Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH KONSERVASI SUMBERDAYA & LINGKUNGAN LAUT

REHABILITASI DAN KONSERVASI TERUMBU KARANG

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memenuhi tugas mata kuliah
Konservasi Sumberdaya dan Lingkungan Laut semester ganjil

Disusun oleh :

Zaki Ali Fahrezi 230210160030

Ajeng Dinda Lestari 230210160032

Clairissa Amyra N. 230210160058

Saeful Anwari 230210160060

Annisa Putri F. 230210160062

Fazar Dwi Gustiar 230210160073

Kelas :

Ilmu Kelautan 2016/Kelompok VI

UNIVERSITAS PADJADJARAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN
JATINANGOR

2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT., karena berkat hidayah dan rahmat-Nya kami dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul “Rehabilitasi dan Konservasi Terumbu Karang”.
Terima kasih kami ucapkan untuk Bapak/Ibu dosen mata kuliah Konservasi Sumberdaya dan
Lingkungan Laut atas ilmu yang telah diberikan. Ilmu dari mata kuliah Konservasi
Sumberdaya dan Lingkungan Laut sangat dibutuhkan oleh mahasiswa Ilmu Kelautan karena
melalui mata kuliah ini mahasiswa mampu menambah pengetahuan mengenai ekosistem
penyusun penting di perairan.
Kelompok kami menyadari bahwa makalah ini telah tersusun namun masih terdapat
kekurangan. Dengan kerendahan hati, kelompok kami menerima kritik dan saran yang
bersifat membangun untuk mengkoreksi perihal yang kurang tepat dan memotivasi
mahasiswa agar dapat menyajikan makalah yang lebih baik lagi.

Jatinangor, September 2019

Penulis
DAFTAR ISI

BAB Halaman
KATA PENGANTAR ............................................................................... ii
DAFTAR ISI ............................................................................................. iii

I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ...................................................................................
1.2 Rumusan Masalah..............................................................................
1.3 Tujuan ................................................................................................

II. PEMBAHASAN
2.1 ...........................................................................................................
2.2 ...........................................................................................................
2.3 ...........................................................................................................
2.4 ...........................................................................................................

III. PENUTUP
3.1 Kesimpulan ........................................................................................
3.2 Saran ..................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Terumbu Karang, Rehabilitasi, dan Konservasi


A. Terumbu Karang
Menurut pembentuk katanya, Nybakken (1992) mendefinisikan terumbu
sebagai endapan-endapan masif yang penting dari kalsium karbonat yang dihasilkan
oleh karang dengan sedikit tambahan dari alga berkapur yang mengeluarkan kalsium
karbonat. Kemudian karang atau disebut juga polip merupakan hewan dari ordo
Scleractinia yang menghasilkan kapur sebagai pembentuk utama terumbu (Guilcher,
1988). Terumbu karang adalah ekosistem di laut tropis yang dibangun oleh biota
laut penghasil kapur khususnya jenis – jenis karang batu dan alga berkapur, bersama-
sama dengan biota yang hidup di dasar yaitu jenis – jenis mollusca, crustacea,
echinodermata, polychaeta, porifera dan tunicata serta biota lain yang hidup bebas di
perairan sekitarnya (Supriharyono, 2000).

B. Rehabilitasi
Rehabilitasi menurut KBBI adalah pemulihan kepada kedudukan (keadaan,
nama baik) yang dahulu (semula). Bisa diartikan sebagai suatu kegiatan/upaya
memperbaiki ekosistem agar dapat kembali produktif dan berfungsi sebagaimana
seharusnya. Menurut Bengen (2001), terdapat dua pendekatan rehabilitasi, yaitu
rehabilitasi lunak dan rehabilitasi keras.
 Rehabilitasi lunak, berkenaan dengan penanggulangan akar masalah, dengan
asumsi jika akar masalah dapat diatasi, maka alam akan mempunyai kesempatan
untuk merehabilitasi dirinya sendiri secara alami. Sehingga rehabilitasi ini
menekankan pada pengendalian perilaku manusia.
 Rehabilitasi keras, menyangkut kegiatan langsung perbaikan lingkungan di
lapangan. Dapat dilaksanakan transplantasi di lingkungan yang perlu direhabilitasi.

C. Konservasi
Biologi konservasi adalah ilmu lintas-disiplin (terpadu) yang dikembangkan
untuk menghadapi berbagai tantangan demi melindungi spesies dan ekosistem.
Dengan tujuan menurut Wilson (1992) dalam Indrawan (2007) sebagai berikut :
 Menyelidiki dampak manusia terhadap keberadaan dan kelangsungan hidup
spesies, komunitas, dan ekosistem,
 Mengembangkan pendekatan praktis untuk mencegah kepunahan spesies dan
memperbaiki komunitas biologi dan fungsi ekosistem terkait, dan
 Mempelajari serta mendokumentasi seluruh aspek keanekaragaman hayati di bumi.

2.2 Fungsi Fisik, Ekologis, dan Ekonomis Terumbu Karang


Ekosistem terumbu karang bersama-sama dengan ekosistem mangrove dan ekosistem
padang lamun merupakan komponen lingkungan pantai yang mempunyai keterkaitan fungsi-
fungsi fisik sebagai habitat. Migrasi fauna pada berbagai fase hidupnya berlangsung dari satu
ekosistem ke ekosistem lainnya untuk pencarian makanan dan tempat perlindungan.
Ekosistem terumbu karang juga berperan dalam proses-proses transpor nutrien, baik organik
dan anorganik (Clark, 1992). Fungsi fisik ekosistem terumbu karang lainnya, menurut Baker
dan Kaeoniam (1986) adalah sebagai filter air untuk menjaga kualitas air pantai,
perlindungan alamiah terhadap daratan pantai dan pulau-pulau, meminimumkan erosi dan
gangguan-gangguan di belakang terumbu.

Selain memiliki fungsi fisik, Ramadhan dkk (2016), menyebutkan bahwa terumbu karang
juga memiliki fungsi ekologi sebagai penyedia nutrien bagi biota laut, sebagai tempat
pemijahan dan sebagai tempat asuhan bagi biota laut. Nybakken (1992) mengatakan bahwa
ekosistem terumbu karang memiliki peran ekologis sebagai tempat tumbuhnya biota perairan,
dan sebagai sumber plasma nutfah.

Terumbu karang juga memiliki fungsi ekonomis yaitu salah satunya sebagai daerah
penangkapan ikan karang, hal ini karena keberadaan terumbu karang di suatu perairan dapat
meningkatkan nilai dari produktiviras ikan karang serta biota yang berasosiasi di dalamnya.
Selain itu fungsi ekonomi dari terumbu karang adalah (Tuwo 2011; Supriharyono 2010;
Adrianto et al 2004):

1. Sebagai habitat dari ikan karang, udang karang, algae, teripang dan kerang mutiara
2. Sebagai objek wisata
3. Sebagai penghasil bahan konstruksi bangunan dan kapur
4. Sebagai penghasil bahan aktif untuk obat dan kosmetik
2.3 Faktor-Faktor Penyebab Degradasi Terumbu Karang
Terdapat berbagai penyebab terjadinya degradasi terumbu karang, di antaranya
adalah:
a. Penggunaan Bom dan Alat Tangkap Ikan yang Merusak
Kegiatan penangkapan dengan bahan peledak dapat menciptakan lubang sekitar satu
hingga dua meter pada terumbu karang. Selain itu, penggunaan alat tangkap trawl pada
daerah karang merupakan kegiatan penangkapan yang bersifat merusak dan tidak ramah
lingkungan karena dapat merusak fisik terumbu karang.

b. Pemanasan Global
Pemanasan global adalah proses meningkatnya suhu rata-rata atmosfer, laut, dan
daratan bumi. Pemanasan global yang saat ini terjadi sangat mengancam ekosistem
terumbu karang di bawah laut. Ekosistem terumbu karang sebagian besar terdapat di perairan
tropis, sangat sensitif terdapat perubahan lingkungan hidupnya terutama suhu, salinitas,
sedimentasi, eutrofikasi dan memerlukan kualitas perairan alami. Pemanasan global
menyebabkan naiknya suhu dan permukaan air laut. Dasar laut yang semakin dalam
menyebabkan sinar matahari semakin sulit untuk menjangkau tempat hidup Algae dan Coral.
Hal ini tentu akan mengganggu kemampun Zooxanthellae untuk berfotosintesis, yang
akhirnya berdampak pada pasokan nutrisi dan warna karang serta dapat memicu produksi
kimiawi berbahaya yang merusak sel-sel mereka. Coral akan mati meninggalkan bongkahan
kalsium kapur (CaCO3 ) berwarna putih jika perairan tidak segera membaik sesuai batasan
hidupnya.
Naiknya suhu dan permukaan air laut merupakan dua kendala yang menjadi penyebab
kerusakan dan kepunahan terumbu karang yang merupakan tempat tinggal berbagai macam
makhluk hidup laut. Hewan karang akan menjadi stress apabila terjadi kenaikan suhu lebih
dari 2-3○C di atas suhu air laut normal. Pada saat stress, pigmen warna (Alga bersel satu atau
Zooxanthellae) yang melekat pada tubuhnya akan pergi ataupun mati sehingga menyebabkan
terjadinya bleaching. Sebanyak 70-80% karang menggantungkan makanan pada alga
tersebut, jadi mereka akan mengalami kelaparan ataupun kematian.

c. Penambangan Karang
Dalam banyak kasus, terumbu karang ditambang untuk kegunaan bahan bangunan. Ada
pula yang diolah menjadi beragam souvenir, aksesoris, dan perhiasan. Penambangan dan
pengambilan karang merupakan kegiatan merusak terumbu karang yang banyak dilakukan
oleh masyarakat pesisir pada umumnya. Penyebab utama penambangan karang adalah tidak
tersedianya bahan bangunan, terutama batu pada suatu daerah pesisir dan pulau kecil,
sehingga alternatif termudah adalah mengambil dari terumbu karang. Jenis yang umum
diambil adalah batu karang (stony coral; Porites spp) dan tidak jarang karang yang diambil
tersebut adalah karang yang masih hidup. Karang yang diambil dipergunakan untuk membuat
bangunan/rumah, jalan, lapangan bola, tanggul-tanggul tambak yang diambil dari terumbu
karang pada bagian depan tambak. Karang juga biasanya digunakan sebagai bahan baku
dalam pembuatan kapur. Pada daerah-daerah yang tidak memiliki bahan galian seperti batu
yang dapat dipakai dalam pembuatan bangunan atau untuk memperoleh bahan-bahan
bangunan tersebut sangat jauh, maka penambangan karang merupakan alternatif yang terbaik
dan termudah yang dapat dilakukan, meskipun banyak masyarakat yang sadar bahwa
kegiatan mereka dapat merusak ekosistem terumbu karang.

d. Pariwisata
Dalam kegiatan pariwisata, untuk mencapai suatu lokasi diperlukan kapal sebagai jalur
transportasi untuk sampai ke tempat pariwisata yang ingin dituju. Saat menyandarkan kapal,
biasanya jangkar langsung dibuang begitu saja tanpa memperhatikan terumbu karang yang
ada di bawahnya. Biasanya juga karena faktor kesengajaaan, hal ini dikarenakan jangkar yang
tersangkut di terumbu karang tidak mudah goyang dan tidak terbawa arus. Jangkar ini
kemudian akan menghancurkan terumbu karang menjadi puing – puing.
Selain jangkar, kegiatan seperti snorkeling dan diving juga merupakan salah satu
penyebab rusaknya terumbu karang. Keindahan alam yang disuguhkan oleh terumbu karang
menambah daya tarik bagi wisatawan untuk berfoto, menyentuh, serta memotong terumbu
karang untuk dibawa pulang. Selain itu, biasanya ada juga para wisatawan yang menginjak
terumbu karang. Hal inilah yang menyebabkan kerusakan terumbu karang. Padahal karang
merupakan makhluk hidup yang sangat sensitif.

e. Polusi atau Sedimentasi


Konstruksi di daratan dan sepanjang pantai, penambangan atau pertanian di daerah aliran
sungai atapun penebangan hutan tropis menyebabkan tanah hutan mengalami erosi dan
terbawa melalui aliran sungai ke laut dan terumbu karang. Kotoran-kotoran, lumpur ataupun
pasir-pasir ini dapat membuat air menjadi kotor dan tidak jernih lagi sehingga karang tidak
dapat bertahan hidup karena kurangnya cahaya.
Rogers dalam Tomascik et al. (1997) mengatakan bahwa laju sedimentasi dapat
menyebabkan kekayaan spesies rendah, tutupan karang rendah, mereduksi laju pertumbuhan
dan dan laju recruitment yang rendah, sertatingginya pertumbuhan karang bercabang. Beban
sedimen melayang ini akan menyebabkan kekeruhan di perairan yang akan mengurangi
cahaya mata hari sampai ke dasar perairan. Kondisi ini akan sangat berpengaruh terhadap
pertumbuhan terumbu karang.
Terumbu karang akan tumbuh dengan baik pada substrat pasir kasar, sebaliknya akan
terganggu pertumbuhannya pada substrat perairan yang berlumpur (Soekarno et al, 1981).
Oleh karena itu, substrat perairan tempat hidup terumbu karang harus terhindar dari tingkat
sedimentasi yang tinggi. Menurut Hubbard dan Pocock (1972) dalam Supriharyono (2007)
bahwa laju sedimentasi yang tinggi dapat mematikan polip karang, sehingga akan
mempengaruhi tutupan karang hidup.

f. Peledakan Populasi Pemangsa Karang


Bintang laut Acanthaster planci merupakan penghuni terumbu karang yang alami.
Anakan Acanthaster planci yang masih kecil hidup di antara pecahan karang di dasar
terumbu. Mereka memakan alga berkapur yang tumbuh pada pecahan karang tersebut.
Pengelolaan terumbu karang untuk mengatasi masalah Acanthaster planci seharusnya
ditujukan untuk mencegah munculnya peledakan populasi, menangani peledakan populasi
yang sedang terjadi, dan mempercepat pemulihan terumbu karang yang rusak oleh
Acanthaster planci. Pencegahan timbulnya peledakan populasi harus menjadi pilihan utama
didalam pengelolaan Acanthaster planci.

g. Penyakit
Penyakit karang didefinisikan sebagai suatu kegagalan fungsi vital hewan karang, organ,
atau sistem, termasuk interupsi, penghentian pertumbuhan dan perkembangbiakan yang
penyebabnya bisa berasal dari sumber biotik ataupun abiotik (Johan, 2010). Contoh penyakit
karang adalah Black Band Disease disebabkan oleh mikroorganisme yang berikuran kecil
kurang dari 1 mm yaitu Phormidium corallyticum. Bakteri ini menyerang karang yang dapat
berakibat pada kematian karang. Setelah karang mati akan ditumbuhi oleh alga filamen.
Penyakit karang juga dapat disebabkan oleh cacing yang dikenal dengan Porites Pink
Block Disease (PPBD), di lapangan sangat mudah mengenalnya karena permukaan koloni
dicirikan berwarna pink. Penelitian di Hawaii ditemukan cacing Trematoda Podocotyloides
sebagai parasit di polip karang. Sebenarnya cacing ini juga hidup di kekerangan (bibalve),
koral dan ikan (ikan kepe-kepe, Chaetodon). Penyakit ini dapat menyebabkan penurunan
rata-rata pertumbuhan mencapai 50% (Aeby, 1992). Karangakan mengalami penurunan
kandungan zooxanthella. Kecepatan hilangnya jaringan karang akibat penyakit karang mulai
dari bagian dasar koloni sampai ke atas bekisar 3 mm sampai 2 cm per hari.

h. Penutupan oleh Alga


Ledakan populasi alga dapat berakibat fatal terhadap terumbu karang. Disetiap
penambahan jumlah persentase tutupan alga maka akan diikuti dengan pengurangan jumlah
persentase tutupan karang hidup. Kompetisi algae dengan biota karang dilakukan dalam
perolehan zat hara pada ruang tumbuh yang sama. Jika populasi algae di perairan meningkat,
maka akan menutupi karang sehingga karang akan terganggu karena sulit mendapatkan sinar
matahari secara optimal untuk berfotosintesis.

2.4 Teknik Rehabilitasi dan Konservasi Terumbu Karang


Menurut Yuniarti (2007), terdapat berbagai upaya rehabilitasi dan konservasi terumbu
karang, di antaranya adalah:
a. Transplantasi Terumbu Karang
Salah satu cara dalam merehabilitasi terumbu karang yang sudah rusak adalah dengan
melakukan transplantasi terumbu karang. Transplantasi karang merupakan salah satu
upaya rehabilitasi terumbu karang yang semakin terdegradasi melalui pencangkokan atau
pemotongan karang hidup yang selanjutnya ditanam di tempat lain yang mengalami
kerusakan atau menciptakan habitat baru. Teknik ini semakin populer baik di pihak
pemerintah maupun di kalangan masyarakat. Transplantasi karang dapat dilakukan untuk
berbagai tujuan yaitu :
1. Untuk pemulihan kembali terumbu karang yang telah rusak
2. Untuk pemanfaatan terumbu karang secara lestari (perdagangan karang hias)
3. Untuk perluasan terumbu karang
4. Untuk tujuan pariwisata
5. Untuk meningkatkan kepedulian masyarakat akan status terumbu karang
6. Untuk tujuan penelitian.

Sebelum memulai dan melakukan transplantasi karang, diperlukan berbagai


pertimbangan mengenai tepat atau tidaknya upaya transplantasi yang akan dilakukan.
Banyak kasus di mana transplantasi yang telah dikerjakan menjadi tidak optimal bahkan
sia-sia karena minimnya rencana pemeliharaan, monitoring, dan tidak
mempertimbangkan kondisi lingkungan sehingga hasil transplantasi tidak dapat bertahan.
Oleh karena itu, diperlukan tahapan perencanaan sebelum melakukan transplantasi
karang, seperti:

1. Pikirkan upaya transplantasi karang yang efektif dan sesuai dengan karakteristik
lingkungan biotik maupun abiotik dari lokasi
2. Penentuan lokasi dan penandaan lokasi
3. Persiapan alat-alat
4. Pencarian biakan karang yang akan ditransplan
5. Pemasangan rangka
6. Pengikatan Fragmen Karang
7. Pengukuran Laju Pertumbuhan secara berkala
8. Monitoring dan pemeliharaan
Metode transplantasi di Indonesia saat ini berbagai macam-macam. Beberapa metode
yang sudah digunakan adalah metode rak jaring dan substrat (Subhan et al., 2008), beton
(Johan, 2012), jaring dan pecahan (Fadli, 2008), substrat alami (Haris 2012 ) dan
dimodifikasi menggunakan biorock karang (Zamani et al., 2009; Madduppa et al., 2007).
Seiring dengan perjalanan waktu, metode rak, jaring dan substrat ini memperlihatkan
kelemahan antara lain, daya tahan jaring ternyata kurang bertahan lama. Jaring
mengalami putus dan sobek sering terjadi. Hal tersebut mengakibatkan karang-karang
yang sudah berukuran besar terlepas dari jaring.
Sebagai pengganti rak, jaring dan substrat, konstruksi yang terbuat dari bahan beton
dapat menjadi solusi. Kelebihan dari beton adalah memiliki daya tahan yang lama dan
dapat membentuk formasi yang stabil. Stabilitas daerah penempelan membuat karang
dapat menempel dan tumbuh dengan baik. Selain itu, beton dapat menjadi media untuk
penempelan larva karang. Seperti penelitian Aziz et al (2011) menemukan bahwa banyak
terjadi penempelan karang secara alami pada terumbu buatan yang terbuat dari beton.

b. Biorock
Biorock merupakan suatu proses deposit elektro mineral di dalam laut yang baisa juga
disebut akresi mineral. Pada tahun 1974 teknnlogi ini dikembangkan oleh Prof. Wolf H.
Hilbertz, seorang arsitek berkebangsaan Jerman. Teknologi ini awalnya dikembangkan
untuk mendapatkan bahan bangunan jenis baru. Tapi pada tahun 1988, Prof. Wolf H.
Hilbertz bertemu dengan ahli ekologi karang, Dr. Thomas J. Goreau dan
mendirikan Global Coral Reef Alliance (GCRA) dan mulai melakukan riset untuk
mengembangkan teknologi biorock dengan focus pada perkembangbiakan, pemeliharaan,
dan restorasi terumbu karang serta struktur proteksi pesisir.
Biorock bekerja menggunakan proses elektrolisis air laut, yaitu dengan meletakkan
dua elektroda di dasar laut dan dialiri dengan listrik tegangan rendah yang aman sehingga
memungkinkan mineral pada air laut mengkristal di atas elektroda. Biorock dibentuk
dengan menggunakan struktur ram besi non-galvanisasi sebagai katoda dan karbon, timah
atau titanium sebagai anoda. Saat dialiri listrik, struktur biorock ini menimbulkan reaksi
elektrolitik yang mendorong pembentukan mineral di struktur katoda. Mineral yang
mengendap adalah kalsium karbonat dan magnesium hidroksida. Kedua mineral ini
penting karena merupakan struktur dasar dari terumbu karang. Karena pengakresian
mineral yang terjadi secara cepat, bibit terumbu karang yang ditanamkan ke struktur
biorock dapat tumbuh secara cepat. Endapan mineral ini juga melekatkan struktur dengan
dasar laut dan memperkuat struktur.

c. Kampanye Penyelamatan
Kampanye penyelamatan yang dilakukan di wilayah terumbu karang hidup,
diharapkan keadaan masyarakat dan pemerintah terhadap arti penting dan nilai strategis
terumbu karang terutam adi Indonesia akan meningkat. Program kampanye-kampanye
untuk menjaga kelestarian terumbu karang saat ini sudah banyak dilakukan, salah satunya
adalah dengan menisiasi adanya daerah Coral Triangle Initiative (CTI) yang mencakup
daerah di Indonesia, Filipina, Australia dan New Guinea.

d. Pengelolaan Sumberdaya Kelautan Berbasis Masyarakat


Pengelolaan sumberdaya kelautan berbasis masyarakat merupakan salah satu strategi
pengelolaan yang dapat meningkatkan efisiensi dan keadilan dalam pemanfaatan dan
pengelolaan sumberdaya alam. Selain itu strategi ini dapat membawa efek positif secara
ekologi dan sosial. Pengelolaan sumberdaya alam khususnya sumberdaya kelautan
berbasis komunitas lokal sangatlah tepat diterapkan, selain karena efeknya yang positif
juga mengingat komunitas lokal memiliki keterikatan yang kuat dengan daerahnya
sehingga pengelolaan yang dilakukan akan diusahakan demi kebaikan daerahnya dan tidak
sebaliknya. Seiring trend di dunia yang sedang giat-giatnya mengupayakan penguatan
institusi lokal dalam pengelolaan laut (pesisir).
Laut tidak semata merupakan sebuah sistem ekologi, tetapi juga sistem sosial. Karena
itu, pengembangan kelautan dengan memperhatikan sistem ekologi-sosial mereka yang
khas menjadi penting. Kuatnya institusi lokal di pesisir merupakan pilar bangsa bahari.
Bila mereka berdaya, aturan lokal mereka bisa melengkapi kekuatan hukum formal,
mereka bisa menjadi pengawas laut yang efektif, menjadi pengelola perikanan lokal karena
didukung pengetahuan lokal (traditional ecological knowledge) serta pendorong
tumbuhnya ekonomi pesisir.

Anda mungkin juga menyukai