................2
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang..............................................................................................................3
1.2 Rumusan Masalah.........................................................................................................3
1.3 Tujuan...........................................................................................................................4
BAB
IIPEMBAHASAN........................................................................................................................5
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan.................................................................................................................13
3.2 Saran...........................................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................14

2
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Air merupakan sumber daya alam yang memenuhi hajat hidup orang banyak sehingga
perlu dilindungi agar dapat bermanfaat bagi hidup dan kehidupan manusia serta mahkluk hidup
lainnya. Untuk menjaga atau mencapai kualitas air sehingga dapat dimanfaatkan secara
berkelanjutan sesuai dengan tingkat mutu air yang diinginkan, maka perlu upaya pelestarian dan
pengendalian. Pelestarian kualitas air merupakan upaya untuk memelihara fungsi air agar
kualitasnya tetap pada kondisi alamiah. Pengelolaan kualitas air dilakukan dengan upaya
pengendalian pencemaran air, yaitu dengan upaya memelihara fungsi air sehingga kualitas air
memenuhi baku mutu (Azwir, 2006)

Suatu sungai dikatakan tercemar jika kualitas airnya sudah tidak sesuai dengan
peruntukkannya. Kualitas air ini didasarkan pada baku mutu kualitas air sesuai kelas sungai
berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan kualitas Air dan
Pengendalian Pencemaran Air. Menurut Bahtiar (2007), Lingkungan dapat dikatakan tercemar
jika dimasuki atau kemasukan bahan pencemar yang dapat mengakibatkan gangguan pada
makhluk hidup yang ada didalamnya.

Sungai pada dasarnya mempunyai kemampuan untuk membersihkan polutan yang masuk
secara alamiah yang disebut dengan Kapasitas Asimilasi (assimilative cappacity). Kapasitas
asimilasi setiap sungai tidak sama karena bergantung pada karakteristik hidrologi sungainya
masing-masing dan aktifitas penggunaan lahan di sekitar sungai. Secara umum, kualitas air
sungai sangat bergantung dengan kondisi vegetasi pada catchment area, besaran dan jenis
kegiatan yang akan bermuara ke sumber air, serta kemampuan asimilasi sumber air terhadap
input pencemar yang diterimanya (Bangyou, et al 2011).

1.2 Rumusan Masalah


 Bagaimana cara menganalisis kualitas dan status mutu air?
 Hal apa yang diperlukan dalam menganalisis kualitas air?
 Bagaimanakah statue mutu air di muka bumi ini?

3
1.3 Tujuan
 Untuk mengetahui cara menganalisis kualitas dan status mutu air.
 Mencari apa yang diperlukan dalam menganalisis kualitas air?
 Sebagai bahan dalam membahas status mutu air di muka bumi ini?

4
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Kualitas Air
Menurut Yuliastuti (2011), kualitas air yaitu sifat air dan kandungan makhluk hidup, zat,
energi atau komponen lain di dalam air. Kualitas air juga merupakan istilah yang
menggambarkan kesesuaian atau kecocokan air untuk penggunaan tertentu, misalnya air minum,
perikanan, perairan/irigasi, industri, rekreasi dan sebagainya. Meningkatnya aktivitas domestik,
pertanian dan industri akan mempengaruhi dan memberikan dampak terhadap kondisi kualitas
air sungai terutama aktivitas domestik yang memberikan masukan konsentrasi BOD terbesar ke
badan sungai (priyambada, 2008).

Daerah hulu dengan pola pemanfaatan lahan yang relatif seragam, mempunyai kualitas
air yang lebih baik dari daerah hilir dengan pola penggunaan lahan yang beragam. Semakin kecil
tutupan hutan dalam sub DAS serta semakin beragamnya jenis penggunaan lahan dalam sub
DAS menyebabkan kondisi kualitas air sungai yang semakin buruk, terutama akibat adanya
aktivitas pertanian dan pemukiman (Supangat, 2008).

Menurut Effendi (2003), Air merupakan kebutuhan yang sangat penting bagi mahluk
hidup, sehingga komunitas tempat tinggal dimanapun baik di desa maupun kota selalu ditemukan
dekat dengan sumber air yaitu sungai, danau dan pantai. Semakin bertambah jumlah penduduk,
kebutuhan air menjadi semakin banyak. Dari seluruh air yang berada dipermukaan bumi, 97,3%
adalah air laut dan sisanya 2.7% adalah air tawar dan dari komposisi wujud air tawar tersebut
hanya kurang dari 1% yang dapat dimanfaatkan langsung oleh manusia. Dilain pihak jumlah
penduduk dimuka bumi semakin bertambah, sehingga kebutuhan air menjadi semakin banyak.
Bersamaan dengan bertambahnya jumlah penduduk, akan bertambah pula kegiatan
pembangunan yang akan mempunyai dampak terhadap keberadaan air yang ada, sehingga
kuantitas dan kualitas semakin menurun, yaitu masuknya bahan organik dan anorganik ke dalam
air.

Agar perairan dapat berfungsi sesuai dengan peruntukannya maka diperlukan batas atau
kadar maksimum pencemar yang dapat ditenggang keberadaannya dalam perairan tersebut. Batas
atau kadar maksimum itu disebut baku mutu air. Baku mutu air dibedakan menjadi 2 jenis
dimana dapat menentukan tindakan pengendalian yang berbeda Effendi (2003):

5
Baku mutu badan air : untuk kadar air sesuai dengan peruntukannya dalam upaya
pengendalian pencemaran

Baku mutu limbah cair : untuk membatasi beban limbah dari sumber pencemar

Menurut Effendi (2003), karakteristik limbah cair sangat dipengaruhi oleh sifat
substansinya yang terbagi menjadi 2 golongan berdasarkan sifatnya:

a. Sifat konservatif : substansi yang relatif tidak berubah di alam, mis: logam berat,
pestisida yang waktu tinggal di alam sangat lama.
b. Sifat non konservatif : substansi yang dapat berubah di alam, mis: bahan- bahan
organik yang mudah terurai, nitrogen dll.

Parameter-parameter kualitas air sungai dapat berubah berdasarkan kondisi alami


maupun adanya aktivitas antropogenik. Aktivitas antropogenik yang mempengaruhi kualitas air
sungai berasal dari perubahan pola pemanfaatan lahan, kegiatan pertanian, permukiman serta
industri. Kegiatan pertanian dan permukiman pada dasarnya merubah bentang alam melalui
pengolahan tanah, sehingga akan mempengaruhi kualitas air sungai (Asdak, 2010).

2.2 Pencemaran Air

Menurut Wardhana (2001) dalam Agus (2011), Pencemaran air diartikan sebagai adanya
bahan-bahan atau zat-zat asing di dalam air yang menyebabkan perubahan susunan (komposisi)
air dari keadaan normalnya. Pencemaran air dapat merupakan masalah, regional maupun
lingkungan global, dan sangat berhubungan dengan pencemaran udara serta penggunaan lahan
tanah atau daratan. Pada saat udara yang tercemar jatuh ke bumi bersama air hujan, maka air
tersebut sudah tercemar. Pengolahan tanah yang kurang baik akan dapat menyebabkan erosi
sehingga air permukaan tercemar dengan tanah endapan (Darmono, 2001).

Menurut Warlina (2004), Indikator atau tanda bahwa air lingkungan telah tercemar
adalah adanya perubahan atau tanda yang dapat diamati yang dapat digolongkan menjadi :

 Pengamatan secara fisis, yaitu pengamatan pencemaran air berdasarkan tingkat


kejernihan air (kekeruhan), perubahan suhu, dan adanya perubahan warna, bau dan rasa.

6
 Pengamatan secara kimiawi, yaitu pengamatan pencemaran air berdasarkan zat kimia
yang terlarut dan perubahan pH.
 Pengamatan secara biologis, yaitu pengamatan pencemaran air berdasarkan
mikroorganisme yang ada dalam air, terutama ada tidaknya bakteri pathogen.

Menurut Solihin dan Darsati (1993) pencemaran air dapat diklasifikasikan menjadi tiga tipe
yaitu;

 Pencemaran kimia berupa senyawa karbon dan senyawa anorganik.


 Pencemaran fisika yang dapat berupa materi terapung dan materi tersuspensi,
 Pencemaran biologi yang dapat berupa mikroba phatogen, lumut dan tumbuh- tumbuhan
air.

2.3 Parameter Kualitas Air

Dalam mengidentifikasi kualitas air sungai, parameter fisik dan kimia sangat penting untuk
diketahui. Parameter fisik yaitu suhu dan TSS sedangkan parameter kimia yaitu pH, NO3 - ,
PO43- , BOD, COD dan DO. Parameter kualitas air tersebut akan dianalisis menggunakan
metode dan peralalatan yang sesuai dengan pengujian pada masingmasing parameter.

a. COD (Chemical Oxygen Demand) COD merupakan nilai kebutuhan oksigen untuk
oksidasi bahan organik secara kimiawi. Bahan organik yang terukur dalam analisa
COD adalah organik biodegradable dan nonbiodegradable. Hal ini disebabkan karena
pada analisa COD digunakan oksidator kuat kalium dikromat (K2Cr2O7) dalam
suasana asam dengan bantuan katalisator perak nitrat (AgNO3). Parameter COD
merupakan indikator pencemaran air. semakin tinggi nilai COD dalam air maka
semakin tercemar badan air tersebut. Hal ini disebakan semakin tinggi kebutuhan
oksigen dalam air untuk melakukan proses self purifikasi. Nilai COD sendiri
umumnya diukur juga dengan nilai BOD yang menyatakan kebutuhan oksigen untuk
proses degradasi secara biokimia (Agustira, dkk., 2013).
b. BOD (Biological Oxygen Demand) Biochemical Oxygen Demand (BOD) adalah
suatu nilai yang menunjukkan kebutuhan oksigen untuk mendegradasi zat organik
secara biokimia. Nilai BOD juga menunjukkan kandungan parameter organik

7
biodegradable dalam air yang diukur menggunakan metode winkler dengan prinsip
titrasi iodometri. Kandungan BOD dalam air ditentukan berdasarkan selisih oksigen
terlarut sebelum dan sesudah pengeraman selama 5x24 jam pada suhu 20oC. BOD
digunakan sebagai indikator terjadinya pencemaran dalam suatu perairan. Nilai BOD
suatu perairan tinggi menunjukkan bahwa perairan tersebut sudah tercemar
(Tchobanoglous, et al., 2014).
c. TSS (Total Suspended Solids) Pengukuran TSS sangat penting dalam analisis air
limbah. Parameter ini merupakan parameter utama untuk mengevaluasi kekuatan air
limbah domestic dan untuk menentukan efisiensi dari unit pengolahan (Sawyer, dkk.,
2003). Selain itu TSS menyatakan jumlah padatan tersuspensi yang terlarut baik
berupa zat organik (BOD,COD, TOC, dll) maupun anorganik. Konsentrasi TSS yang
tinggi juga akan mengakibatkan nilai kebutuhan oksigen yang tinggi sebab dalam
TSS mengandung zat organik (Tchobanoglous, et al., 2014).
d. DO (Dissolved Oxygen) Parameter DO atau Oksigen terlarut menunjukkan jumlah
oksigen yang terlarut dalam air. Kandungan DO merupakan hal yang penting bagi
kelangsungan organisme perairan, sehingga penentuan kadar DO dalam air dapat
dijadikan ukuran untuk menentukan mutu air. Oksigen yang terlarut dalam air
diperlukan organisme perairan untuk respirasi dan metabolisme sehingga oksigen
terlarut mejadi sangat penting bagi kelangsungan hidup organisme perairan. Oksigen
terlarut juga dibutuhkan oleh bakteri dalam proses penguraian untuk mendegradasi
beban masukan yang berupa bahan organik. Dimana semakin tinggi kandungan
bahan organik dalam perairan maka kebutuhan oksigen terlarut dalam proses
dekomposisi oleh bakteri juga semakin meningkat sehingga akan menurunkan
kandungan oksigen terlarut dalam perairan (Suwari dan Rozari, 2011). Kelarutan
oksigen menentukan kualitas perairan. Perairan dengan tingkat pencemaran rendah
umumnya memiliki kadar oksigen yang tinggi. Dalam penentuan kelas sungai juga
mempertimbangkan kelarutan oksigen dimana semakin tinggi kelas sungai (Sungai
kelas 1) maka semakin baik kualitas suatu perairan (Tchobanoglous, et al., 2014).
e. Derajat Keasaman (pH) Derajat keasaman (pH) adalah ukuran dari konsentrasi ion
hidrogen untuk menentukan sifat asam dan basa. Konsentrasi ion hidogen merupakan
ukuran kualitas air dengan kadar yang baik adalah kadar dimana masih

8
memungkinkan kehidupan biologis di dalam air berjalan dengan baik. Perubahan pH
pada air sangat berpengaruh terhadap proses fisika, kimia, maupun biologi dari
organisme yang hidup di dalamnya. Derajat keasaman sangat berpengaruh terhadap
daya racun bahan pencemaran dan kelarutan beberapa gas, serta menentukan bentuk
zat didalam air (Gazali dkk., 2013). Dalam berlangsungnya proses biologis yang baik
pH air berkisar antara 6,8-9 (Reynold, 1996). Hal ini berkaitan dengan kerja enzim
dalam proses degradasi secara biologis.

f. Suhu Suhu memegang peranan penting dalam siklus materi yang akan
mempengaruhi sifat fisik kimia dan biologi perairan. Suhu berpengaruh terhadap
kelarutan oksigen dalam air, proses metabolisme dan reaksi-reaksi kimia dalam
perairan. Kenaikan suhu dalam perairan dapat meningkatkan metabolisme tubuh
organisme termasuk bakteri pengurai, sehingga proses dekomposisi bahan organik
juga meningkat. Proses ini menyebabkan kebutuhan akan oksigen terlarut menjadi
tinggi yang selanjutnya kandungan oksigen terlarut di dalam air menjadi menurun
(Gazali dkk., 2013).
g. Nitrogen Nitrogen dalam air berada pada bentuk organik maupun anorganik. Dalam
bentuk anorganik nitrogen dalam berikatan dengan oksigen maupun nitrogen. Selain
itu nitrogen di air juga berasal dari nitrogen bebas yang larut. (Sawyer, dkk., 2003).
Sumber nitrogen perairan berasal dari limbah domestik, pertanian, dan industri.
Parameter ini penting karena merupakan penyebab terjadinya eutrofikasi yang
menyebabkan alga blooming di perairan (Tchobanoglous, et al., 2014). Nitrogen dari
limbah domestik, pertanian, dan industri ditemukan dalam bentuk senyawa nitrat.
Pada konsentrasi yang tinggi nitrat dapat menstimulasi tumbuhnya alga secara
abnormal. Hal ini menyebabkan perairan kekurangan oksigen terlarut (Hammer dan
Viesman).
h. Fosfat Di perairan, fosfor tidak ditemukan dalam keadaan bebas melainkan dalam
bentuk senyawa anorganik yang terlarut (ortofosfat dan polifosfat) dan senyawa
organik berupa partikulat. Fosfat merupakan bentuk fosfor yang dapat dimanfaatkan
oleh tumbuhan dan merupakan unsur yang esensial bagi tumbuhan, sehingga menjadi

9
faktor pembatas yang mempengaruhi produktivitas perairan. Fosfat yang terdapat di
perairan bersumber dari air buangan penduduk (limbah rumah tangga) berupa
deterjen, residu hasil pertanian (pupuk), limbah industri, hancuran bahan organik dan
mineral fosfat. Umumnya kandungan fosfat dalam perairan alami sangat kecil dan
tidak pernah melampaui 0,1 mg/l kecuali apabila ada penambahan dari luar oleh
faktor antropogenik seperti dari sisa pakan ikan dan limbah pertanian (Marganof,
2007).

2.4 Klasifikasi Kelas Mutu Air dan Penentuan Status Mutu Air

Menurut Peraturan Pemerintah No 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan
Pengendalian Pencemaran Air pada bagian ketiga (klasifikasi dan kriteria mutu air) dikatakan
bahwa klasifikasi mutu air ditetapkan menjadi 4 kelas. 12 a. Kelas satu, air yang peruntukannya
dapat digunakan untuk air baku air minum, dan atau peruntukan lain yang memper-syaratkan
mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut; b. Kelas dua, air yang peruntukannya dapat
digunakan untuk prasarana/sarana rekreasi air, pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air
untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang
sama dengan kegunaan tersebut; c. Kelas tiga, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk
pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukan
lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut; d. Kelas empat, air
yang peruntukannya dapat digunakan untuk mengairi pertanaman dan atau peruntukan lain yang
mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.

Menurut Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No.115 Tahun 2003 tentang
Pedoman Penentuan Status Mutu Air, Mutu air adalah kondisi kualitas air yang diukur dan atau
diuji berdasarkan parameter-parameter tertentu dan metode tertentu berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Status mutu air adalah tingkat kondisi mutu air yang
menunjukkan kondisi cemar atau kondisi baik pada suatu sumber air dalam waktu tertentu
dengan membandingkan dengan baku mutu air yang 14 ditetapkan. Penentuan status mutu air
dapat menggunakan Metode STORET atau Metode Indeks Pencemaran.

10
1. Metode STORET

Metode STORET merupakan salah satu metode untuk menentukan status mutu air yang
umum digunakan. Dengan metode STORET ini dapat diketahui parameter-parameter yang telah
memenuhi atau melampaui baku mutu air. Secara prinsip metode STORET adalah
membandingkan antara data kualitas air dengan baku mutu air yang disesuaikan dengan
peruntukannya guna menentukan status mutu air. Cara untuk menentukan status mutu air adalah
dengan menggunakan sistem nilai dari “US-EPA (Environmental Protection Agency)” dengan
mengklasifikasikan mutu air dalam empat kelas, yaitu

(1) Kelas A : baik sekali, skor = 0 ( memenuhi baku mutu)

(2) Kelas B : baik, skor = -1 s/d -10 (cemar ringan)

(3) Kelas C : sedang, skor = -11 s/d -30 (cemar sedang)

(4) Kelas D : buruk, skor = ≤ -31 (cemar berat)

Penentuan status mutu air dengan menggunakan metode STORET dilakukan dengan
langkah-langkah sebagai berikut:

1. Melakukan pengumpulan data kualitas air dan debit air secara periodik sehingga
membentuk data dari waktu ke waktu (time series data).
2. Membandingkan data hasil pengukuran dari masing-masing parameter air dengan
nilai baku mutu yang sesuai dengan kelas air. Pada penelitian ini digunakan baku
mutu air kelas II sesuai dengan PP No.82 tahun 2001.
3. Jika hasil pengukuran memenuhi nilai baku mutu air (hasil pengukuran < baku mutu)
maka diberi skor 0.
4. Jika hasil pengukuran tidak memenuhi nilai baku mutu air (hasil pengukuran > baku
mutu),

2. Indeks Pencemaran

Indeks Pencemaran (IP) digunakan untuk menentukan tingkat pencemaran relatif terhadap
parameter kualitas air yang diizinkan. Pengelolaan kualitas air atas dasar Indeks Pencemaran (IP)
ini dapat memberi masukan pada pengambil keputusan agar dapat menilai kualitas badan air
untuk suatu peruntukan serta melakukan tindakan untuk memperbaiki kualitas jika terjadi

11
penurunan kualitas akibat kehadiran senyawa Pencemaran. IP mencakup berbagai kelompok
parameter kualitas yang independent dan bermakna.

12
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Air merupakan sumber daya alam yang memenuhi hajat hidup orang banyak sehingga
perlu dilindungi agar dapat bermanfaat bagi hidup dan kehidupan manusia serta mahkluk hidup
lainnya. Untuk menjaga atau mencapai kualitas air sehingga dapat dimanfaatkan secara
berkelanjutan sesuai dengan tingkat mutu air yang diinginkan, maka perlu upaya pelestarian dan
pengendalian. Pelestarian kualitas air merupakan upaya untuk memelihara fungsi air agar
kualitasnya tetap pada kondisi alamiah. Pengelolaan kualitas air dilakukan dengan upaya
pengendalian pencemaran air, yaitu dengan upaya memelihara fungsi air sehingga kualitas air
memenuhi baku mutu (Azwir, 2006).

Menurut Yuliastuti (2011), kualitas air yaitu sifat air dan kandungan makhluk hidup, zat,
energi atau komponen lain di dalam air. Kualitas air juga merupakan istilah yang
menggambarkan kesesuaian atau kecocokan air untuk penggunaan tertentu, misalnya air minum,
perikanan, perairan/irigasi, industri, rekreasi dan sebagainya. Meningkatnya aktivitas domestik,
pertanian dan industri akan mempengaruhi dan memberikan dampak terhadap kondisi kualitas
air sungai terutama aktivitas domestik yang memberikan masukan konsentrasi BOD terbesar ke
badan sungai (priyambada, 2008).

Daerah hulu dengan pola pemanfaatan lahan yang relatif seragam, mempunyai kualitas
air yang lebih baik dari daerah hilir dengan pola penggunaan lahan yang beragam. Semakin kecil
tutupan hutan dalam sub DAS serta semakin beragamnya jenis penggunaan lahan dalam sub
DAS menyebabkan kondisi kualitas air sungai yang semakin buruk, terutama akibat adanya
aktivitas pertanian dan pemukiman (Supangat, 2008).

3.2 Saran

Penulis tentunya masih menyadari jika makalah diatas masih terdapat banyak kesalahan dan
jauh dari kesempurnaan. Diharapkan para pendengar dapat memberi kritik dan saran dalam hal
membangun agar penulis dapat membuat makalah yang lebih baik lagi kedepannya. Semoga
makalah ini dapat berguna dan dapat menambah wawasan kita semua, terutama kelompok kami.

13
DAFTAR PUSTAKA

Matahelumual,B.C. 2007. Penentuan Status Mutu Air dengan sistem STORET di Kecamatan
Bantar Gebang. Jurnal Geologi Indonesia, 2(2) p: 113-118. Menteri Negara Lingkungan Hidup.
2003. Keputusan Menteri LH No. 115 Tahun 2003 tentang Pedoman Penentuan Status Mutu Air.
Menteri Negara Lingkungan Hidup. 2010. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 1 Tahun
2010 tentang Tata Laksana Pengendalian Pencemaran Air

14

Anda mungkin juga menyukai