Dosen Pengampu :
Dr. Sherly Ridowati Nata Imam, S.TP., M.SC.
Disusun Oleh :
Atikah Ratna Anindita
05061182227009
Universitas Sriwijaya
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan kepada Allah Swt., karena berkat rahmat dan
hidayah-Nya saya dapat menyusun makalah ini dengan baik dan selesai secara
tepat waktu. Makalah ini saya beri judul “Biota Perairan Lokal Ikan Dewa
(Labeobarbus douronensis)”.
Penyusunan makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas perkuliahan
dari dosen pengampu. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk memberikan
tambahan wawasan bagi saya sebagai penulis dan bagi para pembaca. Khususnya
dalam hal manfaat pelaksanaan bimbingan kelompok sebagai upaya
meningkatkan motivasi belajar bagi para mahasiswa.
Selaku penulis tidak lupa untuk mengucapkan terima kasih kepada Ibu DR.
Sherly Ridhowati Nata Imam,S.TP., M.SC., selaku dosen pengampu. Tidak lupa
penulis ucapkan terimakasih pula kepada pihak-pihak lain yang telah membantu
penyusunan makalah ini.
Terakhir, penulis menyadari bahwa makalah ini masih belum sepenuhnya
sempurna. Maka dari itu penulis terbuka terhadap kritik dan saran yang bisa
membangun kemampuan ,agar pada tugas berikutnya bisa menulis makalah dengan
lebih baik lagi. Semoga makalah ini bermanfaat bagi penulis dan para pembaca.
Universitas Sriwijaya
DAFTAR ISI
Universitas Sriwijaya
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perikanan merupakan industri yang telah tumbuh secara signifikan di
masyarakat, dan berpotensi untuk berperan penting dalam perekonomian
Indonesia. Sektor kontribusi perikanan bagi pembangunan nasional dapat dilihat
dari perannya sebagai sumber bahan baku agroindustri, sebagai sumber lapangan
kerja, sebagai sumber devisa melalui ekspor hasil perikanan, sebagai sumber
pendapatan bagi nelayan atau pembudidaya ikan, sebagai penggerak
pembangunan daerah, dan sebagai penyumbang kelestarian sumber daya
perikanan dan lingkungan (Husniyah, 2016).
Menurut Dault A.A. Kohar dan A. Suherman (2009), sektor perikanan
merupakan industri yang memanfaatkan sumberdaya perikanan dengan sukses
baik perikanan darat maupun laut. Ditambah lagi dengan kemajuan teknologi dan
naik daun produksi ikan harus ditingkatkan sebagai sumber pangan dan sumber
protein karena kebutuhan manusia akan protein hewani semakin meningkat
seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk.
Indonesia dikenal sebagai negara kepulauan terbesar di dunia karena
memiliki 17.508 pulau yang dipisahkan satu sama lain oleh perairan. Garis pantai
dari semua pulau pantai berjumlah 99.093 km. Menurut Yudhanto, Wijaya, dan
Sukmono (2016), Indonesia memiliki potensi sumber daya alam yang sangat
besar, terutama dalam pengembangan sumber daya alam dan hasil laut. Dunia
memandang Indonesia kaya karena keragaman sumber daya bahari yang
dimilikinya. Karena habitat dan perairan pesisirnya yang unik, termasuk terumbu
karang, hutan bakau, dan padang lamun, Indonesia memiliki sumber daya
keanekaragaman hayati laut terbesar di dunia. Mengingat kekayaan dan
keragaman sumber daya laut yang ada di Indonesia, industri wisata bahari
memiliki potensi yang sangat besar (Yani dan Montratama, 2018).
Berdasarkan jenis biota laut yang telah teridentifikasi di perairan laut,
Indonesia hanya memiliki 6.396 spesies, antara lain mangrove, alga, dan
Universitas Sriwijaya
tumbuhan melamun. Terdapat 5.319 spesies hewan yang berbeda di biota laut,
termasuk ikan, echinodermata, dan polychaetes (Wahyuningsih., et al 2019).
Sebagian besar wilayah Indonesia adalah lautan, sehingga Indonesia secara
alami adalah negara maritim. sebagai negara bahari yang memiliki wilayah laut
yang luas dengan ribuan pulau besar dan kecil tersebar di dalamnya, derajat
keberhasilan bangsa Indonesia juga ditentukan dalam memanfaatkan dan
mengelola wilayah laut yang luas. Indonesia pada dasarnya adalah negara laut
karena sebagian besar wilayah daratannya adalah lautan. Tingkat kemakmuran
Indonesia tergantung pada seberapa baik memanfaatkan dan mengelola wilayah
lautnya yang luas, yang berisi ribuan pulau besar dan kecil yang tersebar di
seluruh wilayahnya sebagai negara maritim (Fahrizal, 2006).
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana habitat ikan dewa?
2. Bagaimana klasifikasi dan taksonomi ikan dewa?
3. Bagaimana morrfologi dan fungsi ikan dewa?
4. Apa saja komponen esensial dalam rikan dewa?
5. Apa saja peran ikan dewa di dunia perikanan?
C. Tujuan
1. Mengetahui tempat hidup dan habitat ikan dewa.
2. Megetahui klasifikasi, morforlogi dan taksonomi ikan dewa.
3. Mengetahu pearnannya di dunia perirkanan.
Universitas Sriwijaya
BAB 2
PENDAHULUAN
Ikan air tawar yang dikenal sebagai ikan kancra atau ikan dewa
(Labeobarbus douronensis) bersifat spesifik lokasi dan langka, khususnya di
perairan umum Jawa Barat. Karena jumlah ikan ini menurun setiap tahun, saat ini
dilarang bagi siapa pun untuk menangkap dan memakannya. Jenis ikan ini sudah
tidak ada lagi di perairan Waduk Dharma Kabupaten Kuningan (Redjeki, 2007).
Karena itu, kegiatan pemuliaan seperti pematangan gonad, pemijahan,
pemeliharaan larva, dan perluasan di bak atau kolam tanah liat dilakukan.
Pematangan gonad dilakukan melalui perbaikan pakan, pemijahan melalui
manipulasi lingkungan, pemeliharaan larva melalui pakan alami, dan perluasan
dengan pemberian jentik nyamuk dan pellet protein 35%. Teknologi tersebut
disatukan kemudian disebarkan ke daerah-daerah yang ikannya langka (Redjeki,
2007).
Ikan dewa atau kancra menyebar luas di kawasan Asia Tenggara, mulai dari
Burma, Thailand serta wilayah Indonesia. Selain itu, ikan yang termasuk dalam
hewan langka ini hanya dapat ditemukan di sungai atau kolam yang dikeramatkan
di Jawa, Sumatera, dan Kalimantan. Dengan dasar bebatuan, suhu air yang relatif
sedang, dan kadar oksigen yang tinggi, sungai di dataran tinggi dan pegunungan
merupakan tipe habitat yang disukai Tor (Shrestha, 2005).
Karena habitatnya yang unik, yang hanya terdapat di hulu sungai dan
memiliki air yang cukup deras, air yang jernih dengan kandungan oksigen yang
tinggi, suhu air yang sejuk, dan dasar yang berbatu, penebangan yang tidak
terkendali berdampak negatif yang signifikan bagi kelangsungan hidup hewan
ikan Tor ini (Kiat, 2004).
Adanya penebangan yang tidak terkendali mengakibatkan turunnya debit
mata air yang menurunkan muka air di kolam alami tempat ditemukannya ikan
dewa ini.
Universitas Sriwijaya
B. Adaptasi dan Sifat
Ikan dewa hanya menghuni sumber air yang jernih, murni, dan mengalir,
sesuai dengan habitatnya. Hanya jika ekosistem hutan layak dan pepohonannya
lebat, dan bentuk mata air ini dapat terjadi. Ikan dari genus Labeobarbus
umumnya terancam oleh penangkapan berlebih dan hilangnya hutan, menurut
(Kottelat et al, 1993). IUCN mencantumkan spesies ikan Labeobarbus soro
sebagai ikan yang terancam punah.
Meski merupakan trik untuk melestarikannya, bisa jadi karena ikan kancra
sangat dipuja. Hal ini dikarenakan ikan kancra membutuhkan waktu hingga 2
tahun untuk matang menjadi dewasa.
Menurut Dedin Khoerudin, pembudidaya ikan kancra di kawasan Sendang
Ciburial, Dusun Margamukti, Desa Licin, Kecamatan Cimalaka, Sumedang. “Ikan
kancra ini pertumbuhannya relatif lamban, tapi umurnya panjang, bisa sampai dua
tahun untuk seekor ikan kancra mencapai berat satu kilogram dari ukuran benih,”
jelas Dedin kepada detik Jabar.
Menurut Dedin, ikan kancra merupakan jenis ikan yang bersifat predator
atau agresif. Ikan ini sering gagal dalam hal teritorial. Katanya, “Di alam, ikan
kancra ini adalah predator dan akan memangsa ikan-ikan kecil. Menurut Dedin,
ikan kancra biasanya menghuni daerah hulu dengan aliran sungai yang deras.
Varietas dewa ikan tor soro adalah yang paling banyak ditemukan di pulau Jawa
sendiri.
Jenis Ikan Dewa ini memiliki rona biru kemerahan yang sama dengan yang
ada di zona pertanian. Ia menjelaskan, tor tambroides banyak ditemukan di
Kalimantan sedangkan tor douronensis banyak ditemukan di Sumatera.
Disebut ikan kancra di Jawa Barat, ikan tombro di Jawa Tengah dan Jawa
Timur, dan ikan semah di Sumatera bagian selatan. Ikan ini juga dikenal sebagai
ikan Batak, ikan Curong, ikan Lempon, ikan Ihan, ikan Sepan, ikan Kelah, ikan
Masheer, ikan Torsoro dan ikan Dewa di daerah lain.
Ikan endemik yang dikenal sebagai kancra berukuran agak besar dan masih
berkerabat dekat dengan ikan mas. Tubuhnya bisa meregang hingga satu meter.
Gaya hidupnya adalah omnivora, atau pemakan segalanya, dengan buah-buahan,
moluska (kerang kecil), dan serangga sebagai sumber nutrisi utamanya.
Universitas Sriwijaya
C. Klasifikasi dan Taksonomi
Universitas Sriwijaya
berasal dari mesodermal, atau tidak sama sekali. Mulut sering berada di bagian
depan tubuh, ekor memiliki sirip yang hampir sama panjang di atas dan di bawah,
dan kelompok ikan ini memiliki 11 lubang insang di kedua sisi kepala, menurut
Romimohtarto (2001). Selain itu, ia memiliki sepasang lubang hidung dan
sepasang sirip (Soemadji, 1995).
Habitat khusus spesies Labeobarbus meliputi sungai di pegunungan dan sungai
dengan dasar berbatu di dataran tinggi (Shrestha 2005). Bagian sungai yang lebih
tinggi di tempat pegunungan, yang arus airnya cukup kuat, warna airnya jernih,
kandungan oksigennya relatif tinggi, suhu udaranya dingin, dan perairannya
memiliki dasar yang berbatu, adalah tempat ikan Tor hidup, menurut Tips (2004).
Menurut Haryono (2006), terdapat beberapa ciri biologis ikan tambra, antara lain
perbedaan jenis kelamin yang dapat ditentukan oleh bentuk dan warna tubuh,
kebiasaan makan omnivora, dan kisaran fekunditas antara 3.125–8.201 butir telur.
Universitas Sriwijaya
Ikan yang termasuk dalam genus ini biasanya memiliki bentuk tubuh yang
memanjang, pipih, moncong yang agak meruncing, mulut yang tebal dengan
posisi inferior atau subinferior, dan bibir bawah yang tidak terputus dengan
cuping (Haryono et al., 2010). Ikan dewa merupakan makhluk morfologi yang
dapat tumbuh hingga panjang maksimal 1 meter dan memiliki gurat sisi sepanjang
24-28 cm. Kehadiran dua lobus di bibir bawah mulut ikan membedakan spesies
ini dari genus lain. Ukuran sirip dubur yang lebih kecil dari sirip punggung dan
memiliki rona perak cerah di punggung merupakan perbedaan lainnya (Haryono
& Tjakrawidjaja, 2005). Bentuk tubuh, warna sisik, penutup insang, dan papila
semuanya dapat digunakan untuk mengidentifikasi ikan dewa jantan dan betina
(Haryono et al., 2010).
Pertumbuhan larva dan embrio ikan sangat penting untuk metode produksi
ikan. Untuk memaksimalkan pertumbuhan dan mempertahankan larva hidup,
penting untuk memiliki informasi tentang bagaimana embrio dan larva ikan
berkembang (Puvaneswari, Marimuthu, Karuppasamy, & Haniffa, 2009).
Perkembangan embrio ikan adalah fase paling rumit dari seluruh siklus hidup
ikan, dan berdampak pada kualitas dan jumlah telur. Berbeda dengan telur ikan
yang tidak dibuahi yang seringkali memiliki inti berwarna putih pucat, telur ikan
yang dibuahi memiliki warna yang bening (Saputra, Raharjo, & Rachimi, 2014).
Beberapa jenis stressor yang berbeda dapat menyebabkan rendahnya tingkat
produksi benih ikan dengan mempengaruhi jumlah telur yang menetas dan laju
keberlangsungan larva ikan dalam kegiatan produksi benih (Prakoso &
Kurniawan, 2015).
Pembagian zigot menandai awal dari tahap perkembangan embrio
(pembelahan). fase organogenesis, gastrula, blastula, dan morula. Embriogenesis
ikan terdiri dari tiga tahap yaitu tahap cleavage, embrionik, dan
eleutheroembrionik (fase saat ikan menetas hingga dapat menemukan makanan
dari luar). Pada saat terjadi pembuahan hingga ikan dapat memperoleh
makanannya sendiri, terjadilah fase embrionik (Tang & Ridwan, 2004).
Tingkat penetasan atau daya tetas telur mengacu pada proporsi telur yang
menetas setelah waktu tertentu. Penetasan telur disebabkan oleh aktivitas
enzimatik serta aktivitas mekanis. Aktivitas embrio menghasilkan kerja mekanis.
Universitas Sriwijaya
Proses penetrasi terjadi lebih cepat, semakin agresif perjalanan embrio.
Sedangkan enzim chorionase yang berfungsi untuk mengencerkan lapisan luar
telur ada dan melakukan kerja enzim (chorion). Ketika chorion yang mengandung
pseudokeratin menjadi lunak, bagian tipis dari cangkang yang terkena enzim
chorionase akan pecah. Tubuh dan kepala embrio akan keluar terlebih dahulu dari
cangkangnya, kemudian ekornya (Gusrina, 2014).
Penetasan yang dipengaruhi oleh pengaruh internal dan eksternal
merupakan salah satu unsur yang mempengaruhi mutu benih. jumlah kuning telur
dan hormon merupakan pengaruh internal (Hadid et al., 2015). Faktor eksternal
yang mempengaruhi penetrasi antara lain suhu, pH, salinitas, gas terlarut (oksigen,
karbon monoksida, dan amoniak) (Lagler, 1972), intensitas cahaya (Nikolsky,
1963), dan kecepatan aerasi. Hormon hipofisis dan tiroid berperan dalam proses
metamorfosis, dan volume kuning telur berhubungan dengan perkembangan
embrio (Sugama. Trijoko, Ismi, & Setiawati, 2004).
Universitas Sriwijaya
yang disebabkan oleh kekurangan vitamin B, ikan biasanya mengembangkan
tubuh yang kurus dan mungil.
Pengolahan atau pembuatan berbagai komponen pakan, seperti saat
mengolah dengan suhu tinggi atau saat mengeringkan secara berlebihan,
berdampak signifikan terhadap kualitas bahan pakan. Jenis ikan yang digunakan
untuk membuat tepung merupakan faktor lain yang menentukan kualitas pakan.
Untuk dijadikan sebagai atraktan dalam pakan, tepung ikan yang baik harus
memiliki kandungan protein minimal 60%, komposisi asam amino yang lengkap,
dan aroma yang harum.
Universitas Sriwijaya
BAB 3
KESIMPULAN
Ikan air tawar yang dikenal sebagai ikan kancra atau ikan dewa
(Labeobarbus douronensis) bersifat spesifik lokasi dan langka, khususnya di
perairan umum Jawa Barat. Karena jumlah ikan ini menurun setiap tahun, saat ini
dilarang bagi siapa pun untuk menangkap dan memakannya. Ikan dewa atau
kancra menyebar luas di kawasan Asia Tenggara, mulai dari Burma, Thailand
serta wilayah Indonesia. Selain itu, ikan yang termasuk dalam hewan langka ini
hanya dapat ditemukan di sungai atau kolam yang dikeramatkan di Jawa,
Sumatera, dan Kalimantan. Dengan dasar bebatuan, suhu air yang relatif sedang,
dan kadar oksigen yang tinggi, sungai di dataran tinggi dan pegunungan
merupakan tipe habitat yang disukai Tor.
Universitas Sriwijaya
DAFTAR PUSTAKA
Universitas Sriwijaya
Prakoso, V. A., & Kurniawan, (2015). Pengaruh stressor suhu dan
salinitas terhadap perkembangan embrio ikan nilem
(Osteochilus hasselti). Jurnal Sains Natural Universitas Nusa
Bangsa, 5(1), 49-59.
Puvaneswari, S., Marimuthu, K., Karuppasamy, R., & Haniffa, M. A.
(2009). Early embryonic and larval develompnet of Indian
catfish, Heteropneustes fossilis. Eur. Asia J. Biol. Sci., 3, 84-96.
Romimohtarto, K & S. Juwana. 2001. Biologi Laut. Jakarta:
Djambatan.
Saanin H. 1984. Taksonomi dan kunci identifikasi ikan jilid I dan II.
Bandung: Bina Cipta.
Saputra, S. I., Raharjo, E. I., & Rachimi. (2014). Pengaruh getah
pepaya (Carica papaya L.) kering terhadap derajat pembuahan
dan penetasan telur ikan jambal siam (Pangasius
hypothalamus). Jurnal Ruaya Jurnal Penelitian Dan Kajian
Ilmu Perikanan Dan Kelautan, 3(1), 26-34.
https://doi.org/10.29406/rya.v3i1.475
Soemadji. 1995. Zoologi. Jakarta: Depdikbud.
Sugama, K., Trijoko, S., Ismi, S., & Setiawati, K. M. (2004).
Enviromental factors affecting embryonic developement and
hatching of humpback grouper (Cromileptes altivelis) Larvae.
In Advance in grouper aquaculture (Rimmer,
M., p. 134). ACIAR.
Tang, U. M., & Ridwan, A. (2004). Biologi Reproduksi Ikan.
Pekanbaru: Uni Press.
Yani, Y. M., & Montratama, I. (2018). Indonesia Sebagai oros
Maritim Dunia: Suatu Tinjauan Geopolitik. Jurnal Pertahanan
& Bela Negara, 5(2), 25–52.
Yudhanto, A., Wijaya, A. P., & Sukmono, A. (2016). Analisis Potensi
Lokasi Budidaya Rumput Laut Eucheuma Chottonii
Menggunakan Citra Landsat Di Perairan Laut Demak. Jurnal
Geodesi Undip, 2(2), 42–52.
Yustina. 2001. Keanekaragaman spesies ikan di sepanjang perairan
sungai rangau, Riau Sumatera. Jurnal Nature Indonesia. 4:1–
14.
Universitas Sriwijaya