Anda di halaman 1dari 29

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Air merupakan bahan yang sangat vital yang tidak terpisahkan dari kehidupan
mahkluk hidup di muka bumi ini. Tubuh manusia terdiri dari sekitar 65 % air.
Makhluk hidup yang kekurangan air cukup banyak dapat berakibat fatal atau
bahkan mengakibatkan kematian. Manusia memerlukan 2,5-3 liter air untuk
minum dan makan. Penggunaan air untuk memenuhi kebutuhan hidup
manusia, mulai dari kebutuhan langsung seperti air minum, mandi, mencuci,
irigasi, pertanian, peternakan, perikanan, rekreasi dan transfortasi. Menurut
Kodoatie (2005) “air merupakan material yang membuat kehidupan terjadi di
bumi.
Air bersih harus memenuhi syarat kesehatan berupa faktor fisik, kimia,
biologi serta bebas dari pencemaran. Oleh karena itu air bersih harus
diperhatikan kualitas dan kuantitasnya. Kualitas air dinyatakan sesuai dengan
tinggkat penggunaa air yaitu tidak berwarna, tidak berbau dan tidak berasa.
Menurut Kusnaedi (2010), persyaratan fisik air antara lain: tidak berwarna,
temperatur normal, rasanya tawar, tidak berbau, jernih atau tidak keruh serta
tidak mengandung zat padatan.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 82
tahun 2001 tentang pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran
air. Pencemaran air adalah masuknya atau dimasukkannya sesuatu makhluk
hidup, zat, energi dan atau komponen lain ke dalam air oleh kegiatan
manusia, sehingga kualitas air turun sampai ke tingkat tertentu yang
menyebabkan air tidak dapat berfungsi sesuai dengan peruntukannya.
Kabupaten Sumba Tengah meupakan pemekaran dari Kabupaten
Sumba Barat, Provinsin Nusa Tenggara Timur (NTT) yang dibentuk
berdasarkan UU no. 3 tahun 2007 dan diresmikan oleh pejabat Mendagri pada
22 mei 2007. Kabupaten Sumba Tengah beribukota di kota Waibakul. Terdiri
atas 5 Kecamatan yaitu Kecamatan Katikutana, Kecamatan Katikutana

1
Selatan, Kecamatan Umbu Ratu Nggay, Kecamatan Umbu Ratu Nggay Barat
Dan Kecamatan Mamboro.
Kabupaten Sumba Tengah merupakan Kabupaten yang memiliki
tofografi yang didominasi perbukitan. Kelerengan di Sumba Tengah
bervariasi dari sangat curam, curam dan landai. Sebagaian kecil wilayah
Sumba Tengah berupa dataran bergelombang landai dengan luasan yang
sempit yang terdapat disekitar Anakalang, Katikutana, dan pinggir pantai
bagian Utara. Beberapa diantaranya memiliki lembah yang dangkal, tidak
beraturan dan curam. Geologi Kabupaten Sumba Tengah didominasi tanah
berbatu dan berbatu kapur.

Gambar 1.1 Peta Kabupaten Sumba Tengah (Sumber:


http://www.petantt.com/kabupaten-sumba-tengah)

Di Kecamatan Umbu Ratu Nggay Barat lebih tepatnya di Desa


Anajiaka , terdapat sumber air berupa mata air yang dikenal dengan nama
mata air Waipada. Mata air ini menjadi salah satu andalan untuk melanjutkan
kelangsungan hidup, dari mulai pemenuhan kebutuhan sehari-hari seperti
memasak, minum, mandi, mencuci, sampai untuk mengairi tanaman pertanian
dan pertenakan. Kurangnya pemahaman masyarakat terhadap kualitas dimana
masyarakat selalu mengambil air minum, mencuci dan mandi di mata air
Waipada. Kondisi lingkungan mata air yang berdekatan langsung dengan
persawahan.
Oleh karena itu berdasarkan latar belakang pemikiran diatas, maka
penulis melakukan penelitian tentang Kualitas Mata Air, dengan mengangkat
“Uji Kualitas Air Pada Mata Air Waipada di Desa Anajiaka Kecamatan
Umbu Ratu Nggay Barat Kabupaten Sumba Tengah”

2
B. Batasan masalah
Penelitian ini membahas 16 indikator dalam 3 parameter yaitu:
Parameter Fisik, kimia, dan biologi.

C. Rumusan Masalah
Bagaimana kualitas air mata air Waipada di Desa Anajiaka
Kecamatan Umbu Ratu Nggay Barat Kabupaten Sumba Tengah

D. Tujuan
Dari rumusan masalah di atas maka tujuan penelitian ini adalah untuk
Mengkaji kualitas Mata Air Waipada Di Desa Anajiaka Kecamatan Umbu
Ratu Nggay Barat Kabupaten Sumba Tengah

E. Manfaat
Manfaat dari penelitian ini adalah
1. Sebagai data atau bahan informasi tentang tingkat kualitas air Mata Air
Waipada Di Desa Anajiaka Kecamatan Umbu Ratu Nggay Barat Kabupaten
Sumba Tengah.
2. Sebagai bahan informasi bagi pemerintah daerah setempat beserta instansi
terkait dalam rangka pengelolaan maupun upaya pemeliharaan Mata air.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Air
Air merupakan sarana utama untuk meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat, karena air merupakan salah satu media penularan penyakit
misalnya penyakit diare (Kusneidi, 2004 dalam Hartanto dan Sulih
2007).Supaya air yang masuk ke tubuh manusia, baik berupa minuman atau
makanan tidak menyebabkan atau merupakan pembawa bibit penyakit mutlak
diperlukan pengolahan air. Peningkatan pengelolaan kualitas air yang berasal
dari sumber atau permukaan sangat di perlukan untuk mencegah terjadinya
kontak antara kotoran yang akan menjadi sumber penyakit dengan air
(Sutrisno, 2002). Sesuai dengan kegunaannya, air dipakai sebagai air minum,
air untuk mandi dan mencuci, air untuk pengairan pertanian, air untuk kolam
perikanan, air untuk sanitasi dan air untuk transportasi baik di sungai maupun
di laut. Kegunaan air seperti itu termasuk sebagai kegunaan air secara
konvensional (Wardhana, 2001).
Air bersih merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia yang
dibutuhkan secara berkelanjutan.Penggunaan air bersih sangat penting untuk
konsumsi rumah tangga, kebutuhan industri dan tempat umum.Karena
pentingnya kebutuhan akan air bersih, maka hal yang wajar jika sektor air
bersih mendapatkan prioritas penanganan utama karena menyangkut kehidupan
orang banyak. Penanganan akan pemenuhan kebutuhan air bersih dapat
dilakukan dengan berbagai cara, disesuaikan dengan sarana dan prasarana yang
ada.
Air bersih merupakan kebutuhan yang tidak terbatas dan berkelanjutan.
Sedang kebutuhan akan penyediaan dan pelayanan air bersih dari waktu ke
waktu semakin meningkat yang terkadang tidak diimbangi oleh kemampuan
pelayanan. Peningkatan kebutuhan ini disebabkan oleh peningkatan jumlah
penduduk, peningkatan derajat kehidupan warga serta perkembangan
kota/kawasan pelayanan ataupun hal-hal yang berhubungan dengan
peningkatan kondisi sosial ekonomi warga.

4
B. Sumber Air
Sumber air merupakan salah satu komponen utama yang ada pada suatu
sistem penyediaan air bersih, karena tanpa sumber air maka suatu sistem
penyediaan air bersih tidak akan berfungsi. Menurut Entjang (2000), sumber
air di alam dibagi menjadi 2 yaitu:
1. Air tanah (Ground water)
Air tanah merupakan sumber air minum yang sangat vital bagi penduduk
di Indonesia, terutama di daerah pedesaan. Air ini sangat bersih karena
bebas dari pengotoran, tapi seringkali mengandung mineral-mineral dalam
kadar yang terlalu tinggi. Misalnya: air sumur dan air dari mata air.
a. Mata air yaitu air tanah yang keluar dengan sendirinya ke permukaan
tanah dalam hampir tidak terpengaruh oleh musim dan kualitas atau
kuantitasnya sama dengan air dalam. Air yang keluar dari mata air ini
biasanya berasal dari air tanah yang muncul secara alamiah. Oleh
karena itu, air dari mata air ini, bila belum tercemar oleh kotoran sudah
dapat dijadikan air minum langsung. Akan tetapi karena kita belum
yakin apakah belum tercemar, maka alangkah baiknya air tersebut
direbus dahulu sebelum diminum (Notoatmodjo, 2003).
b. Air sumur adalah air yang berasal dari dalam tanah, air tersebut
didapatkan dengan cara menggali tanah sehingga akan terbentuk sumur.
Air sumur merupakan salah satu sumber air yang bermanfaat untuk
kebutuhan sehari-hari bagi masyarakat dan biasanya mengandung
bahan-bahan metal terlarut seperti Na, Mg, Ca, dan Fe.
2. Air permukaan (surface water)
Air permukaan adalah air yang terdapat pada permukaan tanah.Air
permukaan harus diolah terlebih dahulu sebelum dipergunakan karena
umumnya telah mengalami pengotoran. Misalnya: air sungai, air rawa, air
danau, air kolam, dan air hujan.

C. Klasifikasi Air
Berdasarkan PP No. 82 tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan
Pengendalian Pencemaran Air, klasifikasi dan kriteria mutu air ditetapkan

5
menjadi 4 kelas yaitu:

1. Kelas 1 : air yang peruntukannya dapat digunakan untuk air baku air
minum, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang
sama dengan kegunaan tersebut
2. Kelas 2 : air yang peruntukannya dapat digunakan untuk prasarana/sarana
rekreasi air, pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi
pertanaman, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air
yang sama dengan kegunaan tersebut
3. Kelas 3 : air yang peruntukannya dapat digunakan untuk pembudidayaan
ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan atau
peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan
kegunaan tersebut
4. Kelas 4 :air yang peruntukannya dapat digunakan untuk mengairi
pertanaman dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air
yang sama dengan kegunaan tersebut.
Kriteria mutu air dari tiap kelas air sebagaimana dalam Peraturan Pemerintah
No 82 tahun 2001 dapat dilihat pada tabel 1

Tabel 1.1 Parameter air (kriteria mutu air) tiap kelas berdasarkan
PeraturanPemerintah No. 82 tahun 2001

No Parameter Satuan Kelas

I II III IV
o
1 Suhu C Devisi 3 Devisi 3 Devisi 3 Devisi 5

2 TDS mg/L 1000 1000 1000 2000

3 TSS mg/L 50 50 400 400

4 Besi mg/L 0,3 (-) (-) (-)

5 Tembaga mg/L 0,02 0,02 0,02 0,2

6 Nitrit mg/L 0.06 0.06 0.06 (-)

7 Nitrat mg/L 10 10 20 20

8 Sianida mg/L 0,02 0,02 0,02 (-)

9 Mangan mg/L 0,1 (-) (-) (-)

6
10 Phospat mg/L 0,2 0,2 1 5

11 Klorin mg/L 0,03 0,03 0,03 1

12 Sulfat mg/L 400 (-) (-) (-)

13 Ph mg/L 6-9 6-9 6-9 5-9

14 DO mg/L 6 4 3 0

15 BOD mg/L 2 3 6 12

16 Total Colifrom Jml/100 mL 1000 5000 10000 10000

(Sumber data PP No 82 tahun 2001)

Keterangan :
mg = miligram ; L = Liter ;ml = mililiter
Batasan deviasi 3 dapat diartikan sebagai ± 3oC dari suhu normal air alamiah. Artinya,
jika T normal air 25oC, maka kriteria kelas 1 sampai kelas 3 membatasi T air dikisaran
22oC - 28oC

D. Kualitas Air
Kualitas adalah karakteristik mutu yang diperlukan untuk pemanfaatan
tertentu dari berbagai sumber air. Kualitas air dapat dinyatakan dengan
parameter kualitas air. Parameter ini meliputi parameter fisik, kimia, dan
mikrobiologis.Parameter fisik menyatakan kondisi fisik air atau keberadaan
bahan yang dapat diamati secara visual/kasat mata.
Parameter fisik ini adalah kekeruhan, kandungan partikel/padatan, warna,
rasa, bau, suhu, dan sebagainya.Parameter kimia menyatakan kandungan
unsur/senyawa kimia dalam air, seperti kandungan oksigen, bahan organik
(dinyatakan dengan BOD, COD, DO), mineral atau logam, derajat keasaman,
nutrient/hara, kesadahan, dan sebagainya.Parameter mikrobiologis menyatakan
kandungan mikroorganisme dalam air, seperti bakteri, virus, dan mikroba
pathogen lainnya.Berdasarkan hasil pengukuran atau pengujian, air mata air
dapat dinyatakan dalam kondisi baik atau cemar.  Sebagai acuan dalam
menyatakan kondisi tersebut adalah baku mutu air, sebagaimana diatur dalam
Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001. 

E. Parameter Kualitas Air


Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) yang dimaksud dengan

7
parameter adalah ukuran seluruh populasi dalam penelitian yang harus
diperkirakan dari yang terdapat dalam percontohan.Parameter merupakan
sebuah nilai yang mengikuti sebagai acuan, keterangan atau informasi yang
dapat menjelaskan batas-batas atau bagian-bagian tertentu dari suatu sistem.
Parameter mengandung pengertian yaitu indikator dari suatu distribusi hasil
pengukuran. Kualitas adalah karakteristik mutu yang diperlukan untuk
pemanfaatan tertentu dari berbagai sumber air.

Kriteria mutu air merupakan suatu dasar baku mengenai syarat kualitas air
yang dapat dimanfaatkan. Baku mutu air adalah suatu peraturan yang disiapkan
oleh suatu negara atau suatu daerah yang bersangkutan. Parameter kualitas air
adalah indikator untuk mengetahui kualitas air dengan melakukan pengujian
tertentu diantaranya adalah uji fisik, uji kimia dan uji mikrobiologi.
1. Parameter Fisik
Parameter fisik umumnya dapat diidentifikasi dari kondisi air fisik air
tersebut. Dalam parameter fisik yang digunakan untuk menganalisis kualitas
air adalah Suhu, TDS dan TSS.
a. Suhu
Temperatur air akan mempengaruhi penerimaan masyarak akan air
tersebut dan dpat pula mempengaruh reaksi kimia dalam pengolahannya
terutama apabila suhu temperatur sangatb tinggi. Temperatur adalah
besaran yang menyatakan derajat panas dingin suatu benda dan alat yang
digunakan untuk mengukur suhu adalah thermometer. Peningkatan suhu
menyebabkan peningkatan kecepatan metabolisme dan respirasi
organisme air dan meningkatkan konsumsi oksigen oleh organisme air
yang ada. Suhu suatu perairan berdasarkan PP No. 82 tahun 2001 untuk
baku mutu air kelas Iadalah ± 30C .

b. TDS(Total Dissolve Solid)


Salah faktor yang sangat penting dan menentukan bahwa air layak
konsumsi adalah kandungan TDS(Total Dissolve Solid) atau padatan
tersuspensi. Menurut Rao (dalam Effendi 2003) TDS(Total Dissolve
Solid) atau padatan terlarut adalah bahan-bahan terlarut (diameter <10 -

8
6 mm) dan koloid (diameter 10-6 mm-103 mm) yang berupa senyawa-
senyawa kimia dan bahan-bahan lain yang tidak tersaring pada kertas
saring berdiameter 0,45 µm. TDS(Total Dissolve Solid) atau padatan
tersuspensi -yaitu padatan yang menyebabkan kekeruhan air, tidak
terlarut dan tidak dapat mengendap langsung. Padatan tersuspensi terdiri
dari partikel-partikel yang ukuran maupun beratnya lebih kecil dari pada
sedimen, seperti bahan-bahan organik tertentu, tanah liat dan lainnya.
Perubahan dalam konsentrasi TDS dapat berbahaya karena akan
menyebabkan perubahan salinitas.
Air yang mengandung TDS tinggi, sangat tidak baik untuk kesehatan
manusia. Mineral dalam air tidak hilang dengan cara direbus. Bila terlalu
banyak mineral anorganik di dalam tubuh dan tidak dikeluarkan, maka
seiring berjalannya waktu akan mengendap di dalam tubuh yang berakibat
tersubanya bagian tubuh. Misalnya bila mengendap di mata akan
mengekibatkan katarak, bila di ginjal akan mengekibatkan batu ginjal atau
batu empedu, di pembuluh darah akan mengakibatkan pengerasan
pembuluh darah, tekanan darah tinggi, stroke dan lain-lain (Wahyu
Nugroho dan Setyo Purwoto, 2013).
Menurut Totok 1991 (dalam Irawan 2016) TDS dapat memberi rasa
yang tidak enak pada lidah, rasa mual terutama yang disebabkan karena
natrium sulfat dan magnesium sulfat, dan terjadinya “cardiac disease”
serta toxaemia pada wanita-wanita hamil. Baku mutu air menurut PP No.
82 tahun 2001 kadar TDS dalam air (kelas I) adalah 1000 mg/L.
c. TSS (Total Suspended Solid)
Total suspended solid atau padatan tersuspensi total (TSS) adalah
residu dari padatan total yang tertahan oleh saringan dengan ukuran
partikel maksimal 2μm atau lebih besar dari ukuran partikel koloid. TSS
menyebabkan kekeruhan pada air akibat padatan tidak terlarut dan tidak
dapat langsung mengendap. TSS terdiri dari partikel-partikel yang ukuran
maupun beratnya lebih kecil dari sedimen, misalnya tanah liat, bahan-
bahan organik tertentu, sel-sel mikroorganisme, lumpur dan sebagainya.

9
Peningkatan TSS dalam air akan menghambat penetrasi cahaya
matahari ke badan air. Berkurangnya penetrasi cahaya matahari akan
berpengaruh terhadap proses fotosintesis yang dilakukan oleh
fitoplankton dan tumbuhan air lainnya. Banyaknya TSS yang berada
dalam perairan dapat menurunkan kesediaan oksigen terlarut. Jika,
menurunnya ketersediaan oksigen berlangsung lama akan menyebabkan
perairan menjadi anaerob, sehinga organisme aerob akan mati. Tingginya
TSS juga dapat secara langsung menganggu biota perairan seperti ikan
karena tersaring oleh insang (Rinawati, 2016). TSS umumnya
dihilangkan dengan flokulasi dan penyaringan. Baku mutu air menurut
PP No. 82 tahun 2001 kadar TSS dalam air (kelas I) adalah 50 mg/L.

2. Parameter Kimia
Air bersih yang baik adalah air yang tidak tercemar secara berlebihan oleh
zat-zat kimia yang berbahaya bagi kesehatan. Kandungan zat kimia dalam
air bersih yang digunakan sehari-hari hendaknya tidak melebihi kadar
maksimum yang diperbolehkan untuk standar baku mutu air minumdan air
bersih. Komposisi dan sifat-sifat kimia air dapat diketahui melalui analisis
kimia air. Dengan demikian apabila ada parameter kimia yang keluar dari
batas yang telah ditentukan dapat segera dikendalikan. Parameter-parameter
kimia yangdigunakan untuk menganalisis kualitas air yaitu :
a. DO(Dissolved Oksigen)
Oksigen terlarut (Dissolved Oxygen) merupakan parameter penting
untuk mengukur pencemaran air. Walaupun oksigen (O2) sulit larut tapi
dibutuhkan oleh semua jenis kehidupan di air. Tanpa adanya oksigen
tidak ada kehidupan tanaman dan binatang di perairan seperti air sungai,
danau, dan reservior (Sutrisno, 2010 dalam Wati, 2016). Menurunnya
kadar oksigen terlarut dapat mengurangi efesien pengambilan oksigen
oleh biota air, sehingga dapat menurunkan kelangsungan hidup yang
normal dalam lingkungan hidupnya. Kadar oksigen yang tinggi biasanya
dijumpai pada lapisan dekat permukaan tanah. Hal ini dikarenakan pada
lapisan ini terjadi interaksi langsung dengan udara bebas. Fitoplankton

10
juga membantu meningkatkan kadar oksigen terlarut pada siang hari.
Penambahan kadar oksigen ini disebabkan oleh proses fotosintesis
(Hutabarat dan Evans, 1984).
Pengukuran DO juga bertujuan melihat sejauh mana badan air
mampu menampung biota air seperti ikan dan mikroorganisme. Selain itu
kemampuan air untuk membersihkan pencemaran juga ditentukan oleh
banyaknya oksigen dalam air.kisaran nilai DO > 6 mg/L masih sangat
menunjang untuk kelangsungan biota dlm perairan (Arifin 2003). Hal ini
sesuai dengan batas baku mutu kualitas air menurut PP. No 82 Tahun
2001 (kelas I) yaitu > 6mg/L.
b. Sianida (Cn)
Senyawa cianida, terutama natrium sianida (NaCN) banyak
digunakan dalam industri pertambangan, misalnya untuk mengekstrak
emas dari bijinya. Proses tersebut akan manghasilkan limbah air yang
mengandung ion sianida (CN),ion tiosianat (CNS), dan ion-ion kompleks
sianida dari logam-logam lainnya dengan konsentrasi yang bervariasi.
Senyawa sianida dikategorikan sebagai bahan beracun dan
berbahaya.Oleh karena itu, keberadaan spesies ion sianida dalarn air
limbah tambang perlu dipantau.Sianida dalam bentuk hidrogen sianida
(HCN) dapat menyebabkan kematian yang sangat cepat jika dihirup
dalam konsentrasi tertentu. Konsentrasi HCN yang fatal bagi manusia
jika dihirup selama 10 menit adalah 546 mg/L. Terpaparnya sianida pada
tubuh manusia dapat menganggu sistem pernapasan, jantung, sistem
pencernaan, sistem peredaran darah dan sistem saraf (Atsdr 2006 dalam
Pitoi, 2014).
Paparan HCN secara lama dalam konsentrasi tinggi dapat
menstimulasi sistem saraf pusat yang kemudian diikuti oleh depresi,
kejang-kejang, lumpuh dan kematian (Atsdr 2006 dalam Pitoi,
2014).HCN dapat terserap cepat ke dalam tubuh dan terbawah hingga ke
dalam plasma (Pitoi, 2014). Kadar sianida menurut PP No. 82 tahun 2001
baku mutu air kelas I adalah 0,02 mg/L.

11
c. Besi (Fe)
Besi (Fe) yang berbentuk Ferro (Fe2+) dalam air yang teroksidasi
berwarna kecoklatan dan tidak larut mengakibatkan penggunaan air
menjadi terbatas.Air tidak dapat lagi dipergunakan untuk air rumah
tangga, cucian dan air industri.Kandungan Besi dalam air dapat berasal
dari larutan batu-batuan yang mengandung senyawa Fe seperti pyrit.
Tetapi Zat Fe yang melebihi dosis yang diperlukan oleh tubu dapat
menimbulkan masalah kesehatan. Hal ini dikarenakan tubuh manusia
tidak dapat mengekskresikan Fe. Air minum yang mengadung besi
cenderung menimbulkan rasa mual apabila dikonsumsi. Selain itu dalam
dosis besar dapat merusak dinding usus (Joko, 2010). Berdasarkan PP
No. 82 tahun 2001 baku mutu air kelas I untuk parameter besi dalam air
adalah 0,3 mg/L
d. Mangan (Mn)
Unsur Mangan (Mn) merupakan kandungan kimia yang ada didalam air
yang konsentrasi nya dinyatakan dalam mg/L. Selain itu, Mangan (Mn)
juga merupakan salah satu mikroelemen yang dibutuhkan oleh tubuh,
Mangan (Mn) dalam air bersifat terlarut dan merupakan racun yang dapat
menyerang saraf sehingga menyebabkan sindrom parkinson pada orang
lanjut usia, insomnia, lemah pada kaki dan otot muka sehingga ekspresi
muka menjadi beku dan muka tampak seperti topeng/mask (Slamet, 2007
dalam Febriana, 2014). Mangan yang berlebih memberikan warna
kehitaman pada air minum. Berdasarkan PP No. 82 tahun 2001 baku
mutu air kelas I batas kadar mangan dalam air adalah 1 mg/L.
e. BOD(Biological Oxygen Demand)
Biological Oxygen Demand (BOD) adalah banyaknya oksigen yang
dibutuhkan oleh mikroorganisme pada waktu melakukan proses
dekomposisi bahan organik yang ada di perairan (Sutrisno, 2010 dalam
wati, 2016). Semakin besar angka BOD menunjukan bahwa derajat
pengotoran air semakin besar (Sugiharto, 1987 dalam Asmadi dan
Suharno, 2012). Air yang murni mempunyai nilai BOD kira-kira 1 ppm,
dan air yang mempunyai nilai BOD 3 ppm masih dianggap cukup murni,

12
tetapi kemurnian air diragukan jika nilai BODnya mencapai 5 ppm atau
lebih. Sementara itu, untuk perairan yang menampung limbah dari
limbah permukiman dan industri mempunyai angka indeks BOD
seringkali melampaui 100 ppm (Fardiaz, 2002 dalam Wati, 2016).
Nilai BOD 5 hari merupakan bagian dari total BOD dan nilai BOD 5
hari merupakan 70 - 80% dari nilai BOD total (Sawyer & Mc Carty,
1978). Penentuan waktu inkubasi adalah 5 hari, dapat mengurangi
kemungkinan hasil oksidasi ammonia (NH3 ) yang cukup tinggi.
Sebagaimana diketahui bahwa, ammonia sebagai hasil sampingan ini
dapat dioksidasi menjadi nitrit dan nitrat, sehingga dapat mempengaruhi
hasil penentuan BOD. Oksidasi nitrogen anorganik ini memerlukan
oksigen terlarut, sehingga perlu diperhitungkan. Menurut PP No. 82
tahun 2001 baku mutu air kelas I untuk parameter BOD dalam air adalah
2 mg/L.
f. pH (Potencial of Hydrogen)
pH merupakan salah satu faktor yang sangat penting karena pH dapat
mempengaruhi pertumbuhan mikroba didalam air. Menurut standar
kualitas air, pH 6,9-9,2. Pada proses penjernihan air dan air limbah, pH
menjadi indikator untuk meningkatkan efesiensi proses penjernihan. Air
limbah hasil aktivitas manusia tingkat konsentrasi ion hidrogennya cukup
tinggi sehingga membahayakan kehidupan atau kualitas air. Nilai pH air
dinyatakan dalam skala berkisar 0-14. Nilai pH <7 merupakan
asam.Nilai pH =7 adalah netral dan nilai pH >7 bersifat alkalis atau
basa. Baku mutu air untuk pH berdasarkan PP No 82 tahun 2001 (kelas
I) berkisar 6-9.
g. Nitrat (NO3)
Nitrat (NO3) adalah hasil bentuk utama dari Nitrogen (N) diperairan
alami dan merupakan nutrien utama bagi pertumbuhan tanaman dan
algae. Nitrat dapat digunakan untuk mengelompokkan tingkat kesuburan
perairan. Pada perairan yang menerima limpasan air dari daerah
pertanian yang banyak mengandung pupuk, kadar Nitrat dapat mencapai
1.000 mg/L. Kadar Nitrat untuk keperluan air minum sebaiknya tidak

13
melebihi 10 mg/L (Effendi, 2003 dalam Yuliastuti, 2011) sedangkan
menurut PP No. 82 tahun 2001 baku mutu air kelas I untuk parameter
nitrat adalah 10 mg/L.
Nitrat tidak bersifat toksik terhadap organisme akuatik. Konsumsi air
yang mengandung kadar nitrat yang tinggi akan menurunkan kapasitas
darah untuk mengikat oksigen, terutama pada bayi yang berumur kurang
dari lima bulan. Keadaan ini dikenal sebagai methemoglobinemia atau
bluebaby disease, yang mengakibatkan kulit bayi berwarna kebiruan
(cyanosis) (Effendi, 2003 dalam Girsang, 2012).
h. Nitrit (NO2)
Nitrit biasanya ditemukan lebih sedikit dari pada Nitrat karena tidak
stabil dengan keberadaan Oksigen.Nitrit merupakan peralihan antara
Amonia dan Nitrat (Effendi, 2003 dalam Yuliastuti, 2011).
Efek toksik yang ditimbulkan oleh nitrit bermula dari reaksi oksidasi
nitrit dengan zat besi dalam sel darah merah tepatnya didalam
hemoglobin.Ikatan nitrit dengan hemoglobin disebut methemoglobin
yang mengakibatkan hemoglobin tidak mampu mengikat oksigen.
Menurut PP No. 82 tahun 2001 baku mutu air kelas I untuk parameter
nitrit dalam air adalah 0,06 mg/L
i. Klorin (Cl)
Klorida adalah senyawa halogen Klor (Cl). Toksisitasnya tergantung
pada gugus senyawanya. Kadar klorida umumnya meningkat seiring
dengan meningkatnya kadar mineral. Kadar klorida yang tinggi, yang
diikuti oleh kadar kalsium dan magnesium yang juga tinggi, dapat
meningkatkan sifat korosivitas air. Hal ini mengakibatkan terjadinya
perkaratan peralatan logam. Kadar klorida >250 mg/L dapat memberikan
rasa asin pada air karena nilai tersebut merupakan batas klorida untuk
suplai air, yaitu sebesar 250 mg/L (Effendi, 2003). Selain itu jika masuk
kedalam tubuh manusia akan mengakibatkan iritasi pada mata dan
pernapasan. Menurut PP No. 82 tahun 2001 kadar klorin dalam air (kelas
I) adalah 0,03 mg/L

14
j. Phospat ( PO4 )
Keberadaan phospat yang berlebihan di badan air menyebabkan
suatu fenomena yang disebut eutrofikasi (pengkayaan nutrien) yang
menyebabkan algae dan organisme lainnya tumbuh subur (Ginting, 2007
dalam Yuliastuti, 2011). Untuk mencegah kejadian tersebut, air limbah
yang akan dibuang harus diolah terlebih dahulu untuk mengurangi
kandungan fosfat sampai pada nilai tertentu. Dalam pengolahan air
limbah, phosfat dapat disisihkan dengan proses fisika-kimia maupun
biologis. Baku mutu air kelas I untuk parameter fosfat menurut PP No.
82 tahun 2001 adalah 0,2 mg/L
k. Tembaga (Cu)
Keberadaan logam berat di perairan dapat berasal dari berbagai
sumber, antara lain dari kegiatan pertambangan, rumah tangga, limbah
pertanian dan limbah industri (Fitriyah dkk, 2013). Pencemaran yang
dihasilkan dari logam berat sangat berbahaya karena bersifat toksik,
logam berat juga akan terakumulasi dalam sedimen dan biota melalui
proses gravitasi (Rochayatun dkk, 2006 dalam Fitriyah dkk, 2013)
Keberadaan unsur tembaga di alam dapat ditemukan dalam bentuk
logam bebas, akan tetapi lebih banyak ditemukan dalam bentuk
persenyawaan. Cu termasuk ke dalam kelompok logam essensial, dimana
dalam kadar yang rendah dibutuhkan oleh organisme sebagai koenzim
dalam proses metabolisme tubuh, sifat racunnya baru muncul dalam
kadar yang tinggi (Rochayatun dkk,2003 dalam Fitriyah dkk, 2013).
Menurut Palar (2004) pada konsentrasi 0,01 ppm fitoplankton akan mati
karena Cu menghambat aktivitas enzim dalam pembelahan sel
fitoplankton. Konsentrasi Cu dalam kisaran 2,5-3,0 ppm dalam badan
perairan akan membunuh ikan-ikan. Logam berat yang masuk ke dalam
lingkungan perairan akan mengalami pengendapan, kemudian diserap
oleh organisme yang hidup di perairan tersebut. Logam berat memiliki
sifat yang mudah mengikat bahan organik dan mengendap di dasar
perairan dan bersatu dengan sedimen sehingga kadar logam berat dalam
sedimen lebih tinggi dibandingkan dalam air. Mengendapnya logam berat

15
bersama dengan padatan tersuspensi akan mempengaruhi kualitas
sedimen di dasar perairan dan juga perairan sekitarnya.
Tembaga pada kadar yang lebih besar dari 1 mg/L akan
menyebabkan rasa tidak enak pada lidah dan dapat menyebabkan ginjal,
muntaber, pusing, lemah dan dapat menimbulkan kerusakan pada hati.
Dalam dosis rendah menimbulkan rasa kesat, warna dan korosi pada pipa
(Joko, 2010). Kadar Tembaga menurut PP. No 82 tahun 2001 baku mutu
air baku kelas I adalah 0,02 mg/l.
l. Sulfat
Sulfat merupakan senyawa yang stabil secara kimia karena
merupakan bentuk oksida paling tinggi dari unsur belerang. Sulfat
didalam lingkungan (air) dapat berada secara alamiah dan ilmiah dan
atau dari aktivitas manusia, misalnya dari limbah industri dan limbah
laboratorium. Sealin itu dapat juga dapt berasal dari oksidasi senyawa
organik yang mengandung sulfat seperti industri kertas, tekstil dan
industri logam.
Senyawa sulfat bersifat iritasi pada saluran pencernaan (saluran
gastro-intestinal), apabila dalam bentuk campuran magnesium atau
natrium pada dosis yang tidak sesuai aturan. Kedua senyawa tersebut
akan membentuk kristal yang dapat merusak saluran pencernaan,
(Yuningsih, 2015). Menurut PP.No 82 tahun 2001, kadar sulfat dalam air
untuk baku mutu air kelas I adalah 400 mg/L.

3. Parameter Biologi
Sumber-sumber air di alam pada umumnya mengandung berbagai jenis
bakteri patogen dapat ditemukan dalam sistem penyediaan air bersih,
walaupun dalam konsentrasi yang rendah.
a. Pengertian Bakteri Coliform
Bakteri golongan Coliform tidak merupakan bakteri patogen, tetapi
bakteri ini merupakan indikator dari pencemaran air oleh bakteri patogen
(Soemirat, 2000). Coliform merupakan suatu grup bakteri yang
digunakan sebagai indikator adanya polusi kotoran dan kondisi yang

16
tidak baik terhadap air, makanan, susu dan produk-produk susu.
Coliform sebagai suatu kelompok dicirikan sebagai bakteri berbentuk
batang, gram negatif, tidak membentuk spora, aerobik dan anaerobik
fakultatif yang memfermentasi laktosa dengan menghasilkan asam dan
gas dalam waktu 48 jam pada suhu 35oC.
Bakteri Coliform adalah golongan bakteri intestinal, yaitu hidup di
dalam saluran pencernaan manusia. Bakteri coliform adalah bakteri
indikator keberadaan bakteri patogenik lain. Lebih tepatnya, bakteri
Coliform fecal (bakteri coliform tinja) adalah bakteri indikator adanya
pencemaran bakteri patogen. Penentuan Coliform fecal menjadi indikator
pencemaran dikarenakan jumlah koloninya pasti berkolerasi positif
dengan keberadaan bakteri patogen. Bakteri coliform dapat dibedakan
menjadi 2 grup yaitu : (1) coliform fekal misalnya Escherichia coli dan
(2) coliform nonfekal misalnya Enterobacter aerogenes. Jadi coliform
adalah indikator kualitas air. Makin sedikit kandungan coliform, airnya
kualitas air semakin baik (Cut Khairunisa, 2012). Untuk mengetahui
jumlah coliform didalam contoh digunakan metode Most Probable
Number (MPN).
Pemeriksaan kehadiran bakteri coliform dari air dilakukan
berdasarkan penggunaan medium kaldu laktosa yang ditempatkan
didalam tabung reaksi berisi tabung durham (tabung kecilyang letaknya
terbalik, digunakan untuk menangkap gas yang terjadi akibat fermentasi
laktosa menjadi asam dan gas). Tergantung kepada kepentingan, ada
yang menggunakan sistem 3-3-3 (3 tabung untuk 10 mL, 3 tabung untuk
1,0 mL, 3 tabung untuk 0,1 mL) atau 5-5-5. Kehadiran bakteri coli besar
pengaruhnya terhadap kehidupan manusia, terbukti dengan kualitas air
minum, secara bakteriologis tingkatannya ditentukan oleh kehadiran
bakteri tersebut. Berdasarkan PP. No 82 tahun 2001, persyaratan
bakteriologis baku mutu air dilihat dari total Coliform untuk kelas I
adalah 1000/100mL
b. Analisa Coliform dengan MPN (Most Probable Number)
Analisa Coliform merupakan tes untuk mendeteksi keberadaan dan

17
memeperkirakan jumlah bakteri Coliform dalam air yang merupakan
kontaminan.Dalam metode MPN (Most Probable Number) untuk uji
kualitas mikrobiologi air dalam penelitian digunakan kelompok Coliform
sebagai indikator.Metode MPN merupakan uji deretan tabung yang
menyuburkan pertumbuhan Coliform sehingga diperoleh nilai untuk
menduga jumlah Coliform dalam sampel yang diuji.Uji ini diawali
dengan memasukkan 10 ml cairan dari sampel kedalam lauryl tryptose
broth.Uji awal ini disebut uji duga (presumptive test).Tabung yang
memperlihatkan pembentukan gas diuji lebih lanjut dengan uji
peneguhan dan bila diperlukan dilakukan uji Coliform asal-tinja.Untuk
uji peneguhan digunakan Brilliant GreenLactose Bilebroth (BGLB) yang
diinokulasikan dengan satu mata ose media yang memperlihatkan hasil
positif pada uji duga.Kaldu BGLB diinkubasikan pada suhu 35 oC selama
48 jam.Uji positif menghasilkan angka indeks, angka ini disesuaikan
dengan tabel MPN untuk menentukan Coliform dalam sampel.

F. GAMBARAN UMUM KABUPATEN SUMBA TENGAH

18
BAB III
METODE PENELITIAN.

A. Waktu Dan Tempat Penilitian


Pengambilan sampel dilakukan di mata air Waipada Desa Anajiaka,
Kecamatan Umbu Ratu Nggay Barat, Kabupaten Sumba Tengah dan dianalisis
di Laboratorium Dinas Kesehatan Lingkungan Kecamatan Katikutana Selatan
Kabupaten Sumba Tengah pada tanggal 1-30 desember 2018

B. Alat Dan Bahan Penelitian


1. Alat
Botol sampel, termometer, kertas saring (glass-fiberfilter) 5,5 µm,
desikator, oven, timbangan analitik, kaca arloji, pengaduk/spatula, pipet
volum 10 ml dan 5 ml, gelas ukur 25 ml, 100 ml dan 250 ml, cawan petri,
penjepit tabung reaksi, pompa vacum, waterproof, spektrofotometer (HANZ
DR 2800), vortex, rak tabung reaksi, tabung durham, kertas label, inkubator,
jarum ose, autoclaf, lampu spritus, neraca analitik, hotplat, gunting, korek
api.
2. Bahan
Bahan-bahaan yang digunakan dalam penelitian uji kualitas air antara lain:
Sampel air dari sumber air, Aqua bidestilata steril, BGLBB, LTB tipis, LTB
tebal, Ferrous Iron reagent powder pillow, cuver 1 reagent powder pillow,
NitriVer 3 nitrate powder pillow, NitraVer 5 nitrate powder pillow, cyaniver
cyanide 3 reagent powder pillow, Cyaniver Cyanide 4 Reagent Powder
Pillow, Cyaniver Cyanide 5 reagent powder pillow, Reagent ascorbit acid
powder pillow, Alkaline cyanide reagent, PAN indikator solution 0,1%,
Chlorine reagent powder pillow, SulfaVer 4 reagent powder pillows,
Phosphate powder pillow, aqua bidestilata steril, kapas, tissue.

C. Metode Penelitian

19
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif
kuantitatif

D. Parameter Yang Diukur


1. Parameter fisik : Suhu, TDS (Total Dissolve Solid), TSS (Total Suspended
Solid)
2. Parameter Kimia : Besi (Fe), Tembaga (Cu), Mangan (Mn), Nitrat (NO 3),
Nitrit, Phospat (PO4), pH (Potencial of Hydrogen), DO (Dissolved Oxygen),
BOD (Biological Oxygen Demand), Cianida (Cn), Sulfat, Klorin (Cl).
3. Parameter Biologi : Total Coliform

E. Prosedur Penelitian
1. Tahap Persiapan
a. Survei lapangan untuk mengamati dan menentukan lokasi pengambilan
sampel.
b. Menyiapkan alat dan bahan yang akan digunakan dalam penelitian
2. Tahap pengambilan sampel
Sampel diambil sebanyak 500 mL mengunakan botol steril dimata air
Waipada.

Gambar 1.2 Mata air Waipada (sumber: dokumentasi pribadi, 2018)

3. Tahap pengukuran sampel


a. Temperatur

20
Pengukuran suhu menggunakan metode pengujian SNI 06-6989.23-2005
Termometer ke dalam contoh uji air dan biarkan 2-5 menit sampai
termometer menunjukkan nilai yang stabil dan mencatat pembacaan
skala tanpa mengangkat termometer dari dalam air.
b. Padatan Terlarut (TDS)
Pengukuran TDS menggunakan metode pengujian SNI 06-
6989.27-2005. Tuangkan sampel ke dalam gelas kimia sebanyak 50 ml
(V1), dan 20 ml aqua bidestilata steril pada gelas kimia (V 2), Siapkan
pompa vakum. Sampel dituangkan ke dalam gelas ukur, setelah itu
sampel dituangkan ke dalam cawan lalu dimasukkan ke dalam oven,
biarkan selama ± 2 jam (sampai kering) pada suhu 180oC. Angkat cawan
tersebut kemudian ditimbang, catat hasil (sebagai berat akhir).-
Perhitungan TDS menggunakan rumus :
berat akhir−berat awal
TDS= x 106
volume uji

c. Padatan Tersuspensi (TSS)


Pengukuran TSS menggunakan metode pengujian SNI 06-6989.3-
2004. Sampel dituangkan ke dalam gelas kimia sebanyak 350 ml lalu
siapkan pompa vakum, kertas saring disimpan dibawah corong buchner
lalu dijepit, Sampel dituangkan ke dalam buchner flask melalui corong
buchner. Angkat kertas saring tersebut kemudian ditimbang, catat hasil
(sebagai berat akhir). Perhitungan TSS menggunakan rumus:
( A−B) x 1000
mg TSS per liter =
Volume contohuji , mL

Keterangan :
A adalah berat kertas saring + residu kering, (mg); B adalah berat kertas saring, (mg)

d. pH
Pengukuran TSS menggunakan metode pengujian SNI 06-6989.11-
2004. Sampel dituangkan ke dalam gelas kimia, dan diukur
menggunakan pH meter (Waterproof) dengan dicelupkan ke dalam

21
sampel (gelas kimia). Biarkan beberapa menit sampai layar
menunujukkan hasil akhir yang stabil, catat hasil.
e. Oksigen Terlarut (DO)
Pengukuran DO menggunakan metode pengujian stick probe/Hach
Method 8166 Accuvac Ampul. Sampel dituangkan ke dalam gelas kimia,
kemudian hidupkan alat DO meter(Waterproof) dicelupkan ke dalam
sampel (gelas kimia). Biarkan sampai layar menunujukkan hasil akhir,
Catat hasil (DO0).

f. BOD
Pengukuran BOD menggunakan metode pengujian stick
probe/Hach Method 8166 Accuvac Ampul dan Nilai BOD didapat dari
selisih antara DO0 dan DO5, untuk mendapatkan nilai BOD maka sampel
diinkubasi selama 5 hari.

g. Besi (Fe)
Pengukuran besi menggunakan metode pengujian Hach Method
8146 Powder Pillow. 10 mL sampel air ditambahkan Ferrous Iron Reagent
Powder Pillows kemudian homogenkan hingga tercampur. Dibiarkan
bereaksi selama 5 menit kemudian diuji menggunakan spektrofotometer .
Pengukuran konsentrasi besi pada panjang gelombang 510 nm.

h. Tembaga (Cu2-)
Pengukuran Tembaga menggunakan metode pengujian Hach
Method 8506 Powder Pillow. 10 ml sampel ditambahkan 1 bungkus cuVer
2 AccuVac Ampul dan ujungnya di rendam hingga terisi penuh.
Homogenkan sampel dengan cepat sehingga sampel tersebut bereaksi,
kemudian diuji menggunakan spektrofotometer. Pengukuran konsentrasi
tembaga pada panjang gelombang 560 nm.

i. Nitrit (NO2-)

22
Pengukuran Nitrit menggunakan metode pengujian Hach Method
8507 Powder Pillow. 10 mL sampel ditambahkan 1 bungkus NitriVer 3
Reagent Nitrit Powder Pillow, dihomogenkan hingga larut jika sampel
berwarna pink maka sampel tersebut mengandung Nitrit, dibiarkan
bereaksi selama 20 menit. Kemudian sampel diuji menggunakan
spektrofotometer. Pengukuran konsentrasi nitrit pada panjang gelombang
507 nm.

j. Nitrat (NO3-)
Pengukuran Nitrat menggunakan metode pengujian Hach Method
8039 Powder Pillow. 10 mL sampel ditambahkan 1 bungkus Nitraver 5
reagent Nitrate Powder Pillow ke dalam sampel yang sudah disiapkan.
Sampel dihomogenkan dan dibiarkan bereaksi selama 5 menit, kemudian
sampel diuji menggunakan. Pengukuran konsentrasi nitrat pada panjang
gelombang 500 nm.

k. Sianida (CN)
Pengukuran Nitrat menggunakan metode pengujian Hach Method
8027 Powder Pillow. 10 mL sampel ditambahkan 1 bungkus CyaniVer 3
Reagent Powder Pillow, dihomogenkan sampel selama 30 detik dan
kemudian diamkan selama 30 detik, ditambahkan 1 bungkus CyaniVer 4
Reagent Powder Pillow lalu Sampel dihomogenkan selama 10 detik,
kemudian tambahkan 1 bungkus CyaniVer 5 Reagent Powder Pillow.
Kemudian sampel diuji menggunakan spektrofotometer. Pengukuran
konsentrasi sianida pada panjang gelombang 612 nm.

l. Mangan (Mn)
Pengukuran Nitrat menggunakan metode pengujian Hach Method
8149 Powder Pillow. 10 mL sampel ditambahkan 1 bungkus Ascorbic
Acid Powder Pillow, ditambahkan 10 tetes Reagent Alkaline-Cynida
secara perlahan kemudian homogenkan sampai sampel berubah menjadi
keruh, kemudian ditambahkan 12 tetes PAN Indicator Selution ke kuvet

23
sampel yang sudah disiapkan, homogenkan sampel tersebut sampai
sampel berubah warna. Jika sampel berwarna orange maka sampel
tersebut mengandung Mangan.kemudian sampel diuji menggunakan
spektrofotometer. Pengukuran konsentrasi mangan pada panjang
gelombang 560 nm.

m. Phosphat (PO43-)
Pengukuran Nitrat menggunakan metode pengujian Hach Method
8048 Powder Pillow. 10 mL sampel ditambahkan 1 bungkus PhosVer 3
Reagent Powder Pillow, dan di homogenkan selama 20 detik agar
Powder Pillow tidak terlalu larut sempurna. Kemudian sampel diuji
menggunakan spektrofotometer. Pengukuran konsentrasi phosphat pada
panjang gelombang 880 nm.

n. Klorin (Cl)
Pengukuran Nitrat menggunakan metode pengujian Hach Method
8021 Powder Pillow. 10 mL sampel ditambahkan 1 bungkus DPD Free
Chlorine Powder Pillow ke dalam sampel dan dihomogenkan selama 20
detik. Jika sampel berwarna merah mudah maka sampel tersebut
mengandung Klorin. Kemudian sampel diuji menggunakan
spektrofotometer. Pengukuran konsentrasi klorin pada panjang
gelombang 530 nm.

o. Sulfat
Pengukuran Nitrat menggunakan metode pengujian Hach Method
8051 Powder Pillow. 10 mL sampel ditambahkan 1 bungkus SulfaVer 4
Reagent Powder Pillow dan dihomogenkan dan jika sampel berubah
menjadi putih kekeruhan maka sampel tersebut mengandung sulfat.
Kemudian sampel diuji menggunakan spektrofotometer. Pengukuran
konsentrasi sulfat pada panjang gelombang 450 nm.

24
p. Total Coliform
1) Pembuatan Media
a) LTB Tipis
Steril pipet volum 5 ml dalam oven selama 1 jam pada suhu
180oC, kemudian timbang LTB 0,5 % tipis sebanyak 17,8 gr
menggunakan timbangan analitik. LTB dimasukkan kedalam gelas
kimia 500 mL ditambahkan Aqua bidestilata steril, dan
dihomogenkan menggunakan hot plate. Setalah itu, larutan LTB
dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang sudah dimasukkan
tabung durham menggunakan pipet volume. Beri kertas label
(LTB tipis), Sterilkan dalam autoclave pada suhu 121oC.
b) LTB Tebal
Steril pipet volum 10 ml dalam oven selama 1 jam pada
suhu 180oC, lalu timbang LTB 1,5 % tebal sebanyak 53,4 gr
menggunakan timbangan analitik. LTB dimasukkan ke dalam
gelas kimia berukuran 500 ml ditambahkan aqua bidestilata steril
dan dihomogenkan menggunakan hot plate. Larutan LTB
dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang sudah dimasukkan
tabung durham menggunakan pipet volume. Beri kertas label
(LTB tebal), Sterilkan dalam autoclave pada suhu 121oC.
c) BGLBB
Steril pipet volum 10 ml dalam oven selama 1 jam pada
suhu 180oC, lalu timbang BGLBB sebanyak 20 gr menggunakan
timbangan analitik. BGLBB dimasukkan ke dalam gelas kimia
berukuran 500 ml ditambahkan aqua bidestilata steril, dan
dihomogenkan menggunakan hot plate.Larutan BGLBB
dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang sudah dimasukkan
tabung durham sebelumnya menggunakan pipet volume. Beri

25
kertas label (BGLBB), kemudian steril dalam autoclaf pada suhu
121oC.

2) Inokulasi sampel
Sampel sebanyak 10 ml dimasukkan kedalam tabung reaksi LTB
tebal, 1 ml sampel ke dalam tabung reaksi LTB tipis, dan 0,1 ml sampel
kedalam tabung reaksi LTB tipis menggunakan pipet volume, beri kertas
label(10 ml tebal, 1 ml tipis, 0,1 ml tipis) dimasukkan tabung reaksi
kedalam inkubator dan diinkubasi selama 48 jam. Hitung tabung reaksi
yang terdapat bakteri (memilik gelembung dalam tabung durham).
Pindahkan sampel kedalam tabung reaksi BGLBB menggunakan jarum
ose (2 x jarum ose), diinkubasi selama 48 jam, kemudian hitung tabung
BGLBB yang memilik bakteri, sesuaikan dengan tabel MPN. Pengujian
total Coliform menggunakan metode pengujian Standard Methods for The
Examination of Water and Wastewater

F. Teknik Analisis Data


Data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif kuantitatif dengan
membandingkan data hasil pengukuran dari masing-masing parameter air
dengan nilai baku mutu PP No. 82 Tahun 2001 tentang pengelolaan kualitas
air dan pengendalian pencemaran air.

26
DAFTAR PUSTAKA

Asmadi dan Suharno. 2012. Dasar-dasar Teknologi Pengelolaan Air Limbah.


Yogjakarta: Gosyen Publishing.

Cut Khairunnisa. (2012). “Pengaruh Jarak dan Konstruksi Sumur serta Tindakan
Pengguna Air Terhadap Jumlah Coliform Air Sumur Gali Penduduk di Sekitar
Pasar Hewan Desa Cempeudak Kecamatan Tanah Jambo Aye Kabupaten
Aceh Utara Tahun 2012. Tesis. Medan: FKM USU

Entjang, 2000.Ilmu Kesehatan Masyarakat, Bandung : PT Citra Aditya Bakti 6.

Febrina, Laila. dan Ayuna, astrid. 2014. Studi Penurunan Kadar Besi (Fe) Dan
Mangan (Mn) Dalam Air Tanah Menggunakan Saringan Keramik. Jakarta
Jurusan Teknik Lingkungan.Universitas Sahid.

Fitriyah, Anita Wardah. Utomo, Yudhi dan Kusumaningrum, K. Irma. 2013


Analisis Kandungan Tembaga (Cu) Dalam Air Dan SedimenDi Sungai
Surabaya. Semarang : JurusanKimia, FMIPA, Universitas Negeri Malang.

Girsang, M, Ikawany. 2012. penentuan Kadar Nitrat(No3-) Dan Nitrit (No2- Pada
Air Mineral Isi Ulang Dan air Bersih Secara Spektrofotometri Di
Laboratorium Dinas Kesehatan Medan. Medan: Universitas Sumatera Utara.

Hartanto, Sulih. 2007. Skripsi Studi Kasus Kualitas Dan Kuantitas Kelayakan Air
Sumur Artetis Sebagai Air Bersih Untuk Kebutuhan Sehari-hari Di Daerah
Kelurahan Sukorejo Kecamatan Gunungpati Semarang: Semarang
Universitas Negeri Semarang.

Irawan, David. 2016. Kualitas Air Tanah Pada Lahan Gambut Di Desa Eka
Mulya Kecamatan Mesuji Timur Kabupaten Mesuji Tahun 2015. Bandar
Lampung: Universitas Lampung.

Joko, Tri. 2010. Unit Produksi Dalam Sistem Penyediaan Air Minum. Yogjakarta:
Graha Ilmu.

27
Kodoatie, J.R. dan R. Syarief, 2005. Pengelolaan Sumber Daya Air Terpadu. And
Offset, Yogyakarta.
Kusnaedi. 2010. Mengolah Air Kotor untuk Air Minum. Jakarta: Penebar Swaday
a.

Notoadmojo. 2003. Metode Penelitian Kesehatan. Jakarta. Rhineka Cipta.

Palar, H. 2004. Pencemaran dan Toksikologi Logam Berat. Jakarta:
PT.Rineka Cipta.

Peraturan Pemerintah RI Nomor 82.Tahun 2001.Pengelolaan kualitas air dan


pengendalian pencemaran air :Jakarta.

Pitoi,M, M. 2014. Jurnal Sianida: Klasifikasi, Toksisitas, Degradasi, Analisis


(Studi Pustaka). Manado: Unsrat.

Rinawati. 2016. Penentuan Kandungan Zat Padat (Total Dissolve Solid Dan Total
Suspended Solid)Di Perairan Teluk Lampung. Universitas Lampung ; Bandar
Lampung. Analit: Analytical and Environmental Chemistry, E-ISSN 2540-
8267.Volume 1, No 01, Oktober 2016.

SNI-06-6989.3-2004. Air dan air limbah- Bagian 3: Cara uji padatan tersuspensi
total (Total Suspended Solid, TSS) secara gravimetri.

SNI-06-6989.11-2004. Air dan air limbah- Bagian 11:Cara Uji derajat keasaman
(pH) dengan menggunakan alat pH Meter.

SNI-06-6989.27-2005. Air dan air limbah- Bagian 27:Cara Uji Kadar Padatan
terlarut total secara Gravimetri.

SNI-06-6989.23-2005. Air dan air limbah- Bagian 23:Cara Uji suhu dengan
Termometer.

Soemirat, J. 2000. Kesehatan Lingkungan. Yogyakarta: Gadjah Mada University


Press

Sutrisno, T. dan E. Suciastuti. 2002. Teknologi Penyedian Air Bersih. Jakarta

28
:Rineka Cipta.

Wardhana, W. A. 2001. Dampak Pencemaran Lingkungan. Yogyakarta: Andi.

Wahyu Nugroho dan Setyo Purwoto. (2013). “Removal Klorida, TDS dan Besi
Pada Air Payau Melalui Penukar Ion dan Filtrasi Campuran Zeolit Aktif
Dengan Karbon Aktif”. Jurnal . Surabaya: Universitas Adi Buana Surabaya

Wati ,Widia. (2016). Kajian Kualitas Air Sumur Gali Sebagai Sumber Air Minum
Di Pekon Sukamarga Kecamatan Suoh Kabupaten Lampung Barat. Jurusan
Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial, Fakultas Keguruan Dan Ilmu
Pendidikan: Universitas Lampung.

Widiyanti, Ni Luh Putu Manik Dan Ristiati, Ni Putu. 2004. Analisis Kualitatif
Bakteri Koliform PadaDepo Air Minum Isi Ulang Di Kota Singaraja Bali,
Bali.

Yuliana. 2014. Analisis Kadar Tembaga Dan Kromium (Vi) Pada Sampel Air
Sungai Winongo Dengan Metode Spektrofotometer. Universitas Islam Negeri
Sunan Kalijaga, Yogyakarta.

Yuliastuti, Etik. 2011. Kajian Kualitas Air Sungai Ngringo Karangkanyar Dalam
Upaya Pengendalian Pencemaran Air. Program Magister Ilmu Lingkungan.
Program PascaSarjana. Universitas Diponegoro Semarang, Semarang

Yuningsih.2005. Jurnal Pengaruh Cemaran Beberapa Senyawa Toksik Dalam Air


Minum Terhadap Ternak.Balai Penelitian Veteriner : Bogor.Vol. 15. No 2.

29

Anda mungkin juga menyukai