Dosen pengampuh:
Dr. Sri Nuryatin Hamzah, S.Kel, M.Si
OLEH
Kelompok 2
Penyusun
i
DAFTAR ISI
LATAR BELAKANG ............................................................................................ i
DAFTAR ISI .......................................................................................................... ii
BAB I PENDAHUKUAN
1.1 Latar Belakang ...........................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah ......................................................................................2
1.3 Tujuan ........................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Faktor Pembatas Dalam Ekosistem Padang Lamun .................................3
2.3 Peranan Dan Manfaat Serta Kondisi Ekosistem Padang Lamun ..............5
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................12
ii
BAB I
PENDAHULUAN
dari 94o sampai 141o Bujur Timur dan 6o Lintang Utara sampai 11o Lintang
dengan panjang garis pantai sekitar 81.000 km, Bersama dengan sumberdaya hayati
dan non hayati yang melimpah (Dahuri, 2003 dalam Nurjanah, 2013).
unik dan mempunyai nilai ekologis dan ekonomis yang tinggi. Selain menghasilkan
bahan dasar untuk pemenuhan kebutuhan pangan, keperluan rumah tangga dan
industri yang dalam konteks ekonomi bernilai komersial tinggi, ekosistem pesisir
dan laut juga memiliki fungsi-fungsi ekologis penting, antara lain sebagai penyedia
nutrien, sebagai tempat pemijahan, tempat pengasuhan dan tumbuh besar, serta
tempat mencari makanan bagi beragam biota laut. Di samping itu, ekosistem pesisir
dan laut berperan pula sebagai pelindung pantai atau penahan abrasi bagi wilayah
dengan keanekaragaman biota yang cukup tinggi. Gastropoda merupakan salah satu
1
diperkirakan telah mengalami Overeksploitasi (Tomascik et al., 1997 dalam Syari,
2005).
sehingga tumbuhan lamun dan beraneka ragam serta berlimpahnya organisme yang
pemancingan, wisata bahari, bahan baku pakan artifisial untuk ikan dan hewan
ternak, sumber pupuk hijau, areal marikultur (ikan, teripang, kerang, tiram, dan
2. Berapa banyak jenis padang lamun yang ada di Indonesia dan apa saja
jenisnya?
3. Bagaimana peranan dan manfaat serta kondisi ekosistem padang lamun saat
ini?
1.3 Tujuan
lamun yang ada di Indonesia, serta memahami peranan, manfaat, dan kondisi
2
BAB II
PEMBAHASAN
a. Tempratur
Suhu atau temperatur air juga merupakan faktor pembatas yang berpengaruh
suhu tertentu untuk pertumbuhan optimalnya. Perubahan suhu air yang signifikan
dapat memengaruhi aktivitas biologis dan proses metabolik lamun, serta berdampak
pada distribusi dan keberlanjutan ekosistem ini. Kenaikan suhu yang berlebihan,
seperti akibat perubahan iklim, dapat menyebabkan stres termal pada lamun dan
suhu air sebagai faktor pembatas dalam ekosistem padang lamun menjadi penting
b. Salinitas
besar jenis lamun lebih sesuai dengan kondisi salinitas tertentu, dan perubahan
salinitas yang ekstrem dapat merugikan ekosistem ini. Kenaikan salinitas dapat
3
padang lamun sangat penting dalam upaya konservasi dan pengelolaan lingkungan
laut.
c. Kedalaman
pengerukan, buangan minyak. Di samping itu pada waktu yang lama, kerapatan
tanaman dapat turun karena meningkatnya sedimen oleh erosi (Phillips, 1980).
d. Cahaya
Zostera marina dapat tumbuh pada salinitas 10-30 o /oo dan Thalassia pada salinitas
20-35 o /oo (Phillips 1960, 1972). Sedangkan Halodule pada daerah tropik dapat
tumbuh pada salinitas 3,5-60 o /oo, sehingga jenis ini Iebih tinggi resistennya pada
salinitas yang tinggi dibandingkan dengan jenisjenis lamun lainnya (McMillan &
Moseley, 1967).
e. Nutrien
Nutrien umumnya ada pada sedimen, dan adanya logam berat pada sedimen tidak
mempunyai efek pada lamun. Padang lamun sangat penting dalam siklus nutrien.
Nitrogen, Carbon, Sulfur dan nutrien lain akan dikonversi kedalam bentuk yang
berguna bagi biota lainnya. Nutrien ini akan diserap oleh tanaman melalui akar dan
akan dikeluarkan kedalam massa air. Daun Zostera marina dapat mengabsor fosfat,
tetapi umumnya melalui akar baru ke daun dan masuk ke kolom air (McRoy &
Barsdate (1970). Serasah juga(detritus) lamun juga sangat penting dalam siklus
nitrien. Serasah dari daun akan dikumpulkan di sedimen pada padang lamun, tetapi
4
mungkin Baja dapat keluar dari padang lamun tersebut. Menurut Fenchel (1977)
yang sangat berperan pada siklus nutrien adalah mikroba dekomposisi (bakteri).
km/jam akan menghanyutkan semua transplantasi metode sprig dari Zostera marina
dalam tempo 3 bulan di Teluk Great South, New York, dan dengan metode plug
hanya memerlukan waktu 2 minggu pada arus pasang-surut yang berkekuatan 2,4
km/jam. Sedangkan dengan gelombang yang kuat dan gerakan air akibat perahu
perairan dengan substrat dasar pasir, pasir berlumpur, lumpur dan kerikil karang
bahkan ada jenis lamun yang mampu hidup di dasar batu karang. Lamun dijumpai
dapat tumbuh diantara karang hidup, dan dibawah naungan mangrove. Karakteristik
setiap spesies yang berbeda berpengaruh pada zonasi yang terbentuk pada
hamparan padang lamun, terutama pada padang lamun dengan tipe vegetasi
campuran. Zonasi lamun yang terbentuk juga dipengaruhi oleh bentuk topografi
lokasi padang lamun berada. Padang lamun membentuk tiga zonasi berdasarkan
kedalamannya yaitu zona I merupakan daerah dangkal yang selalu terbuka saat air
surut (0–1 m); zona II berupa daerah pasang surut namun tetap terendam air pada
saat air surut (1– 5 m); dan zona III berupa daerah laut selalu terendam air, tidak
5
dominan yang termasuk ke dalam 7 marga dan 2 suku (Hydrocharitaceae dan
maritima maka jumlahnya 14 jenis. Di Indonesia jenis lamun dapat dijumpai dalam
skala besar dan menutupi dasar perairan yang luas membentuk suatu padang lamun
dengan keanekaragaman biota yang cukup tinggi. Pada ekosistem ini hidup
beraneka ragam biota laut seperti ikan, Krustasea, Moluska (Pinna sp., Lambis sp.,
dan Strombus sp.), Ekinodermata (Holothuria sp., Synapta sp., Diadema sp.,
Arcbaster sp., Linckia sp.) dan cacing (Polichaeta) (Bengen, 2001 dalam
MARIFUDIN, 2013).
6
Menurut Azkab (1988), ekosistem lamun merupakan salah satu ekosistem
di laut dangkal yang paling produktif. Di samping itu ekosistem lamun mempunyai
peranan penting dalam menunjang kehidupan dan perkembangan jasad hidup di laut
ekosistem lainnya yang ada di laut dangkal seperti ekosistem terumbu karang
dan tumbuh-tumbuhan (alga). Disamping itu, padang lamun (seagrass beds) dapat
juga sebagai daerah asuhan, padang pengembalaan dan makan dari berbagai jenis
ikan herbivora dan ikan– ikan karang (coral fishes) (Istiqamah. 2023)
Daun lamun yang lebat akan memperlambat air yang disebabkan oleh arus dan
dan akar lamun dapat menahan dan mengikat sedimen, sehingga dapat menguatkan
penangkapan sedimen serta penahan arus dan gelombang yang berperan dalam
7
4. Sebagai pendaur zat hara
Lamun memegang peranan penting dalam pendauran barbagai zat hara dan elemen-
elemen yang langka di lingkungan laut. Khususnya zat-zat hara yang dibutuhkan
Philips & Menez (1988) dalam Tangke (2010) menytakan bahwa, lamun
digunakan sebagai komoditi yang sudah banyak dimanfaatkan oleh masyarakat baik
dimanfaatkan untuk:
5. Mengisi kasur
1. Penyaring limbah
2. Stabilizator pantai
4. Makanan
5. Obat-obatan
habitat bagi berbagai jenis hewan laut. Komunitas lamun ini juga dapat
8
memperlambat gerakan air. bahkan ada jenis lamun yang dapat dikonsumsi bagi
penduduk sekitar pantai. Keberadaan ekosistem padang lamun masih belum banyak
dikenal baik pada kalangan akdemisi maupun masyarakat umum, jika dibandingkan
dengan ekosistem lain seperti ekosistem terumnbu karang dan ekosistem mangrove,
mangrove dan terumbu karang, atau terletak di dekat pantai berpasir dan hutan
pantai. Kedalaman air dan pengaruh pasang surut, serta struktur substrat
lamun yang sama dapat tumbuh pada habitat yang berbeda dengan menunjukkan
membentuk zonasi tegakan yang jelas, baik murni ataupun asosiasi dari beberapa
jenis (Kiswara, 1997). Selain dari itu faktor lingkungan yang lainnya juga ikut
mempengaruhi pertumbuhan dan sebaran lamun seperti faktor fisik, kimia dan
biologi. Padang lamun merupakan habitat dari hewan laut dan bertindak sebagai
penyeimbanng substrat.
Saat ini padang lamun kondisinya terancam baik secara alami maupun oleh
aktifitas manusia, contoh kecil adalah hilangnya padang lamun karena akibat
daerah pesisir. Hilangnya padang lamun ini diduga akan terus meningkat akibat
9
Rusaknya padang lamun cukup mengkhawatirkan sehingga perlu dilakukan
merupakan salah satu upaya untuk mengurangi terjadinya kerusakan padang lamun
serta mengembalikan fungsi padang lamun sebagai asuhan untuk beberapa jenis
biota perairan. Untuk itu diperlukan penilaian tutupan lamun dan distribusi spasial
spesies lamun untuk memastikan manfaat padang lamun tetap ada (Adi dkk, 2019).
10
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Faktor pembatas dalam ekosistem padang lamun meliputi suhu air, salinitas,
kedalaman, cahaya, nutrien, arus, dan gelombang. Setiap faktor ini memainkan
primer, habitat bagi berbagai biota laut, penangkap sedimen, dan pendaur zat hara.
Manfaat ekonomi dan ekologis dari padang lamun mencakup penggunaan sebagai
sumber daya alam, stabilisator pantai, penyaring limbah, dan sebagai habitat bagi
berbagai spesies. Meskipun demikian, kondisi ekosistem padang lamun saat ini
2.2 Saran
yang dilakukan baik secara sengaja maupun tidak sengaja penyusun juga mohon
maaf apabila terdapat penulisan kata ataupun kutipan yang tidak sesuai dengan
pedoman untuk kesalahan tersebut menulis mohon maaf. Selain itu saran yang
dapat penyusun sampaikan yakni agar kirannnya kita sebagai masyarakat perlu
11
DAFTAR PUSTAKA
Adi, W., Nugraha, A.H., Dasmasela, Y,H., Ramli, A., Sondak, C.F.A., Sjafrie, N.D.M. 2019. Struktur
komunitas lamun di Malang Rapat, Bintan. Jurnal Enggano 4(2): 148-159
Azkab, MH. 1999. Petunjuk Penanaman Lamun. Jurnal Oseana, Volume XXIV, Nomor 3, 11-25.
ISSN 0216 – 1877.
Bengen, D.G. dan A. Rizal. 2002. Perspektif Ekonomi Politik dalam Pemanfaatan Sumberdaya
Pesisir dan Laut Indonesia. Bunga Rampai Pemikiran. Pusat Pembelajaran dan
Pengembangan Pesisir dan Laut, Bogor. Hal. 3-6.
ChurchilL, C.A., A.E. COK and M.1. RINER 1978. Stabilization of subtidal sediments by the
transplantation on the seagrass Zostera marina. Rept. No.NYSSGJP-RS-78-15, New York,
25 p.
Fenchel, T 1977. Aspects of the decomposition of seagrasses. Nat.Sci. Found., Leiden, 18p.
Istiqamah, A. A. (2023). Estimasi Biomassa dan Simpanan Karbon pada Padang Lamun di Pulau
Pajenekang, Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan= Estimation of Biomass and Carbon
Storage in Seagrass Beds in Pajenekang Island, Pangkajene and Kepulauan
Regency (Doctoral dissertation, Universitas Hasanuddin).
Kiswara W, Ulumuddin YI. 2009. Peran Vegetasi Pantai dalam Siklus Karbon Global: Mangrove
dan Lamun sebagai Rosot Karbon. Workshop Ocean and Climate Change. Laut sebagai
Pengendali Perubahan Iklim: Peran Laut Indonesia dalam Mereduksi Percepatan Proses
Pemanasan Global. Bogor 4 Agustus 2009.
Kiswara, W. (1997) Struktur Komunitas Padang Lamun Perairan Indonesia. Inventarisasi dan
Evaluasi Potensi Laut-Pesisir II, Jakarta: P3O LIPI. Hal. 54-61.
M ARIFUDDIN, M. A. (2013). Sitotoksitas Bahan Aktif Lamun dari Kepulauan Spermonde Kota
Makassar terhadap Artemia Salina (Linnaeus, 1758) (Doctoral dissertation, Universitas
Hasanuddin).
Nurjannah, M., & Irawan, H. (2013). Keanekaragaman Gastropoda Di Padang Lamun Perairan
Kelurahan Senggarang Kota Tanjungpinang Provinsi Kepulauan Riau. Repository
UMRAH.
12
Phillips dan H.P.Calumpong. 1983. Sea Grass from the Philippines. Smithsonian Cont. Mar. Sci. 21.
Smithsonian Inst. Press, Washington.
Syari, I. A. 2005. Asosiasi Gastropoda di Ekosistem Padang Lamun Perairan Pulau Lepar Provinsi
Kepulauan Bangka Belitung, (Skripsi). Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan Fakultas
Perikanandan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor.
Takaendengan, K., & Azkab, M. H. (2010). Struktur Komunitas Lamun di Pulau Talise, Sulawesi
Utara. Oseanologi dan Limnologi, 36(1), 85-95.
Tangke, U. (2010). Ekosistem padang lamun (manfaat, fungsi dan rehabilitasi). Agrikan: Jurnal
Agribisnis Perikanan, 3(1), 9-29.
Thorhaug, A. and C.B. Austin 1976. Restoration of seagrass with economic analysis. Env. Conserv.
3 (4) : 259-257.
13