Sungai adalah aliran air alami dari daerah hulu ke daerah hilir. Aliran alami sungai merupakan sumber utama untuk memenuhi air bagi manusia (Asdak, 2003). Sungai merupakan wadah air alami sebagai penyedia air dan wadah air untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga, sanitasi lingkungan, pertanian, industri, pariwisata, olahraga, pertahanan, perikanan, pembangkit tenaga listrik dan transportasi (PPRI Nomor 38 Tahun 2011). Daerah Tempat Sungai Mengambil tangkapan hujan, biasa disebut Daerah tangkapan hujan (DAS). Oleh karena itu, DAS dapat dikatakan sebagai kesatuan wilayah sungai yang bersatu, dimana air hujan mengalir ke sungai menjadi air sungai. Garis pembatas antar DAS merupakan punggungan permukaan bumi yang dapat memisahkan air hujan dan membaginya menjadi limpasan permukaan setiap DAS (Marsudi & Lufira, 2021). Menurut Asdak (2003) DAS adalah suatu wilayah daratan yang ditentukan oleh topografi gunung, daerah ini menyimpan air hujan yang kemudian mengalir ke laut melalui sungai-sungai maupun anak-anak sungai. Wilayah daratan disebut catchment area (DTA), yaitu ekosistem yang unsur utamanya meliputi sumber daya alam (tanah, air, dan tumbuhan) dan sumber daya manusia sebagai pengguna sumber daya alam. Sungai Bone merupakan salah satu sungai besar yang ada di Provinsi Gorontalo. Sungai Bone melintasi wilayah Kabupaten Bone Bolango dan Kota Gorontalo, mempunyai panjang 119,13 km dan termasuk tipe subsekuen-permanen dengan bentuk linear dan termasuk dalam kawasan DAS Limboto Bolango Bone (Kantor BLHRD Prov. Gorontalo, 2016). Sungai Bone dari bagian hulu sungai hingga ke bagian hilir sungai banyak dimanfaatkan oleh penduduk yang berada disekitar lokasi badan sungai. Pada bagian hulu, Sungai Bone dimanfaatkan untuk pertambangan emas, pertanian dan perikanan, dan dibagian tengah dimanfaatkan sebagai sumber air minum PDAM Kota Gorontalo, sedangkan di bagian hilir sungai dimanfaatkan untuk perikanan (Suleman, 2018). Penurunan kualitas air sungai Bone terjadi sebagai akibat pembuangan limbah baik limbah kegiatan penambangan liar maupun limbah Rumah Tangga, sehingga akibat pembuangan limbah yang tidak terkendali ini dan tidak sesuai dengan daya dukung lingkungan maka kualitas daya guna, daya dukung dan sumber daya air sungai Bone akhirnya menurun. Upaya yang dapat dilakukan untuk menjaga kualitas agar air tetap pada kondisi alamiahnya perlu dilakukan pengelolaan dan pengendalian pencemaran air secara bijaksana. Adapun hal-hal yang dapat dilakukan adalah mengidentifikasi kondisi kualitas air sungai Bone sehingga dapat menemukan upaya pengendalian pencemaran air sungai Bone melalui pengelolaan lingkungan hidup (Suleman, 2018). Hasil pemantauan kualitas air Sungai Bone, yang dilaksanakan oleh Kantor Badan Lingkungan Hidup Riset Daerah (BLHRD) Provinsi Gorontalo berdasarkan pada Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 115 Tahun 2003, menunjukkan bahwa dalam rentang waktu 2015 hingga 2016, terdapat 3 titik pantau yang secara konsisten menunjukkan bahwa rata-rata kualitas air Sungai Bone dikategorikan sebagai cemar sedang. Mengingat tingkat pencemaran air sungai Bone semakin tinggi pertahun maka merupakan suatu keharusan untuk mempertahankan kualitas air Sungai Bone. Salah satu upaya untuk menjaga kualitas air Sungai Bone yaitu dengan dilakukannya pengendalian pencemaran air sungai yang mengacu pada Peraturan Daerah Provinsi Gorontalo Nomor 4 Tahun 2004 Tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air di Provinsi Gorontalo bahwa dalam pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air Pemerintah Provinsi berwewenang dan bertanggung jawab: (a) mengkoordinasikan pengelolaan kualitas air lintas kabupaten/kota; (b) menyusun rencana pendayagunaan air sesuai fungsi ekologis, nilai – nilai agama, adat istiadat yang hidup dalam masyarakat setempat; (c) merencanakan potensi pemanfaatan dan penggunaan air, pencadangan air berdasarkan ketersediaannya, baik kualitas maupun kuantitas dan atau fungsi ekologis; (2) Dalam melaksanakan wewenang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) Balitbangpedal mempunyai fungsi membantu Kepala Daerah dalam hal : (a) inventarisasi dan identifikasi sumber air dan sumber pencemaran air; (b) pengelolaan kualitas air; (c) pengendalian pencemaran air. Praktikum yang kami lakukan di Sungai Bone memiliki alasan yang sangat relevan. Praktikum ini penting untuk mengidentifikasi dan memahami lebih dalam tentang sumber pencemaran air di Sungai Bone serta dampaknya terhadap ekosistem sungai dan lingkungan sekitarnya. Hasil praktikum yang kami lakukan di Sungai Bone dapat memberikan data lebih lanjut tentang kondisi Parameter kualitas air dan kelimpahan plankton serta yang mempengaruhi kondisi kualitas air Sungai Bone. 1.2 Tujuan Adapun tujuan pada praktikum ini adalah sebagai berikut: 1. untuk mengetahui tingkat kualitas air sungai Bone Kota Gorontalo menggunakan parameter fisika, kimia dan Biologi 2. Untuk mengetahui keanekaragaman plankton pada sungai Bone Kota Gorontalo 1.3 Manfaat Adapun manfaat dari praktikum ini kami dapat mengetahui serta menambah wawasan terkait dengan parameter kualitas air, kelimpahan plankton serta yang mempengaruhi kondisi kualitas air pada sungai Bone Kota Gorontalo. BAB II TINJAUN PUSTAKA 2.1 Sungai Sungai merupakan salah satu komponen lingkungan yang penting bagi kehidupan manusia, seperti mendukung pembangunan ekonomi. Sungai juga merupakan tempat yang mudah dan praktis untuk membuang limbah baik padat maupun cair hasil kegiatan rumah tangga, industri dan usaha lainnya. Membuang berbagai jenis limbah, termasuk berbagai jenis polutan, baik di badan air yang terurai maupun yang tidak dapat terurai akan meningkatkan beban sungai. Suatu sungai dikatakan tercemar secara fisik, kimia, atau biologis jika beban yang diterimanya melebihi ambang batas yang ditetapkan berdasarkan baku mutu (Aisyah, 2015). Sungai adalah ekosistem perairan yang aliran airnya searah, mengalir dari dataran tinggi ke dataran rendah kemudian ke muara sungai. Sungai dapat berfungsi sebagai sumber air untuk keperluan irigasi, habitat perairan, kegiatan penangkapan ikan, pemukiman, dan daerah tangkapan air. Peran sungai yang beragam dan perkembangan aktivitas manusia di sekitarnya akan berdampak pada penurunan kualitas air (Kurniadi et al., 2015). Sungai penting dalam pengelolaan wilayah pesisir karena berfungsi sebagai sarana transportasi, sumber air bagi masyarakat, perikanan, dan pemeliharaan hidrologi rawa-rawa. Sebagai alat transportasi, sungai membawa sedimen (lumpur dan pasir), sampah, limbah dan nutrisi melalui pemukiman ke muara dan akhirnya ke laut. Dampaknya adalah terciptanya dataran berlumpur, pantai berpasir dan bentuk pantai lainnya (Riena et al., 2012). 2.2 Baku Mutu Air Baku mutu air adalah ukuran batas atau kadar makhluk hidup zat, energi atau komponen yang ada atau harus ada dan atau unsur pencemaran yang terkandung dalam air. Untuk itu agar kualitas air tetap terjaga maka setiap kegiatan yang menghasilkan limbah cair yang akan dibuang ke perairan umum atau sungai harus memenuhi standar baku mutu atau kriteria mutu air sungai yang akan menjadi tempat pembuangan limbah cair tersebut, sehingga kerusakan air atau pencemaran air sungai dapat dihindari atau dikendalikan (Lestari, 2022). Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 22 tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan lingkungan hidup menyebutkan bahwa klarifikasi mutu air ditetapkan menjadi 4 (empat) kelas yaitu: 1. Kelas Satu: Air yang peruntukkannya dapat digunakan untuk air baku air minum dan atau peruntukkan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan 4 kegunaan tersebut. 2. Kelas Dua: Air yang peruntukkannya dapat digunakan untuk prasarana atau sarana rekreasi air, pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman dan atau peruntukkan lain yang sama dengan kegunaan tersebut. 3. Kelas Tiga: Air yang peruntukkannya dapat digunakan untuk pembudayaan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman dan atau peruntukkan lain yang sama dengan kegunaan tersebut. 4. Kelas Empat: Air yang peruntukkannya dapat digunakan untuk mengairi pertanaman dana tau peruntukkan lain yang sama dengan kegunaan tersebut. 2.3 Indeks Pencemaran Air Indeks pencemaran merupakan salah satu metode yang digunakan untuk menentukan status mutu air. Status mutu air menunjukkan tingkat kondisi mutu air sumber dengan membandingkan baku mutu yang telah ditetapkan (Sari & Wijaya, 2019). Indeks Pencemaran (IP) digunakan untuk menentukan tingkat pencemaran relatif terhadap parameter kualitas air yang diizinkan. Pengelolaan kualitas air atas dasar Indeks Pencemaran (IP) ini dapat memberi masukan pada pengambil keputusan agar dapat menilai kualitas badan air untuk suatu peruntukan serta melakukan tindakan untuk memperbaiki kualitas jika terjadi penurunan kualitas akibat kehadiran senyawa Pencemaran. IP mencakup berbagai kelompok parameter kualitas yang independent dan bermakna (Arnop et al., 2019). Kategori kelas Indeks Pencemaran (IP) adalah sebagai berikut: 1. 0 ≤ IP ≤ 1 = memenuhi baku mutu (baik) / good 2. 1 ≤ IP ≤ 5 = tercemar ringan / slightly polluted 3. 5 ≤ IP ≤ 10 = tercemar sedang / fairly polluted 4. IP > 10 = tercemar berat / heavily polluted 2.4 Parameter Kualitas Air Kualitas suatu perairan merupakan syarat penting yang dapat mempengaruhi kelangsungan hidup perkembangan, pertumbuhan, dan tingkat produksi ikan. Lingkungan yang baik sangat diperlukan untuk kelangsungan hidup organisme akuatik. Beberapa parameter untuk menentukan kualitas air yaitu suhu, pH DO, CO2, kecerahan, dan kesadahan, serta salinitas. Parameter yang diamati meliputi kondisi biologi, fisik dan kimia perairan. Parameter biologi terdiri atas keanekaragaman dan dominansi. Kualitas air dapat diketahui dengan melakukan pengujian di laboratorium. Pengujian kualitas air dilakukan dengan menguji parameter fisik, kimia, dan biologi seperti bau danwarna. Parameter kualitas air terdiri dari parameter fisika yaitu suhu, kekeruhan, dan sebagainya), parameter kimia terdiri dari COD, BOD, pH, DO dan sebagainya, danparameter biologi seperti keberadaan bakteri dan sebagainya (Sahabuddin dkk, 2014). 2.4.1 Parameter Fisika Parameter fisika adalah suatu indikator / tolak ukur yang digunakan sebagai acuan untuk mengukur kualitas air yang berhubungan dengan fisika. Parameter fisika dalam penelitian ini adalah TDS, Konduktivitas, Suhu, dan pH. Parameter kimia adalah suatu indikator / tolok ukur yang digunakansebagai acuan untuk mengukur kualitas air yang berhubungan dengan kimia. Parameter fisika adalah salah suatu parameter yang digunakan untuk mengukur kadar kualitas air yang berhubungan dengan fisika seperti suhu, kecepatan arus, kecerahan, kekeruhan, warna, padatan tersuspensi dan padatan terlarut hingga salinitas air. Sifat-sifat fisika air merupakan faktor pemisah antara lingkungan air dengan lingkungan udara. Selain itu faktor fisika juga banyak mempengaruhi kehidupan organisme di dalam air. Adanya perbedaan yang amat besar dari masing- masing faktor fisika di lingkungan air dengan lingkungan udara, mengakibatkan pengaruh yang berbeda terhadap tumbuhan dan hewan pada masing- masing lingkungan tersebut. Disamping itu, air juga berfungsi untuk menjaga tekanan osmosis, sebagai pelarut dan penghantar listrik yang baik. Parameter Fisika sangat berpengaruh terhadap kualitas air. Kualitas air dapat diketahui dengan melakukan pengujian tertentu terhadap air tersebut. Pengujian yang dilakukan adalah uji kimia, fisik (suhu, warna, bau, rasa, kekeruhan, TDS, konduktivitas, resistivitas, salinitas, DO, ph), biologi, atau uji kenampakan (bau danwarna). Pengelolaan kualitas air adalah upaya pemeliharaan air sehingga tercapai kualitas air yang diinginkan sesuai peruntukannya untuk menjamin agar kondisi air tetap dalam kondisi alamiahnya. A. Suhu Suhu adalah salah satu parameter air yang paling penting karena mempengaruhi komponen biotik dan abiotik dalam ekosistem. Suhu air adalah parameter kualitas air yang kritis, karena secara langsung mempengaruhi jumlah oksigen terlarut yang tersedia untuk organisme air (Singh et al., 2015). Variasi suhu air mengatur kesetimbangan fisika-kimia (seperti nitrifikasi, mineralisasi bahan organik, dll) di sungai dan karenanya mengubah transportasi dan konsentrasi kontaminan (Hosseini et al., 2017). Kenaikan suhu sebesar 10°C menyebabkan kebutuhan oksigen organisme maupun mahluk hidup di air sungai naik sebanyak dua kali lipat. Meningkatnya suhu di dalam air sungai dapat menyebabkankonsentrasi dari oksigen terlarut akan menurun dan peningkatan suhu juga dapatmenaikan daya racun polutan terhadap organisme maupun mahluk hidup yang hidup di air sungai. Suhu air sungai yang tidak lebih dari 30°C tidak akanberpengaruh secara drastis terhadap makrozoobenthos (hewan invertebrata yang hidup di dasar air sungai). Standar baku mutu suhu air sungai menurut Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 yaitu berkisar 280 C-320C. B. Kekeruhan Kekeruhan air mengacu pada jumlah bahan yang tersuspensi, yang mengganggu penetrasi cahaya di kolom air. Kekeruhan membatasi penetrasi cahaya, sehingga membatasi fotosintesis di lapisan bawah. Kekeruhan yang lebih tinggi dapat menyebabkan suhu dan stratifikasi DO (Halim et al., 2018). Penyebab terjadi kekeruhan adalah terjadinya erosi tanah (seperti endapan lumpur dan tanah liat), limbah industri (seperti limbah cair pengolahan, partikulat), bahan organik (seperti mikroorganisme, tumbuhan dan hewan yang membusuk ,bensin, solar atau minyak dari jalan) (Kale, 2016). C. Kecerahan Kecerahan perairan menunjukkan kemampuan cahaya untuk menembus lapisan air pada kedalaman tertentu. Tingkat kecerahan pada perairan alami berkaitan erat dengan aktivitas fotosintesa dan produksi primer. Parameter kecerahan sangat dipengaruhi olehpartikel-partikel terlarut dalam lumpur. Semakin banyak partikel atau bahan organik terlarut maka kekeruhan akan meningkat (Mainassy, 2017). 2.4.2 Parameter Kimia Parameter kimia perairan merupakan parameter perairan yang terukur akibat adanya reaksi kimia di perairan, seperti pertukaran ion-ion terlarut dalam air. Parameter kimia ini sangat penting untuk menentukan air tersebut dikatakan baikatau tidak. Parameter kimia juga sangat berpengaruh terhadap pencemaran padaair.Terjadinya pencemaran pada air karena disebabkan oleh logam berat yang masuk pada air tersebut.
A. Power Hydrogen (pH)
Menurut Kale, (2016) menyatakan bahwa pH mengacu pada konsentrasi ion
hidrogen atau seberapa asam atau basa air dan pH didefinisikan sebagai -log [H+]. pH adalah ukuran jumlahrelatif ion hidrogen dan hidroksil bebas dalam air. Rentang nilai pH dari 0-14; pH 7 netral, pH<7 bersifat asam dan pH> 7 adalah basa. Faktor-faktor yang memengaruhi tingkat pH, yaitu curah hujan asam, tingkat kesadahan air mineral air, buangan dari proses industri, limbah deterjen yang masuk ke dalam air. Air sungai di Indonesia umumnya memiliki nilai pH antara 2 – 10 (Balai Lingkungan Keairan, 2013). Dan untuk standar baku mutu air sungai menurut Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 yaitu sekitar 6,0-9,0. A. Dissolved Oxygen (DO) Konsentrasi DO adalah parameter air yang sangat tidak stabil. Konsentrasi DO adalah parameter utama untuk mengkarakterisasi alam dan limbah cair dan untuk menilai keadaan global lingkungan secara umum (Naykki et al., 2013). Sumber- sumber oksigen terlarut diperairan dapat berupa difusi dari atmosfer dan air di permukaan, aerasi sebagai air mengalir diatas batu dan permukaan tidak rata, aerasi melalui aksi pengadukan angin dan gelombang, serta fotosintesis dari tanaman air (Kale, 2016).
2.4.3 Parameter Biologi
Plankton merupakan organisme perairan yang memiliki peranan penting disuatu ekosistem perairan untuk menentukan status perairan dengan mengetahui kelimpahan dan jenis-jenisnya pada perairan tersebut (Lubis, 2021). Plankton dengan karakteristiknya hidup melayang dan pergerakannya mengikuti arus menjadi salah satu sumber daya hayati yang memiliki peranan penting pada ekositem perairan, khususnya ekosistem perairan pesisir (Rumondang & Paujiah, 2020). Plankton terdiri dari fitoplankton dan zooplankton. Plankton merupakan organisme kecil yang hidup melayang di kolom perairan dan merupakan komponen yang sangat penting dalam ekosistem perairan. Plankton dapat bergerak sedikit dengan bantuan cilia atau flagel namun tidak mempunyai daya menentang arus, sehingga cenderung terbawa oleh arus. Proses melayang pada plankton terjadi karena plankton mampu mengatur densitas tubuhnya agar sama dengan densitas air. Secara umum plankton bisa dibedakan menjadi fitoplankton dan zooplankton. Fitoplankton adalah plankton nabati yang memiliki kemampuan berfotosintesis dan berperan sebagai produsen di lingkungan perairan. Fitoplankton dapat ditemukan di seluruh massa air mulai dari permukaan air sampai pada kedalaman dengan intensitas cahaya yang masih memungkinkan terjadinya fotosintesis. Fitoplankton juga berperan sebagai pemasok oksigenmelalui proses fotosintesis. Zooplankton adalah plankton hewani yang berperan sebagai mata rantai antara fitoplankton sebagai produsen primer dengan karnivora pada rantai makanan di atasnya. Zooplankton hanya dapat hidup dan berkembang dengan baik pada kondisi perairan yang sesuai. Perubahan yang terjadi pada suatu perairan akan mempengaruhi struktur komunitas zooplankton yang ada.
DAFTAR PUSTAKA Aisyah, S. (2015). Evaluasi Kondisi Kualitas Air Sungai-Sungai di Wilayah DKI Jakarta. Pages 188–204 Pertemuan Ilmiah Masyarakat Limnologi Indonesia.
Anwariani, D. (2019). Pengaruh Air Limbah Domestik Terhadap Kualitas Sungai.
Arnop, O., Budiyanto, & Rustama. 2019. Kajian Evaluasi Mutu Sungai Nelas Dengan Metode Storet Dan Indeks Pencemaran. Jurnal Penelitian Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan 8:15–24. Asdak, C. (2023). Hidrologi dan pengelolaan daerah aliran sungai. UGM PRESS. Badan Lingkungan Hidup Riset Daerah. 2016. Laporan Kajian Kelas Air Sungai Bone Provinsi Gorontalo. Gorontalo: BLHRD Provinsi Gorontalo. Fauzia, S. R., & Suseno, S. H. (2020). Resirkulasi Air untuk Optimalisasi Kualitas Air Budidaya Ikan Nila Nirwana (Oreochromis niloticus). Jurnal Pusat Inovasi Masyarakat (PIM), 2(5), 887-892. Handoco, E. (2021). Studi Analisis Kualitas Air Sungai Bah Biak Kota Pematangsiantar. TRITON: Jurnal Manajemen Sumberdaya Perairan, 17(2), 117-124. Kurniadi, B., S. Hariyadi, & E. M. Adiwilaga. (2015). Kualitas Perairan Sungai Buaya di Pulau Bunyu Kalimantan Utara Pada Kondisi Pasang Surut. Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia 20:53–58.
Lestari, A. M. (2022). Karakteristik Fisika-Kimia Perairan Sungai Pattunuang,
Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan. (Doctoral Dissertation, Universitas Hasanuddin).
Marsudi, S., & Lufira, R. D. (2021). Morfologi Sungai. CV. Ae Media Grafika.
Nurhidayati, N. (2020). Identifikasi pencemaran logam berat di sekitar pelabuhan
lembar menggunakan analisa parameter fisika dan kimia (Doctoral dissertation, UIN Mataram). Peraturan Pemerintah Republik Indonesia. (2011). Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2011 tentang Sungai. Pramleonita, M., Yuliani, N., Arizal, R., & Wardoyo, S. E. (2018). Parameter fisika dan kimia air kolam ikan nila hitam (Oreochromis niloticus). Jurnal Sains Natural, 8(1), 24-34. Rahmatullah, R., Ali, M. S., & Karina, S. (2016). Keanekaragaman dan dominansi plankton di estuari kuala rigaih kecamatan Setia Bakti kabupaten Aceh Jaya (Doctoral dissertation, Syiah Kuala University). Riena, N. N., W. A. E. Putri, & F. Agustriani. (2012). Analisis Kualitas Perairan Muara Sungai Way Belau Bandar Lampung. Maspari Journal 04:116–121.
Rosanti, L., & Harahap, A. (2022). Keberadaan Plankton sebagai Indikator
Pencemaran. BIOEDUSAINS: Jurnal Pendidikan Biologi dan Sains, 5(1), 182-188. Sari, E. K., & O. E. Wijaya. 2019. Penentuan Status Mutu Air Dengan Metode Indeks Pencemaran Dan Strategi Pengendalian Pencemaran Sungai Ogan Kabupaten Ogan Komering Ulu. Jurnal Ilmu Lingkungan 17:486–491.
Suleman, S. M. S. (2018). Evaluasi Pengendalian Pencemaran Air Sungai Bone.